PERAN UNHCR DALAM MENANGANI PEGUNGSI ROHINGYA DI ACEH
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Oleh :
IRDAN SYAHRUL 4512023027
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL JURUSAN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
PERAN UNHCR DALAM MENANGANI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH IRDAN SYAHRUL
45 12 023 027
Skripsi Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Fivi Elvira, S.Ip,MA Arief Wicaksono, S.ip,MA
Diketahui Oleh:
Dekan FISIP. Universitas Bosowa Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Arief Wicaksono, S.ip,MA Zulkhair Burhan,S.Ip,MA
HALAMAN PENERIMAAN
Pada Hari Kamis, Tanggal Delapan Feberuari Puluh Tujuh Tahun Dua Ribu Delapan Belas Skripsi dengan Judul “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Rohingya di Aceh”.
Nama : Irdan Syahrul
Nomor Induk : 45 12 023 027 Jurusan : Ilmu Politik
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bosowa Makassar.
Pengawas Umum :
Arief Wicaksono, S.Ip, M.A Dekan Fisip Universitas Bosowa
Panitia Ujian :
Fivi Elvira, S.Ip,M.A Arief Wicaksono, S.Ip. MA Ketua Sekretaris
TIM Penguji :
1. Fivi Elvira, S.Ip,M.A (………)
2. Arief Wicaksono, S.Ip, M.A (………) 3. Zulkhair Burhan S.Ip, M.A (………) 4. Finahliyah Hasan, S.Ip, M.A (………)
ABSTRAKSI
Irdan Syahrul, Peran UNHCR Dalam Melindungi Pengungsi Rohingya di Aceh.
Di bawah bimbingan, Pembimbing I Fivi Elvira Basri, S.Ip., M.A dan Pembimbing II Arief Wicaksono, S.Ip., M.A.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan atau aktifitas dari Organisasi Internasional yaitu : United Nations High Commisioner For Refugees (UNHCR), dalam menangani pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar. Salah satunya adalah penanganan yang dilakukan oleh UNHCR dalam arus pengungsi etnis Rohingya yang mengalir ke Indonesia Aceh, UNHCR sendiri merupakan salah satu agen dalam tubuh keorganisasian PBB yang muncul sebagai penerus dari United Nations Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) dan Internasional Refugee Organization (IRO) sebagai organisasi perlindungan pengungsi sebelum UNHCR yang dibentuk oleh PBB (Liga Bangsa – Bangsa).
Perpindahan penduduk atau arus pengungsi yang terjadi dalam jumlah besar dari satu negara ke negara lain tentunya akan membawa dampak yang mencakup berbagai aspek, termasuk aspek kemanusiaan yang dialami oleh para pengungsi, penanganan arus pengungsi yang masuk, serta aspek Internasional isu pengungsi di negara tersebut. Dengan demikian, peran UNHCR dalam menangani arus pengungsi dan dampak – dampak yang ditimbulkannya tersebut dapat dijadikan bahan untuk dianalisa.
Dengan demikian hal tersebut merupakan salah satu hambatan bagi para pengungsi untuk mendapatkan solusi terbaik untuk melakukan repatriasi sukarela, relokasi dinegara ketiga, maupun integrasi ke dalam host country. Selain itu, yang menjadi masalah atau hambatan adalah sikap pemerintah Myanmar sendiri yang hingga kini masih tetap menganggap bahwa etnis Rohingya tersebut bukanlah merupakan bagian dari etnis – etnis yang ada dinegara Myanmar.
Kata kunci : UNHCR, Rohingya, PBB, Myanmar
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
“BELAJAR MENGENAL BISNIS”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan karya tulis ini.
Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Depok, 29 Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
HALAMAN PENERIMAAN... ii
ABSTRAKSI... iii
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1
B. Batasan masalah... 8
C. Rumusan masalah... 9
D. Tujuan Penelitian... 9
E. Kegunaan Penelitian... 9
F. Kerangka Konseptual... 9
G. Metode Penelitian... 14
H. Rancangan Sistematika Pembahasan... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA A.1. Konsep Humanitarian Action... 16
A.2. Aktor dalam Humanitarian Action... 30
B. B. KONSEP HAM (Hak Asazi Manusia)
B.1. Pengertian Dan Konsep HAM... 30 B.2. Keberlakuan HAM... 35 B.3. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)... 36 B.4. Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik(KIHSP).. 38 B.5. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) ... 42
B.6. Relevansi Konseptual Hak Asasi Manusia Dan Humanitarian Action... 45 B.7. Relevansi Teori dengan Realitas... 49
BAB III GAMBARAN UMUM
A. SEJARAH DAN MANDAT UNHCR
A.1. Peran UNHCR... 65 B. SEJARAH SINGKAT ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
B.1. Sejarah Konflik Etnis Rohingya Di Myanmar... 67 B.2. Gelombang Pengungsi Etnis Rohingya Ke Indonesia... 73 C. KONDISI PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH DALAM
PENANGANAN UNHCR
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Rohingya di Aceh A.1. Peran UNHCR sebagai Fasilitator... 81 A.2. Peran UNHCR sebagai Mediator dan Rekonsiliator... 88
A.3.
Peran UNHCR sebagai Determination... 88 B. Hambatan – hambatan yang di alami UNHCR dalam pelaksanaantugasnya menangani pengungsi Rohingya di Aceh
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 98 B. Saran...
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang
Etnik mayoritas Rakhine yang beragama Buddha dan kelompok Muslim Rohingya yang minoritas tidak hidup berdampingan sejak kerusuhan komunal besar di negara bagian Rakhine Myanmar pada 2012. Total penduduk negara bagian Rakhine berdasarkan sensus 2014 tercatat 3,100.000 lebih, sebagian besar adalah suku Rakhine yang mayoritas adalah pemeluk Buddha 96,2% , penduduk yang beragama Kristen 1,8 dan 1,4% Muslim tetapi tidak mencakup Rohingya.
Rohingya tidak turut disensus karena dianggap bukan warga negara.1
Narasi resmi yang digunakan Myanmar adalah bahwa Rohingya sebagai pendatang gelap dari Bangladesh yang sebelumnya dibawa oleh penjajah Inggris ke Myanmar, ketika itu disebut Burma untuk bekerja di ladang. Mereka pada umumnya tinggal di Rakhine State, Rohingya sendiri meyakini mereka adalah penduduk asli Rakhine yang semestinya diperlakukan sama dengan etnik mayoritas Rakhine. Karena tidak masuk dalam daftar dari 135 etnik yang diakui sah sebagai warga negara Myanmar berdasarkan undang-undang 1982, Rohingya tak mendapatkan akses leluasa misalnya ke layanan kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan sebagainya.2
1 Rohmatin Bonasir, Menengok fakta-fakta di wilayah konflik Rakhine, Myanmar. Di akses dari : http://www.bbc.com/indonesia/dunia-40676548 pada tanggal 21 November 2017 pada jam 00:42 wita
2 ibid
2 Puluhan ribu orang Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine State sejak peristiwa pembantaian terbesar sejak tahun 2015 hingga saat ini demi menyelamatkan diri dari kekerasan. Banyak dari mereka berkisah tentang pembunuhan, pemerkosaan dan bahkan pembantaian. Di lepas pantai selatan Bangladesh deretan kapal nelayan yang memuat puluhan warga Rohingya menuju negara yang akan bersedia menampung korban dari kekerasan militer myanmar dan kelompok umat budha. Oleh karena itu puluhan warga rohingya berinisiatif meninggalkan negaranya akibat tidak tahan dengan sikap rasis pemerintah dan warga mayoritas Myanmar yang beragama Budha .3
Perjuangan warga rohingya untuk meninggalkan tempat kediaman atau negaranya tidak semudah yang di bayangkan, dimana mereka banyak menerimah kekerasan atau deportasi oleh militer dan sekelompok masyarakat dalam pelarian menuju perbatasan Bangladesh. Berdasarkan hasil investigasi Amnesty Internasional Indonesia menunjukkan bahwa pasukan militer Myanmar menanamkan ranjau darat antipersonel di perbatasan Myanmar dan Bangladesh.
