• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Nilai-nilai Budaya pada Tradisi Andung

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya. Begitu juga halnya pada MBT memiliki kesembilan nilai budaya utama yang mencakup segala aspek kehidupan MBT tersebut.

Dalam tradisi andung terdapat pula nilai-nilai budaya MBT seperti yang diuraikan dibawaha ini.

5.3.1 Kekerabatan

Di dalam MBT kekerabatan mencakup hubungan primordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan, unsur-unsur dalihan na tolu (hula- hula/dongan sabutuha/boru), hatobangon (cendikiawan) dan segala yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan kerena pernikahan, solidaritas marga dan lain-lain.

Dalam kegiatan meratap (mangandungi) pada upacara kematian akan terlihat jelas hubungan antara si pangandung dengan yang mati, hubungan kekerabatan yang bagaimana antara mereka. Pada kegiatan andung yaitu siapa yang mangandungi dan siapa yang diandungi. Pada MBT, jika seorang tua yang meninggal maka anak- anaknyalah dan keluarga dekatnya yang seharusnya mangandungi. Hal ini juga

terlihat saat andung Op. Rohani yang mangandungi Op. Pirlo, di mana dalam Dalihan Na Tolu hubungan kekerabatan itu tergambar. Diketahui bahwa Op. Rohani berperan sebagai dongan tubu (teman satu marga) dan bukan merupakan keluarga dekat. Marga suami Op. Rohani adalah Harianja yaitu memiliki marga yang sama dengan yang meninggal (Op. Pirlo) dan dia ‘Op. Rohani’ menyebutkan bahwa dia adalah inang tua (mamak tua) karena lebih tua . Ini terlihat dari andung Op. Rohani sebagai berikut.

Ompung Vani nga di dia inang tua mi hasian dang adong be amang na marsigiason do naso boi palilungan ki... paninggalonmu si nuan beu

ndang adong na mamboto ho na marsahit ho Ompung. Vani

naso sehat do inang tua mon ndang berengon ku be simangarudok mi umbahen naso ro ahu mandulo ho

nga marsigiason ho dipapan naso habalunan i

Dengan menggunakan kata inang tua ini jelas bahwa Op. Rohani lebih tua dari yang meninggal dan dia menganggap Op. Pirlo adalah anaknya meskipun bukan darah dagingnya sendiri. Dia mengandungi Op. Pirlo karena kebaikan selama hidup Op. Pirlo telah melakukan hubungan pertemanan satu marga dengan baik. Tetapi dalam MBT yang memiliki marga sama dan melihat silsilah urutan marganya maka diketahui status dari orang tersebut.

Ini adalah andung seorang ibu kehilangan anaknya laki-laki

hape to hahuburan do hape ito tapi kekuburannya akhirnya kau ito anak khu sinuan tunas khi amaang anak ku putra ku

ai aha do jambar hu apanya hadiah ku napaturehon i amang yang merawat mu

Dari phrasa ‘anak khu sinuan tunas khi amang’ terlihat hubungan antara sipangandung dengan yang diandungi yaitu seorang ibu dengan anaknya (putra). Andung ini berisikan bahwa semua yang telah dilakukannya dan diusahakannya untuk menyelamatkan anaknya ternyata berakhir juga pada kematian dan tak bisa dihindari lagi. Ini mengajarkan kepada kita bahwa kita harus tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik meskipun akhirnya meninggal.

andung seorang suami yang kehilangan istrinya.

oh inooong... inong siadopan Oh istriku...istri ku

nga marindangk ho nian sudah punya anaknya kau na tolu simarundungii yang tiga masih kecil-kecil tu dia ma i aupon mu i kemana kah akan kubawa

inang siadopan istriku...

Panggilan inong siadopan merupakan panggilan halus terhadap istri. Dari panggilan kekerabatan ini juga terlihat bahwa yang diandungi oleh pria tersebut adalah istrinya. Istri yang selalu memperhatikannya dan mengatur serta merawatnya akhirnya pergi. Tanpa seorang istri hidup ini tidak berarti. Biasanya seorang ibulah yang paling mengerti dan lebih memperhatikan anak-anaknya.

Andung seorang istri yang ditinggalkan suaminya.

among...among raja namiii bapa...bapak raja kami

lima na mai rindang siubean taiiii lima anak kita itu na saksak mardungii yang masih kecil-kecil

Among rajanami juga merupakan panggilan terhadap bapak atau suami yang disayangi . Raja nami itu berarti dia adalah kepala rumah tangga atau pemimpin dalam keluarganya.

Isi andung ketiga diatas, diketahui hubungan apa antara yang meninggal dengan yang mangandungi. Dengan sapaan kekerabatan yang diungkapkan ketika dia memanggil yang meninggal. Jadi jelaslah bahwa setiap orang yang mengandungi bisa diketahui hubungan kekerabatan apa antara mereka.

5.3.3 Hagabeon

Hagabeon dalam kebudayaan Batak bermakna banyak keturunan dan panjang umur. Harahap dan Hotman M. Sihaan (1987:1333), “Satu ungkapan tradisional Batak yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan ialah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniai putra 17 dan putri 16.”

Secara tradisional, MBT sangat ingin mempunyai anak karena itu sangat sayang kepada anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kalau MBT ingin memberi doa restu (istilah Batak: masumasu) maka MBT selalu menitik beratkan doanya pada permohonan agar Tuhan memberi kepada orang atau keluarga yang direstui itu hagabeon (banyak anak).

