B. KONSEP HAM (Hak Asazi Manusia)
B.7. Relevansi Teori dengan Realitas
49 ataupun tak ingin kembali ke negeri asalnya karena alasan akan menjadi korban penyiksaan.
50 lembaga tinggi dunia yang menangani kasus pengungsi dari Negara konflik Myanmar. Dalam melaksanakan tujuan utamanya yakni memberikan perlindungan terhadap pengungsi di provinsi Aceh yang berasal dari Rohingya.
Ketidak maksimalan peran ini dapat dilihat dari tidak terjaminnya hak – hak pengungsi Rohingya atas penghidupan yang layak di negara pihak penerima pengungsi. Selama ini para pengungsi tersebut masih hidup dalam ketidak jelasan mengenai status mereka di suatu negara tempat mereka mengungsi. Seharusnya UNHCR sebagai pihak lembaga yang mengurus masalah pengungsi lebih dapat memperhatikan hak – hak mereka. UNHCR seharusnya melakukan pembelaan dan melindungi pengungsi, pencari suaka, pengungsi internal dan orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Pembelaan merupakan dasar dari strategi perlindungan terhadap mereka dengan menggunakan dalam kombinasi dengan kegiatan seperti penyebaran informasi, pemantauan dan negosiasi ini dapat membantu mengubah kebijakandan layanan ditingkat nasional, regional ataupun global untuk melindungi orang – orang dengan cara bernegosiasi.61
Hingga saat ini masih banyak pengungsi yang nasibnya terlantar diakibatkan konflik dan ketidak maksimalan upaya UNHCR dalam perlindungan pengungsi Rohingya yang selama ini terjadi. Akhirnya hak para pengungsi tidak dapat terpenuhi atas jaminan penghidupan yang layak di area tempat ia mengungsi. Ketidak layakan ini membuat banyak desakan dari para aktivis kemanusiaan yang terus memberikan kritik atas ketidak mampuan PBB melalui
61 Aksi Cepat Tanggap, Muslim Rohingya, Eksodus Tersebar Pasca Perang Vietnam, Di akses dari : http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/05/JURNAL%20%2805-16-13-08-04-27%29.pdf pada tanggal 19 Januari 2018 pada pukul 07:35 wita
51 UNHCR untuk memperhatikan hak – hak atas pengungsi Rohingya di Aceh dan konflik yang terjadi di Myanmar.62
62 Bantuan Pengungsi Rohingya, Masyarakat Aceh surati PBB, Di akses dari :
https://nasional.tempo.co/read/667996/bantu-pengungsi-rohingya-masyarakat-aceh-surati-pbb, pada tanggal 19 Januari 2018 pada pukul 17:30 wita
52 BAB III
GAMBARAN UMUM A. Sejarah Dan Mandat UNHCR
Fenomena kemanusiaan khususnya pengungsi telah terjadi pasca Revolusi di Rusia serta runtuhnya kekaisaran Ottoman. Disaat itu, jutaan orang mengungsi ke luar wilayah negara asalnya. Keberadaan mereka di luar negaranya berakibat tidak adanya lagi perlindungan hukum dari negara asalnya. Kondisi tersebut kemudian mendorong Liga Bangsa – Bangsa membentuk Komisaris Tinggi Liga Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi. Tugas utama badan tersebut untuk menetapkan status hukum dan memastikan diberikannya perlindungan internasional kepada pengungsi. Era Liga Bangsa – Bangsa telah merintis disusunnya instrumen internasional untuk perlindungan pengungsi.63
Pasca perang dunia kedua, setelah Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) menggantikan Liga Bangsa – Bangsa, negara – negara yang tergabung di dalam PBB menyepakati membentuk suatu badan yang khusus mengurusi pengungsi.
