• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Andung Pada Masyarakat Batak Toba Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Andung Pada Masyarakat Batak Toba Chapter III VI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian tradisi andung pada upacara kematian MBT, Lokasi penelitian yang diamati adalah Desa Janji Mauli Kecamatan Onan Runggu-Pulau Samosir pada upacara kematian Op. Pirlo Harianja, dan Desa Saentis Percut sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada upacara kematian Op. ni si JosuaTumanggor.

Waktu penelitian tradisi andung pada MBT ini dimulai dari Bulan Oktober 2011- Mei 2012, hampir delapan bulan peneliti melakukan pengamatan secara langsung di mana ada upacara kematian dan mengamati tradisi Andung pada upacara kematian MBT.

3.2 Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif sering disebut dengan penelitian naturalistik, etnografik, studi kasus atau fenomenologi. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang atau perilaku yang dapat di amati.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya28

28

Arikunto,Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Penerbit Rineka Cipta:1999),.p.12.

(2)

wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.

Metode yang digunakan dalam penelitian Tradisi Andung pada MBT adalah metode penelitian kualitatif deskriptif . “Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya”29

.

Penelitian kualitatif lebih mengarah ke penelitian proses daripada produk; dan biasanya membatasi pada satu kasus. Dengan metode ini akan dibuat deskrispsi yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Metode deskripsi dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secara alamiah. Metode ini berdasarkan pada penggunaan data yang murni dan alamiah sehingga diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan realita yang sebenarnya. Berdasarkan metode ini pula dianalisis data yang diperoleh, sehingga dapat memberikan hasil secara positif dan setepat mungkin. Dalam hal ini akan dideskripsikan bagaimana proses dari tradisi andung tersebut dalam acara kematian MBT .

(3)

3.3 Data dan Sumber Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan sesuatu yang dapat menggambarkan atau mengidentifikasi sesuatu30

Data yang digunakan dalam penelitian tradisi andung terdiri dari dua macam data. Data utama (data primer) merupakan rekaman andung yang langsung diamati pada upacara kematian MBT. Dalam hal ini peneliti merekam andung pada saat upacara kematian Op. Pirlo Harianja di Desa Janji Mauli Kecamatan Onan Runggu dan merekam andung pada upacara kematian Keluarga Op. Ni si Josua Tumanggor di Desa Saentis Percut Sei Tuan. Data kedua (data sekunder) dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan dari Op. Rohani dan Ny. Sidabutar br. Simanjuntak selaku penutur andung maupun informan yang mengetahui langsung tradisi andung pada upacara kematian MBT. Peneliti memilih sebagai informan yang mengetahui andung adalah St. Ir. B. Hutagaol (Op. Patricia), St. L. Hutagaol (Op. Yohana), Op. Simon Gultom, Drs. Bachtiar Nababan. Peneliti memilih mereka sebagai informan karena mereka lebih mengetahui apa itu andung dan merupakan masyarakat yang sudah lama tinggal di daerahnya.

.

Dalam penelitian ini sumber data lisan yaitu tuturan dari sipangandung, yang di dapat pada upacara kematian MBT. sedangkan sumber data tulis didapat dari tulisan-tulisan seperti buku, makalah, majalah, surat kabar, artikel, karya-karya

30 Haris, Herdiansyah,.Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.(Jakarta:Penerbit Salemba Humanika:

(4)

ilmiah, sumber tertulis di internet (pustaka digital) dan sejenisnya, dan catatan hasil wawancara dengan informan. Untuk melengkapi data penelitian ini juga dibutuhkan data berupa rekaman audio atau audiovisual yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

3. 4 Teknik Pengumpulan Data dan Perekaman Data

Teknik pengumpulan data secara umum diketahui ada dua yaitu : teknik pengumpulan data secara perpustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian tradisi andung pada MBT menggunakan teknik pengumpulan data dengan penelitian lapangan (field research) dan secara studi pustaka (library research).

(5)

tertentu...”)31

Selanjutnya, pengumpulan data lapangan yang peneliti lakukan lagi yaitu observasi. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis

. Oleh karena itu sebuah wawancara yang baik di dalamnya terdapat pertukaran atau berbagi informasi dari kedua belah pihak. Dalam melakukan wawancara, peneliti melakukan wawancara mendalam (in depth –interview) tidak berstruktur untuk melengkapi data. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dihimpun dari jawaban-jawaban informan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Adapun pertanyaan itu tidak hanya dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi pertanyaan juga muncul sebagai reaksi saat menyaksikan kegiatan atau proses tradisi andung pada upacara kematian MBT.

32

31

Haris,Herdiansyah, Ibid. p.118.

. Observasi dilakukan dengan pengamatan partisipasi (participation observation) yang dilakukan dengan terjun langsung di lapangan dan mengamati objek secara langsung, ikut terlibat dalam kegiatan upacara kematian, melakukan pencatatan bagaimana tradisi andung tersebut berlangsung dalam sebuah upacara kematian MBT, dan merekam peristiwa/proses berlangsungnya upacara kematian MBT tersebut. Kegiatan upacara kematian tersebut direkam langsung oleh peneliti dengan menggunakan sebuah Handycam merek JVC-Everio. Begitu juga wawancara dengan informan memakai alat yang sama dan juga dibantu dengan alat rekaman yaitu tape record merk Sony.

(6)

Teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan (written documenst) dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui documentary historical yakni mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti yaitu tradisi andung pada upacara kematian MBT, baik itu berupa teks buku, artikel, pustaka digital ( internet) dan tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan objek penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses untuk mengatur dan mengkategorikan data yang didapat. Hasil data yang sudah terkumpul kemudian akan diolah dan dianalisis secara kualitatif.

(7)

BAB IV

PAPARAN PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan paparan etnografis dari lokasi penelitian yaitu Masyarakat Batak Toba Desa Janji Mauli Kecamatan Onan Runggu dan hasil pengamatan di lapangan secara langsung Tradisi Andung pada upacara kematian MBT. Sehubungan dengan fokus penelitian tradisi andung pada upacara kematian MBT, maka pertama peneliti akan mendeskripsikan upacara kematian MBT “Sari matua” yang diamati secara langsung di lapangan dan kemudian tradisi andung. 4.1 Etnografis Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Onan Runggu 4.1.1 Sistem Mata Pencaharian

Pada umumnya pekerjaan MBT di Desa Janji Mauli adalah bercocok tanam padi di sawah dan ladang, selain itu juga sebagai nelayan di Danau Toba. Meskipun ada yang wiraswasta, pegawai negeri seperti guru dan pegawai pemerintah. Masyarakat ini memiliki pemukiman yang khas berupa desa-desa yang tertutup yang membentuk kelompok kecil masyarakatnya. Biasanya kelompok ini adalah kumpulan marga/klan atau masih memiliki hubungan kekerabatan dalam dalihan na tolu. Desa-desa tertutup ini disebut huta. Di sekitar huta tersebut biasanya dekat dengan bahal biasanya terdapat pohon beringin, biasanya disebut juga dengan hariara (pohon beringin).

(8)

sebagian penduduk di sekitar Danau Toba. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang banyak dikelola oleh masyarakat adalah berjualan atau berdagang.

4.1.2 Agama Dan Kepercayaan

Agama yang paling dominan di daerah ini adalah Katolik. Sebagian menganut agama Protestan dan agama Islam. Rumah-rumah ibadah juga banyak terdapat di daerah itu seperti gereja dan mesjid. Masyarakat ini juga masih menganut kepercayaan ini menganggap bahwa benda-benda tertentu mempunyai daya kekuatan, oleh karena itu harus ditutupi dengan rasa takut, khidmat dan rasa terima kasih.

Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional Batak Toba adalah kepercayaan terhadap Mulajadi Na Bolon yang dipercayai oleh orang Batak sebagai dewa tertinggi mereka: pencipta 3(tiga) dunia: dunia atas (banua ginjang), dunia tengah (banua tonga) dan dunia bawah (banua toru). Manusia dipercaya hidup di tengah, tidak terpisah dari alam, manusia satu dengan kosmos. Adat memimpin hidup manusia perseorangan, sedangkan masyarakat adalah simbol ketertiban kosmos. Tiga golongan fungsional dalam masyarakat adat Batak yang disebut Dalihan Na Tolu dipercaya sebagai refleksi kerjasama ketiga dunia itu. Masyarakat ini masih kuat memegang peranan adat dalam hidupnya.

(9)

Toba pemberian ulos ditujukan sebagai perlambang yang akan mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani dan hanya digunakan pada upacara khusus dan pada upacara kematian mereka juga sangat patuh pada acara adat seperti sanggul marata mereka tetap lakukan di daerah itu.

4.1.3 Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk

sali

(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa sehari –hari dalam berkomunikasi masyarakat di Desa Janju Mauli tersebut memakai bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia.

4.1.4 Kesenian

Seni pada MBT umumnya meliputi seni musik, seni sastra, seni tari, seni bangunan dan seni kerajinan tangan. Walaupun bagaimana sederhananya sesuatu.

