• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bank Syariah

Dalam dokumen LAPORAN INDUSTRI PERBANKAN TRIWULAN I (Halaman 43-0)

A. Overview Profil Industri Perbankan Nasional

5. Jaringan Kantor dan Kegiatan Perizinan Kelembagaan Perbankan

5.2 Bank Syariah

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

42

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

39 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat, selain ditempuh dengan cara perbaikan kondisi keuangan perbankan, juga ditempuh dengan cara pemantapan sistem perbankan yang mengarahkan perbankan kepada praktek-praktek good corporate governance serta pemenuhan prinsip kehati-hatian. Bank sebagai lembaga intermediasi setiap saat harus mempertahankan dan menjaga kepercayaan, oleh karena itu lembaga perbankan perlu dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan, yang selain memiliki integritas juga memiliki komitmen dan kemampuan yang tinggi dalam mendukung pengembangan operasional bank yang sehat.

Selain itu dalam pengelolaan bank diperlukan sumber daya manusia yang memiliki integritas yang tinggi, berkualitas dan memiliki reputasi keuangan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola bank melalui penelitian administratif yang lebih efektif dan proses wawancara yang lebih efisien, dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan (Fit and Proper New Entry).

Sampai dengan triwulan I-2015, terdapat 48 pemohon FPT New Entry yang mengikuti proses wawancara yang terdiri dari dua Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT), 14 anggota dewan komisaris dan 32 anggota Direksi. Dari 48 yang mengikuti proses wawancara, hanya 39 peserta yang mendapatkan Surat Keputusan Lulus (Tabel A.5.1.3.1).

Tabel A.5.1.3.1

FPT Calon Pengurus dan Pemegang Saham Bank Umum

Sumber: OJK

5.2 Bank Syariah 5.2.1 Perizinan

Pada periode laporan telah dilaksanakan proses FPT new entry terhadap 11 calon PSP/Pengurus Bank Syariah serta wawancara terhadap dua calon Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Syariah dengan hasil empat calon PSP/Pengurus Bank Syariah dinyatakan memenuhi syarat (Lulus), tiga calon Pengurus ditolak, tiga calon Pengurus dikembalikan, satu calon Pengurus dibatalkan dan dua calon DPS dikembalikan karena dokumen tidak lengkap.

Lulus Tidak Lulus

PSP/PSPT 0 0 0 2

Dewan Komisaris 10 4 4 22

Direksi 28 1 3 64

Total 38 5 7 88

New Entry Surat Keputusan (SK) FPT Jumlah Tidak ditindaklanjuti TW I - 2015 38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan pembagian wilayah, sebaran jaringan kantor bank umum konvensional sebagian besar berada di Jawa dengan jumlah sebanyak 79.591 jaringan kantor (65%), diikuti oleh Sumatera 19.826 (16%), Sulampua sebanyak 9.694 (8%), Kalimantan 7.305 (6%), dan Bali-NTB-NTT 6.271 (5%). Peningkatan jumlah jaringan kantor di pulau Jawa terbesar dalam triwulan I-2015 yaitu sebanyak 197 jaringan kantor, diikuti oleh Sumatera (178 jaringan kantor), Kalimantan (103 jaringan kantor), Sulampua (78 jaringan kantor), dan Bali-NTB-NTT (38 jaringan kantor) (Tabel A.5.1.2.2 dan Grafik A.5.1.2.1).

Grafik A.5.1.2.1

Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Maret 2015

5.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 43

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

38 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan pembagian wilayah, sebaran jaringan kantor bank umum konvensional sebagian besar berada di Jawa dengan jumlah sebanyak 79.591 jaringan kantor (65%), diikuti oleh Sumatera 19.826 (16%), Sulampua sebanyak 9.694 (8%), Kalimantan 7.305 (6%), dan Bali-NTB-NTT 6.271 (5%). Peningkatan jumlah jaringan kantor di pulau Jawa terbesar dalam triwulan I-2015 yaitu sebanyak 197 jaringan kantor, diikuti oleh Sumatera (178 jaringan kantor), Kalimantan (103 jaringan kantor), Sulampua (78 jaringan kantor), dan Bali-NTB-NTT (38 jaringan kantor) (Tabel A.5.1.2.2 dan Grafik A.5.1.2.1).