Hal itu dilakukan untuk mencegah pengungsi Rohingya agar tidak bisa meninggalkan myanmar menuju negara yang bersedia menampung mereka.
Dalam perkembangan konflik yang terus bergejolak di Myanmar kini mengakibatkan masalah baru yaitu gelombang pengungsi asal Rohingya menuju beberapa negara ASEAN. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari konflik dan agar terhindar dari ancaman kekerasan yang terjadi di Negara mereka. Data yang
3 Sanjoy Majumder, Pelarian kaum Rohingya Kisah-kisah horor dari Myanmar, Di akses dari :
http://www.bbc.com/indonesia/dunia- 41197363 Pada tanggal 15 November 2017 pada pukul 22:02 wita
3 di himpun oleh UNHCR mengenai jumlah pengungsi asal Rohingya yang berada di aceh indonesia itu telah mencapai 8.000 jiwa korban kekerasan dan 8.000 jiwa pencari suaka.4
Hal yang dilakukan oleh para pengungsi menurut Sukanda Husin5 menyatakan bahwa pada umumnya pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak azasi manusia di negara mereka, selain itu mereka juga mencari tanah atau negara lain sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari penindasan hak azasi manusia. Pencarian negara baru oleh pengungsi tentu saja harus dianggap sebagai suatu hak azasi manusia. Pencarian negara lain untuk berlindung sesuai dengan definisi pengungsi yang tercantum dalam statuta UNHCR, pengungsi adalah orang yang terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar dan mengalami penindasan (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah yang membedakan pengungsi dengan jenis imigran lainnya.
UNHCR statuta (1998:1) menyatakan bahwa,
“Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang seharusnya memberi perlindungan kepada mereka, maka untuk menanggapi situasi menyedihkan yang di hadapi pengungsi, persiapan- persiapan khusus harus di buat oleh masyarakat internasional”
Rohingya merupakan sebuah potret buram muslim di Myanmar, Umat Muslim di sana kalau tidak dibunuh maka di siksa, mereka hingga akhirnya ditemukan nelayan Aceh dalam kondisi yang mengenaskan. Mereka terombang-ambing ombak di lautan ganas selama 20 hari. Kami ingin pergi ke Indonesia, Malaysia,
4 UNHCR, Jumlah pengungsi di indonesia meningkat, Di akses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150728204221-20-68699/unhcr-jumlah-pengungsi-di-indonesia- meningkat pada tanggal 19 DESEMBER 2017 pada pukul 20:56 wita
5 Husin, Sukanda. Jurnal Hukum No 7 Th. V “UNHCR dan Perlindungan Hak Azasi Manusia.1998.
4 atau negara lain yang mau bersedia menerima kami. Demi menyelamatkan diri dan akidah, mereka rela kelaparan dan kehausan di tengah lautan. Begitulah potret buram kuam Muslim Rohingya yang tinggal di bagian utara Arakan atau negara bagian Rakhine. Kawasan yang dihuni umat Islam itu tercatat sebagai yang termiskin dan terisolasi dari negara Myanmar atau Burma, daerah itu berbatasan dengan Bangladesh.6
Pada Bulan Mei 2015 sekitar 800 pengungsi dari Rohingya datang ke Indonesia, tepatnya di Aceh. Saat itu pemerintah junta militer Myanmar masih menerapkan politik diskriminasi terhadap suku minoritas di Myanmar, yaitu Rohingya. Para pengungsi Rohingya melaporkan mereka mengalami kekerasan dan diskriminasi oleh pemerintah seperti pembantaian masal (GENOSIDA) oleh junta militer Myanmar dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) lainnya.
Setibanya pengungsi Rohingya tersebut di Indonesia, rakyat Indonesia membantu pengungsi tersebut dengan memberikan tempat tinggal dan pangan kepada mereka.7
Indonesia khususnya Negara tujuan pengungsi asal Rohingya ini sangat menyambut baik korban konflik dari Negaranya itu sendiri, tetapi Negara indonesia bukanlah negara tujuan para pengungsi atau pencari suaka, namun indonesia hanya memberikan izin tinggal saja. Dalam hal ini indonesia bukan
6 Heri Ruslan, Rohingya potret buram muslim, Di akses dari : http://m.republika.co.id/berita/dunia- islam/islam-mancanegara/12/06/12/m5ht2v-rohingya-potret-buram-muslim-myanmar Pada tanggal 15 November 2017 pada pukul 22:51 wita
7 BBC, Pengungsi Rohingya akan ditempatkan di Aceh selama satu tahun, Di akses dari :
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150604_indonesia_penempatan_rohingya pada tanggal 09 November 2017 pada pukul 23:43 wita
5 negara yang ikut menandatangani Konvensi tahun 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967. Berdasarkan Rencana Aksi HAM (Hak Asasi Manusia) pemerintah, Indonesia sudah merencanakan untuk ikut serta dalam Konvensi tersebut pada tahun 2009, namun tidak ada tanda-tanda kapan hal ini akan terjadi.
Namun demikian, hak untuk mencari suaka dijamin di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”.8 Dan Undang-undang HAM No.39 Tahun 1999 Pasal 28 juga menjamin bahwa: “Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.” Indonesia juga telah meratifikasi beberapa intrumen HAM internasional dan regional.
Satu-satunya aturan hukum yang digunakan oleh pemerintah Indonesia, khususnya pejabat imigrasi untuk mengatur soal pencari suaka dan pengungsi adalah, surat edaran IMI-1489.UM.08.05 yang dikeluarkan oleh Dirjen Imigrasi pada tahun 2010.9 Surat edaran tersebut mengatur bahwa setiap imigran yang mencari suaka tidak akan dideportasi, mereka akan dirujuk ke UNHCR dan diizinkan untuk tinggal (di Indonesia) selama mereka memiliki sertifikat pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR. Mereka juga akan dibebaskan dari rumah detensi dengan persetujuan dari pejabat imigrasi, dan selanjutnya akan
8 UUD 1945 Pasal 28 G, Di akses dari : http://grabag-grubug.blogspot.com/2010/03/uud-1945-pasal-28- g.html pada tanggal 20 DESEMBER 2017 pada pukul 09:09 wita
9 Status Hukum seorang refugee dan akibat hukumnya, Di akses dari :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt550541bf544d1/status-hukum-seorang-irefugee-i-dan-akibat- hukumnya pada tanggal 20 DESEMBER 2017 pada pukul 09:38 wita
6 disupport oleh IOM atau UNHCR. Bagi mereka yang ditolak permohonannya (sebagai pengungsi) oleh UNHCR, akan dimasukkan ke rumah detensi, dikenakan denda dan/atau dideportasi.10
Sejatinya fungsi dan tugas organisasi UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak para pengungsi. Badan ini memastikan setiap pengungsi mendapatkan hak untuk memperoleh perlindungan UNHCR bertugas untuk memimpin dan mengkoordinasi langkah-langkah internasional dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi dan menyelesaikan permasalahan - permasalahan pengungsi karena konflik atau kondisi perang. 11
Lembaga yang menangani permasalahan pengungsi ini yaitu UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dari Komisi Tinggi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) tentang Pengungsi, sudah melakukan beberapa langkah untuk menanggulangi perlindungan pengungsi asal Rohingya. Sejak UNHCR dibentuk, lembaga yang bernaung di dalam perserikatan bangsa – bangsa ini memang dibentuk khusus untuk menangani masalah – masalah tentang perlindungan orang – orang yang mengungsi dari suatu Negara yang berkonflik menuju Negara yang aman. Dengan adanya badan kemanusiaan ini diharapkan para korban atas konflik yang terjadi di lingkungan mereka mendapatkan keamanan, dapat mencari suaka, mendapat tempat yang aman di wilayah lain ataupun di Negara lain.