(10)

Musik adalah suara yang dapat memuaskan perasaan dan menggembiakan isi jiwa (ekspresi). Kesenian khususnya dalam bidang seni musik telah mengalami perkembangan yang pesat di dalam masyarakat Batak. Dalam upacara-upacara adat yang besar selalu dibunyikan gondang sebangunan yaitu seperangkat musik tradisional Batak. Musik tradisional Batak boleh dikatakan kaya dalam bunyi-bunyian, di samping gong (ogung), trum (taganing dan gordang) dan klarinet (serunai), juga dikenal garantung (sejenis taganing dari kayu), hasapi (kecapi), sordam (sejenis seruling tapi diembus dari ujung), sulim (seruling), tuila (dari bambu kecil pendek dan diembus pada bagian tengah), dan lain-lain Namun saat sekarang sulit ditemukan alat musik tradisional Gondang Sabangunan. Pada umumnya masyarakat ini menggunakan alat musik tiup dan uning-uningan.

4.1.4.2 Seni Tari

(11)

4.1.4.3 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran

Rumah adat tradisional Batak terbuat dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya adalah melengkung. Di ujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau. Pada umumnya rumah-rumah adat Batak selalu dihiasi dinding depan dan samping. Dengan berbagai macam atau ornamen, yang terdiri dari warna merah, hitam dan putih. Merah melambangkan benua tengah, hitam melambangkan benua atas dan putih melambangkan benua bawah. Sekarang ini, rumah adat tradisional sudah mulai menuju kepunahan dari daerah Batak dan sudah banyak yang ditemukan rumah-rumah permanen dengan gaya-gaya modern dan dengan beragam sebutan seperti minimalis. Begitu juga halnya pada desa ini sudah mulai mengikuti gaya rumah-rumah modern. Meskipun ada beberapa huta atau kampung masih rumah panggung tapi sudah tidak terawat lagi.

4.2 Upacara Adat kematian Sari matua/Saur matua 4.2.1 Persiapan

Ketika seseorang MBT mati sari matua/saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat sesegera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara sari matua/saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari unsur-unsur Dalihan Natolu.

(12)

hari sekitar jam 8 malam sampai selesai berhubung pihak-pihak yang akan ikut pada kegiatan itu masih kerja di sore hari ( wawancara dengan Op. Yohana, 10 April 2012). Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai pendengar dalam rapat (biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan upacara). Martonggo Raja adalah sebuah rapat untuk membahas penentuan waktu pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan, dan keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing-masing. Keperluan teknis menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang menghadiri upacara, dan sebagainya.

4.2.2 Pelaksanaan Upacara

(13)

non-Batak). Pada hari yang sudah ditentukan, upacara sari matua/saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan terbuka yang cukup luas (idealnya di halaman rumah duka).

Hasil pengamatan peneliti secara langsung di lapangan untuk melihat tradisi lisan andung pada upacara kematian MBT di daerah Desa Janji Mauli Kecamatan Onan Runggu, Pulau Samosir (Batak homeland) (gambar 2) pada tanggal 16 Maret 2012. Keluarga yang berduka adalah keluarga besar Harianja/br Gultom. Dalam keluarga ini yang meninggal adalah Op. Pirlo Doli (kakek). Jenis kematiannya adalah sarimatua “ meninggal namun masih ada anak-anaknya yang belum menikah”. Op. Pirlo memiliki 5 anak laki-laki dan 1 orang perempuan, dari kelima anak laki-lakinya 3 orang sudah menikah, 2 orang lagi belum menikah sedangkan putrinya sudah menikah dan Op. Pirlo juga memiliki cucu-cucu dari pihak anak laki maupun anaknya yang perempuan. Peneliti hadir pada hari ketiga yaitu pada hari upacara adat kematian Op.Pirlo berhubung peneliti mendapat informasi pada hari kedua dan jarak peneliti menempuh daerah tersebut juga memakan waktu hampir setengah hari dari Medan ke P. Samosir.

(14)

beberapa keluarga yang menyakini mitos ini (wawancara dengan Op Rohani-sipangandung, 16 Maret 2012).

Peneliti juga melihat seorang wanita dengan ulos di selempangkan di bahunya duduk di samping mayat Op. Pirlo sambil meratap kepada mayat tersebut. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba yang penulis sulit untuk memahaminya. Terkadang dia bernyanyi terkadang seperti menanggis sambil mengusap hidungnya dengan sapu tangan. Penulis memperhatikan dan merekam proses tangisnya, inilah yang disebut mangandungi.

(15)

Foto 1.

Mayat dengan barang-barang yang akan dibawanya (sumber : dokumentasi penulis)

(16)

Foto 2. Mayat memegang rosario dengan tangan terlipat. Sipenutur Andung (sumber : dokumentasi penulis)

(17)

agar kelak keluarga yang ditinggalkan tetap terlindungi dan sehat-sehat. Dengan pernyataan “bapa hapusan ma sude dosa nami da bapa, asa sehat-sehat hami pinopar mon di son , salamat jalan ma da bapa”(bapak ampuni semua kesalahan kami biar sehat-sehat semua keturunan mu ini dan selamat jalan ya bapak) . Ini menunjukkan seolah-olah yang meninggal itu pemberi berkat dalam arti bahwa yang meninggal (mayat) tersebut dijadikan mediator untuk meminta kepada Tuhan. Mereka juga menyakini bahwa yang meninggal akan mendengarkan setiap permohonan masing-masing keturunannya. Hal ini masih tetap dilakukan oleh MBT pada upacara kematian sebagai tanda perpisahan terakhir terhadap mayat (wawancara Op. Rohani-penutur andung).

(18)

Foto 3. Meminta maaf sambil mencium kaki mayat (sumber : dokumentasi penulis)

(19)

Kemudian Sijagaran tersebut diletakkan di dekat mayatnya persis di sebelah kepala dan dua lagi dibawa oleh cucunya (pahompu) dari anak laki-lakinya pertama yang diikatkan pada punggung kedua cucunya dan ini disebut “dondon tua” (foto 4). Sanggul marata atau sijagaron merupakan mahkota atau kehormatan yang diberikan kepada seorang orang tua yang meninggal dalam keadaan : ‘gabe’ (punya cucu dari anak laki-laki dan perempuan), berumur panjang, kaya (dalam materi dan moral ), dan dihormati di tengah-tengah masyarakat. Isi dari sijagaran tersebut yaitu berupa bakul (ampang siopat bale) yang berisi eme/padi , gambiri/kemiri, hariara/beringin, sangge-sangge dan sanggar, ompu-ompu, silinjuang, sihilap dohot pilo-pilo. Masing-masing unsur tersebut menggambarkan simbol-simbol tertentu yang harus diterjemahkan satu persatu dalam kehidupan yang praktis.

Padi adalah menggambarkan tunas atau benih unggul. Kemiri melambangkan dua hal antara lain : di luar ada kulit yang keras, tangguh, tidak terpecahkan. Ranting pohon hariara atau jabi-jabi (beringin) adalah jenis daun-daunan yang tahan lama, terus segar, tidak mudah layu. Sangge-sangge dan sanggar pertama, simbol dari gaya hidup boru. Sanggar jika dihembus angin akan menari ke kiri dan ke kanan menuruti arah tiupan angin; dia cantik, dan dapat digunakan baik untuk upa saja; huru-huruan (= sangkar tempat menyimpan burung), kayu api, tongkat (menggembalakan kerbau) dan lain-lain. Kedua, sanggar merupakan tempat persingahan ‘begu’ dari pada orang yang meninggal namun dalam hal penggunaannya sebagai salah satu unsur dari sanggul marata justru diyakini sebagai simbol dari kuasa penangkal roh-roh jahat, begu, setan, hantu dan kuasa-kuasa duniawi lainnya. Sihilap adalah sejenis tumbuh-tumbuhan (bunga-bungaan) menyimbolkan permohonan akan berkat, pasu-pasu dan karunia dari pada Tuhan. Ompu-ompu adalah sejenis tumbuhan mirip dengan pohon keladi, tetapi tumbuhan ompu-ompu lebih spesipik lagi; uratnya membesar jadi bulat, daunnya lebar dan panjang. Ini menggambarkan bahwa orang yang meninggal dunia itu sudah termasuk kategori : Ompu (nenek yakni orang yang dituakan dalam segala hal)33

33 Pdt. Rudolf H. Pasaribu, S.Th. Makalah Adat dan Injil. Seminar sehari Yayasan Penginjilan dan Penelaahan Alkitab Sumatera

Utara. YPDPA-SUMUT. Medan . 12 Mei 2012.

(20)

Namun secara umum sijagaron dapat disebut sebagai gambaran penghormatan, perjuangan, kehidupan yang berlangsung melalui generasi berikutnya hingga simbol keselamatan. Ada beberapa marga yang tidak memberlakukan sijagaran/sanggul marata tersebut karena itu dianggap mengandung magis dan dianggap seperti sipelebegu.

