• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV PERANAN MANAJEMEN ZAKAT TERHADAP

B. Relevansi

Hambatan yang paling serius bagi pembangunan yang berkeadilan adalah konsentrasi kepemilikan sarana-sarana produksi di negara-negara muslim, seperti halnya juga diseluruh perekonomian yang merugikan pasar. Strategi Islam dalam hal ini sangat berbeda dari strategi yang dipakai oleh sosialisme yang dalam rangka menghapuskan ketidakadilan distribusional kapitalisme, telah menurunkan martabat manusia kepada suatu perbedaan upah yang permanen dan juga membunuh inisiatif dan spirit individu untuk melakukan usaha dengan kolektif semua sarana produksi dan sentralisasi pembuatan keputusan.6

Program bantu diri sosial yang diwakili zakat tidak seperti kewajiban sipil membayar pajak. Ia merupakan kewajiban agama yang secara mutlak mengikat dan diwajibkan oleh pencipta itu sendiri dan harus dibayarkan dari kekayaan yang telah dia berikan karena keutamaan-Nya sebagai amanah yang harus dinikmati bersama-sama dengan mereka yang kurang beruntung (Q.S Al-Hadid: 7).7

Penulis menganalisa dalam melihat relevansi zakat sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat terhadap sistem ekonomi di Indonesia. Dalam GBHN memang telah dimasukan rumusan tentang sistem perekonomian. Pertama-tama, memasukan kembali tiga ayat dalam pasal 33 UUD 1945 yang melukiskan Demokrasi Ekonomi. Kedua, memasukkan pasal lain yang dianggap relevan,

6

Hasil Wawancara dengan M. Dawam Raharjo, Pada Tanggal 4 Januari 2011.

7

M. Umer Chapra, Islam and The Economic Challange, terjemah Ikhwan Abidin basri : Islam dan Tantangan Ekonomi,h. 271

yakni pasal 27 ayat 2 bahwa ”tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Tetapi ayat ini dirumuskan kembali hingga menjadi ”warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan atau penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.8

Pada dasarnya, Sistem Ekonomi Indonesia yang intinya Demokrasi Ekonomi itu dapat dibagi menjadi 2 aspek. Pertama, aspek positif dari sistem tersebut, yang pada dasarnya menempatkan tiga pelaku ekonomi utama dalam sistem ekonomi , yaitu koperasi, sektor negara dan swasta, tentang peranan negara serta hak-hak warga negara terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kedua adalah aspek negatif yang harus dicegah, yakni bersifat membatasi pelaku-pelaku ekonomi dari persaingan bebas, yakni peranan sektor negara yang mungkin mendesak atau mendominasi sektor-sektor lain dan perkembangan sektor swasta yang ternyata mendominasi perekonomian dalam bentuk monopoli (kondisi pasar di mana ada satu penjual yang menguasai pasar)

8

Dawam Raharjo. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Ekonomi Indonesia: Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997) hal. 116.

dan monopsoni (kondisi di mana hanya ada satu pembeli tunggal yang menerima pasokan komoditi).9

Sebenarnya ada satu pasal lagi dalam UUD ‟45 yang agaknya terluput dari rumusan GBHN, yakni pasal 34 yang berbunyi : ” Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Rumusan ini agaknya dipengaruhi oleh ajaran Islam yang sangat memperhatikan nasib anak yatim dan fakir miskin. Dan pasal ini seharusnya dimasukkan sebagai salah satu unsur sistem ekonomi, yakni tentang hak anak terlantar dan fakir miskin di satu pihak dan peranan negara di lain pihak. Tidak dimasukkannya kedalam sistem ekonomi, karena masalah ini lebih banyak ditangani dan merupakan tanggung jawab derpartemen sosial. Tetapi kini, masalah-masalah ini makin banyak didekati dari sudut ekonomi, misalnya melalui berbagai program pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dari berbagai departemen dan kantor menteri negara.10

Pertanyaan di atas mengajak kita untuk menengok pada bagian UUD 1945 yang memuat aspek-aspek yang lebih mendasar, yakni bagian pembukaan. Dalam pembukaan alinea dua tercantum suatu visi kehidupan berbangsa dan bernegara,

9

Dawam Raharjo. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Ekonomi Indonesia: Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997) hal. 117.