Grafik A.5.1.2.1

Penyebaran Jaringan Kantor BUK di Lima Wilayah di Indonesia

Sumber: LKPBU, Maret 2015

5.1.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

40 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Selain itu, juga telah dilakukan proses 30 permohonan terkait jaringan kantor, yaitu delapan pembukaan kantor baru, delapan penutupan kantor dan 14 pemindahan alamat kantor. Dari 30 permohonan tersebut, 26 kantor disetujui, tiga pembukaan kantor ditolak dan satu pemindahan kantor dikembalikan karena dokumen tidak lengkap.

5.2.2 Jaringan Kantor

Perkembangan jaringan kantor bank umum syariah pada triwulan I-2015 dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami peningkatan sebanyak 145 jaringan kantor yaitu dari 8.557 jaringan kantor menjadi 8.702 jaringan kantor. Peningkatan terbesar terjadi pada payment point sebanyak 112, diikuti dengan layanan syariah/office chanelling sebanyak 38 dan ATM/ADM syariah sebanyak lima. Sedangkan untuk KC dalam negeri berkurang sebanyak tujuh kantor, Kantor Kas Syariah berkurang satu, dan UUS berkurang dua (Tabel A.5.1.2.1).

Tabel A.5.2.2.1

Jaringan Kantor Bank Umum Syariah

5.3 BPR 5.3.1 Perizinan

Pada triwulan I-2015, terdapat empat permohonan yang telah diproses yang seluruhnya merupakan proses BPR dalam pengawasan khusus (Tabel A.5.3.1.1).

Departemen Pengembangan dan Manajemen Krisis

4441 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Tabel A.5.3.1.1

Perizinan BPR

Sumber: SIMWAS BPR, Maret 2015

5.3.2 Jaringan Kantor

Kelembagaan BPR berkembang dengan baik, didukung dengan jangkauan jaringan kantor yang semakin luas. Jumlah BPR pada triwulan I-2015 masih sama dengan triwulan sebelumnya yaitu berjumlah 1.643. Adapun jumlah jaringan kantor dari 1.643 BPR tersebut pada triwulan I-2015 sebanyak 4.972 kantor bertambah 77 kantor dibandingkan triwulan sebelumnya dengan penyebaran 66 jaringan kantor di wilayah Jawa, empat jaringan kantor di wilayah Bali dan NTT, tiga jaringan kantor di pulau Sumatera, dan dua jaringan kantor masing-masing di wilayah Kalimantan dan Sulampua.

Penyebaran jaringan kantor pada lima wilayah di Indonesia masih belum merata, yaitu masih terpusat di pulau Jawa (77,8% atau 3.721 kantor), diikuti pulau Sumatera (11,3% atau 560 kantor), pulau Bali-NTB-NTT (8,1% atau 404 kantor), pulau Sulampua (3,9% atau 192 kantor), dan pulau Kalimantan (1,9% atau 95 kantor) (Tabel A.5.3.2.1 dan Grafik A.5.3.2.1).

Tabel A.5.3.2.1 Jaringan Kantor BPR

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), Maret 2015

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 45

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

42 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Grafik A.5.3.2.1

Jaringan Kantor BPR

Sumber: Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU), Maret 2015

5.3.3 Uji Kemampuan dan Kepatutan (New Entry)

Pada triwulan I-2015, telah dilakukan Fit and Proper Test New Entry kepada 117 calon pengurus BPR dan PSP BPR dengan hasil adalah terdapat 72 calon Pengurus/PSP BPR yang mendapatkan persetujuan untuk menjadi Direksi, Komisaris dan PSP dan 45 calon Pengurus/PSP BPR yang ditolak (Tabel A.5.3.3.1).