Sijagaran Dondon tua

Foto 4. Sanggul marata/Sijagaran dan dondon tua (sumber : dokumentasi penulis)

(21)

acara mompo diberikan kepada keluarga. Lalu jenazah tersebut dimasukkan ke dalam peti beserta perlengkapan yang telah dipersiapkan oleh keluarga duka seperti; baju-bajunya dan celana panjang yang sering dipakainya, sepasang sepatu, topi dan kacamata. Selanjutnya pemberian ulos saput. Saput artinya pembungkus. Ulos saput adalah ulos yang disampaikan tulang dari pada orang yang meninggal kepada yang meninggal itu sendiri. Kalau istri yang meninggal, maka tulang (paman) ibu itu yang memberi ulos saput, dan kalau suami yang meninggal maka paman bapak itu yang memberi ulos saput. Dalam hal ini Op. Pirlo (mayat) di berikan oleh tulangnya ulos saput.

Acara selanjutnya memberikan kata-kata penghiburan dari pihak hula-hula kepada hasuhutan (keluarga yang berduka). Setelah itu pemberian ulos tujung34

34 Ulos tujung adalah ulos yang diberikan sebagai tutup kepala seorang janda atau seorang duda sewaktu dia sedang menghadapi

kematian suaminya atau isterinya. Ulos yang diberikan itu biasanya ulos sibolang atau sitolutuho. Maknanya adalah memberi kekuatan bagi sang janda atau sang duda dalam masa kesedihan tersebut. (Pdt. Langsung Maruli Sitorus, Makalah “Ulos danJjambar dalam adat Batak disoroti dari injil”, Seminar Sehari Yayasan Penginjilan dan Penelaahan Alkitab Sumatera Utara,Medan, 12 Mei 2012)

(22)

Sebaliknya jika yang meninggal adalah isteri, penerima tujung adalah suami yang diberikan tulangnya. Tujung diberikan kepada perempuan balu atau pria duda karena “mate mangkar” atau Sari Matua, sebagai simbol duka cita dan jenis ulos itu adalah sibolang.

(23)

Foto 5. Pemberian Ulos Tujung (sumber : dokumentasi penulis)

(24)

Foto 6. Salib bertuliskan nama, tanggal lahir dan tanggal meninggal (sumber : dokumentasi penulis)

(25)

ada juga yang tiga kali keliling dan diiringi musik/gondang (wawancara dengan Op. Simon Gultom).

Foto 7. Rumah adat Batak Toba

Foto 8. Halaman rumah Op. Pirlo (sumber : dokumentasi penulis)

(26)

(pemain musik). Semua suhut berbaris menari mengelilingi peti mayat sebanyak 3 kali, yang disambut oleh pihak boru dengan gerakan mundur. Setelah gondang/musik ini selesai maka suhut mendatangi pihak boru dan memberkati mereka dengan memegang kepala boru atau meletakkan ulos di atas bahu boru. Sedangkan boru memegang wajah suhut.

Foto 9. Uning-uningan (sumber : dokumentasi penulis)

(27)

memberikan ulos kepada semua keturunan orangtua yang meninggal (baik anak laki-laki dan anak perempuan). Ulos yang diberikan hula-hula kepada suhut itu merupakan ulos holong.

Foto 10. Tandok yang berisi padi (eme) atau beras (sumber : dokumentasi penulis)

(28)

(serikat tolong menolong) pada lingkungan tersebut. (foto 11). Setelah jamuan makan selesai, para pelayat yaitu teman-teman memberikan amplop (berisi uang ) sebagai tanda ikut berduka cita yang dikumpulkan oleh orang yang ditunjuk dan namannya di tulis dalam selembar kertas (foto 12).

(29)

Foto 12. Memberikan Tumpak (sumber : dokumentasi penulis)

Kemudian pihak ale-ale (kerabat) yang mangaliat, juga memberikan beras atau uang. Kegiatan marnotor ini diakhiri dengan pihak parhobas dan naposobulung yang menari. Pada akhir dari setiap kelompok yang menari selalu dimintakan gondang Hasahatan atau sitio-tio dan mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.

Pada saat setiap kelompok Dalihan Na Tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar juhut (daging) (foto 13), keluarga ini memotong daging horbo (sigagat duhut). Pembagian sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan. Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan manortor terus berlanjut. Ritual pembagian jambar (hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama) dilakukan setelah jamuan makan. Masing-masing pihak dari dalihan natolu mendapatkan hak dari jambar sesuai ketentuan adat.

(30)

belakang (ihur-ihur) untuk hasuhuton. Adapun dongan sahuta (teman sekampung), pariban (kakak dan adik istri kita) dan ale-ale (kawan karib), dihitung sama sebagai pihak dongan sabutuha.

Foto 13. Jambar juhut (daging) (sumber : dokumentasi penulis)

(31)

sahuta, sambil diiringi nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ke tempat pemakamannya. Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gereja. Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar ke rumah duka.

Jenis kematian yang sangat menyedihkan bagi MBT ialah bila suami dalam usia muda meninggal yang disebut maponggol ulu atau “putus kepala” (Simanjuntak, 2003:123). Dalam hal ini istri menjadi janda muda dan dianggap kehilangan kepala rumah tangga sama dengan kehilangan kepala sendiri (tidak dapat hidup dan tidak punya tujuan hidup). Ini terlihat pada upacara kematian pada tanggal 21 Maret 2012, Desa Pematang Johar, Saentis (gambar peta 3), keluarga yang berduka Op. ni si Josua Tumanggor/ br. Sinurat. Penulis juga mengamati ada andung seorang wanita yang bukan keluarga dekat dari yang berduka. Meskipun keluarga ini adalah marga Tumanggor yang merupakan batak Pakpak tapi keluarga ini sudah lama melakukan upacara adat dalam adat Batak Toba dan sebagai salah satu masyarakat Desa Saentis Percut sei tuan yang telah lama menjadi penduduk di daerah itu, keluarga ini juga mengikuti aturan –aturan adat yang berlaku di desa tersebut.

(32)

Foto 14. Keluarga Tumanggor Saentis-Percut Sei Tuan (sumber: dokumentasi penulis)

(33)

Setelah acara gereja selesai, tiba-tiba si istri yang meninggal menjerit dan menanggis sambil mengangkat kedua tangannya dia bernyanyi di depan mayat suaminya dan sekali-kali dia memukul dadanya seolah-olah dia menyesali sesuatu tentang kehilangan suaminya dan berkata-kata, bernyanyi sambil menangis (video 2). Tangggisan inilah yang disebut mangganguk (menanggis sambil histeris/berteriak). Tiba-tiba salah seorang pelayat mengatakan mari kita bernyanyi dari buku nyanyian (ende huria), dengan serentak semua pelayat bernyanyi bersama sehingga tanggisan si istri yang meninggal tersebut tertutupi dengan lagu rohani dan dia pun ikut bernyanyi bersama. Hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh Hodges (ganti andung gabe ende huria). Ternyata hal ini terjadi juga saat sekarang dimana agama mempengaruhi untuk tidak melakukan andung dengan menyanyikan lagu-lagu gereja yang penuh pengharapan.

(34)

Gambar 2. Peta lokasi Upacara Kematian Tanggal 16 Maret 2012

(35)

Gambar 3. Peta lokasi upacara kematian tanggal 21 Maret 2012 di Percut Sei Tuan Kab. Deliserdang

Percut Sei Tuan 4.3 Teks Andung

(36)

pandan di ruang tengah rumah duka. Si wanita itu duduk tepat di samping jenazah lalu menangis sambil mengucapkan kata-kata yang artinya sulit bagi penulis untuk pahami dan Si-pangandung tersebut tidak putus-putus berkata-kata /bercerita dalam bahasa Batak yang tidak biasa didengar oleh peneliti tentang riwayat kehidupan yang meninggal tersebut semasa hidupnya. Kata-kata yang diucapkan tersebut merupakan bahasa Batak halus yang berbeda dengan bahasa na somal (bahasa sehari-hari), bahasa Batak halus tersebut dinamakan Hata Andung (bahasa andung). Hata andung adalah hata (kata) yang selalu digunakan oleh seseorang yang sedang mangandungi. Hata andung adalah merupakan salah satu ciri dari andung. Wanita tua itu mengayunkan tangannya berkali-kali dari atas kepala si jenazah sampai ke jantung sambil mangandungi dan sekali-kali menghapus ingusnya dengan sebuah saputangan (dulu tidak ada saputangan). Mereka kalau mang-andungi cara meladeni hidungnya yang basah itu diperhatikan dan dinilai oleh penonton/pelayat dan begitu juga caranya mengatur bunyi hidungnya yang acap kali menghirup air ke dalam yang harmonis kedengaran dengan isak tangisnya dan melanjutkan andungan-nya kembali. Wanita yang mangandungi mayat tersebut ternyata bukanlah keluarga dekat tetapi karena marga suaminya sama yaitu Harianja dan dia menyebutkan bahwa dia adalah inang tua (mamak tua) ini jelas terlihat pada Daliha Na Tolu MBT. Ini menunjukkan bahwa yang mangandungi bukan hanya keluarga dekat yang meninggal namun orang lain juga bisa mangandungi.