10 SUAKA Indonesia Civil Society Network for Refugee Rights Protection, Di akses dari :
https://suaka.or.id/public-awareness/human-rights-framework/ pada tanggal 20 DESEMBER 2017 pada pukul 09:16 wita
11Desperate Rohingyas flee to Bangladesh on flimsy rafts, Di akses dari : http://www.unhcr.org/cgi- bin/texis/vtx/home pada tanggal 15 Oktober 2013 pada pukul 17:27 wita
7 Namun selama melaksanakan tugasnya dalam kasus pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, terdapat ketidakmaksimalan atau disfungsi peran UNHCR sebagai lembaga tinggi dunia yang menangani kasus pengungsi dari Negara konflik Myanmar. Dalam melaksanakan tujuan utamanya yakni memberikan perlindungan atau hak – hak terhadap pengungsi di provinsi Aceh yang berasal dari Rohingya.
Ketidak maksimalan peran ini dapat dilihat dari tidak terjaminnya hak-hak pengungsi Rohingya atas penghidupan yang layak di Negara pihak penerima pengungsi. Selama ini para pengungsi tersebut masih hidup dalam ketidak jelasan mengenai status mereka di suatu Negara tempat mereka mengungsi, ada beberapa kasus yang di alami oleh pengungsi Rohingya diantaranya yaitu ada 6 warga Rohingya yang terlibat dalam kasus pemerkosaan dan tindak asusilah yang di lakukan oleh beberapa kelompok masyarakat lokal di Aceh.12 Dan ketidak nyamanan pengungsi asal Rohingya ini berencana akan hijrah ke Malasya dengan alasan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak layak seperti tdk terjaminnya perlindungan pengungsi, akses pendidikan, akses kesehatan dan laion sebagainya.
Seharusnya UNHCR sebagai pihak lembaga yang mengurus masalah pengungsi lebih dapat memperhatikan hak-hak mereka. UNHCR seharusnya melakukan pembelaan dan melindungi pengungsi, pencari suaka, pengungsi internal dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Pembelaan merupakan dasar dari strategi perlindungan terhadap mereka dengan
12 ASSOCIATED PRESS, Kamp pengungsi Rohingya di Aceh diguncang isu pemerkosaan, Di akses dari : https://www.voaindonesia.com/a/kamp-rohingya-di-aceh-diguncang-isu-perkosaan-/2984310.html Pada tanggal 16 November 2017 pada pukul 01:40 wita
8 menggunakan dalam kombinasi dengan kegiatan seperti penyebaran informasi, pemantauan dan negosiasi ini dapat membantu mengubah kebijakan dan layanan di tingkat nasional, regional ataupun global untuk melindungi orang-orang dengan cara bernegosiasi.13
Upaya yang tidak maksimal tersebut dapat dilihat dari pemaparan di atas dan tidak terarah yang dilakukan oleh UNHCR terhadap pengungsi rohingya. Hingga saat ini masih banyak pengungsi yang nasibnya terlantar diakibatkan konflik dan ketidak maksimal upaya UNHCR dalam perlindungan pengungsi Rohingya yang selama ini terjadi. Akhirnya hak para pengungsi tidak dapat terpenuhi atas jaminan penghidupan yang layak di area tempat ia mengungsi. Ketidak layakan ini membuat banyak desakan dari para aktivis kemanusiaan yang terus memberikan kritik atas ketidakmampuan PBB melalui UNHCR untuk memperhatikan hak hak atas para pengungsi Rohingya di Aceh dan Konflik yang terjadi di myanmar.14 Maka dari itu penulis ingin mengetahui bagaimana peran UNHCR dalam perlindungan pengungsi rohingya di Aceh?.
B. Batasan Masalah
Pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang terjadi di Rakhine state khususnya pada kelompok etnis Rohingya di negara Myanmar bermula dari adanya konflik antar entis yang sudah terjadi sejak 1962 sampai saat ini hingga membuat pemerintah dan Organisasi Internasional ikut campur tangan terhadap
13 Aksi Cepat Tanggap, Muslim Rohingya, Eksodus Terbesar Pasca Perang Vietnam, Di akses dari : http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/05/JURNAL%20%2805- 16-13-08-04- 27%29.pdf diakses pada tanggal 15 November 2017
14 Bantu pengungsi Rohingya, Masyarakat Aceh surati PBB, Di akses dari :
https://nasional.tempo.co/read/667996/bantu-pengungsi-rohingya-masyarakat-aceh-surati-pbb Pada tanggal 16 November 2017 Pada pukul 01:51 wita
9 masalah ini. Untuk membatasi ruang lingkup masalah yang cukup luas, maka penulis hanya mengambil awal mula konflik ini pada tahun 2015 – 2017. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi terkini terkait peran UNHCR dalam melindungi pengungsi rohingya dan aspek kebaharuannya.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana peran UNHCR dalam perlindungan pengungsi rohingya di Aceh?
D. Tujuan dan kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui peran UNHCR dalam perlindungan pengungsi rohingya di Aceh.
E. Kegunaan Penelitian Manfaat dari penilitian ini adalah :
a. Memberikan informasi dan referensi pengetahuan tentang peran UNHCR terhadap perlindungan pengungsi rohingya di Aceh.
b. Menambah pembendaharaan referensi di Perpustakaan Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Bosowa Makassar
F. Kerangka Konseptual a. Humanitarian Action
Untuk memahami konsep humanitarian action, maka perlu diketahui dari mana gagasan aksi kemanusiaan ini lahir. Akibat dari adanya konflik sepanjang sejarah manusia konflik tersebut telah menciptakan kehancuran dan menimbulkan
10 penderitaan terutama masyarakat sipil. Penduduk sipil selalu menjadi pihak yang dikorbankan walaupun sebenarnya mereka bukan merupakan pihak yang berkonflik. Mereka hampir kehilangan semua hal, penduduk sipil telah meninggalkan rumah mereka untuk menghindari medan perang. Orang dari seluruh dunia menyadari bahwa perlu dilakukan sesuatu untuk mencegah akibat yang ditimbulkan dari konflik yang mungkin lebih parah.
Oleh karena itu dasar tindakan kemanusiaan adalah untuk mencegah penderitaan manusia dan menjaga kelangsungan hidup mereka. Kemudian mencoba untuk menjamin akses semua pihak terhadap air, sanitasi, pangan, kesehatan dan psikologis. Singkatnya gagasan humanitarian action berangkat dari situasi dimana orang-orang terasing dari esensi mereka sebagai manusia, untuk menjamin akses terhadap kebutuhannya perlu bantuan segera dari masyarakat internasional. Menurut Kelly, konsep humanitarian action dibangun atas dasar prinsip – prinsip yang tercantum dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949, yaitu:
prinsip kemanusiaan, netralitas dan imparsialitas.
Setelah Perang Dunia II negara- negara sepakat untuk meratifikasi Konvensi Jenewa yang mengatur cara-cara perang guna meminimalisir efek perang terhadap warga sipil.15 Namun demikian konvensi tersebut dibuat untuk memberikan aturan main bahwa semua pihak harus menghormati martabat sebagai manusia. Barnnet sebagaimana dikutip Srikandi menekankan bahwa
15 Jocelyn Kelly.“When NGOs beget NGOs: Practicing Responsible Proliferation”. Journal of Humanitarian Assistance 29 April 2009. Di akses dari : http:sites.tufts.edujhaarchives451 pada tanggal 08 januari 2018 pada pukul 22:53 wita
11 prinsip kemanusiaan merupakan komitmen paling dasar dari kerja kemanusiaan yang dilakukan para aktor dalam humanitarian action.
Kemudian prinsip netralitas mensyaratkan aksi kemanusiaan untuk tidak memihak salah satu pihak yang bertikai dalam konflik, dan prinsip imparsialitas mengacu pada pola kerja kemanusiaan yang dilakukan tanpa diskriminasi dengan tidak mempertimbangkan kewarganegaraan, suku, agama atau ras pada saat menolong mereka.
Kewajiban moral diartikan sebagai keharusan untuk melakukan sesuatu bagi mereka yang membutuhkan bantuan kemanusiaan humanitarian action kemudian dijelaskan sebagai kegiatan memberikan suatu kepada mereka yang tidak memiliki lebih lanjut lembaga kemanusiaan yang menjadi struktur bagi para aktor dalam humanitarian action dibangun dengan pendekatan liberal institutionalism yang menekankan bahwa negara memainkan peran penting namun bukan satu aktor dalam politik internasional.