Tabel A.5.3.3.1

Daftar Hasil Fit and Proper Test New Entry BPR

Sumber: SIMWAS BPR

Profil Risiko Perbankan Nasional

1. Risiko Kredit

2. Risiko Pasar

3. Risiko Likuiditas

4. Risiko Operasional

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 49

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

44 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

B. Profil Risiko Bank Umum Konvensional

1. Risiko Kredit

1.1. Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi

Sektor yang paling banyak menyerap kredit perbankan pada triwulan I-2015 masih didominasi oleh dua sektor lapangan usaha yaitu sektor perdagangan besar dan eceran (19,69%) dan sektor industri pengolahan (18,53%) atau secara keseluruhan porsi kedua sektor tersebut mencapai 38,22% dari total kredit perbankan (Grafik B.1.1.1 dan Tabel B.1.1.1).

Grafik B.1.1.1

Konsentrasi Pemberian Kredit terhadap 3 Sektor

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

Pemberian kredit pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan porsi yang moderat yaitu meningkat masing-masing sebesar 27 bps dan 8 bps dibandingkan dengan triwulan IV-2014. Kondisi ini dipengaruhi oleh kuatnya konsumsi swasta seiring dengan terkendalinya inflasi pada triwulan I-2015 yang salah satunya diindikasikan oleh peningkatan penjualan eceran17.

Kredit sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 1,86% (qtq), terutama disumbang oleh subsektor industri barang galian bukan logam (6,8%, qtq), industri tekstil (1,6%, qtq), industri pakaian jadi (2,7%, qtq), industri logam dasar (3,96%, qtq), dan industri makanan dan minuman (2,86%, qtq).

Untuk kredit sektor ekonomi bukan lapangan usaha masih tetap didominasi oleh sektor rumah tangga (22,38%) meningkat 33 bps (qtq) dari 22,05% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan domestik, terutama konsumsi rumah

17Bank Indonesia, “Tinjauan Kebijakan Moneter”, April 2015

Departemen Pengembangan dan Manajemen Krisis

5045 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

tangga yang diindikasikan karena adanya peningkatan penjualan eceran, terutama pada kelompok barang makanan dan minuman serta peralatan rumah tangga18.

Sementara itu, penyaluran kredit pada sektor lainnya seperti pertanian, perburuan, kehutanan; pertambangan dan penggalian; dan real estate mengalami penurunan.

Penurunan pada kredit real estate antara lain dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan proyek konstruksi pemerintah dan swasta yang tercermin dari penjualan semen yang menurun19.

Tabel B.1.1.1

Konsentrasi Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

18 Ibid.,

19 Ibid.,

2014 2015 TW IV TW I

1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5,85 5,81

2 Perikanan 0,20 0,20

3 Pertambangan dan Penggalian 3,87 3,45

4 Industri Pengolahan 18,27 18,53

5 Listrik, Gas dan Air 2,14 2,24

6 Konstruksi 3,90 3,95

7 Perdagangan besar dan eceran 19,61 19,69

8 Penyediaan komodasi dan Penyediaan makan minum 2,03 2,08

9 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 4,57 4,49

10 Perantara Keuangan 5,21 5,15

11 Real Estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan 4,51 4,45 12 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan sosial

wajib

0,31 0,31

13 Jasa Pendidikan 0,13 0,13

14 Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial 0,30 0,31

15

Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, hiburan dan perorangan

lainnya 1,76 1,51

16 Jasa Perorangan yang melayani rumah tangga 0,06 0,06

17 Badan Internasional dan badan ekstra internasional lainnya 0,01 0,00

18 Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,27 0,29

19 Rumah Tangga 22,05 22,38

20 Bukan lapangan usaha lainnnya 4,96 4,97

No. Kredit Berdasarkan Sektor

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 51

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

45 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

tangga yang diindikasikan karena adanya peningkatan penjualan eceran, terutama pada kelompok barang makanan dan minuman serta peralatan rumah tangga18.