Badan tersebut ditetapkan Majelis Umum PBB tanggal 15 Desember 1946 dan diberi nama International Refugee Organization (IRO). Konstitusi IRO mengatur fungsi dan wewenang badan tersebut dalam penanggulangan dan penanganan pengungsi. Disamping itu IRO bukan merupakan badan yang bersifat permanen.
Tugas IRO hanya mencakup pengungsi untuk peristiwa yang terjadi selama perang dunia kedua serta pengungsi yang sudah diakui sebelum terjadinya perang dunia kedua. Dengan demikian IRO tidak mengatur pengungsi yang terjadi pasca
63 Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta: Sinar grafika, hal. 136
53 perang dunia kedua. Oleh karena itu, badan ini dianggap tidak dapat lagi bekerja untuk terjadinya pengungsian ke depan pasca perang dunia kedua. Untuk itulah kemudian lahir United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).64
UNHCR dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1950, namun baru mulai efektif bekerja pada tanggal 1 Januari 1951.65 Lembaga ini dibentuk guna memenuhi hak – hak para pengungsi sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pada butir kedua DUHAM disebutkan hak – hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan dan keamanan pribadi, dimana kondisi ini tidak mereka dapat di negaranya dan juga tidak mampu diberikan oleh pemerintah. Terhadap para pengungsi tersebut, UNHCR memiliki fungsi utama untuk memberikan perlindungan internasional, memberikan solusi jangka panjang bagi persoalan pengungsi serta mempromosikan hukum pengungsi internasional.66 Dalam lebih dari enam dekade, UNHCR telah memberikan pertolongan kepada puluhan juta orang untuk memulai kembali hidup baru mereka. Saat ini, dengan 7,685 staff dari lebih dari 125 negara, UNHCR terus memberikan bantuannya bagi 33,9 juta orang.67
Mandat pertama UNHCR terbatas dalam cakupan geografis maupun waktu yaitu program kerja tiga tahun yang utamanya ditujukan untuk membantu pengungsi Eropa yang tersingkir akibat Perang Dunia II. Dalam dasawarsa selanjutnya, masalah orang-orang yang tersingkir menjadi semakin rumit dan
64 Ibid, hal. 137
65 UNHCR, 2009, Melindungi Pengungsi dan Peran UNHCR, Geneva: UNHCR, hal. 17
66 Wagiman, Loc. Cit., hal. 189
67 Mitra Salima, UNHCR di Indonesia, Diakses dari : http://www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr pada tanggal 19 Januari 2018 pada pukul 19:23 wita
54 dimensinya semakin mendunia. UNHCR menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi. UNHCR tidak hanya memberikan perlindungan hukum, tetapi juga bantuan materi dalam situasi darurat, serta kemampuan untuk membantu berbagai golongan manusia yang tidak dapat menikmati hak-haknya.68
Beberapa kelompok orang yang disebut sebagai orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR diantaranya yaitu pengungsi, pencari suaka, pengungsi yang pulang atau kembali, warga tanpa negara, dan untuk beberapa keadaan tertentu, yang mengungsi di negara sendiri (internally displaced). Dengan demikian wewenang UNHCR lebih luas daripada kewajiban yang disandang negara peserta Konvensi 1951 dan Protokol 1967.
Perlindungan yang diberikan UNHCR, dimulai dengan memastikan bahwa pengungsi dan pencari suaka terlindung dari refoulement (yakni perlindungan dari pemulangan kembali secara paksa ke tempat asal mereka dimana hidup atau kebebasan mereka terancam bahaya atau 17 penganiayaan).69 Hal ini termuat dalam pasal 33 ayat 1 mengenai larangan pengusiran atau pengembalian.