(37)

nyanyian ratapan ini juga bercerita tentang kesedihan yang dialami oleh sipangandung itu sendiri.

Transkrip andung ni na mate (video 1) oleh Op.Rohani (80 tahun) di upacara kematian sari matua Op.Pirlo Harianja, di Desa Janji Mauli Kecamatan Onan Runggu.

Op. Vani adalah nama panggilan pada yang meninggal, tetapi sesungguhnya panggilannya adalah Op. Pirlo namun karena anaknya laki-laki yang kedua menikah duluan dan memiliki anak bernama Vani (anak perempuan) maka gelar panggilan tersebut menjadi Op. Vani dan setelah anaknya laki-laki yang pertama menikah dan memiliki seorang anak, dan anak tersebut bernama Pirlo barulah nama Op. Vani diganti menjadi Op. Pirlo karena dalam MBT anak laki-laki yang pertamalah menjadi nama panggoaran (panggilan) begitu juga kalau memiliki cucu. Cucu dari anak pertama laki-lakilah yang menjadi panggoran Ompungnya. Namun karena nama Op. Vani yang sudah lama disandangnya menjadi melekat pada masyarakat dengan tetap memanggil Op. Vani. Oleh karena itu si pangandung tetap memanggil Op. Vani. Ompung Vani nga di dia inang tua mi hasian...

dang adong be amang

na marsigiason do na soboi palilungan ki... paninggalonmu si nuan beu

Artinya:

Opung Vani udah di manakah mamak tua mu sayang tak ada lagi ya bapak

yang menderitanya aku yang tak bisa ku rindukan... sepeninggalan putri ku

ndang adong na mamboto ho na marsahit ho Ompung. Vani naso sehat do inang tuam

(38)

umbahen naso ro ahu mandulo ho

nga marsigiason ho dipapan naso habalunan i sirindang ubean ki

eiii...eiii...eiii...

ia amang tahe lungun nai

Artinya:

tak ada yang tahu kalau kau sakit Op. Vani yang tidak sehatnya inang tua mu ini tak bisa ku lihat punggung mu lagi makanya aku tidak datang

ternyata kau sudah terbaring di tempat tidur mu eiii...eiii...eiii aduh begitu sedihnya

Ompung Vani amang marsituri turian jolo hita hasian dohot simangkudap i

parsinuan tunas si adosan ki

si nuan tunas na bi nalos iii...iii..iii... Artinya:

Op. Vani ayo kita bercerita-cerita dulu sayang dengan mulut mu itu

anak adek ku Putera saudara ku nga tuli ahu ito songon si hali aek iii...iii...iii.. na di aek tano sungkean ni

ma mereng ho ito na marsigiason ni marpapan ho na so habalunan i

Artinya:

udah tuli aku ito seperti buat sumur/mengkorek sumur yang ada di tanah kering ini

melihat kau ito yang meninggal beralaskan peti mati

on ma tahe pajumpang ahu dohot opung ni si Vani i...i...i... ina rohaku mai hasian na burju

umbahen na ro ahu inang tua mon da ito hu halaputi ho ito

songon ni hirapon ahu ito

songon baliga na ni tombom pon i ahu eiii...eiii....eiii Artinya:

inilah perjumpaan aku dengan Op. Vani dalam hatiku sayang

makanya aku datang inang tua mu ini melihat mu aku datang cepat-cepat

(39)

seperti alat tenun yang sedang menenun itu ia mang lungun nai ni si Ompung si Vaniii....

na sai bobo nosan ahu tu si nuan tunas i

si adosan mi itoo...o...o...o Artinya:

ya ampun sedihnya si Op. Vaniiii gelisah aku ke pada anakku saudara mu ito..o...o...o gajang mai nian Ompung Vaniiii...

hata honon ni inang tua mu da ito angka nalungun iii...

Artinya:

Panjanglah maunya Op. Vani yang harus inang tua mu katakan ito semua kesedihan ini

ndang ku hu ingot bei ito sude angka sitaonon ki nda hu paborhat i siadosan mi

ima siunuan beui kiiii..i

songon hariara na marokat i hasian pinaborhat ni inang tua mi

songon na hu sapot iii .. .

Artinya:

tidak ku ingat lagi ito semua kesedihan yang ku alami itu tidak ku antar adek mu itu

itu lah putri kuuuu

seperti pohon beringin yang tumbang sayang yang di berangkatkan inang tua mu ini seperti yang ku berangkatkan itu na baru pe Ompung. Vanisi bijaon mu da ito

ima si sumbaoon ki

hu usung i sian tano Bali....eiii...eiii...eiii Artinya:

baru baru ini tulang mu Op Vani yaitu yang ku sembah

yang ku bawa dari tanah Bali eiii...eiii...eiii ompat i nian Ompungp Vani pinaribot mi da ito

rindang siubean ki

na baru borhat pe silasapon mu maninggalhon napilpil pusok

(40)

Empat orangnya putri ku ito anak kandungku

yang baru meninggalnya ipar mu (laki-laki) ito menantu ku laki-laki

meninggalkan anaknya yang masih kecil anak kandungnya itu yang enam orang jadi ndang tar turi-turian au i Ompung Vani

si taon non ku naborat i na sora salpui ido umbaen na olo ahu hasian... dibagas ni si haborginan

ni tonga mangasean (rumah) mi songon tukkot ni solu do ahu ito marningot na lunggun i.. eiii..eiii...eiii

Artinya :

Jadi tak terceritakan ku lagi Op. Vani

yang kutanggung terlalu berat yang tidak berkesudahan itulah yang membuat aku sayang....

di dalam keheningan malam di tengah tengah rumah ini seperti tongkat solu aku ito mengingat yang sedih ini.... songon panabian i

jadi ndang haputian ahu i Ompung si Vani nauli jadi ndak tardok ahu si taonan khi

songon sira siguguton i

Artinya:

seperti pohon yang tidak menghasilkan Op. Vani jadi tak terbilangkan ku lagi penderitaan ku ini seperti garam

songon na manuan i di balian i ndang ka jojoran ahu i hasian .... songon na manuan di balian i si taonon ki .... eiii..eiii..eiii

Artinya:

Seperti menanam padi di sawah tak tersebutkan satu persatu sayang... seperti menanam di sawah

semua penderitaan yang kutanggung si taon naborat i

(41)

lu lu do ahu ito songon si ida hutu i

jala dior-dior do ahu amang songon si ida gomit i Artinya :

yang menanggung beban berat itu kemanalah aku bapa

cari carinya aku ito sperti mencari kutu

malah keliling keliling disitunya aku seperti menacri anak kutu

dia pe na lungun na di rohaki da ito ndang ka lulu an be da hasian

ndang tolap i simalolongkhi (mata) Ompung. Vani nauli... eiii...eiii...eiii... na pinaborhat na lungun naso ra salpui...iii...iii

Artinya:

di manapun kesedihan dihatiku ito tak tercarikan lagi itu sayang

tak mampu mataku Op. Vani yang baik....

yang memberangkatkan semua kesedihan yang tak berkesudahan ...

boha ma nian aek nanggo natua-natua i ma jumolo i songon kami nadua da ito na dohot amang tua mi nunga sapulu taon ni Ompung Vani eiii..eiii...eiii... na marsihasit ton i bapa tua mi

songon tukkok ni solu songon sisabion i

nungga sapulu taon amang tua mi mangae si hassiton ...hiii...hiiik Artinya:

bagaimana kalau yang tua –tua ini duluan

seperti kami berdua ini ito bersama bapak tua mu itu sudah sepuluh tahun itu Op. Vani ...

bapak tua mu itu sakit seperti tongkat solu seperti yang dituai

sudah sepuluh tahun bapak tua mu menahan kesakitan ... amang tahe lungun nai,

amang tahe paet nai,

na gabe Ompung Rohani na torop i na gabe do tahe Ompung Vani

ait unang sai unjolo na umposo i eiii....eiii...eiii Artinya :

(42)

yang jadi Op rohani yang banyak itu yang jadi nya Op. Vani

maunya janganlah yang muda duluan... ido umabahen na olo ahu ompung Vani nauli... i...i...i...

mengkel di sihapataran tangis di sahabunian i...

ndang modom-modom ahu di borgin i da Ompung si Vani nauli dipapan na so habalunan i

Artinya :

itu yang membuat aku Op. Vani yang baik tertawa di keramaian

menanggis ditempat tersembunyi

tidak tidur-tidur aku di malam hari Op. Vani yang baik di tempat tidur

hundul ma ahu ito

huputiki ma sude angka nalungun na sora salpu...

sadia sangap ma nian ... aut na jolo hami nadua hasian

dohot natua-tua on inna rohak ku songon i

jadi ndang boi hape pangidoanni ba da Ompung Vani songon na ni dok ni Tuhan do hape i...i...i