Sementara itu, penyaluran kredit pada sektor lainnya seperti pertanian, perburuan, kehutanan; pertambangan dan penggalian; dan real estate mengalami penurunan.

Penurunan pada kredit real estate antara lain dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan proyek konstruksi pemerintah dan swasta yang tercermin dari penjualan semen yang menurun19.

Tabel B.1.1.1

Konsentrasi Kredit Perbankan menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Diolah dari Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

18 Ibid.,

19 Ibid.,

2014 2015 TW IV TW I

1 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 5,85 5,81

2 Perikanan 0,20 0,20

3 Pertambangan dan Penggalian 3,87 3,45

4 Industri Pengolahan 18,27 18,53

5 Listrik, Gas dan Air 2,14 2,24

6 Konstruksi 3,90 3,95

7 Perdagangan besar dan eceran 19,61 19,69

8 Penyediaan komodasi dan Penyediaan makan minum 2,03 2,08

9 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 4,57 4,49

10 Perantara Keuangan 5,21 5,15

11 Real Estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan 4,51 4,45 12 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan jaminan sosial

wajib

0,31 0,31

13 Jasa Pendidikan 0,13 0,13

14 Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial 0,30 0,31

15

Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, hiburan dan perorangan

lainnya 1,76 1,51

16 Jasa Perorangan yang melayani rumah tangga 0,06 0,06

17 Badan Internasional dan badan ekstra internasional lainnya 0,01 0,00

18 Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,27 0,29

19 Rumah Tangga 22,05 22,38

20 Bukan lapangan usaha lainnnya 4,96 4,97

No. Kredit Berdasarkan Sektor

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

46 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Grafik B.1.1.2

Konsentrasi Penyebaran Kredit Tujuh Sektor Lainnya

Sumber: Diolah dari Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

Berdasarkan kelompok kepemilikan bank, kredit ke sektor perdagangan besar dan eceran paling besar disalurkan oleh kelompok BUSND (27,80%), diikuti oleh kelompok BUSD (20,17%). Hal ini dikarenakan kelompok BUSND masih menjadi pilihan bagi debitur yang bergerak disektor perdagangan besar dan eceran seperti penjualan mobil, sepeda motor dan penjualan eceran bahan bakar kendaraan.

Pada sektor industri pengolahan, kredit terbesar disalurkan oleh kelompok bank campuran (43,51%) dan kelompok KCBA (33,21%). Hal ini disebabkan kelompok bank Campuran dan KCBA sebagian besar menyalurkan kredit pada penanaman modal asing, yang umumnya bergerak pada sektor industri pengolahan.

Sementara untuk sektor rumah tangga, kredit terbesar disalurkan oleh kelompok BPD (48,72%), diikuti kelompok BUMN (20,40%). Besarnya kredit sektor rumah tangga pada kelompok BPD dikarenakan penyaluran kredit pada kelompok bank ini didominasi oleh kredit konsumsi dibandingkan dengan jenis penggunaan kredit lainnya, antara lain digunakan untuk kredit kendaraan bermotor, tempat tinggal, dan peralatan rumah tangga.

Departemen Pengembangan dan Manajemen Krisis

5247 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Tabel B.1.1.2

Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasar Kepemilikan Bank

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

Dengan porsi yang cukup besar pada sektor rumah tangga, perdagangan besar dan eceran, dan industri pengolahan, maka perlu dicermati apabila terjadi permasalahan pada sektor-sektor tersebut karena dapat mempengaruhi NPL perbankan secara signifikan.

