• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRATEGI PENDIDIKAN TAUHID

B. Relevansi Strategi Pendidikan Tauhid

Pada era globalisasi yang semakin canggih ini, dunia pendidikan (khususnya Islam) tampaknya dihadapkan pada tantangan-tantangan yang semakin rumit. Betapa tidak, saat ini seperti muncul kesan bahwa pendidikan Islam gagal menanamkan nilai-nilai tauhid yang menjadi ciri ajaran Islam itu sendiri.

Berbagai fenomena yang menggantikan eksistensi (wujud) Allah SWT sebagai wujud tertinggi alam semesta ini marak teijadi. Baik itu dalam bentuk implisit berupa ’pendewaan’ kemajuan ilmu pengetahuan dan

8 Tedi Priatna, Pondasi Dan Fungsi Pendidikan Islam, Mimbar Pustaka, Bandung, 2004,

teknologi (misalnya handphone, televisi, komputer) hingga yang paling fatal adalah dipercayainya batu ajaib yang mampu menyembuhkan segala penyakit, seperti yang terjadi di Jombang, Jawa Timur baru-baru ini. Adalah Ponari, seorang anak Sekolah Dasar berusia sekitar 9 tahun dipercaya mampu menyembuhkan segala penyakit dengan batu yang telah ditemukannya. Batu tersebut ditemukan ketika dia hampir tewas disambar petir. Seperti dilaporkan oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional (22/02/2009) ribuan orang rela mengantri untuk memeroleh kesempatan berobat dengannya. Bahkan, beberapa orang sampai pingsan karena berdesak-desakan untuk mendapatkan tiket berobat. Ironisnya, di tempat yang sama dan waktu yang sama, masih ada ’Ponari-Ponari’ kecil lainnya.

Jombang adalah suatu daerah yang juga sering diidentikkan dengan adanya pondok-pondok pesantren sebagai institusi pendidikan Islam. Ini semakin menunjukkan keprihatinan bahwa peran institusi pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai tauhid di tengah-tengah masyarakat mengalami kegagalan. Di sinilah tampaknya umat Islam perlu melakukan revitalisasi pendidikan Islam dalam penanaman nilai-nilai tauhid di tengah-tengah masyarakat yang kini mulai luntur tersebut.

Penegakan Tauhid dalam Pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dalam karyanya beijudul Risalah Tauhid, menyebutkan bahwa asal makna “tauhid” ialah meyakinkan, bahwa Allah SWT adalah “satu”, tidak ada syarikat bagi-Nya. Tauhid juga berarti menetapkan sifat “wahdah”

(satu) bagi Allah SWT dalam Dzat-Nya dan dalam perbuatan-Nya menciptakan alam seluruhnya dan bahwa Ia sendiri-Nya pula tempat kembali segala alam ini dan penghabisan segala tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan paling besar bagi kebangkitan Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, ketika ada kelompok orang atau masyarakat yang mengingkari tentang keesaan Allah SWT ini pada dasarnya mereka telah melanggar prinsip ajaran Islam yang paling hakiki.

Secara implisit Al-Qur’an mengatakan bahwa pendidikan Islam harus dilandasi oleh nilai-nilai tauhid. Artinya, tauhid adalah ajaran Islam yang fundamental dan pertama harus diemban oleh pendidikan Islam. Sayangnya, peristiwa penyimpangan-penyimpangan tauhid ini terjadi sepanjang sejarah. Pada masa awal Islam, penyimpangan terhadap Keesaan Allah SWT sebenarnya juga telah terjadi. Adalah Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang baru masuk Islam, yang berpura-pura terlalu fanatik mencintai Ali Karamallahu Wajhahu. Dengan sikap kepura-puraannya tersebut, Saba’ mengatakan bahwa Allah telah bertempat pada diri Ali. Ia mendakwakan pula bahwa Ali lah sebenarnya yang berhak menduduki kursi khilafah. Untuk itu, ia menyerang Khalifah Usman dengan amat sengitnya, sehingga menyebabkan ia dibuang oleh Khalifah Usman. Pada kenyataannya Saba’ ditentang keras oleh para khalifah setelah Nabi.