Tidak ada Negara Pihak yang akan mengusir atau mengembalikan (“refouler”) pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah - wilayah dimana kehidupan atau kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politiknya.70
68 UNHCR, 2005, Membantu Pengungsi Memperkenalkan UNHCR, Geneva: UNHCR, hal. 9
69 Mitra Salima, Loc. Cit
70 UNHCR, Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, hal. 38.
55 Selain itu UNHCR memberi bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggaraan keamanan fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali.71
Dalam melakukan tugasnya, UNHCR didanai hampir seluruhnya dari kontribusi sukarela, terutama dari pemerintah namun juga dari organisasi antar pemerintah, perusahaan dan individu-individu. Badan ini menerima dana subsidi terbatas yaitu hanya sekitar tiga persen dari anggaran PBB untuk menutpi biaya administrasi, dan menerima sumbangan in kind (barang/jasa) termasuk barang bantuan darurat seperti tenda, obat-obatan, truk dan transportasi udara.72 Dana yang dibutuhkan telah berkembang dari US$300,000 pada saat pertama didirikan, hingga mencapai US$3.32 billion pada tahun 2011.73 Karena jumlah orang yang menjadi perhatian UNHCR semakin meningkat tiap tahun sehingga anggaran tahunannya sering berubah selama adanya kebutuhan baru yang darurat dan berubahnya prioritas kebutuhan.
Inti mandat UNHCR tidak berubah sejak tahun 1950. Perlindungan pengungsi dan mencari solusi terhadap masalah – masalah pengungsi tetap tujuan utama dari organisasi. Tetapi lingkungan di mana UNHCR bekerja dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh organisasi telah berubah dan semakin berkembang.
71 Tercantum dalam Pasal 8 Statuta UNHCR
72 Melindungi Pengungsi dan Peran UNHCR, Op. Cit., hal. 29
73 Sebuah Organisasi Kemanusiaan Global yang Rendah Hati, Di akses dari :
http://www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/sejarah-unhcr Pada Tanggal 19 januari 2018 pada pukul 19:33 wita
56 Di Indonesia, awal berdirinya Kantor Regional UNHCR di Jakarta pada tahun 1979 ketika ribuan pengungsi Vietnam berdatangan ke Indonesia.74 Pada umumnya mereka melarikan diri ke negara-negara di Asia Tenggara menggunakan perahu. Perkembangan meningkatnya jumlah manusia perahu yang keluar dari negaranya mendorong PBB melalui UNHCR untuk menyelenggarakan Konferensi Internasional mengenai pengungsi Vietnam di Jenewa. Hasil dari konferensi tersebut adalah diakuinya seluruh manusia perahu asal Vietnam ini sebagai pengungsi. Konferensi tersebut dihadiri juga oleh perwakilan pemerintah Indonesia. Dengan demikian jelas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kepedulian tinggi untuk turut serta dalam menangani pengungsi asal Vietnam tersebut.75
Berdasarkan hasil konferensi, negara suaka pertama diminta menampung sementara para pengungsi sampai mereka dimukimkan ke negara ketiga dan PBB meminta agar negara-negara mengusahakan pemberangkatan mereka ke negara ketiga secepatnya serta mencegah terjadinya pemberangkatan secara gelap dari negara asal. Pemerintah Indonesia selaku satu dari beberapa negara suaka pertama membantu para pengungsi Vietnam berupa penyediaan tempat. Biaya-biaya yang diperlukan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari UNHCR. Indonesia tidak turut campur dalam proses penentuan dan pengiriman mereka ke negara yang nantinya dituju.
74 Wagiman, Op. Cit., hal. 190
75 Ibid, hal. 167
57 Alasan Indonesia untuk menangani para pengungsi asal Vietnam tersebut adalah alasan kemanusiaan disamping adanya perjanjian antara Indonesia dan UNHCR tentang Pendirian Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia yang ditandatangani 15 Juni 1979. Disamping itu adanya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 38 tahun 1979 tentang Kordinasi Penyelesaian Pengungsi Vietnam di Indonesia yang ditandatangani 11 September 1979.76
Pengalaman Indonesia dalam menangani pengungsi Vietnam tidak menjadi satu – satunya kasus permasalahan pengungsi internasional yang dihadapi Indonesia, masih banyak kasus pengungsian asal negara lain setelah masalah pengungsi Vietnam selesai. Namun hal ini tidak menjadi alasan Indonesia untuk meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 sehingga saat ini Indonesia tetap memberikan mandat kepada UNHCR untuk menyelesaikan masalah pengungsi yang datang ke Indonesia dalam hal ini melakukan penentuan status pengungsi dan pemberian solusi jangka panjang.