Artinya:

duduklah aku ito

ku susunlah semua kesedihanku yang tak berkesudahan

mana tau kalau nanti....

kami berdua yang duluan sayang jadi tak bisa rupanya kita minta itu

seperti yang sudah di binag Tuhan itu rupanya... sai sip mai dibagasan roha i nda ka haputihan ni

songon sira gugutan i sude angka nalunggun ni dia ma tahe tikki nasehati da Ompung Vani nauli da hu paborhat omak mu da ito siadosan ki marsiborgin do ahu ni tano gorat ooooooon holan mamereng siadosan i da itooooooooo na borhat tu inganan na parpudi i

nda borhat pe bapa mu hasian

(43)

jadi terpendam di hatiku tak bisa ku putihkan seperti garam semua kesedihanku

disaat sehati Op. Vani yang baik

ku berangkatkannya ibu mu yaitu eda ku bermalamnya aku ditanah Gorat ini hanya mau melihat eda ku ito

berangkat ke tempatnya yang terakhir berangkat bapa mu

masih bisa juga aku bermalam di rumah mu sayang....

alai borhat ma si nuan beu ki naso pamotoan ki si lumban si sombaon ki

si tadingkon ni na mangkar i

ndang boi be inang tua mon hasia..a...a...an mamereng i

da ait to nian da ito... Artinya:

berangkatlah putri ku itu tanpa sepengetahuan ku si Lumban cucuku

yang ditinggal mati oleh ibunya yang masih muda tak bisa lagi inang tua mu ini sayang

melihat ini sayang... mangolu ma i angka sisombaon tai

nunga godang palilun khon ho boha ma i sisomboan ta silumban i silumban opuna i

pasahat ma tona khu hasian

nga marsigeason ho dipapan na sohabalunon i na pina not not tan ni inang tua mu da itoooo ala nang marsiroburon ho

Artinya:

hiduplah maunya cucu-cucuku ini udah banyak kesedihan ku

bagaimana cucu ku si Lumban ini si Lumban cucu ku

sampaikanlah pesan ku sayang udah terbaring kau dipapan ini yang tatapi oleh inang tua mu ini

(44)

sude angka na lunggun ni

nda ka haputihon be i sude hasian songon sira sigugutan i angka na salpu angka nalunggun i

jadi si dundungon do ho Ompung Vani

sitanggal i na dapot sambil taon i Ompung Vani parsi taon nan nasora salpu i

paet nai da amang Ompung Vani eiii...eiii...eiii... Artinya:

Tak terceritakan lagi Op. Vani semua kesedihan ini

tak bisa lagi ku sebutkan satu persatu seperti garam semua yang berlalu semua yang sedih

jadi panutannya kau Op. Vani mengingat kembali kesedihan ku kesedihan yang tak berkesudahan aduh sedihnya Op. Vani

4.4 Makna Teks Andung

Dalam penelitian ini mencari makna sebuah teks digunakan semiotika. Semiotika Roland Barthes adalah yang digunakan untuk mencari makna keseluruhan dari andung Op. Rohani.

Opung Vani nga di dia inang tua mi hasian... dang adong be amang

na marsigiason do na soboi palilungan ki... paninggalonmu si nuan beu

ndang adong na mamboto ho na marsahit ho Op Vani naso sehat do inang tuam

ndang berengon ku be simangarudop mi umbahen naso ro ahu mandulo ho

nga marsigiason ho dipapan naso habalunan i sirindang ubean ki

eiii...eiii...eiii...

(45)

Maknanya:

Isi dari andung Op Rohani bermakna bahwa dia tidak tahu sesungguhnya kabar bahwa Op. Pirlo sakit. dan dia sendiri juga dalam keadaan sakit oleh karena itu dia tidak bisa kemana-mana untuk pergi melihat situasi di luar sejak kematian putrinya bahkan sampai kabar kematian Op. Pirlo baru diketahuinya. Ini juga menambah kesedihannya. Selama ini dia berkurung di dalam rumah karena sakit yang dialaminya.

Ompung Vani amang marsituri turian jolo hita hasian dohot simangkudap i

parsinuan tunas si adosan ki

si nuan tunas na bi nalos iii...iii..iii...

nga tuli ahu ito songon si hali aek iii...iii...iii.. na di aek tano sungkean ni

ma mereng ho ito na marsigiason ni marpapan ho na so habalunan i

on ma tahe pajumpang ahu dohot ompung ni si Vani i...i...i... ina rohaku mai hasian na burju

umbahen na ro ahu inang tua mon da ito hu halaputi ho ito

songon ni hirapon ahu ito

songon baliga na ni tombom pon i ahu eiii...eiii....eiii Maknanya:

(46)

ia mang lungun nai ni si Ompung si Vaniii.... na sai bobo nosan ahu tu si nuan tunas i

si adosan mi itoo...o...o...o

gajang mai nian Ompung Vaniiii... hata honon ni inang tua mu da ito angka nalungun iii...

ndang ku hu ingot bei ito sude angka sitaonon ki nda hu paborhat i siadosan mi

ima siunuan beui kiiii..i

songon hariara na marokat i hasian pinaborhat ni inang tua mi

songon na hu sapot iii ... Maknanya:

Banyak yang ingin diceritakan Op. Rohani tentang kesedihan yang dialaminya terutama tentang kesedihannya yang membuat dia gelsiah selama ini yaitu kehilangan putrinya. tidak ku ingat lagi semua yang ku derita. Tidak diantar putrinya ketempat yang terakhir bagaikan seprti sebuah pohon yang tumbang dia merasakan kehilangan putrinya.

na baru pe Ompung. Vanisi bijaon mu da ito ima si sumbaoon ki

hu usung i sian tano Bali....eiii...eiii...eiii ompat i nian Ompung Vani pinaribot mi da ito rindang siubean ki

na baru borhat pe silasapon mu maninggalhon napilpil pusok

rindang ni siubean na onom pisik kiii... jadi ndang tar turi-turian au i Ompung. Vani si taon non ku naborat i na sora salpui ido umbaen na olo ahu hasian... dibagas ni si haborginan

ni tonga mangasean (rumah) mi songon tukkot ni solu do ahu ito marningot na lunggun i.. eiii..eiii...eiii Maknanya:

(47)

menantunya laki-laki yang meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil yang mana jumlahnya enam orang. Itulah yang membuat dia sangat sedih, semua kesedihan itu harus ditanggungnya dan dilaluinya seperti sebuah tongkat solu (sampan MBT) alat yang dipakai untuk mendayung sampan kecil yang selalu dipakai MBT untuk menyeberangi Danau Toba. Dia tak sanggup lagi dan tidak dapat diceritakan kesedihan yang tidak berkesudahan menimpanya.

songon panabian i

jadi ndang haputian ahu i Ompung si Vani nauli jadi ndak tardok ahu si taonan khi

songon sira siguguton i

songon na manuan i di balian i (serentak) ndang ka jojoran ahu i hasian ....

songon na manuan di balian i si taonon ki .... eiii..eiii..eiii Maknanya:

Seperti tidak ada artinya hidup ini, tidak dapat di ceritakan lagi semua beban berat itu bagaikan separti rasa garam yang sudah dicicipi dan semua kesedihan itu tak dapat diungakapkan lagi satu persatu.

si taon naborat i tu dia ma amang

lu lu do ahu ito songon si ida hutu i

jala dior-dior do ahu amang songon si ida gomit i dia pe na lungun na di rohaki da ito

ndang ka lulu an be da hasian

ndang tolap i simalolongkhi (mata) Ompung. Vani nauli... eiii...eiii...eiii... na pinaborhat na lungun naso ra salpui...iii...iii

Maknanya:

(48)

matanya ini menghadapi setiap beban yang datang taidak berkesudahan. Dia tidak tahu tempat menggadu.

boha ma nian aek nanggo natua-natua i ma jumolo i songon kami nadua da ito na dohot amang tua mi nunga sapulu taon ni Ompung Vani eiii..eiii...eiii... na marsihasit ton i bapa tua mi

songon tukkok ni solu songon sisabion i

nungga sapulu taon amang tua mi mangae si hassiton ...hiii...hiiik amang tahe lungun nai,

amang tahe paet nai,

na gabe Op. Rohani na torop i na gabe do tahe Ompung Vani

ait unang sai unjolo na umposo i eiii....eiii...eiii Maknanya:

Dia merasa kenapa yang muda-muda pada pergi duluan seharusnya kami yang tua ini duluan dan sudah berpenyakitan lama sekali. Dia menginginkan janganlah yang muda-muda itu pergi dulu.

ido umabahen na olo ahu ompung Vani nauli... i...i...i... mengkel di sihapataran (ketawa dikreramaian)

tangis di sahabunian i...

ndang modom-modom ahu di borgin i da Ompung si Vani nauli dipapan na so habalunan i

hundul ma ahu ito

huputiki ma sude angka nalungun na sora salpu...

sadia sangap ma nian ... aut na jolo hami nadua hasian

dohot natua-tua on inna rohak ku songon i

jadi ndang boi hape pangidoanni ba da Ompung Vani songon na ni dok ni Tuhan do hape i...i...i