Dalam beberapa kasus dimana negara tidak mampu mengatasi konflik maka dengan cepat konflik tersebut berubah menjadi krisis kemanusiaan akibat blokade bantuan kemanusiaan. Hal ini yang kemudian mendorong negara untuk berkomitmen terhadap humanitarian action dan di sini pula aktor non negara berkeinginan untuk intervensi dan mengemban tugas yang tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh negara. Dalam hal ini prinsip kemanusiaan dan tidak memihak menjadi penting bagi organisasi internasional seperti ICRC dalam upaya memenuhi kewajiban moral mereka sebagai organiasasi kemanusiaan untuk dapat
12 memberikan perlindungan bagi korban-korban konflik bersenjata di Aceh mengenai upaya menyatukan kembali antar anggota keluarga.
b. Hak Azasi Manusia (HAM)
Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hakhak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia. Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral manusia, dan diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat suatu individu sebagai seorang manusia. Dengan kata lain, HAM secara umum dapat diartikan sebagai hak-hak yang melekat pada diri segenap manusia sehingga mereka diakui keberadaannya tanpa membedakan seks, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, kewarganegaraan, kekayaan, dan kelahiran.
Isu mengenai Hak Asasi Manusia merupakan suatu tuntutan kemanusiaan. Saat ini HAM telah menjadi sebuah konsep hukum tertulis. Misalnya, di Inggris dikenal adanya Magna Charta 1215 dan Bill of Rights 1689, di Amerika Serikat ada Virginia Bill of Rights 1776 dan Declaration of Independence 1776, dan di Afrika dikenal adanya African Charter on Human and People Rights.
Lebih lanjut Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Universal Declaration of Human Rights 1948. Di dalam Deklarasi PBB ini diakui bahwa manusia adalah individu yang menyandang status sebagai subjek hukum internasional disamping negara. Secara umum, bersandar pada banyaknya deklarasi dan kovenan (kontra perjanjian) yang berkenaan dengan HAM yang dikeluarkan oleh PBB, maka terdapat tiga generasi Hak-Hak Asasi Manusia. Pertama, pemahaman HAM yang tersurat di dalam Universal Declaration of Human Rights 1948 merupakan
13 pernyataan tentang HAM yang dipengaruhi oleh pandangan tradional Barat, yang lahir dari sebuah kemenangan kelas menengah terhadap monarki absolut.
Deklarasi ini sangat menekankan pada hak-hak sipil dan politik, seperti kebebasan berbicara, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan hak untuk beragama.
Perlakuan negara Myanmar terhadap etnis Rohingya dapat dikatakan diskriminatif, hal ini dapat dilihat dari perlakuan pemerintah negara Myanmar yang tidak peduli atau acuh tak acuh terhadap nasib etnis yang berada kawasan Rakhine state. Kekerasan – kerasan yang terjadi pada etnis tersebut diantaranya banyak kasus pemerkosaan perempuan dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh etnis Rohingya yang mana hal ini tidak dianggap penting oleh pemerintah setempat.
Terjadinya kekerasan di kawasan Rakhine state memperlihatkan adanya sebuah intervensi kemanusiaan yang terjadi di sana. Maka dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat pada etnis Rohingya Dikarenakan tidak terpenuhinya hak – hak mereka sebagai warga negara. Bahkan setelah menjadi pengungsi pun demikian. Hak – hak atas penghidupan yang layak atas diri mereka tidak terpenuhi. UNHCR sebagai organisasi yang seharusnya menjadi pelindung bagi mereka yang mengungsi pun tidak dapat berbuat banyak sebagaimana peran dan fungsinya. Maka dari itu, UNHCR dapat dikatakan tidak maksimal dalam melakukan perannya sebagai organisasi dunia yang memberikan perlindungan terhadap pengungsi Rohingya.
14 G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe Penelitian yang akan di pakai dalam penulisan ini adalah kualitatif. Yang dinilai akan dapat menjelaskan upaya UNHCR terhadap perlindungan pengungsi rohingya di Aceh Indonesia
2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari pengumpulan data melalui wawancara langsung dan penelusuran dari berbagai data olahan hasil-hasil penelitian (jurnal) sebelumnya yang diterbitkan oleh lembaga terkait wawancara dengan pihak – pihak terkait dan sumber-sumber lain yang relevan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian telaah pustaka dengan cara mengumpulkan data dari sejumlah perpustakaan atau sumber referensi tentang peran UNHCR dalam perlindungan pengungsi rohingya di Aceh dan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan degan masalah yang diteliti berupa buku, surat kabar, majalah dan jurnal.
15 4. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang penulis akan gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif, dimana persoalan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada.
H. Rancangan dan Sistematika Pembahasan
Hasil penelitian dan analisa penelitian ini akan di susun dalam karya tulis ilmiah (skripsi), dalam rancangan sistematika sebagai berikut :
1. Bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
2. Bab kedua, tinjauan pustaka, berisi penelusuran dan literature tentang konsep .
3. Bab ketiga, gambaran umum obyek penelitian, berisi profil tentang upaya UNHCR terhadap perlindungan pengungsi rohingya di Aceh Indonesia 4. Bab keempat, yaitu analisis penelitian tentang UNHCR dalam
perlindungan pengungsi rohingya di Aceh.
5. Bab kelima, yaitu penutup berisi kesimpulan dan saran-saran.
16 BAB II
TELAAH PUSTAKA A. Konsep Humanitarian Action
Humanitarian action atau aksi kemanusiaan merupakan konsep yang diinisiasi oleh Henry Dunant seorang warga negara Swiss yang tengah melakukan perjalanan ke Solferino tahun 1859. Henry Dunant menemukan banyak tentara tergeletak tanpa penanganan medis.Sekembalinya ke Swiss, Dunant mendirikan perhimpunan kemanusiaan bernama Red Cross dan Red Crescent Movement yang berlandaskan Hukum Humaniter internasional dan Henry menerbitkan sebuah buku tentang pengalaman kemanusiaannya di Solferino tersebut yang berjudul A Memory of Solferino.16
Humanitarian Action atau Aksi kemanusian adalah suatu aktivitas yang dilakukan dalam situasi dimana aspek kemanusiaan terancam, seperti bencana alam dan bencana yang diakibatkan oleh manusia sendiri (perang atau konflik) dan memiliki tujuan untuk menyelamatka hidup, mengurangi penderitaan dan menjaga harkat kehidupan manusia.17 Humanitarian action juga menawarkan mekanisme kepada aktor internasional seperti IGO dan NGO untuk mengatur dan menangani krisis kemanusiaan yang sering terjadi berkaitan dengan konflik antar atau dalam negara. Dalam laporan yang dikeluarkan oleh European Universities on Professionalization on humanitarian action menyebutkan bahwa humanitarian action adalah:
16MissesIntitue “Human Action”https://mises.org/library/human-action-0 akses tanggal 3 oktober 2017
17 [pdf] ICRC-ETD UGM http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67386/.../S1-2013-281926- chapter1.pdf di akses tanggal 2 oktober 2017
17
“.melindungi kehidupan dan martabat masyarakat rentan dan masyarakat yang terkena dampak bencana alam dan konflik di seluruh dunia”18
Dalam hukum humaniter internasional, terdapat prinsip dasar yang bernama humanitarian action yang terdiri dari 4 point yaitu :
a. Kemanusiaan (Bahwa aksi ini dilakukan murni untuk menolong dan meyelamatkan orang dari penderitaan )
b. Impartiality ( Bahwa aksi ini dilakukan tanpa diskriminasi atas dasar apapun)
c. Netralis (tidak berpihak)
d. Indepedence (Aksi kemanusiaan memiliki otonomi untuk mencapai tujuan-tujuan kemanusian dan terpisah dari kepentingan militer, ekonomi dan politik).19
Selain itu, aksi kemanusiaan juga meliputi perlindungan terhadap pihak sipil dan prajurit yang tidak lagi terlibat karena terluka, penyediaan makanan, air , sanitasi, tempatbernaung ,pelayanan kesehatan dan bimbingan lain yang dibutuhkan para korban dan untuk mengembalikan fungsi normal kehidupan mereka.20
18ibid
19 Aliandiary “Principle and Good Practice of Humantarian Donorship” 17 june 2003
http://www.alliandiary.org/pool/resources/principles-and-good-practice-of-humanitarian-donorship.pdf Di akses tanggal oktoebr 2017
20Ibid
18 Gagasan mengenai humanitarian action, berangkat dari situasi dimana orang-orang terasing dari esensi mereka sebagai manusia, untuk menjamin akses terhadap kebutuhannya perlu bantuan segera dari masyarakat internasional.