10

Dawam Raharjo. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Ekonomi Indonesia: Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997) hal. 117.

yang dapat ditangkap dengan istilah-istilah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.11

Dari rumusan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu kita bisa memetik berbagai istilah yang dapat dikaitkan dengan tujuan-tujuan kebijaksanaan ekonomi rumusan teoritis building di atas. Pertama istilah makmur dan kesejahteraan umum dapat dikaitkan dengan kemajuan ekonomi. Kedua, istilah adil dan keadilan sosial dapat dikaitkan dengan keadilan ekonomi. Dan ketiga pengertian kebebasan ekonomi bisa diacukan pada istilah bebas dan kehidupan kebangsaan yang bebas atau mungkin juga istilah merdeka. Yang sulit dicari acuannya dalam pembukaan UUD 1945 di atas adalah pengertian stabilitas ekonomi. Mungkin perwujudan pengertian bersatu dan berdaulat dalam kehidupan ekonomi dapat menghasilkan stabilitas ekonomi.12

Sebenarnya konsep pembangunan berkesinambungan tersebut muncul sebagai reaksi dan strategi pembangunan yang dalam praktik dan yang terjadi berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. Strategi ini dapat dicapai apabila mengoptimalkan konsep zakat yang produktif, sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, sebab Indonesia yang

11

Dawam Raharjo. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Ekonomi Indonesia: Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997) hal. 118.

12

Dawam Raharjo. Ekonomi Islam, Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Ekonomi Indonesia: Etika Ekonomi Politik Elemen Strategis Pembangunan Masyarkat Islam. (Surabaya: Risalah Gusti, 1997) hal. 119.

notabene mayoritas Islam mempunyai potensi dana zakat yang besar akan tetapi hal tersebut memerlukan syarat yaitu manajemen zakat yang baik dan sistematis. Dengan demikian maka pemikiran Dawam mengenai manajemen zakat memiliki relevansi yang signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Setelah melihat berbagai konsep yang ditawarkan oleh Dawam Rahardjo, penulis menganalisa terdapat kesesuaian dengan hukum positif ataupun dasar negara Indonesia. Seperti yang kita ketahui sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia adalah demokrasi ekonomi (ekonomi berbasis kerakyatan). Relevansi yang dapat dilihat terdapat pada UUD tahun 1945 pasal 33 dan pasal 34 serta pasal 27 ayat 2. Di dalam pasal-pasal tersebut terkandung mengenai pemerataan terhadap pendapatan dan peningkatan taraf hidup yang layak yang dapat dicapai dengan efektifitas dari sistem zakat, peran negara untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kaum lemah dimana negara sebagai pelindung masyarakat seharusnya dapat membuat peraturan-peraturan untuk mengoptimalkan zakat, serta keadilan ekonomi yang berarti tidak diperkenankannya dominasi sektor-sektor ekonomi hanya oleh segelintir pihak. Selain itu, konsep-konsep yang ditawarkan oleh Dawam Rahardjo juga tidak tampak bertentangan dengan kebijakan-kebijakan Rasulullah SAW beserta sahabatnya. Dalam hal kelembagaan, pada masa Rasulullah SAW telah terdapat lembaga pengumpul zakat yaitu Baitul Maal. Selain itu himbauan pengupayaan kemudahan membayar zakat bagi para muzakki yang disosialisasikan oleh Raulullah SAW kepada para pejabat pemerintahan merupakan landasan Dawam dalam

pengorganisiran pengefisiensian dan pengefektifan dalam hal pembayaran zakat. Semangat penyadaran pembayaran zakat yang dilakukan Dawam Rahardjo juga sejalan dengan semangat Abu Bakar ash-Shiddiq meskipun dengan cara yang berbeda. Pada zaman Abu Bakar, penyadaran dilakukan dengan cara yang ekstrim dan tidak dapat diterapkan pada masa sekarang menurut Dawam Rahardjo.13 Pada masa Abu Bakar, penyadaran dilakukan dengan cara penerapan hukuman mati. Dalam hal lembaga pengumpul zakat, di mana Negara bukan satu-satunya lembaga pengumpul zakat juga telah diterapkan pada masa kepemimpinan Utsman Bin Affan. Pada masa itu pengumpulan zakat sudah tidak dipusatkan kepada khalifah tetapi bisa secara langsung ataupun kepada utusan-utusan Utsman seperti yang telah dijelaskan pada Bab II halaman 44. Dan dalam hal yang merupakan inti pokok pandangan Dawam Rahardjo bagaimana zakat dapat benar-benar mereduksi kemiskinan yaitu dengan menerapkan konsep zakat produktif yang saat ini masih terdapat pro dan kontra, telah di setujui atau di legalkan oleh MUI sesuai dengan fatwa yang disidangkan pada tanggal 8 rabiul akhir 1402 H bertepatan dengan 1982 tentang mentasharufkan dana zakat untuk kegiatan produktif dan kemaslahatan umum. Oleh karena itu pemikran Dawam Rahardjo ini menurut penulis sudah sesuai dan sejalan dengan UU Negara dan Hukum Islam serta tata cara pelaksanaan manajemen Zakat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.

13

Dokumen terkait