Tanggung jawab perlindungan menjadi pekerjaan inti UNHCR selama bertahun – tahun termasuk dalam upaya mempromosikan dan memperluas kerangka hukum internasional, bagaimana mengembangkan dan memperkuat sistem suaka maupun standar perlindungan, mencari solusi, dan kegiatan lainnya untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan pengungsi (UNHCR, 2014).
Melalui 1951 Convention relating to the Status of Refugees, UNHCR menyusun sebuah “Agenda Perlindungan” yang terus melayani sebagai panduan pemerintah dan upayanya dalam memperkuat perlindugan pengungsi di seluruh dunia
76 Ibid, hal.168
58 (UNHCR, 2014). Hal ini selain terlihat pada beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan oleh UNHCR pada penjelasan sebelumnya, UNHCR juga memiliki kontribusi yang tidak kalah signifikan ketika memasuki tahun 2000, diantaranya adalah ketika UNHCR memberikan bantuan operasi internasional bagi korban bencana alam Tsunami Samudera Hindia tahun 2004, dan angin topan di Filippina pada 2013 (UNCHR, 2014).
UNHCR juga mengalami tantangan berkelanjutan yakni keadaan darurat seiring krisis Suriah terjadi tahun 2013, sementara disisi lain UNHCR juga mengerahkan tim darurat di Afrika untuk memberikan perlindungan bagi pengungsi yang melarikan diri dari Republik Afrika tengah (UNCHR, 2014).
Berdasarkan Refugee Protection And International Migration UNHCR pada tahun 2009, UNCHR telah banyak berkontribusi terhadap konstelasi dunia diantaranya adalah menyediakan informasi relevan sebagai kunci komponen yang berpengaruh pada sistem keamanan dan meningkatkan pengetahuan mengenai permasalahan terkait agar jalan penyelesaian dapat dicapai, memonitor negara-negara yang pernah atau tengah mengalami permasalahan terkait memfasilitasi korban khususnya anak – anak dan memberikan fasilitas untuk menanggulangi trauma dengan bekerjasama dengan psikologis maupun tim kesehatan profesional dan NGO, mengurangi tingkat trafficking dengan menyusun kebijakan terkait, serta menyediakan training and capacity building agar dapat memastikan bahwa para pengungsi dapat memulai hidup kembali selayaknya kehidupan normal lainnya (Tenant dan Janz, 2009)
59 UNHCR memiliki struktur dan mekanisme keanggotaan yang baik untuk memastikan kebutuhan masyarakat yang menjadi atensi UNHCR terpenuhi.
Dalam struktur dan mekanisme pengambilan keputusan UNHCR terdapat senior executive team (SET) yang terdiri dari Komisaris Tinggi, Wakil Komisaris Tinggi, Asisten Komisaris Tinggi untuk perlindungan, Asisten Komisaris Tinggu untuk operasi, serta perwakilan di beberapa negara. Anggota SET berbagi tanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan yang diambil oleh Komisaris Tinggi dan berperan penting dalam mendukung keselarasan organisasi secara menyeluruh serta mempertahankan kesatuan tujuan di struktur manajemen (UNHCR, 2016). Komisaris Tinggi menjalankan fungsi tertinggi yang meliputi koordinasi, perumusan kebijakan, dan perencanaan yang efektif. Meski melakukan tanggung jawab dengan bantuan kantor regional yang tersebar di berbagai negara, UNHCR memiliki kantor pusat di Jenewa yang melakukan fungsi vital di bawah arahan dan kontrol Komisaris Tinggi. Komisaris Tinggi UNHCR kini dijabat oleh Filippo Grandi yang telah menjalankan tugasnya sejak awal tahun 2016.