Maknanya:

(49)

sewajarnya pergi duluan atau dipanggil Tuhan tapi ternyata itu tidak bisa kita minta sesuai dengan yang ada dihati kita karena Tuhan lah yang menentukan. Dalam hal ini manusia boleh meminta tapi Tuhanlah yang menentukan. Ini bermakna bahwa apa pun permintaan kita yang merencanakan adalah Tuhan bukan kehendak manusia. sai sip mai dibagasan roha i nda ka haputihan ni

songon sira gugutan i sude angka nalunggun ni dia ma tahe tikki nasehati da Ompung Vani nauli da hu paborhat omak mu da ito siadosan ki marsiborgin do ahu ni tano gorat ooooooon holan mamereng siadosan i da itooooooooo na borhat tu inganan na parpudi i

nda borhat pe bapa mu hasian

boi dope ahu marsiborgin di tonga ni sihagalang mon i hasian khu... Maknanya:

Semua kesedihan itu terpendam dalam hatinya. Tetapi dia memberitahu bahwa dulu dia masih sehat dan masih sempat menjengguk kedua orang tu Op. Pirlo dan bahkan mengantarkan ke tempat terakhirnya tetapi sekarang sudah berbeda dia sekarang sakit-sakit sehingga dia tidak bisa kemana-mana lagi.

alai borhat ma si nuan beu ki naso pamotoan ki si lumban si sombaon ki

si tadingkon ni na mangkar i

ndang boi be inang tua mon hasia..a...a...an mamereng i

da ait to nian da ito... mangolu ma i angka sisombaon tai nunga godang palilun khon ho boha ma i sisomboan ta silumban i silumban opuna i

pasahat ma tona khu hasian

(50)

Kematian putrinya yang tidak bisa dilihat dan diantarkan ketempat terakhirnya itulah yang membuat dia semakin sedih. Dengan meninggalkan cucunya Si Lumban. Dia berharap cucunya ini tumbuh sehat dan dia berpesan kepada Op. Pirlo untuk menyampaikan salamnya kepada putrinya . Dia yakin bahwa di dunia lain tempat baru Op. Pirlo akan pergi akan bertemu dengan putrinya ynag telah meninggal duluan.

ndang tar turi-turian be in Ompung Vani sude angka na lunggun ni

nda ka haputihon be i sude hasian songon sira sigugutan i angka na salpu angka nalunggun i

jadi si dundungon do ho Ompung Vani

sitanggal i na dapot sambil taon i Ompung Vani parsi taon nan nasora salpu i

paet nai da amang Ompung Vani eiii...eiii...eiii...

Maknanya :

Semua kesedihan yang dialaminya tak bisa lagi di sebutkan satu persatu. Semuanya harus dijalani meskipun kesedihan itu tidak berkesudahan.

Andung Op. Rohani ini berisikan kesedihan yang dialami Op.Rohani secara keseluruhan di mulai dari bait pertama sampai terakhir. Meskipun yang dihadapinya adalah mayat Op. Pirlo tapi isi dari ratapan Op. Rohani bukanlah mengenai kehidupan dari Op. Pirlo yang meninggal tersebut melainkan Op. Rohani menceritakan penderitaan yang dialaminya.

(51)

meninggal dan dia sangat sedih. Akhirnya dia harus keluar rumah untuk melayat Op. Pirlo. Dia juga berkesempatan bercerita untuk memberitahukan dia juga dalam keadaan sakit sejak putrinya meninggal. Dia juga memberitahukan bahwa dia juga banyak mengalami penderitaan dimulai dari putrinya meninggal, dan saudara laki-lakinya. Dia merasa bahwa yang tualah seharusnya pergi duluan bahkan suaminya yang sudah sakit-sakitan tetap hidup meskipun menahan penyakit lebih dari sepuluh tahun. Namun dia menghadapinyan dengan sabar dan kuat tak terkatakannnya lagi semua penderitaanya. Bahwa dia tetap tegar seperti tongkat Solu meskipun tidak ada hasilnya lagi kalau diingat-ingat, dan semua penderitaannya dan kesedihannya tidak bisa lagi diurutkanya satu persatu seperti orang menanam padi di sawah yang serentak yang tersusun rapi dan sejajar, dan sudah seperti garam yang tidak bisa dihitung lagi. Dia menjalaninya dengan perlahan-lahan seperti mencari kutu dan tak sanggup lagi matanya untuk menahan kepedihan ini seperti mencari anak kutu dengan pelan-pelan dan sabar karena anak kutu yang begitu kecil dan halus dan mencari bolak-balik artinya kesedihannya tidak pernah berkesudahan.

4.5 Konteks

(52)

masuknya agama ke tanah Batak memilki fungsi yang sangat penting khususnya pada acara kematian.

Namun sekarang tradisi andung sudah jarang dan waktu pelaksanaannya juga tidak begitu dipentingkan lagi, mereka bisa setiap waktu ber-andung tanpa melihat waktu artinya bahwa andung bisa dilakukan kapan saja itulah yang dinamakan andung-andung.

4.5.1 Konteks Situasi

Andung yang dituturkan oleh Op. Rohani yaitu pada hari ketiga jam 8.05 pagi hari. Dia mengandungi sebelum upacara adat kematian sarimatua Op. Pirlo doli. Pada hari pertama dia tidak bisa pergi ke rumah keluarga Op. Pirlo yang berduka. Dia berkesempatan datang pada hari ke tiga saat acara adat akan dilakukan kepada mayat Op. Pirlo. Dia duduk di samping mayat dan di depannya juga duduk istri dari yang meninggal, dan di sekitarnya ada beberapa keluarga yang meninggal tidak jauh dari mayat juga duduk di situ. Op. Rohani melakukan andungnya tanpa ada yang melarang dengan ekspresi kata-kata dan tanggisannya dia mencurahkan isi hatinya tentang kesedihan yang dialaminya. Dia mengungkapkan isi perasaannya tentang kehilangan Op. Pirlo dan kesedihan yang dialaminya selama ini.

(53)

ama Nova meninggal (Op. ni si Josua). Dia langsung menghampiri mayat, berdiri sambil membungkukkan badannya dan mulai mangandungi mayat tersebut. Dia juga mengungkapkan perasaan sedihnya kehilangan bapak si Nova. Disekitar mayat tersebut juga duduk istri dari yang meninggal, putranya dan beberapa pelayat lainnya. Ny. Sidabutar br. Simanjuntak tanpa segan-segan menyentuh wajah dari yang meninggal sambil memanggil-manggil nama yang meninggal ‘Ama Nova’.

4.5.2. Konteks Sosial

4.5.2.1 Latar Belakang Penutur andung

Tidak semua penutur andung adalah perempuan melainkan laki-laki juga ada yang mampu melakukan andung. Pada upacara kematian mate mangkar dimana meninggal dengan meninggalkan anak-anaknya masih kecil khususnya matopas tataring istri yang meninggal ,pada umumnya si suamilah yang banyak menanggis bahkan jika suami banyak kenangan baik atau buruk terhadap istrinya maka dia akan pandai managandungi mayat istrinya (wawancara dengan Bactiar Nababan).

(54)

Lain halnya dengan Ny. Sidabutar br. Simanjuntak dia pandai mangandungi sejak anak laki-lakinya yang pertama meninggal di usia masih anak-anak. Kenangan terhadap putranya itulah membuat dia selalu bersedih dan selalu diandungkannya. Kehidupannya sehari-hari adalah bertani dan dia juga sudah lama menjadi janda . Semua kesedihannya itu juga yang membuat ‘sidangolan’ dalam hidupnya yang tidak bisa dihindarinya. Jadi semua kesedihan yang dialami oleh seorang penutur andung diungkapkan secara lisan melalui andungnya. Seorang penutur andung ketika menuturkan semua kesedihannya akan membuat kepuasan tertentu (wawancara dengan Ny. Sidabutar br. Simanjuntak), dalam arti hatinya puas dan merasa longgar. 4.5.2.2 Hubungan Sipenutur Andung dengan Keluarga yang meninggal

(55)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Tradisi Andung Pada Upacara Kematian MBT Saat Ini

Keberadaan andung pada upacara kematian saat ini sangat sulit ditemukan. Ini terlihat dengan adanya pergeseran dan perubahan budaya yang di pengaruhi oleh mobilitas zaman yang cepat dan begitu sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Tradisi andung pada upacara kematian MBT pada saat sekarang sudah sangat sulit ditemukan. Pada upacara kematian saat sekarang yang paling sering terlihat adalah anggota keluarga yang mangangguk bobar (menanggis histeris), tangis terisak isak. Tradisi andung ini dianggap tidak sesuai lagi untuk zaman sekarang atau generasi muda selalu mengungkapkan dengan pernyataan sudah ketinggalan zaman (Wawancara dengan Op. Yohana, Percut Sei Tuan, 10 April 2012). Seperti telah diuraikan pada bab II pendahuluan bahwa andung dianggap hal yang mengandung magis sehingga dianggap hal itu sipelebegu dan kuno.