1.2. Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan alokasi kredit kepada Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM pada triwulan I-2015 masih dibawah threshold yang telah ditetapkan dalam PBI No.14/22/PBI/2012 tentang “Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”

yang mewajibkan bank mengucurkan kredit UMKM minimal 20% dari total kredit, yaitu sebesar 18,60%, meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2014 sebesar 18,28%.

Porsi penyaluran UMKM terpusat pada sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 54,59%, diikuti oleh industri pengolahan sebesar 10,72%, dan pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar 8,30%. NPL kredit UMKM sebesar 4,20% dimana 2,14% disumbang oleh sektor perdagangan besar dan eceran. Hal ini mencerminkan penyaluran UMKM pada sektor perdagangan besar dan eceran antara lain kurang didukung dengan analisa yang memadai.

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA

1 Pertanian-Perburuan-hutan 10,10 1,93 0,76 1,68 2,45 1,69

2 Perikanan 0,11 0,11 0,10 0,13 0,15 0,01

3 Pertambangan dan Penggalian 2,69 1,81 0,68 0,10 5,60 5,80

4 Industri Pengolahan 17,15 17,39 9,40 1,06 43,51 33,21

5 Kredit Listrik, Gas dan Air 2,91 0,46 0,05 0,39 1,05 0,38

6 Kredit Konstruksi 3,34 4,37 4,00 2,23 1,14 0,34

7 Perdagangan besar dan eceran 16,35 20,17 27,80 8,23 17,76 10,23

8 Akomodasi dan PMM 1,02 3,79 1,53 0,89 0,45 0,09

9 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 4,16 5,02 2,69 0,37 4,23 2,26

10 Perantara Keuangan 1,60 4,18 6,39 0,97 5,86 13,01

11 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2,20 7,05 7,17 0,69 2,48 0,89

12 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0,72 0,00 0,00 0,02 0,00 0,01

13 Jasa Pendidikan 0,08 0,16 0,13 0,06 0,02 0,00

14 Jasa Kesehatan & Kesos 0,29 0,27 0,63 0,18 0,02 0,00

15 Kemasyarakatan, Sosbud & lainnya 0,85 1,40 1,35 1,00 0,32 0,22

16 Jasa Perorangan yang melayani RT 0,01 0,01 0,03 0,02 0,00 0,00

17 Badan Internasional & lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

18 Kegiatan yang belum jelas 0,18 0,02 0,01 0,01 0,09 0,01

19 Rumah Tangga 20,40 10,63 8,52 48,72 1,53 0,21

20 Bkn lapangan usaha lainnnya 0,68 0,84 0,07 14,01 0,43 0,03

Triwulan I-2015 No. Kredit Berdasarkan Sektor

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 53

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

47 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Tabel B.1.1.2

Konsentrasi Kredit Sektor Ekonomi Berdasar Kepemilikan Bank

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

Dengan porsi yang cukup besar pada sektor rumah tangga, perdagangan besar dan eceran, dan industri pengolahan, maka perlu dicermati apabila terjadi permasalahan pada sektor-sektor tersebut karena dapat mempengaruhi NPL perbankan secara signifikan.

1.2. Penyaluran Kredit UMKM

Berdasarkan alokasi kredit kepada Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), porsi kredit UMKM pada triwulan I-2015 masih dibawah threshold yang telah ditetapkan dalam PBI No.14/22/PBI/2012 tentang “Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”

yang mewajibkan bank mengucurkan kredit UMKM minimal 20% dari total kredit, yaitu sebesar 18,60%, meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-2014 sebesar 18,28%.

Porsi penyaluran UMKM terpusat pada sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 54,59%, diikuti oleh industri pengolahan sebesar 10,72%, dan pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar 8,30%. NPL kredit UMKM sebesar 4,20% dimana 2,14% disumbang oleh sektor perdagangan besar dan eceran. Hal ini mencerminkan penyaluran UMKM pada sektor perdagangan besar dan eceran antara lain kurang didukung dengan analisa yang memadai.