Pada awal pembentukan UNHCR terdapat dua pandangan mengenai metode pemilihan atau pengangkatan Komisaris Tinggi yakni Komisaris Tinggi harus dipilih oleh ECOSOC atau Majelis Umum melalui nominasi Sekretaris Jenderal dan pandangan bahwa Komisaris Tinggi harus ditunjuk secara langsung oleh Sekretaris Jenderal. Pada akhirnya hasil voting memutuskan prosedur yang kemudian tercantum dalam statuta UNHCR bahwa Komisaris Tinggi dipilih oleh Majelis Umum atas pencalonan Sekretaris Jenderal. Hal ini untuk memastikan
60 bahwa Sekretaris Jenderal memiliki kepercayaan penuh terhadap Komisaris Tinggi yang mana merupakan elemen penting dalam keberhasilan kerja organisasi (Anon t.t.). Dengan adanya kepercayaan yang kuat, kesejahteraan pengungsi diyakini dapat berjalan dengan baik. Lebih lanjut, Komisaris Tinggi mengikuti arah kebijakan dari Majelis Umum dan ECOSOC. Komisaris Tinggi menyajikan secara rutin laporan tahunan kepada Majelis Umum melalui ECOSOC. Aspek administratif dan keuangan dalam aktivitas UNHCR dipertimbangkan oleh Advisory Committee on Administrative and Budgetary Questions (ACABQ) dan Majelis Umum. Terkait pembiayaan, aktivitas UNHCR bergantung hampir sepenuhnya pada sumbangan sukarela dari pemerintah, NGO, individu, dan sektor swasta (Anon t.t.). Terdapat pula subsidi terbatas dari anggaran rutin PBB namun hanya digunakan khusus untuk membiayai pengeluaran administratif.
Apabila berbicara terkait permasalahan keamanan internasional, krisis pengungsi yang dialami oleh banyak negara di dunia tentunya memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Tantangan yang kemudian dihadapi oleh UNHCR saat ini adalah membantu negara-negara di dunia untuk dapat menemukan mekanisme yang dipandang efisien dalam mengatur migrasi dan memperbaiki batas-batas wilayah negara yang dapat memberikan pengaruh terhadap keamanan negara (UNHCR, 2014). Peningkatan mobilitas pengungsi dan migran kemudian menjadi permasalahan tersendiri bagi negara apabila tidak memiliki mekanisme yang tepat dalam menangani kondisi tersebut. Sehingga para aktor dalam bidang legislatif memiliki peranan yang cukup signifikan guna membentuk suatu kebijakan atau mekanisme untuk mempertahankan batas-batas
61 wilayah dan keamanan negara yang secara hati-hati dapat diimbangi dengan tanggungjawab untuk melindungi para pengungsi atau migran (UNHCR, 2014).
Terlihat bahwa kemudian UNHCR dalam perkembangannya tidak hanya berfokus pada upaya untuk melindungi pengungsi atau migran dan mengupayakan pemenuhan hak-hak mereka, tetapi juga membantu negara untuk mencari solusi dan mekanisme yang tepat agar batas-batas wilayah dan keamanan negara tetap terjaga meskipun terdapat gelombang migrasi yang cukup signifikan.