Menurut Jocelyn Kelly, konsep humanitarian action dibangun atas dasar prinsip- prinsip yang tercantum dalam konvensi Jenewa 1949, yaitu: prinsip kemanusiaan, netralitas dan imparsialitas.21
Prinsip netralitas mensyaratkan aksi kemanusiaan untuk tidak memihak salah satu pihak yang bertikai dalam konflik, sedangkan prinsip imparsialitas mengacu pada kerja kemanusiaan yang dilakukan tanpa diskriminasi dengan tidak mempertimbangkan identitas kewarganegaraan, kesukuan, agama, jenis kelamin, atau pun ras, saat menolong mereka yang membutuhkan.22
Konvensi Jenewa I-IV mengatur hukum yang berlaku dalam perang guna meminimalisir penderitaan terhadap wargasipil. Konvensi Jenewa ini terdiri dari empat bagian dengan 3 protokol tambahan.23 Konvensi Jenewa I mengatur tentang perlindungan terhadap korban perang dan personil militer yang terluka pada saat perang bersenjata di darat, Konvensi Jenewa II mengatur perlindungan terhadap korban perang dan personil militer yang terluka saatperang bersenjata di laut, Konvensi Jenewa IIImengatur mengenai perlakuan terhadap tawan-an perang, dan
21Konsep Humanitarian Action Kerangka Konseptual .1 Teori
https://textid.123dok.com/document/oz1d9ekpz-konsep-humanitarian-action-kerangka-konseptual-1- teori.html
22 Annisa Gita Srikandi, “Comprehensive Security dan Humanitarian Action”,Jurnal Multiversa, Vol. 1 No.
2, Tahun 2010, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi dan Politik Universitas Gadjah Mada, hlm. 2
23 Ayub Torry Satriyo Kusumo “OPTIMALISASI PERAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT DAN APLIKASI AKSI KEMANUSIAAN SEBAGAI INISIASI PENYELESAIAN KASUS ETNIS ROHINGYA”
jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 3 September 2014 https://media.neliti.com/media/publications/38744- ID-optimalisasi-peran-international-criminal-court-dan-aplikasi-aksi-kemanusiaan-se.pdf di akses tanggal 2 oktober 2017
19 Konvensi Jenewa IV mengenaiperlindungan terhadap penduduk sipil dalam situasi krisis.24 Selain itu, Konvensi jenewa ini tidak hanya untuk mengatur hukum yang berlaku pada saat berperang, tetapi juga digunakan pasca konflik dan menjelaskan bahwa kedua belah pihak harus menghormati prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Bantuan kemanusiaan dengan konsep humanitarian dalam konvensi Jenewa menekankan pada usaha untuk menghilangkan penderitaan manusia yang terjadi akbibat krisis atau bencana. Prinsip tersebut merupakan komitmen paling utama dalam aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh berbagai aktor dalam aksi kemanusiaan.25
Berdasarkan hukum humaniter internasional, pemerintah nasional mempunyai tanggung jawab utama dalam penanggulangan bencana alam.Tetapi, selain negara dalam tataran global, masalah aksi kemanusiaan diwarnai dengan kemunculan para aktor yang terdiri atas institusi negara, militer, keamanan, IGO, NGO sampai organisasi profesi (dokter) yang menjalankan misi kemanusiaan hngga keseluruh dunia.
Seperti halnya, virus ebola yang terjadi di Afrika Barat, banyak aktor yang terlibat di dalamnya dalam menjalankan aksi kemanusian di tiga negara yang terkena dampak yaitu Liberia, Guinea dan Sierra Leone. Salah satunya adalah UNMEER. UNMEER melakukan aksi kemanusiaan di tiga negara di Afrika Barat
24Ibid
25 Anita Afriani Sinulingga “Isu Bencana dan Prinsip-Prinsip Humanitarian Dalam Studi Ilmu Hubungan Internasionl” Andalas Journal of International Studies| Vol 5 No 1 Mei Tahun 2016
http://ajis.fisip.unand.ac.id/index.php/ajis/article/viewFile/58/51 diakses tanggal 2 oktober2017
20 dengan memberikan bantuan baik medis maupun logistik, memberikan pengobatan medis kepada para korban virus ebola.
Selain itu, konsep kemanusiaan merupakan komitmen paling dasar dari kerja kemanusiaan yang dilakukan oleh para aktor kemanusiaan dalam humanitarian action. Konsep kemanusiaan dalam Konvensi Jenewa menekankan usaha untukmenghilangkan penderitaan manusia yang terjadi akibat krisis atau bencana.
Aksi Kemanusiaan mempunyai dua dimensi yang melekat satu sama lain yaitu perlindungan terhadap manusia dan pemberian bantuan. Selain itu, Barnett dan Weiss mengatakan bahwa Prinsip kemanusiaan merupakan komitmen paling dasar dari kerja kemanusiaan yang dilakukan para aktor dalam humanitarian action.Pada tahun 1994 prinsip -prinsip dasar kemanusiaan dalam konvensi Jenewa diperkuat kembali dengan dirumuskannya Code of Conduct sebagai acuan kerja Palang Merah Internasional dan NGO untuk mendorong penerapan prinsip- prinsip di lapangan.
Aksi kemanusiaan dilakukan apabila suatu negara dianggap gagal untuk mengatasi masalah-masalah kemanusiaan dan melindungi warga negaranya yang sebagian besar berhubungan dengan pelanggaran HAM.26 Tetapi setelah perang dingin selesai, krisis kemanusiaan bukan hanya terjadi akibat perang ataupun pelanggaran HAM. Penyakit menular merupakan krisis kemanusiaan yang
26 Ayub Torry Satriyo Kusumo “OPTIMALISASI PERAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT DAN APLIKASI AKSI KEMANUSIAAN SEBAGAI INISIASI PENYELESAIAN KASUS ETNIS ROHINGYA” jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 3 September 2014 https://media.neliti.com/media/publications/38744-ID- optimalisasi-peran-international-criminal-court-dan-aplikasi-aksi-kemanusiaan-se.pdf di akses tanggal 2 oktober 2017
21 menimbulkan jumlah korban yang banyak. Definisi krisis kemanusiaan adalah krisis sosial yang terjadi dimana banyak korban jiwa meninggal dan menderita karena perang, penyakit menular, kelaparan, pengungsi dan bencana alam.27 Sehingga konsep humanitarian action ini kemudian dilihat penerapannya dalam dua kondisi yaitu pada saat konflik dan bencana alam.