BUMN BUSD BUSND BPD Campuran KCBA

1 Pertanian-Perburuan-hutan 10,10 1,93 0,76 1,68 2,45 1,69

2 Perikanan 0,11 0,11 0,10 0,13 0,15 0,01

9 Transportasi, Pergudangan & Komunikasi 4,16 5,02 2,69 0,37 4,23 2,26

10 Perantara Keuangan 1,60 4,18 6,39 0,97 5,86 13,01

11 Real Estate, usaha persewaan, & Jasa Perusahaan 2,20 7,05 7,17 0,69 2,48 0,89

12 Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos 0,72 0,00 0,00 0,02 0,00 0,01

13 Jasa Pendidikan 0,08 0,16 0,13 0,06 0,02 0,00

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

48 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Tabel B.1.2.1

Konsentrasi Penyaluran UMKM

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

Penyebaran penyaluran UMKM sebagian besar masih terpusat di pulau Jawa dan Sumatera, dimana total porsi lima provinsi terbesar (DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara) sebesar 58,09%, meningkat dibandingkan dengan porsi pada triwulan IV-2014 sebesar 57,88%. Adapun kelima provinsi terbesar tersebut memiliki porsi penyaluran UMKM antara lain Jawa Timur (12,91%), diikuti DKI Jakarta (12,59%), Jawa Barat (12,59%), Jawa Tengah (10,55%), dan Sumatera Utara (6,23%). Dibandingkan dengan porsi penyaluran pada triwulan IV-2014, terdapat peningkatan porsi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.

Hal ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan penyebaran di Indonesia bagian timur dan tengah (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Maluku, dan Papua) yang hanya sebesar 22,39%. Rendahnya penyaluran kredit UMKM di wilayah Indonesia bagian timur dan tengah disebabkan infrastruktur yang belum mendukung dan optimal selain karena biaya yang relatif tinggi karena faktor geografis Indonesia.

Grafik B.1.2.1

Penyebaran UMKM berdasarkan Wilayah

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

TW IV '14 Share (%) TW I '15 Share (%)

Departemen Pengembangan dan Manajemen Krisis

5449 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sementara dilihat berdasarkan kelompok bank, sebagian besar kredit UMKM disalurkan oleh kelompok BUMN (49,75%), diikuti oleh kelompok BUSN (39,49%), kelompok BPD (7,30%) serta kelompok KCBA dan bank Campuran sebesar 2,66%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penyaluran kredit UMKM berdasarkan kelompok bank relatif stabil.

Tabel B.1.2.2

Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (dlm miliar Rupiah)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

Berdasarkan informasi dari Komite Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dipublikasikan melalui website tanggal 30 Desember 2014, diketahui bahwa sampai dengan November 2014 telah disalurkan KUR melalui 7 bank nasional21 sebesar 159,17 triliun (12.145.201 debitur) dan melalui BPD sebesar Rp15,99 triliun (200.856 debitur) yang tersebar di seluruh Provinsi (Tabel B.1.3.3). Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jawa Tengah masih merupakan provinsi terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan optimalisasi jaringan kantor BPD, penyaluran KUR di luar pulau Jawa dapat ditingkatkan.

Tabel B.1.2.3 Realisasi Penyaluran KUR

Sumber: Website, Komite Kredit Usaha Rakyat tanggal 30 Desember 2014

Berdasarkan data di atas, untuk penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi, perdagangan merupakan sektor yang menyerap KUR paling besar yaitu 56,6%, diikuti oleh pertanian dengan penyaluran sebesar 17,8%.

21Tujuh Bank Nasional yang merupakan bank pelaksana KUR adalah BRI, BNI 46, bank Mandiri, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah.