Perubahan tidak hanya terjadi pada fokus dan upaya yang dilakukan oleh UNHCR, tetapi juga terjadi pada mandat yang diberikan. Mandat yang diberikan oleh Sidang Umum PBB kemudian diberikan secara permanen terhadap UNHCR pada tahun 2003 (UNHCR, 2014). Hal tersebut tentunya didasari oleh beragam faktor yang realistis. Salah satunya adalah dengan adanya krisis pengungsi yang mengalami peningkatan cukup pesat secara global. Kondisi tersebut tentunya harus diikuti pula dengan peningkatan kapasitas badan organisasi terkait guna memiliki legitimasi yang kuat untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mulai bermunculan. Selain pemberian mandat secara permanen, Protokol 1967 kemudian juga memperkuat upaya untuk melindungi pengungsi secara global dengan menghilangkan batasan geografi dan waktu (UNHCR, 2014). Hal tersebut kemudian terlihat sebagai upaya kongkret dari PBB untuk dapat memberikan perlindungan terhadap pengungsi atau migran. Selain itu, upaya tersebut tentunya akan memberikan dampak secara langsung dalam mewujudkan keamanan internasional.
62 Penjelasan – penjelasan sebelumnya secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa UNHCR mampu bekerja efektif dalam menjalankan program-programnya. Meski begitu, perjalanan dari UNHCR ini sendiri tidak seterusnya berjalan mulus. Pemikiran ini dapat muncul karena pada pertengahan tahun 1980-an kinerja perlindungan UNHCR dinilai menurun karena memillih untuk mendahulukan kegiatan operasionalnya. Gil Loescher (t.t.) bahkan menyebutnya sebagai perubahan kultur perlindungan dimana UNHCR lebih memprioritaskan efektifitas pemberian bantuan makanan dan obat-obatan.
Walaupun bantuan tersebut sangat dibutuhkan tetapi Gil merasakan ada perubahan gaya perlindungan yang dulu telah diberikan oleh UNHCR, sebelum pertengahan tahun 1980-an. Gil Loescher (t.t.) berasumsi bahwa perbedaan tersebut dikarenakan oleh perubahan staf dalam UNHCR yang saat ini dianggapnya kurang mengerti tentang sejarah kelembagaan, pengalaman serta kesadaran tentang bagaimana UNHCR beroperasi, maka wajar apabila UNHCR tidak lagi mendapatkan penghargaan. Meskipun begitu, UNHCR masih dapat membuktikan lagi kinerjanya dalam menangani 700.000 pengungsi dari negara konflik seperti Suriah, Mali, Sudan dan Republic Democratic Congo (DCR) (Nguyen, 2013). Sehingga keefetifitasan UNHCR dalam mencapai tujuan utamanya untuk sementara ini belum dapat dipastikan karena sedang dalam proses, tetapi secara keseluruhan UNHCR tergolong efektif apabila melihat dua penghargaan yang pernah diperolehnya.
UNHCR tentu juga memiliki hubungan yang erat dengan legitimasi.
UNHCR merupakan organisaasi yang memiliki tujuan dalam melakukan
63 penempatan pada refugee yang ada. Program yang dimiliki oleh UNHCR membutuhkan kerjasama dengan negara yang akan menyelesaikan masalah terhadap para refugee tersebut. Salah satu tujuan yang dimiliki oleh UNHCR adalah kebebasan yang dimiliki oleh para refugee, hal ini berkaitan dengan penempatan yang ada di dalam perkemahan pengungsi yang membatasi pergerakan dan kesempatan yang mereka miliki dalam menyambung kehidupan.
Status yang dimiliki oleh para refugee memberikan mereka keterbatasan karena mereka diberikan sebuah status yang tidak dapat bergerak secara bebas.