Sementara itu, dalam humanitarian action, bantuan yang diberikan disebut dengan Humanitarian Aids atau bantuan kemanusiaan, dan biasanya disalurkan oleh pemerintah suatu negara, individu, NGO,IGO, Organisasi multilateral, organisasi domestik atau perusahaan.28
Tujuan Aksi kemanusiaan :
a. Memberikan bantuan dan perlindungan terhadap korban krisis kemanusiaan
b. Mengamankan akses : tindakan ini bertujuan untuk memfasilitasi atau mendapatkan akses dari orang-orang yang membutuhkan bantuan yang memadai dalam konteks bencana alam dan keadaan darurat yang kompleks serta dalam upaya memperbaiki kapasitas lokal untuk mendukung kebutuhan kemanusiaan
c. Meningkatkan Kesiapsiagaan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana:
Operasi ditujukan untuk mengembangkan kapasitas bagi aktor lokal untuk mencegah dan mengurangi dampak bencana dan memungkinkan
27 Annisa Gita Srikandi, “Comprehensive Security dan Humanitarian Action”jurnaal Multiversa, Vol. 1 No.
2, Tahun 2010, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi dan Politik Universitas Gadjah Mada, hlm. 2
28ICRC - ETD UGMetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67386/.../S1-2013-281926-chapter1.pdf di akses tanggal 2 oktoer 2017
22 masyarakat untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap keadaan darurat.29
Definisi Humanitarian Action dalam Humanitarian Donorship initiative :
1. Tujuan tindakan kemanusiaan adalah menyelamatkan nyawa, mengurangi penderitaan dan menjaga martabat manusia selama dan setelah krisis buatan manusia dan bencana alam, serta untuk mencegah dan memperkuat kesiapan untuk terjadinya situasi yang sama.
2. Tindakan kemanusiaan harus dipandu oleh prinsip kemanusiaan kemanusiaan, yang berarti sentralitas menyelamatkan manusia dan mengurangi penderitaan dimanapun ditemukan. Ketidakberpihakan, yang berarti pelaksanaan tindakan semata-mata atas dasar kebutuhan, tanpa diskriminasi antara atau di dalam populasi yang terkena dampak.
Netralitas, yang berarti bahwa tindakan kemanusiaan tidak boleh mendukung pihak manapun dalam konflik bersenjata atau perselisihan lainnya di mana tindakan semacam itu dilakukan dan kemandirian, yang berarti otonomi tujuan kemanusiaan dari tujuan politik, ekonomi, militer atau lainnya yang mungkin dimiliki oleh setiap aktor berkaitan dengan area dimana tindakan kemanusiaan diterapkan
3. Tindakan kemanusiaan termasuk perlindungan warga sipil dan mereka yang tidak lagi berperan dalam permusuhan, dan penyediaan makanan, air
29 European Universities on Professionalization on Humanitarian Action “The State of Art of
HumanitarianAction”http://euhap.eu/upload/2014/09/the-state-of-art-of-humanitarian-action-2013.pdf di akses tanggal 3 oktober 2017
23 dan sanitasi, tempat tinggal, layanan kesehatan dan barang bantuan lainnya, dilakukan untuk kepentingan orang-orang yang dilindungi30
Selain itu, tindakan kemanusiaan bertumpu pada keyakinan bahwa ada kebutuhan bersama untuk makanan, tempat tinggal dan kondisi bebas dari rasa takut. Humanitarian Action biasanya dilakukan oleh organisasi non-pemerintah (NGO), organisasi internasional seperti organisasi PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR), Organisasi Palang Merah Internasional (ICRC) dan sebagainya. Tetapi negara terkadang juga ikut terlibat dalam menyelenggarakan aktivitas-aktivitas kemanusiaan seperti kesehatan, penyaluran bahan pangan, rekonstruksi infrastruktur, pendidikan dan lain-lain.31
A.1. Aktor dalam Humanitarian Action
a. United Nations
PBB menyatakan bahwa tindakan kemanusiaan menjadi hal yang penting untuk menyelamatkan jiwa. Melihat banyaknya aksi ketidakmausiaan yang dilakukan oleh berbagai pihak di perang dunia II membuat PBB tidak tinggal diam. Melalui oganisasi di bawah naungan PBB , seperti UNHCR, UNICEF, dan lainnya mereka juga melakukan tindakan kemanusiaan. Salah satunya yaitu, Badan operasional pertama PBB, Administrasi Bantuan dan Rehabilitasi PBB,
30PRINCIPLES AND GOOD PRACTICE OF HUMANITARIAN DONORSHIP
http://www2.wpro.who.int/internet/files/eha/toolkit/web/Technical%20References/Aid%20and%20Humanita rian%20Assistance/Principles%20Good%20Practice%20Humanitarian%20Donorship.pdf
di akses tanggal 4 oktobert 2017
31Muhammad Rosyidin “Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan Internasional: Perdebatan Realis Versus Konstruktivis” Global & Strategis, Th. 10, No. 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_536920398195.pdf diakses tanggal 10 oktober 2017
24 dimulai pada tahun 1943 dan dibubarkan pada tahun 1947 namun dilengkapi pada tahun 1946 kemudian digantikan oleh Organisasi Penyelamatan Internasional, yang kemudian menjadi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) pada tahun 1951 Meskipun dianggap sebagai agen sementara yang terbatas pada pengungsi Eropa, namun segera menjadi fitur permanen dalam urusan global.
Dari kantor pusatnya di Jenewa, UNHCR adalah wali dari Konvensi 1951 yang Berkaitan dengan Status Pengungsi dan Protokol 1967. Tanggung jawabnya meliputi perlindungan pengungsi, pemindahan mereka ke negara rumah sakit jiwa pertama atau di tempat lain, dan pemulangan mereka ke negara asalnya bila memungkinkan. Selain itu mandat UNHCR adalah aksi kemanusiaan yang berarti bahwa tindakan yang mendukung pengungsi harus bersifat non-partisan dan non- politis dengan satu-satunya kepedulian adalah keamanan dan kesejahteraan para pengungsi32
Selain itu, berdasarkan Pasal 1 Statuta Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Pengungsi, United Nation High Commissioner For Refugess (UNCHR) adalah lembaga internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diberi mandat untuk memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi serta memberikan solusi yang permanen dan mencarikan solusi jangka panjang terhadap para pengungsi dengan jalan membantu pemerintah-pemerintah, pelaku-pelaku lainnya, ataupun organisasi-
32“Perlindungan HAM dan Pengungsi” Oktober 1995 http://www.unhcr.org/afr/3ae6bd900.pdf di akses tanggal 2 november 2017
25 organisasi kemanusiaan yang terkait untuk memberikan fasilitas bagi para pengungsi.33
UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi yaitu sebagai inisaiator, fasilitator dan determinator. Ketiga upaya UNHCR tersebut merupakan bantuan langsung kepada pengungsi untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pengungsi. Selain itu, UNHCR juga membantu pengungsi untuk mendapatkan solusi berkelanjutan (durable solution) yaitu, integrasi lokal(local integration), pengembalian secara sukarela (voulentary repatriation) dan pemukiman kembali di negara ketiga (resettlement).34
Selain UNHCR, badan PBB lainnya yang melakukan aksi kemanusiaan adalah UNICEF. UNICEF memberikan bantuan material seperti makanan, pakaian dan obat-obatan dalam operasi bantuan sambil tetap memperhatikan perkembangan jangka panjang bagi perempuan dan anak-anak. Selama Perang Dingin, UNICEF tidak seperti organisasi PBB lainnya dan seringkali dapat menangani otoritas pemberontak karena perannya dalam membantu perempuan, dan anak-anak yang paling rentan. 35
Aktor kemanusiaan lainnya yaitu Program Pangan Dunia (WFP). WFP dimulai dengan orientasi pembangunan, namun sekarang mencurahkan sekitar 80
33 Lucky Deryputra Harefa “Peran UNHCR Terhadap Pengungsi Nigeria Korban Kelompok Radikal Bom Hara” Jurnal, UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTAFAKULTAS HUKUM 2015 http://e- journal.uajy.ac.id/9184/1/JURNALHK11092.pdf diakses tanggal 2 november 2017
34 Fatahila”UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON TAHUN 2011-2013” Skripsi, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29194/1/FATAHILLAH-FISIP.pdf diakses tanggal 2 november 2017
35 Roger Mac Ginty and Jenny H peterson “The Roudletge Companion to Humanitarian Action” 2015 hall 168
26 persen upayanya untuk menghadapi keadaan darurat. WFP juga mengkoordinasikan pengiriman makanan dengan badan PBB lainnya dan LSM.