Menurut Harahap dan Hotman M. Siahaan (1987:160), “Ukuran hagabeon adalah keluarga yang besar dan usia lanjut sekaligus menjadi panutan masyarakat”. Dalam hal ini keluarga Op. Pirlo adalah keluarga besar yang memiliki 6 anak (lima

orang laki-laki dan satu orang perempuan) dan Op. Pirlo adalah orang yang sangat disegani dan menjadi panutan pada masyarakat karena dia adalah raja adat juga di daerah tersebut oleh karena Op. Pirlo sudah mendapatkan hagabeon dalam hidupnya.

mangolu ma i angka sisombaon tai nunga godang palilun khon ho boha ma i sisomboan ta silumban i silumban opuna i

pasahat ma tona khu hasian

nga marsigeason ho dipapan na sohabalunon i na pina not not tan ni inang tua mu da itoooo ala nang marsiroburon ho

Maknanya :

Bahwa Op. Rohani mengharapkan cucu-cucunya begitu juga cucu-cucu Op. Pirlo sehat-sehat dan panjang umur. Ini menunnjukkan bahwa keluarga ini memiliki keturunan yang banyak.

5.3.4 Hasangapon

Hasangapon (kemuliaan, kewibawaan, kharisma) suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan (Harahap dan Hotman M. Siahaan, 1987:134). Dorongan yang kuat untuk meraih hasangapon dalam kehidupan MBT tidak hanya berdasarkan kondisi kini dan masa yang akan datang melainkan juga didasarkan pada pencapaian leluhurnya.

Harahap dan Hotman M. Siahaan (1987:184) berpendapat bahwa seseorang yang telah berhasil meraih hagabeon dan hamoraon tidak dengan sendirinya meraih

hasangapon apabila nilai-nilai hasangapon terutama bisuk, arif dan bijaksana, belum dimiliki. Kharisma, wibawa, terpandang dan terhormat baru lebih bermakna hasangapon apabila telah memiliki bisuk, yang merupakan nilai dasar dalam nilai hasangapon.

Dalam andung, nilai budaya hasangapon pun nampak pada MBT. Sihombing (1997; 337) MBT melakukan tradisi andung untuk penghormatan terhadap yang mati, semakin banyak yang mangandungi semakin besar/tambah derajatnya di lihat orang (lam torop mangandungi ibana lam tamba derajatna di pamerengan halak). Meskipun pada upacara kematian Op. Pirlo ini hanya ada satu orang mangandungi dan ditambah isak tanggis dari keluarganya sendiri.

ndang tar turi-turian be in Ompung ni Vani sude angka na lunggun ni

nda ka haputihon be i sude hasian songon sira sigugutan i angka na salpu angka nalunggun i

jadi si dundungon do ho Ompung Vani

sitanggal i na dapot sambil taon i Ompung. Vani

Dari kutipan andung diatas maka jadi sidundungan do ho Op. Vani maknanya bahwa Op. Pirlo itu menjadi panutan karena selama hidupnya dia baik dan aktif dalam masalah kegiatan sosial (wawancara dengan Op. Simon Gultom) dan merupakan raja adat yang rajin hadir dalam acara-acara adat. Hal ini juga dipesankan kepada anak-anak Op. Pirlo agar mengikuti jejak ayahnya semasa hidupnya.

5.3.5 Hamoraon

Heselgreen (2008:68) mengatakan bahwa “hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup adalah menyejahterakan. Secara tradisional, kesejahteraan dianggap sama dengan memiliki banyak istri dan anak, ladang-ladang yang luas dan banyak ternak. Pada hakikatnya, perilaku hamoraon dalam kehidupan MBT didasari religi yang kuat, secara serempak pula diusahakan meraih hagabeon.

Lumban Tobing (1996: 60) mengatakan bahwa kematian seseorang, sekalipun lanjut usianya, bila dia tidak mempunyai anak laki-laki, ia tidak akan ditangisi dan diupacarai secara besar-besaran, yaitu dengan upacara gondang. Karena menurut ukuran adat dia masih termasuk orang sederhana, malah dapat disebut miskin dan melarat karena tidak punya pewaris. Jadi hanya kematian orang yang bertuah atau “kaya” yang diupacarai dengan membunyikan gondang mengiringi tor-tor (tari) dan andung sang istri yang meratap dalam prosa yang melukiskan kesedihan dan kepedihan hati keluarga yang ditinggal mati, tetapi sekaligus juga jadi ungkapan perasaan bangga dan bahagia, karena dia memperoleh rezeki hisup bersamanya dan olehnya diayomi, dimuliakan dan dijadikan ibu dari anak-anaknya.

Op. Pirlo adalah salah satu tokoh adat yang mencapai 3H hagabeon, hamoraon, dan hasangapaon (wawancara dengan Op. Simon). Hal ini dapat dilihat dari kehdupan Op. Pirlo dengan keluarganya yaitu termasuk orang yang disegani, dihormati dan taat beragama (agama katolik). Memiliki anak, menantu, boru serta menantu laki-laki serta memiliki cucu baik cucu dari laki-laki maupun cucu dari perempuan. Semua itu adalah kekayaan (hamoraon) dari Op. Pirlo yang menjadikan dia hagabeon. Pada saat dia meninggal, kegiatan upacara kematiannya juga banyak yang melayat. Upacara adat berjalan adalah upacara adat yang benar-benar sarimatua.

5.4. Kearifan Lokal Pada Tradisi Andung Dalam Upacara Kematian MBT

Dokumen terkait