Legitimasi yang dimiliki oleh UNHCR merupakan suatu hal yang akan mempermudah proses ini untuk berjalan (Edward, t.t.). Pengaruh yang dimiliki oleh suatu legitimasi memberikan kekuatan terhadap suatu institusi, hal ini juga berlaku pada sebaliknya ketika suatu organisasi tidak diakui oleh legitimasinya oleh suatu organisasi maupun negara. Hal ini dilakukan dengan mencoba menunjukan bahwa organisasinya telah kehilangan legitimasi yang dimilikinya atau mengatakan bahwa organisasi tersebut tidak pernah memiliki legitimasi tersebut (Hurd, 2002). Legitimasi yang dimiliki oleh UNHCR ini sedikit mengalami permasalahan dimana banyak permasalahan dimana banyak permasaalahan yang muncul akibat adaanya penerimaan refugee ini. Tindakan yang terjadi ini terdapat pada negara yang menolak terhadap kedatangan refugee untuk menetap di suatu negara. Berbagai permasalahan sosial biasa diutarakan oleh berbagai negara sebagai alasan penolakan terhadap para refugee. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi proses yang dimiliki oleh UNHCR (Traub, 2016).
64 Melalui penjelasan terkait perkembangan dari UNHCR, dapat terlihat bahwa keputusan untuk dibentuknya UNHCR merupakan suatu bentuk keputusan yang tepat. Hal ini sendiri dikarenakan apabila tidak ada UNHCR, maka nasib dari seluruh pengungsi di dunia tidak akan seperti saat ini. Tindakan-tindakan mulia yang dilakukan oleh UNHCR juga terbukti mendapat apresiasi tinggi dengan diberikannya hadiah nobel perdamaian atas jasanya menyelesaikan permasalahan pengungsi di dunia. Kemudian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh UNHCR tentu juga tidak terlepas dari legitimasi-legitimasi yang diberikan kepada UNHCR sendiri. Tanpa adanya UNHCR, tentu program-program yang dikembangkan oleh UNHCR tidak akan berjalan dengan mudah. Legitimasi ini sendiri juga dirasa memiliki peran penting karena dengan adanya legitimasi, maka program yang dilakukan oleh UNHCR terbukti sebagai program-program yang resmi, apalagi pihak-pihak yang melegitimasi program-program UNHCR tersebut merupakan pihak-pihak yang dipercaya oleh banyak pihak yang lain.
Oleh sebab itu, penulis sendiri beranggapan bahwa legitimasi merupakan salah satu unsur penting yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi internasional sebelum menjalankan program-programnya.77
77 Fauzi Firmansyah Prakoso, Perkembangan UNHCR dan Penerapan Legitimasi dalam Kebijakan UNHCR, Di akses dari : http://fauzi-firmansyah-fisip14.web.unair.ac.id , Pada tanggal 24 Januari 2018 pada pukul 19:25 wita.
65 A.1. Peran UNHCR
UNHCR mendorong diadakannya perjanjian internasional mengenai pengungsi dan memantau ketaatan pemerintah dalam menjalankan hukum pengungsi internasional. Para staf UNHCR bekerja di berbagai tempat dari kota-kota besar hingga ke tempat-tempat penampungan terpencil dan juga di daerah perbatasan, sambil berupaya memberikan perlindungan, juga berupaya untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kekerasan, termasuk penganiayaan seksual, yang sering dialami para pengungsi, bahkan di negara suaka.78 UNHCR juga membantu orang-orang yang telah diberikan perlindungan berdasarkan kelompok, atau berdasarkan alasan kemanusiaan semata, meskipun tidak diakui secara sah sebagai pengungsi.79
Pada umumnya, kini UNHCR lebih memainkan peran di negaranegara dimana terjadi pengungsi, baik karena keterlibatannya secara substansial dalam membantu pengungsi yang pulang untuk menyesuaikan diri kembali ke tanah airnya, atau karena kegiatannya yang semakin banyak untuk IDP di beberapa negara. UNHCR disamping memberikan perlindungan juga memberikan bantuan materi. Lembaga tersebut mengkoordinir penyediaan dan pemberian bantuan, mengelola atau membantu manangani tenda-tenda penampungan individu atau sistem penampungan, merancang proyek-proyek khusus untuk kelompok rentan
78 Membantu Pengungsi Memperkenalkan UNHCR, Op. Cit., hal. 7
79 Ibid, hal. 9
66 seperti perempuan, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia yang merupakan 80%
dari suatu populasi “normal” pengungsi.80
Setelah situasi darurat sudah sedikit mereda, UNHCR memberikan pendidikan bagi mereka utamanya anak-anak usia sekolah dan orang-orang usia produktif. Biasanya pendidikan yang diberikan adalah pendidikan bahasa. Seperti yang dilakukan UNHCR kepada pencari suaka di Rumah Detensi Imigrasi Makassar, mereka diberikan pendidikan bahasa Indonesia sehingga ada beberapa dari para pencari suaka tersebut yang sudah fasih berbahasa Indonesia. Selain itu, UNHCR juga mencari jalan untuk menemukan solusi berkelanjutan untuk mengatasi masalah pengungsi dengan membantu mereka kembali ke tanah airnya jika keadaan memungkinkan, atau dengan membantu mereka untuk membaur di negara suakanya, atau dengan menempatkannya di negara ketiga.