Hal ini menandakan bahwa penyimpangan tauhid bagaimanapun adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir dan dengan demikian harus

diberantas hingga ke akar-akarnya. Pemberantasan penyimpangan tauhid dari akar-akarnya inilah sepertinya dapat menjadi peran yang strategis pendidikan Islam, khususnya di Indonesia. Terlebih Indonesia mempunyai ribuan institusi pendidikan Islam baik itu pondok pesantren maupun institusi pendidikan formal yang berada di bawah naungan organisasi Islam seperti halnya Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam (Persis) dan organisasi Islam lainnya.

Peran pendidikan karena kenyataan, bahwa pendidikan Islam sesungguhnya mempunyai misi utama untuk menegakkan nilai-nilai tauhid, maka dalam konteks ini pendidikan Islam sangat tepat berperan dalam menanamkan nilai-nilai tauhid di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Ini penting untuk dilakukan, terlebih dunia pendidikan kita saat ini cenderung mengarah kepada kondisi yang sekuler. Jangankan institusi pendidikan umum, lembaga pendidikan yang nota bene Islam tidak jarang justru meremehkan mata pelajaran dalam bidang tauhid ini. Misalnya, ditunjukkan dengan porsi jam pelajaran yang sedikit, hanya sebagai muatan lokal, atau dengan menyerahkan mata pelajaran kepada guru pengampu dengan kemampuan yang pas-pasan.

Kondisi sekuler juga ditunjukkan dengan adanya orientasi pendidikan yang diarahkan kepada pembangunan kecerdasan intelektual. Sedangkan, kecerdasan spiritual (ke-Islaman) justru diabaikan atau sekurang-kurangnya dinomorduakan. Misalnya, saat ini sangat santer adanya standar kelulusan

mata pelajaran ujian nasional (yang nota bene mata pelajaran umum) sehingga mengakibatkan mata pelajaran agama (termasuk akidah atau tauhid) terabaikan. Mestinya, pengejaran target yang berorientasi pada kecerdasan intelektual tersebut dibarengi dengan kecerdasan dalam konteks spiritual.

Oleh sebab itu, ada beberapa agenda penting yang dapat dilakukan oleh pendidikan Islam terkait misi penanaman nilai-nilai tauhid ini. Pertama, umat Islam perlu melakukan revitalisasi institusi pendidikan Islam khususnya terkait misi pemurnian tauhid. Sudahkah institusi pendidikan umat Islam saat ini mempunyai misi yang jelas mengenai kemurnian tauhid ini? Jangan-jangan memang sebagian besar institusi pendidikan Islam tidak mengutamakan misi kemurnian tauhid ini, jika ini yang teijadi maka perlu dirumuskan kembali pemurnian tauhid ini dalam institusi pendidikan Islam. Kedua, institusi pendidikan Islam harus menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk misi penegakan tauhid ini. Revitalisasi institusi-institusi pendidikan tinggi Islam dalam menghasilkan out put yang berkualitas dalam konteks tauhid yang mumi sangat penting dilakukan. Sehingga, hal ini dapat menjamin tersedianya tenaga-tenaga pengajar yang mempunyai Tauhid yang benar dan shahih di institusi pendidikan mulai tingkat TK, SD, SLTP, SLTA hingga PT. Terakhir, institusi pendidikan Islam perlu memperkuat misi penegakan tauhid yang shahih dalam sistem pendidikan yang selama ini berjalan. Hal ini dapat dilakukan dengan merumuskan kurikulum ataupun sistem pengajaran yang memperkuat

nilai-nilai tauhid. Tidak selalu harus dengan menambah jam mata pelajaran, tetapi bisa saja nilai-nilai tauhid menjadi ruh dalam mata pelajaran yang lain. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perumusan yang serius terkait sistem pendidikan ini.

Akhirnya, penanaman nilai-nilai ketauhidan atau akidah dalam dunia pendidikan tentu saja sangat strategis. Sebab, hal ini dapat memotong mata rantai kepercayaan masyarakat yang mulai menyimpang seperti halnya yang terjadi dalam kasus Ponari. Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah saatnya mampu menjadi pelopor dalam penanaman nilai-nilai tauhid atau akidah ini, sehingga kasus-kasus penyimpangan tauhid yang sangat fatal tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.