Kel. Bank Des '14 TW IV'14 Mar '15 TW I'15

BUMN 341.804 50,88% 340.563 49,75%

BPD 50.837 7,57% 49.983 7,30%

BUSN 261.365 38,91% 275.730 39,49%

KCBA dan Campuran 17.714 2,64% 18.219 2,66%

Total UMKM 671.721 100% 684.494 100%

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 55

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

49 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan

Sementara dilihat berdasarkan kelompok bank, sebagian besar kredit UMKM disalurkan oleh kelompok BUMN (49,75%), diikuti oleh kelompok BUSN (39,49%), kelompok BPD (7,30%) serta kelompok KCBA dan bank Campuran sebesar 2,66%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penyaluran kredit UMKM berdasarkan kelompok bank relatif stabil.

Tabel B.1.2.2

Porsi UMKM berdasarkan Kelompok Bank (dlm miliar Rupiah)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

Berdasarkan informasi dari Komite Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dipublikasikan melalui website tanggal 30 Desember 2014, diketahui bahwa sampai dengan November 2014 telah disalurkan KUR melalui 7 bank nasional21 sebesar 159,17 triliun (12.145.201 debitur) dan melalui BPD sebesar Rp15,99 triliun (200.856 debitur) yang tersebar di seluruh Provinsi (Tabel B.1.3.3). Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jawa Tengah masih merupakan provinsi terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan optimalisasi jaringan kantor BPD, penyaluran KUR di luar pulau Jawa dapat ditingkatkan.

Tabel B.1.2.3 Realisasi Penyaluran KUR

Sumber: Website, Komite Kredit Usaha Rakyat tanggal 30 Desember 2014

Berdasarkan data di atas, untuk penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi, perdagangan merupakan sektor yang menyerap KUR paling besar yaitu 56,6%, diikuti oleh pertanian dengan penyaluran sebesar 17,8%.

21Tujuh Bank Nasional yang merupakan bank pelaksana KUR adalah BRI, BNI 46, bank Mandiri, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah.

Kel. Bank Des '14 TW IV'14 Mar '15 TW I'15

BUMN 341.804 50,88% 340.563 49,75%

BPD 50.837 7,57% 49.983 7,30%

BUSN 261.365 38,91% 275.730 39,49%

KCBA dan Campuran 17.714 2,64% 18.219 2,66%

Total UMKM 671.721 100% 684.494 100%

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

50 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan Tabel B.1.2.4

Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber: Website, Komite Kredit Usaha Rakyat tanggal 30 Desember 2014

1.3. Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Secara umum, peranan debitur inti cukup dominan dalam perbankan Indonesia, tercermin dari rasio Kredit Debitur Inti22 terhadap Total Kredit sebesar 23,38% pada triwulan I-2015 atau menurun bila dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 23,51%. Seiring dengan menurunnya rasio Kredit Debitur Inti terhadap total kredit, alokasi kredit kepada debitur inti yang tergambar dalam rasio Kredit Debitur Inti terhadap Total Modal pada triwulan I-2015 juga mengalami penurunan yaitu dari 109,87% pada triwulan IV-2014 menjadi sebesar 99,27% (Tabel B.1.3.1). Penurunan tersebut menunjukkan adanya upaya untuk mengurangi risiko kredit yang berasal dari debitur inti, mengingat permasalahan yang terjadi pada debitur inti dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan permodalan bank secara signifikan.

Tabel B.1.3.1

Konsentrasi Kredit kepada Debitur Inti

Sumber: Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015

22 Debitur inti berdasarkan Lampiran SE No.8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 tentang PedomanLaporan Berkala Bank Umum adalah 10, 15, atau 25 debitur/grup (one obligor concept) diluar pihak terkait sesuai total asset bank yaitu sebagai berikut:

a. Bank dengan total asset sampai dengan 1 triliun, debitur inti = 10 debitur/grup b. Bank dengan total asset antara 1 triliun s.d 10 triliun, debitur inti = 15 debitur/grup

c. Bank dengan total asset lebih besar dari 10 triliun, debitur inti = 25 debitur/grup