Mengenai pentingnya penyelesaian terhadap masalah pengungsi internasional, maka UNHCR terus berupaya bersama negara-negara untuk menjelaskan, mengklarifikasi dan mengembangkan keberadaan badan hukum internasional ini. Pada tahun 2001 konferensi pengungsi global yang paling penting dalam kurun waktu setengah abad mengadopsi suatu deklarasi penting yang menegaskan kembali komitmen negara – negara peserta Konvensi Pengungsi 1951. Melalui proses konsultasi global, UNHCR lalu menyusun seperangkat tujuan yang disebut “Agenda Perlindungan” yang hingga kini terus menjadi panduan bagi pemerintah dan organisasi-organisasi kemanusiaan dalam upaya untuk memperkuat perlindungan pengungsi di seluruh dunia.
80 Melindungi Pengungsi dan Peran UNHCR, Op. Cit. hal. 21
67 B. Sejarah Singkat Etnis Rohingya Di Myanmar
B.1. Sejarah Konflik Etnis Rohingya Di Myanmar
Rohinya merupakan etnis minoritas yang berada di Myanmar. Dalam sejarahnya etnis Rohingya berasal dari Bengal pada abad 16 diungsikan oleh Inggris untuk memenuhi kebutuhan mereka atas buruh di wilayah Myanmar. Etnis Rohingya diperkirakan memiliki populasi dari sekitar 1.424.000-3.000.000 jiwa.81
Konflik etnis Rohingya dengan militer Myanmar dan penduduk Rukhine telah berlangsung lama. Pada tahun 1785 Burm Kingdom menginvasi wilayah Rukhine tetapi tidak mengakui etnis Rohingya. Deklarasi kemerdekaan Myanmar tahun 1948 dilakukan tetapi tidak mengakui etnis Rohingya sebagai salah satu etnis yang berdiam di Myanmar malah menjadikan etnis Rohingya sebagia pemberontak dan pantas untuk dimusnahkan. Sebuah kudeta militer yang dilakukan oleh Jenderal Ne Win tahun 1962 hingga muncul operasi militer untuk pemusnahan etnis Rohingya. Sebuah operasi Raja Naga ditahun 1978 yang menelan korban 200.000 jiwa. Ini menjadi awal mula terjadinya diskriminasi dan tidak ada pengakuan terhadap etnis rohingya apalagi setelah penyusunan UU kewarganegaraan 1982 yang didalamnya hanya mengakui Rohingya sebagai salah satu etnis yang tinggal di Arakan dari 135 etnis Myanmar tapi mengakuinya sebagai warga negara Myanmar.82
81 Diskriminasi Etnis, Di akses dari : http://www.cnnindonesia.com/internasional/20141001131507-106-4932/agar-diakui-rohingya-harus-ubah-nama/ Pada tanggal 21 Januari 2018 pada pukul 16:47 wita
82 Rohingya, Di akses dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Rohingya Pada tanggal 21 Januari 2018 pada pukul 16:50 wita