• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan

manusia, yang menjembatani masa anak-anak dengan masa dewasa

(Santrock, 2011), yang dimasuki pada usia kira kira dari 13 tahun dan

berakhir pada usia 18 tahun (Jahja,2011). Masa remaja bermula pada

perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang

dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik

seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang. Pada

perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol

(pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak

menghabiskan waktu di luar keluarga (Hurlock, 1990).

Istilah adolescene yang berasal dari kata Latin adolescere yang

berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi matang”. Kematangan yang

dimaksudkan disini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa, pada usia 13-18 tahun yang merupakan masa dimana

mereka mengalami perkembangan terhadap fisik, kognitif dan sosial-emosi

pada remaja tersebut.

2. Karakteristik Umum Masa Remaja

Remaja berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan

masa dewasa. Berikut merupakan karakteristik umum masa remaja

(Santrock, 2011) :

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik masa remaja ditandai dengan mengalami

menarche atau haid pertama. Menarche adalah sebuah peristiwa yang

menandai masa pubertas pada perempuan. Pubertas (puberty) adalah

sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung cepat, yang

melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama

berlangsung pada awal masa remaja (Santrock, 2011).

Remaja putri mengalami menarche, yaitu menstruasi pertama,

sedangkan remaja putra mengalami spermarche, yaitu pertama kalinya

cairan sperma yang keluar, yang umumnya terjadi pada saat tidur.

Pada remaja putri ditandai dengan tumbuhnya payudara, muncul pubic

hair, jaringan lemak mulai menebal terutama di bagian lengan, paha,

Akibat perubahan bentuk tubuh dan kematangan hormon seks

menyebabkan para remaja tersebut memiliki minat pada seksualitas,

karena meningkatnya minat pada seks, remaja berusaha untuk mencari

informasi yang lebih banyak mengenai seks. Mereka mencari tahu

informasi mengenai seks dari pelbagai sumber, karena menurut

mereka apabila mereka mencari informasi mengenai seks kepada

orang tua, mereka akan tidak mendapatkan semua informasi sesuai

yang mereka harapkan.

Mereka memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan informasi

yang mereka inginkan. Misalnya remaja tersebut membahas dengan

teman-teman di lingkungan sekolah ataupun perguruan tinggi,

membaca buku-buku mengenai seks, atau mengadakan percobaan

dengan cara masturbasi, bercumbu dan bersenggama. Remaja putri

yang sudah mengalami haid artinya ia mempunyai kemungkinan

hamil dan ia memiliki dorongan untuk melakukan hubungan seks

dengan pasangannya. (Harlock, 1990).

b. Perkembangan Kognitif

1) Pemikiran Operasional Formal

Dalam teori Jean Piaget (Santrock, 2002) pola pikir remaja

tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar

pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasi

yang benar-benar abstrak. Mereka mampu menggunakan

penalaran deduktif hipotetis dalam proses pemecahan masalah,

yaitu membuat perencanaan, memecahkan masalah secara

sistematis, dan melakukan pengetesan terhadap solusi yang

diambil.

2) Kognisi Sosial

Pemikiran remaja bersifat egosentris. David Elkind (dalam

Santrock, 2002) yakin bahwa egosentrisme remaja (adolescence

egocentrism) memiliki dua bagian, yakni penonton khayalan dan

dongeng pribadi. Penonton khayalan (imaginary audience) adalah

keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya

sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang

perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan

egosentrisme dan keinginan untuk tampil diatas pentas,

diperhatikan, dan terlihat. Fantasi imaginary audience ini kuat

pada masa remaja awal, tetapi tetap ada pada masa dewasa,

walaupun dalam tingkat yang lebih rendah.

Dongeng pribadi (the personal fable) adalah bagian dari

egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang remaja.

Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak

seorang pun mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya

(Santrock, 2002). Menurut Elkind (dalam Papalia, 2010), bentuk

menghancurkan diri sendiri dan personal fable ini mendorong

orang untuk mengambil resiko sehari-hari. Beberapa ahli

perkembangan yakin bahwa egosentrisme dapat menerangkan

beberapa perilaku remaja yang nampaknya ceroboh. Dalam

sebuah peneitian, anak-anak perempuan kelas sebelas dan dua

belas yang tingkat egosentris remajanya tinggi, mengatakan

bahwa kemungkinannya kecil mereka akan hamil bila terlibat

hubungan seks tanpa alat kontrasepsi (Santrock, 2002).

3) Pengambilan Keputusan

Masa remaja ialah masa di mana seseorang dihadapkan

pada situasi yang lebih banyak melibatkan pengambilan

keputusan (Sunstein, dalam Santrock 2011). Dibandingkan

dengan anak-anak, remaja yang lebih muda cenderung

menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai

perspektif, mengantisipasi akibat dari keputusan-keputusan, dan

mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber. Akan tetapi

remaja yang lebih muda kurang kompeten dalam ketrampilan

pengambilan keputusan dibanding remaja yang lebih tua. Saat

orang melakukan pengambilan keputusan, lebih baik saat mereka

dalam kondisi yang tenang dibandingkan ketika sedang emosi.