WFP merupakan aktor kemanusiaan yang beroprasi dari Roma. WFP memberikan bantuan kemanusiaan tujuan utamanya menghilangkan kebutuhan akan bantuan pangan melalui pemberian bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu memperoleh atau menghasilkan pangan bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka.36
b. Organisasi Palang Merah Internasional (ICRC)
ICRC adalah sebuah organisasi gerakan Palang merah dan bulan sabit merah internasional sebagai jaringan kemanusiaan terbesar di dunia. ICRC juga bertugas untuk menyalurkan bantuan dan melakukan aksi kemanusiaan di daerah yang berkonflik baik domestik mapun internasional agar para korban konflik dapat bertahan hidup. Peran utama ICRC adalah koordinasi.
Selain itu, prinsip ICRC dalam menjalankan Humanitarian Action yaitu sebagai berikut :
1. Kemanusiaan yaitu gerakan untuk memberi bantuan tanpa diskriminasi kepada korban di medan perang dengan mencegah dan meringankan penderitaan mereka.
36Kedutaan Besar Republik Indonesia di Roma, Italia “WORLD FOOD PROGRAMME (WFP)” 22 februari 2015https://www.kemlu.go.id/rome/id/arsip/lembar-informasi/Pages/WORLD-FOOD-PROGRAMME- WFP.aspx di akses tanggal 2 november 2017
27 2. Impartiality(tidak berpihak) Gerakan ini membantu korban tanpa diskriminasi atas perbedaan bangsa, ras, agama, status sosial atau pandangan politik korban.
3. Neutrality (Netral) yaitu Agar tetap di percaya oleh semua pihak sehingga dalam gerakannya tidak berpihak terhadap konflik yang terjadi serta tidak terlibat dalam pertentangan politik , ras, agama dan ideologi.
4. Mandiri yaitu Setiap perhimpunan nasional tunduk terhadap hukum nasional negaranya, maka harus mempertahankan otonominya supaya dapat bertindak sesuaI dengan prinsip-prinsip gerakan
5. Sukarela yaitu Gerakan tidak didorong oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu.
6. Kesatuan yaitu Perhimpunan palang merah dan bulan sabit merah di suatu negara hanya boleh ada satu dan harus terbuka bagi semua orang serta melakukan tugas kemanusiaan di negaranya.
7. Universalitas: Gerakan ICRC mempunyai status yang setara dan tanggung jawab serta kewajiban yang sama dalam membantu satu samalain di seluruh dunia.37
Misi awal dari ICRC adalah berpusat pada peran kemanusiaan dalam konflik, namun berkembang karena peperangan antar negara telah menjadi sangat
37Norasteviana, Maya Ryanti, Hardiman”Intervensi Kemanusiaan ICRC Dalam Konflik Suriah” 17 Desember 2014 https://mayaryantinarya.wordpress.com/2014/12/17/intervensi-kemanusiaan-icrc-dalam-konflik- suriah/ diakses tanggal 4 oktober 2017
28 langka, pola perang sipil juga telah berubah, dan bentuk kekerasan baru muncul termasuk terorisme.
c. Sektor Swasta dan Aksi Kemanusiaan
Sektor swasta bisa menjadi mitra aksi kemanusiaan dimana, sektor swasta sering kali dalam peran seperti penyediaan layanan, logistik, donor, pemasok bantuan. sektor swasta dapat berkontribusi lebih banyak pada tindakan kemanusiaan selain hanya menyediakan barang dan jasa seperti transportasi dan konstruksi. Melibatkan sektor swasta sebagai mitra memungkinkan solusi inovatif untuk program kemanusiaan, dan dapat membawa keterampilan manajerial dan kapasitas organisasi untuk respon kemanusiaan.
sektor swasta hadir dengan gagasan yang kemudian diintegrasikan ke dalam tindakan kemanusiaan, terutama melalui penggunaan teknologi telepon seluler dan layanan keuangan yang melayani orang miskin. Contoh terbaru termasuk menggunakan mobile phone banking untuk memungkinkan transfer tunai kepada mereka yang terkena dampak bencana, menggunakan pesan teks ponsel untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang terkena dampak gempa di Haiti dan untuk menerima informasi tentang pemindahan manusia yang digunakan untuk menghasilkan peta untuk perencanaan bantuan.38
Selain itu, lembaga donor juga perlu memastikan bahwa gagasan transformatif dari sektor swasta dapat dibawa ke dalam rancangan tindakan kemanusiaan, mengingat bahwa mungkin ada resistensi organisasi terhadap
38Roger Mac Ginty and Jenny H peterson “The Roudletge Companion to Humanitarian Action” 2015 hall 221
29 pendekatan baru untuk bantuan kemanusiaan, mis. dari penyedia layanan sejenis yang mungkin merasa terancam oleh adanya pergeseran terhadap transfer tunai berbasis telepon genggam.Inovasi berbasis sektor swasta dalam penyampaian tindakan kemanusiaan, yang terutama menggunakan teknologi berbasis telepon seluler, telah mengubah sifat bantuan kemanusiaan ke arah instrumen berbasis kas dan sedang dibangun dalam perencanaan kesiapsiagaan bencana.
d. LSM Nasional
Peran LSM nasional dalam tindakan kemanusiaan juga berbeda tergantung pada bentuk keterlibatan internasional. Jika tindakan kemanusiaan diberikan dalam konteks krisis internal atau perang saudara dengan persetujuan dari negara tuan rumah dan beberapa pihak lokal yang terlibat, maka peran LSM nasional jauh lebih kompleks dan dapat disandera dengan keterbatasan yang terpapar oleh peran kedaulatan pemerintah nasional, terbatasnya peran dan cakupan tindakan kemanusiaan internasional, dan risiko yang bisa datang dari kelompok-kelompok yang berperang. Jika aksi kemanusiaan LSM nasional berlangsung setelah proses perdamaian dan intervensi internasional dan tahap rekonstruksi pasca konflik terjadi, maka LSM nasional memiliki cakupan peran dan fungsi yang lebih luas, mulai dari tugas teknis dasar hingga fungsi-fungsi pembangunan dan institusi yang terkait dengan kebijakan. Misalnya, di Bosnia, Kosovo dan Timor-Leste, kegiatan N-LSM berfokus pada berbagai arah, mulai dari pemberian bantuan kemanusiaan, rekonstruksi rumah, jalan, bangunan umum dan utilitas publik, dan kegiatan keuangan mikro, untuk mendukung
30 demokratisasi, media massa, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat sipil.
Selain itu, salah satu fungsi terpenting LSM Nasional berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan informasi lokal, yang penting untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proyek kemanusiaan. Misalnya, selama konflik atau dalam fase awal bencana, N-LSM berfungsi sebagai sumber informasi tentang apa yang terjadi di lapangan dan bertindak sebagai sistem peringatan dini untuk intervensi kemanusiaan internasional39. LSM Nasional dalam aksi kemanusiaan merupakan akar untuk membangun sektor masyarakat sipil di masyarakat pasca- konflik.
B. KONSEP HAM (Hak Asazi Manusia)
B.1. Pengertian Dan Konsep HAM
Hak asasi manusia dalam bahasa Prancis “Droit L‟Homme”, yang artinya hak – hak manusia dan dalam bahasa inggris di sebut “Human Right”. Seiring degan perkembangan ajaran Negara Hukum, di mana manusia atau warga negara mempunyai hak – hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh pemerintah, maka muncul istilah “Basic Rights” atau “Fundamental Rights”. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah merupakan hak – hak dasar manusia atau lebih dikenal dengan istilah “Hak Asasi manusia”40. Sedangkan meriam Budiardjo dalama bukunya Dasar – dasar Ilmu Politik menyatakan bahwa
“Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
39Roger Mac Ginty and Jenny H peterson “The Roudletge Companion to Humanitarian Action” 2015 hall 269
40 Ramdlon naning, 1982, Gatra Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty, Hal. 97.
31 dibawahnya bersamaa dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan arena itu bersifat universal. Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita – citanya.41
Kemudian Leach Levin seorang aktivis hak asasi manusia Perserikatan Bangsan – Bangsa mengemukakan bahwa konsep hak asasi manusia ada dua pengertian dasar, yaitu : 42
Peratama, ialah bahwa hak asasi manusia tidak bisa dipisihkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia seorang manusia. Hak adalah hak – hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak – hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia (Natural Right).