Berdasarkan pengamatan peneliti melihat ada beberapa faktor yang mengakibatkan pergeseran dan perubahan pada tradisi andung saat ini.

5.1.1 Agama

(56)

Pada kepercayaan tradisional, andung difungsikan sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal karena setiap orang meninggal jika diandungi dianggap memiliki derajat yang tinggi. Pergeseran dan perubahan ini terjadi setelah masuknya agama kristen oleh pendeta Jerman ke Tanah Batak abad ke 19 seperti yang telah diuraikan dalam bab dua masuknya misionaris Eropah ke tanah Batak. Para pendeta Jerman ini menganggap bahwa ‘mangandung’ adalah perbuatan yang menunjukkan kekurangan percayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga mangandung diidentikkan dengan keputusasaan. Kegiatan tradisi andung pada upacara kematian MBT tersebut dianggap seperti sipelebegu (mempercayai hantu), kuno dan layaknya orang yang tidak memiliki harapan.

Hal ini juga sependapat dengan Sihombing (1997:338) “Alai di tingki on, nang pe so dilarang huria, ndang dihalomohon godangan bei, ala ndang adong be saonari “na manarik di andung, ai so adong be tarida unsur-unsur kesenian di na mangandung i. Hibul holan papuashon arsak nama dohot roha na putus asa, gabe maralo tu paragamaon.” (Tapi pada saat sekarang, meskipun tidak dilarang jemaat gereja, tidak banyak yang melakukan lagi, karena tidak ada menariknya lagi andung itu, tidak ada unsur-unsur kesenian lagi saat meratap. Hanya memuaskan perasaan putus asa saja, sehingga jadi berlawanan dengan agama).

(57)

Keberadaan agama ini juga sangat mendukung untuk tidak melakukan andung (wawancara dengan Op Patricia Hutagaol, 15 April 2012). Demikian juga halnya pada upacara kematian Op. Pirlo saat Op. Rohani meratapi mayat tersebut MBT yang hadir saat itu mengatakan “ah dang masa be i songoni”(sudah tidak zamannya lagi sekarang). Menurut Op. Simon Gultom (wawancara tanggal 16 Maret 2012) tradisi andung di daerah desa itu sudah tidak begitu dianggap sakral lagi karena masyarakat sudah menganut agama dan penutur andung pun juga sudah semakin sulit ditemukan di desa itu.

5.1.2 Pendidikan

(58)

Generasi muda sekarang dengan pendidikan yang sudah tinggi dan terbiasa dengan kehidupan kota yang penuh dengan gaya modern juga mengganggap bahwa andung itu sudah tidak zamannya lagi . Bahkan mereka juga mengganggap itu adalah perbuatan yang tidak beragama karena dalam kehidupan ini kita harus pasrah akan kematian yang kelak memang harus kita hadapi. Pendidikan yang semakin tinggi mendukung keberadaan andung juga menjadi terkikis.

5.1.3. Bahasa

Pergeseran yang paling nyata adalah bahasa andung yang merupakan ciri khas dari tradisi andung juga tidak pernah lagi terdengar pada saat suasana duka/kematian melainkan bahasa batak sehari-hari (hata somal) yang lebih dominan. Seperti pada upacara kematian keluarga Tumanggor daerah saentis pada tanggal 21 Maret 2012 (gambar peta 3), istri dari yang meninggal tidak bisa mangandungi dengan menggunakan hata andung (bahasa Batak halus) yang dilakukannya adalah menanggis, begitu juga dengan anak-anaknya tak satupun yang mampu mengandungi kepergian bapaknya, mereka mengekspresikan kesedihannya dengan hanya menanggis dan berkata-kata dalam bahasa Indonesia.

(59)

dia sering mendengar wanita lain yang ada di lingkungannya meratap/mangandungi. Kedua orang tuanya bukanlah pandai mangandungi. Dia mempelajari andung karena sering mendengar dan belajar secara sendiri. Ini menunjukkan bahwa kebiasaan mendengar juga bisa melatih menjadi pangandung “penutur”. Begitu juga dengan Ny. Sidabutar br. Simanjuntak bahwa dia mulai mempelajari andung sejak anak laki-laki pertamanya meninggal “sidanggollon khi do na mambahen ahu gabe malo mangandungi” (kesedihan ku itulah yang membuat aku pandai mangandungi). Kenangan-kenangan bersama putranya itulah yang selalu diingatnya dan dia merasa kehilangan. Itulah awalnya dia mulai pandai mangandungi dan bahasa andung yang didapatnya juga semakin bertambah.

(60)

Keahlian seorang penutur andung harus mampu menggunakan bahasa andung (hata andung) yaitu bahasa Batak yang halus. Dengan sirnanya kelembutan berbahasa juga berdampak pada perilaku orang Batak itu sendiri. Tidak heran perilaku orang sekarang menjadi sangat kasar dan verbal. Sebab bahasa Batak yang digunakan saat ini adalah bahasa Batak yang sudah berevolusi alias dipangkas dari kelembutan sastra umpasa (pepatah) maupun andung. Sepanjang tradisi lisan itu masih hidup di sebuah komunitas maka selama itu juga bahasa andung pada komunitas itu masih hidup. jadi jika bahasa etnik ini juga hilang maka sastra lisan MBT tersebut sebagai bahasa bagian dari kebudayaan itu akan hilang juga.

5.1.4 Budaya

(61)

diberikan Tuhan kepada mu” ini tertulis dalam Firman Tuhan yaitu merupakan titah kelima dari hukum taurat menurut ajaran Agama kristen. Bukan pada saat dia sudah mati yang kemudian diekspresikan melalui andung. Hal inilah yang selalu bertentangan dengan ajaran agama.

Namun sekarang berbeda jika ada yang mangandungi orang tidak menggangap itu lagi sebagai sebuah kebutuhan dalam ritual kematian melainkan mencela dengan mengatakan sipelebegu (hantu). Dan jika ada mang-andungi langsung di sela dengan ende huria (lagu gereja) seperti penelitian Hodges “ganti andung gabe ende huria”. Dan jika pun ada itu bukanlah sebagai penghormatan lagi bagi yang meninggal tapi hanya sekedar mencurahkan isi hatinya yang sedih dengan luapan emosi. Tradisi andung pada jaman sekarang tidak dianggap lagi sebagai tradisi yang penting atau sakral dalam sebuah upacara kematian. Budaya-budaya luar juga sangat mempengaruhi generasi MBT saat sekarang seperti halnya rosbang tempat meninggal juga sudah modern bisa dihiasi dengan bunga-bunga dekorasi seperti bunga melati dan peti mati yang lebih mewah sehingga berkesan kematian itu sebagai ekspresi kebanggaan untuk menyenangkan pelayat saja.

(62)

sahala ni na mate. Selain gerakan ini, orang yang meratap terkadang menyentuh pipi (muka) mayat (video 2 Percut Sei tuan), terkadang bergoyang-goyang, atau menggerakkan tangan dengan kuat dan penuh perasaan sambil meratap. Semua gerakan ini, dan yang lain juga, merupakan suatu aspek komunikatif (sign vehicle) dari kegiatan meratap dalam ritus kematian MBT (Hodges. 2001:13-14). Namun sekarang gerakan tangan diubah seiring dengan lagu ratapan (andung) diganti dengan lagu-lagu gereja agar arah dan posisi tangan dibalikkan. Perubahan ini, dijelaskan mempunyai makna bahwa kuasa/berkat/keuntungan dari syair lagu gereja di masukkan ke dalam tubuh orang yang mati itu.

5.1.5. Ekonomi

(63)

bila andung-andung tersebut sudah dikemas dalam bentuk CD. Namun bukan berarti CD tersebut harus diputar pada upacara kematian.

5.2 Fungsi dan Makna Tradisi Andung pada Upacara Kematian MBT Saat Ini

5.2.1 Fungsi Ekspresi Kesedihan

Syair-syair dari andung bervariasi sehubungan dengan subyek yang di andung-kan dan orang yang mangandung-kannya. Namun pada umumnya dapat membawa ekspresi duka cita/kesedihan/ketidakharapan/dari yang berduka cita, dan terkadang dialamatkan kepada orang yang meninggal atau juga kepada orang yang melayat/maningkir. Hal ini terlihat pada andung Op Rohani.

ia mang lungun nai ni si Ompung si Vaniii... na sai bobo nosan

tunas i si adosan mi ito...o...o..o gajang mai nian Ompung Vaniii... hata honon ni inang tua mu da ito angka nalunguniii...

ndang ku hu ingot bei ito sude angka sitaonon ki ndang hu paborhat i siadosan mi

ima siunuan beui hi..hi.hi...

songon hariara na marokat i hasian pinaborhat ni inang tua mi

songon na hu sapot i ...i..i

na baru pe Ompung Vani si bijaon mu da ito ima si sumbaoon ki

hu usung i sian tano Bali....ei...ei...ei

ompat i nian Ompung Vani pina ribot mi da ito rindang siubean ki

na baru borhat pe silasapon mu da ito si nuan tunas na binalos i..

maninggalhon napilpil pusok

(64)

Andung yang dituturkan oleh Op Rohani ini ternyata dia tidak hanya berkata-kata tentang pengalaman hidupnya bersama dengan yang meninggal (Op.Pirlo) Melainkan dia juga bercerita dalam bentuk tangisan yang bermelodi tentang kesedihan yang dialaminya. Kehilangan putrinya yang juga baru meninggal sekitar beberapa bulan yang lalu, dimana dia tidak bisa hadir pada saat itu karena sakit. Kemudian kehilangan saudara laki-lakinya, cucunya yang masih kecil ditinggalkan oleh ibunya (putrinya). Dari pengamatan ini terlihat bahwa dia ingin mangandungi fungsinya untuk menyampaikan isi hatinya yang selama ini sudah terganjal lama di hatinya agar di ketahui oleh orang-orang yang hadir melayat pada saat itu bahkan untuk pihak keluarganya yang mungkin hadir juga disitu.