Seorang remaja yang dalam kondisi tenang mampu mengambil

tidak bijaksana ketika emosinya sedang tinggi (Paus, 2009;

Steinberg, 2008, dalam Santrock 2011).

c. Perkembangan Sosio-Emosi

1) Keluarga

a) Otonomi dan Attachment

Otonomi dan tanggung jawab merupakan tuntutan

remaja kepada orang tua mereka. Ketika remaja menuntut

otonomi, orang tua yang bijaksana akan melepaskan kendali di

bidang-bidang dimana remaja dapat mengambil

keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang dimana remaja

memiliki keterbatasan pengetahuan dalam bidang tersebut.

Adanya kelekatan (secure attachment) dengan orang tua pada

masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan

kesejahteraan sosial remaja, seperti tercermin dalam ciri-ciri

seperti harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik.

b) Konflik Orang Tua-Remaja

Konflik dengan orang tua seringkali meningkat selama

masa awal remaja, agak stabil selama tahun-tahun sekolah

menengah atas, dan kemudian berkurang ketika remaja

mencapai usia 17 hingga 20 tahun. Konflik sehari-hari yang

mencirikan relasi orang tua – remaja yang sebenarnya dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif. Perselisihan

tergantung pada orang tua menjadi seorang individu yang

memiliki otonomi.

2) Teman Sebaya

a) Tekanan Teman Sebaya dan Tuntutan Konformitas

Konformitas dan tekanan teman sebaya dapat

memberikan pengaruh yang positif maupun yang negatif.

Umumnya remaja terlibat dalam semua perilaku konformitas

yang negatif, seperti: menggunakan bahasa yang jorok, mencuri,

merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Akan tetapi

banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan

terdiri atas keinginan remaja untuk dilibatkan di dalam dunia

teman sebaya (Santrock, 2002).

b) Berkencan

Remaja meluangkan banyak waktu untuk berkencan.

Berkencan mempunyai fungsi sebagai rekreasi, sumber status

dan prestasi, serta suatu setting untuk belajar tentang relasi yang

akrab, dan sebagai penyeleksian pasangan. Dalam berkencan

dikenal istilah skenario berkencan (dating scripts) ialah

model-model kognitif yang digunakan oleh remaja dan orang dewasa

untuk memandu dan mengevaluasi interaksi berkencan. Kaum

laki-laki mengikuti skenario berkencan yang proaktif, kaum

perempuan mengikuti skenario berkencan yang reaktif. Skenario

umum misalnya yang mengendarai kendaraan, dan memulai

dalam interaksi seksual. Skenario kaum perempuan berfokus

pada bidang pribadi, misalnya memperhatikan penampilan,

menikmati kencan, dan menanggapi interaksi seksual dari kaum

laki-laki (Santrock, 2002)

3. Perilaku Seksual Remaja a. Pengertian Perilaku Seksual

Menurut Dariyo (2004) perilaku seksual adalah segala tingkah

laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya

maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku

berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa

orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. (Psikologi Remaja;

2007)

b. Remaja dan Kehidupan Seks

1) Pertama Kali Berkencan

Pada generasi yang lalu dan hampir lalu, masalah berkencan

ini tidak dikenal sehubungan dengan adat istiadat yang kuat, yang

lebih menekankan soal pengendalian daripada kebebasan. Hal

tersebut hinggap pada putra-putri dari orang-orang yang tergolong

generasi yang lalu. Dengan cara menengok kembali ke masa-masa

remaja, karena semua itu sudah diatur sampai menginjak jenjang

pernikahan.

Berkencan dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana

seorang pria pergi dengan seorang gadis untuk berekreasi. Belum

tentu dalam kencan tadi terselip soal-soal yang berhubungan erat

dengan percintaan, mungkin hanya sekedar mencari kawan saja.

Berkencan ini tidak dibatasi oleh usia, tetapi hanya membatasi

berkencan diantara remaja saja.

2) Terlalu Cepat Matang

Ada bermacam-macam pendapat orang mengenai pengertian

“matang”. Seringkali orang mempergunakannya untuk

menggambarkan situasi dimana remaja di dalam kehidupan seks.

Memang ini sesuai dengan perkembangan psikis dari remaja tersebut

karena mereka mulai menyadari apa yang diperbuatnya. Ada kalanya

remaja sebetulnya hanya ingin berlaku seperti orang dewasa, padahal

keadaan psikis seseorang itu belum menunjukkan

kebutuhan-kebutuhan untuk mengadakan kontak yang intim dengan kawan yang

tidak sejenis. Dalam hal ini secara seksual mereka sudah matang, hal

mana datangnya lebih cepat daripada misalnya pada masa kira-kira

sepuluh tahun yang lalu. Mungkin soal kematangan ini tidak begitu

mendatangkan kerugian secara badaniah.

Kadangkala seorang remaja kelihatannya menghindarkan diri

ternyata dia lebih berkonsentrasi terhadap pelajaran atau hobinya.

Mungkin ada yang beranggaapan bahwa remaja tersebut masih

memiliki jiwa kekanak-kanakan yang tebal atau terkadang dianggap

abnormal ketika menyangkut kehidupan seks. Para remaja yang

seperti ini tidak berarti mereka abnormal, tetapi mereka menyadari

bahwa kini belum saatnya memulai dan sekedar ikut-ikutan

temannya (Soekanto, 1989).

E. Kehamilan Pranikah pada Remaja

Dokumen terkait