Kedua, hak asasi manusia adalah hak – hak menurut hukum, yang dibuat melalui proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun secara internasional. Dasar dari hak – hak ini adalah persetujuan dari yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga negara yang tunduk kepada hak – hak itu dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama.
Pengertian hak asasi manusia sebagai hak – hak menurut hukum mempunyai pengertian yang lebih luas, bukan saja hak – hak alamiah atau hak
41 Meriam Budiadjo, 1980, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia, Hal. 120.
42 I Made Subawa, 2008, Hak Asasi Manusia Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya Menurut Perubahan UUD 1945, Jurnal Kertha Patrika vol. 33 no. 1, Januari 2008, hal 2.
32 moral saja, tetapi juga meliputi hak – hak menurut hukum yang dibuat oleh badan yang berwenang dalam negara. Yang dimaksud dengan hak dalam pembicaraan mengenai hak asasi manusia diartikan sebagai suatu lingkungan keadaan atau daerah kebebasan bertindak dimana pemerintah tidak mengadakan pembatasannya, sehingga membiarkan kepada individu atau perseorangan untuk memilih sendiri. Oleh karena itu maka hak mengandung arti membatasi kekuasaan berdaulat dari pemerintah.
Terdapat berbagai batasan mengenai HAM, Hendarmin Ranadirekasa memberikan definisi tentang HAM pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang gerak warga negaraoleh negara, artinya ada pembatasan – pembatasan tertentu yang di berlakukan pada negara agara hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang – wenangan kekuasaan. Sedangkan Mahfu MD mengartikan HAM sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir dimuka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitra (kodrat), bukan merupakan pemberian manusia atau negara. Sehingga dari dua pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa HAM adalah hak dasar yang melekat setiap individu sejak dilahirkan kemuka bumi dan bukan merupakan pemberian manusia atau negara yang wajib dilindungi oleh negara.43
43 Muladi, 2005,Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan masyarakat, bandung : Refrika Aditama, hal. 39.
33 Dengan definisi diatas kita bisa melihat bagaimana posisi HAM dengan hukum yang dibuat oleh negara. Keberadaan HAM mendahului hukum44 dengan kata lain bahwa Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara kodrat melekat pada diri manusia sepanjang hidupnya sebagai anugerah Tuhan, bersifat universal dan harus dilindungi secara hukum atau Ham diformalkan kedalam seperangkat aturan hukum yang ada. Dari posisi tersebut, hukum menjadi conditio sine qua non dalam penegakan HAM, lengkapnya instrumen hukum tentang HAM menjadi salah satu sumber human right law yang menunggu langkah politik pemimpin dunia dan pemimpin negara untuk menegakkannya.45
Isi dari pada hak asasi manusia hanya dapat ditelusuri lewat penelusuran aturan hukum dan moral yang berlaku dalam masyarakat. Jhon Locke (1632- 1704) yang dikenal sebagai bapak hak asasi manusia, dalam bukunya yang berjudul “Two Treatises On Civil Government”, menyatakan tujuan Negara adalah untuk melindungi hak asasi manusia warga negaranya. Manusia sebelum hidup bernegara atau dalam keadaan alamiah (status naturalis) telah hidup dengan damai dengan haknya masing – masing, yaitu hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dak hak atas penghormatan terhadap harta miliknya, yang semua itu merupakan propertinya.46
Dalam HAM terdapat dua prinsip penting yang melatar belakangi konsep HAM itu sendiri yakni Prinsip Kebebasan dan Persamaan, dimana dua hal tersebut merupakan dasar dari adanya sebuah keadilan. Jhon Rawis, berpendapat
44 Masyur Efendi dan Taufani Sukmana E, 2007, HAM: Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik, Bogor : Ghalia Indonesia, Hal. 35.
45 Ibid
46 I Made Subawa, Log Cit. Hal 3.
34 bahwa terdapat tiga hal yang merupakan solusi bagi problem utama keadilan yaitu :47
1. Prinsip kebebasan yang sebesar – besarnya bagi setiap orang (principle of greatest equel liberty). Prinsip ini mencakup kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan memeluk agama, kebebasan menjadi diri sendiri, kebebasan dari penangkapan dari penahanan yang sewenang – wenangnya dan hak untuk mempertahankan milik pribadi.
2. Prinsip perbedaan (the difference principle). Inti dari prinsip ini adalah perbedaan sosial ekonomi harus diatur agar memberikan kemanfaatan yang besar bagi mereka yang kurang diuntungkan.
3. Prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity). Inti dari prinsip ini adalah bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga membuka jabatan dan kedudukan sosial bagi semua orang dibawah kondisi persamaan kesempatan.
Dari prinsip diatas dapat dilihat bahwa ketiga prinsip tersebut merupakan hal – hal pokok yang ada dala HAM, dimana HAM tidak melihat kedudukan ekonomi, sosial dan budaya seseorang, serta tidak melihat bagaimana kedudukannya sebagai orang sipil maupun kedudukannyadalam hal politik, semua orang memiliki kebebasan dan juga mempunyai kedudukan yang sama.
47 Masyur Efendi, Op Cit, Hal 40-41.
35 B.2. Keberlakuan HAM
Perangkat hukum tentang HAM secara Internasional sangat banyak dan lengkap, meliputi hukum HAM material maupun hukum HAM formal. Dengan definisi Ham seperti yang telah dikemukakan diatas maka HAM pada hakikatnya adalah bersifat universal, dimanapun sama tanpa memandang dimana dia tinggal atau berdomisili. Namun dengan adanya berbagai instrumen internasional dan juga nasional yang ada menyebabkan dalam menegakkan hukum HAM mengalami hambatan, keengganan untuk menyerahkan para penjahat HAM pada pengadilan HAM tigkat nasional, lebih – lebih pada pengadilan HAM Internasional, masih banyak hambatan akibatnya terdapat dua pandangan yang menyatakan Ham berlaku partikular.
Dalam tatanan teori wacana tersebut menghasilkan 4 kelompok berbeda yang masing – masing pandangan tersebut diikuti oleh masing – masing negara secara berbeda. Ke empat pandangan tersebut adalah : 48
1. Pandangan Universal Absolut.
Pandangan ini melihat HAM sebagai nilai – nilai Universal sebagaimana dirumuskan dalam dokumen HAM internasional, seperti the international Bill of Rights. Dalam hal ini profil sosial budaya yang melekat pada masing – masing bangsa tidak diperhitungkan. Penganut pandangan ini adalah negara – negara maju.
2. Pandangan Universal Relatif
48 Ibid, Hal.81-81.
36 Pandangan ini melihat persoalan HAM sebagai masalah Universal namun perkecualian dan pembatasan yang didasarkan atas asas – asas hukum nasional tetap diakui keberadaannya.
3. Pandangan Partikularistis Absolute
Pandangan ini melihat HAM sebagai persoalan masing – masing bangsa tanpa memberikan alasan yang kuat, khususnya dalam melakukan penolakan terhadap berlakunya dokumen – dokumen Internasional.
Pandangan ini sering kali menimbulkan kesan chauvinist, egois, defensif dan pasif tentang HAM.
4. Pandangan Partikularistis Relatif.
Dalam pandangan ini HAM dilihat disamping sebagai masalah Universal juga merupakan masalah nasional masing – masing bangsa. Berlakunya dokumen – dokuman HAM internasional harus diselaraskan, diserasikan dan diseimbangkan serta memperoleh dukungan budaya bangsa.
Pandangan ini tidak hanya menjadikan kekhususan yang ada pada masing – masing bangsa sebagai sasaran untuk bersikap defensif, tetapi dilain pihak juga aktif mencari perumusan dan pembenaran (vindication) terhadap karakteristik HAM yang dianutnya. Pandangan ini yang kemudian dianut oleh indonesia.
B.3. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Instrumen Internasional yang ada saat ini diawali dengan pembentukan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan kerja dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB (yang adalah suatu komisi fungsional dibawah Dewan