(65)

dialami oleh si penutur andung agar keluarganya yang hadir pada saat itu juga mendengar.

5.2.2 Kedekatan Hubungan

Sebagai fungsi sosial, andung menurut Sibarani dan kawan-kawan (1999: 82) berfungsi untuk mengekspresikan perasaan sedih karena ada yang meninggal, menimbulkan rasa haru pada waktu terjadi kemalangan, menunjukkan kedekatan hubungan, mengungkapkan perilaku dan perbuatan yang baik dari orang yang meninggal dan sebagai kebanggaan.

Ama Nova sadiari ho anggia tu hahuburan ni.... nga didapot to ho be na dijolojolo ki...

nga digotap ho pusu-pusu ni omak ni si Nova i

ama Nova dang adong be paturehon angka ulaon tai be anggi ai dang adong be anggi...

nga digotap ho bei hape poang ai disungguli ho do sidanggolanki ai disungguli ho ma ahu amang nga diihuthon ho be ito.... ai tung marlojong ho anggi

Dalam Andung Ny. Sidabutar br. Simanjuntak jelas terlihat bahwa mereka memiliki hubungan dekat, dimana Ny. Sidabutar mengatakan tak ada lagi yang mengurus semua kegiatan kita itu adikku. Ini menun jukkan bahwa Op. ni si Josua Tumanggor adalah orang yang baik dan memiliki peranan penting dalam kegiatan sosialnya.

(66)

disimpulkan bahwa fungsi andung saat ini hanyalah sebagai ekspresi kesedihan yang mendalam dan hanya untuk menghormati keluarga yang meninggal.

5.3 Representasi Nilai-nilai Budaya pada Tradisi Andung

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya. Begitu juga halnya pada MBT memiliki kesembilan nilai budaya utama yang mencakup segala aspek kehidupan MBT tersebut.

Dalam tradisi andung terdapat pula nilai-nilai budaya MBT seperti yang diuraikan dibawaha ini.

5.3.1 Kekerabatan

Di dalam MBT kekerabatan mencakup hubungan primordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan, unsur-unsur dalihan na tolu (hula-hula/dongan sabutuha/boru), hatobangon (cendikiawan) dan segala yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan kerena pernikahan, solidaritas marga dan lain-lain.

(67)

terlihat saat andung Op. Rohani yang mangandungi Op. Pirlo, di mana dalam Dalihan Na Tolu hubungan kekerabatan itu tergambar. Diketahui bahwa Op. Rohani berperan sebagai dongan tubu (teman satu marga) dan bukan merupakan keluarga dekat. Marga suami Op. Rohani adalah Harianja yaitu memiliki marga yang sama dengan yang meninggal (Op. Pirlo) dan dia ‘Op. Rohani’ menyebutkan bahwa dia adalah inang tua (mamak tua) karena lebih tua . Ini terlihat dari andung Op. Rohani sebagai berikut.

Ompung Vani nga di dia inang tua mi hasian dang adong be amang na marsigiason do naso boi palilungan ki... paninggalonmu si nuan beu

ndang adong na mamboto ho na marsahit ho Ompung. Vani

naso sehat do inang tua mon ndang berengon ku be simangarudok mi umbahen naso ro ahu mandulo ho

nga marsigiason ho dipapan naso habalunan i

Dengan menggunakan kata inang tua ini jelas bahwa Op. Rohani lebih tua dari yang meninggal dan dia menganggap Op. Pirlo adalah anaknya meskipun bukan darah dagingnya sendiri. Dia mengandungi Op. Pirlo karena kebaikan selama hidup Op. Pirlo telah melakukan hubungan pertemanan satu marga dengan baik. Tetapi dalam MBT yang memiliki marga sama dan melihat silsilah urutan marganya maka diketahui status dari orang tersebut.

Ini adalah andung seorang ibu kehilangan anaknya laki-laki

hape to hahuburan do hape ito tapi kekuburannya akhirnya kau ito anak khu sinuan tunas khi amaang anak ku putra ku

(68)

Dari phrasa ‘anak khu sinuan tunas khi amang’ terlihat hubungan antara sipangandung dengan yang diandungi yaitu seorang ibu dengan anaknya (putra). Andung ini berisikan bahwa semua yang telah dilakukannya dan diusahakannya untuk menyelamatkan anaknya ternyata berakhir juga pada kematian dan tak bisa dihindari lagi. Ini mengajarkan kepada kita bahwa kita harus tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik meskipun akhirnya meninggal.

andung seorang suami yang kehilangan istrinya.

oh inooong... inong siadopan Oh istriku...istri ku

nga marindangk ho nian sudah punya anaknya kau na tolu simarundungii yang tiga masih kecil-kecil tu dia ma i aupon mu i kemana kah akan kubawa

inang siadopan istriku...

Panggilan inong siadopan merupakan panggilan halus terhadap istri. Dari panggilan kekerabatan ini juga terlihat bahwa yang diandungi oleh pria tersebut adalah istrinya. Istri yang selalu memperhatikannya dan mengatur serta merawatnya akhirnya pergi. Tanpa seorang istri hidup ini tidak berarti. Biasanya seorang ibulah yang paling mengerti dan lebih memperhatikan anak-anaknya.

Andung seorang istri yang ditinggalkan suaminya.

among...among raja namiii bapa...bapak raja kami

(69)

Among rajanami juga merupakan panggilan terhadap bapak atau suami yang disayangi . Raja nami itu berarti dia adalah kepala rumah tangga atau pemimpin dalam keluarganya.

Isi andung ketiga diatas, diketahui hubungan apa antara yang meninggal dengan yang mangandungi. Dengan sapaan kekerabatan yang diungkapkan ketika dia memanggil yang meninggal. Jadi jelaslah bahwa setiap orang yang mengandungi bisa diketahui hubungan kekerabatan apa antara mereka.

5.3.3 Hagabeon

Hagabeon dalam kebudayaan Batak bermakna banyak keturunan dan panjang umur. Harahap dan Hotman M. Sihaan (1987:1333), “Satu ungkapan tradisional Batak yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan ialah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniai putra 17 dan putri 16.”

Secara tradisional, MBT sangat ingin mempunyai anak karena itu sangat sayang kepada anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kalau MBT ingin memberi doa restu (istilah Batak: masumasu) maka MBT selalu menitik beratkan doanya pada permohonan agar Tuhan memberi kepada orang atau keluarga yang direstui itu hagabeon (banyak anak).

Gambar

Gambar 2.  Peta lokasi Upacara Kematian Tanggal 16 Maret 2012
Gambar 3. Peta lokasi upacara kematian tanggal 21 Maret 2012 di Percut Sei Tuan Kab. Deliserdang

Referensi

Dokumen terkait

Jika kita simak dari asumsi yang telah dijelaskan diatas, sebelum kita mengkaji lebih dalam mengenai fungsi gondang sabangunan pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat

Tor-tor Husip-husip merupakan salah satu jenis tor-tor yang terdapat pada upacara adat kematian saurmatua yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan adat dan

Semua proses upacara kematian (dalam masyarakat Jepang dan Batak Toba) dari mulai upacara pemakaman yang pertama sampai pada proses pemakaman yang ke-dua yang dilakukan

Dari gambaran permasalahan tersebut diatas yang menarik untuk melakukan penelitian tentang fungsi dan makna kerbau pada masyarakat Batak Toba dalam upacara kematian

Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah seperti tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan, marhori- hori

(4) martarikan, marjula-jula ialah gotong-royong yang dilakukan orangtua baik laik-laki sebegai alternatif menabung untuk keperluan acara adat. Para orangtua akan terlebih

Salah satu nyanyian dalam kehidupan masyarakat Batak yang merupakan ungkapan perseorangan adalah andung yang dapat dilihat pada adat upacara kematian, syair dalam nyanyian

Pada umumnya yang ditemui pada acara kematian sarimatua saat sekarang lebih dominan tangisan biasa dan mangangguk bobar (tangis terisak-isak), jika ada yang dapat