Pertanian 17,5% 17,8%

Perikanan 0,5% 0,5%

Pertambangan 0,1% 0,1%

Industri pengolahan 2,8% 2,8%

Listrik, gas dan air 0,1% 0,1%

Konstruksi 1,3% 1,2%

Sektor Ekonomi TW III-2014 TW IV*-2014

Terhadap Total Kredit 23,51 23,38 Terhadap Total Modal 109,87 99,27

% Kredit Kepada

Debitur Inti TW IV '14 TW I '15

Departemen Pengembangan dan Manajemen Krisis

5651 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan 1.4. Sumber Dana Pemberian Kredit

Pada triwulan I-2015 sumber dana pemberian kredit masih didominasi oleh DPK dengan porsi mencapai 89,15%, yang diikuti dengan Pinjaman yang diterima dan Kewajiban pada bank lain masing-masing sebesar 2,93% dan 3,31% (Grafik B.1.4.1). Kondisi tersebut sesuai dengan fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi.

Grafik B.1.4.1

Sumber Dana Pemberian Kredit

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

1.5. Kualitas Kredit

Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL gross) pada triwulan I-2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,04% menjadi 2,27% (Grafik B.1.5.1). Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, NPL terbesar bersumber dari kredit sektor perdagangan besar dan eceran, rumah tangga, dan industri pengolahan masing-masing sebesar 29,62%, 15,42%, dan 16,15% (Grafik B.1.5.2). NPL pada sektor perdagangan besar dan eceran sebagian besar disumbang oleh subsektor perdagangan impor biji gandum, perdagangan ekspor tembakau dan hasil perikanan, serta perdagangan ekspor barang-barang konstruksi.

Sumber: Diolah dari Sistem Informasi Perbankan OJK, Maret 2015 Grafik B.1.5.1

Trend NPL Grafik B.1.5.2

Tiga Sektor Penyumbang NPL

L A P O R A N I N D U S T R I P E R B A N K A N • T R I W U L A N I

O t o r i t a s J a s a K e u a n g a n ♦ 57

LAPORAN PROFIL INDUSTRI PERBANKAN - TRIWULAN I

51 Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis| Otoritas Jasa Keuangan 1.4. Sumber Dana Pemberian Kredit

Pada triwulan I-2015 sumber dana pemberian kredit masih didominasi oleh DPK dengan porsi mencapai 89,15%, yang diikuti dengan Pinjaman yang diterima dan Kewajiban pada bank lain masing-masing sebesar 2,93% dan 3,31% (Grafik B.1.4.1). Kondisi tersebut sesuai dengan fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi.

Grafik B.1.4.1

Sumber Dana Pemberian Kredit

Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Maret 2015

1.5. Kualitas Kredit

Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL gross) pada triwulan I-2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,04% menjadi 2,27% (Grafik B.1.5.1). Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, NPL terbesar bersumber dari kredit sektor perdagangan besar dan eceran, rumah tangga, dan industri pengolahan masing-masing sebesar 29,62%, 15,42%, dan 16,15% (Grafik B.1.5.2). NPL pada sektor perdagangan besar dan eceran sebagian besar disumbang oleh subsektor perdagangan impor biji gandum, perdagangan ekspor tembakau dan hasil perikanan, serta perdagangan ekspor barang-barang konstruksi.

Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL gross) pada triwulan I-2015 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,04% menjadi 2,27% (Grafik B.1.5.1). Bila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, NPL terbesar bersumber dari kredit sektor perdagangan besar dan eceran, rumah tangga, dan industri pengolahan masing-masing sebesar 29,62%, 15,42%, dan 16,15% (Grafik B.1.5.2). NPL pada sektor perdagangan besar dan eceran sebagian besar disumbang oleh subsektor perdagangan impor biji gandum, perdagangan ekspor tembakau dan hasil perikanan, serta perdagangan ekspor barang-barang konstruksi.

Dalam dokumen LAPORAN INDUSTRI PERBANKAN TRIWULAN I (Halaman 43-0)