• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII REPRESENTASI SOSIAL PESERTA PROGRAM KELUARGA

7.1 Representasi Sosial terhadap PKH

Representasi sosial terhadap PKH secara umum adalah bentuk pandangan peserta PKH terhadap PKH yang meliputi pengetahuan, pendapat, keyakinan serta sikap mereka terhadap PKH yang terbentuk melalui interaksi secara terus menerus dengan lingkungan sosial dan fisiknya dan disosialisasikan dalam komunikasi sehari–hari antar anggota kelompok. Melalui teknik asosiasi kata kepada 50 orang responden, terkumpul 189 kata yang mencerminkan representasi sosial terhadap program bantuan PKH yang mereka terima. Keseluruhan kelompok kata tersebut dibagi ke dalam lima kategori kata, yaitu PKH untuk biaya pendidikan anak, PKH untuk kebutuhan sehari–hari dan modal usaha, PKH masih kurang memuaskan, PKH membuat senang, serta PKH memiliki aturan. Namun kategori kata PKH untuk kebutuhan sehari–hari dan modal usaha tidak menjadi tipe karena tidak ada satu orang responden pun yang memiliki representasi sosial yang dominan pada kategori ini.

Sebagian besar responden tergolong kepada tipe PKH untuk biaya pendidikan anak dengan 52 persen responden yang memiliki representasi sosial dominan pada kategori kata ini. Tipe selanjutnya ialah PKH belum memuaskan

dengan 32 persen responden. Dua tipe lainnya yaitu PKH membuat senang dan

PKH mempunyai aturan, dimiliki oleh sebagian kecil responden yaitu masing- masing 8 persen. Tabel 11 berisi informasi mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan tipe representasi sosial mereka terhadap PKH.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipe Representasi Sosial terhadap PKH (n=50)

Tipe representasi sosial terhadap PKH n (orang) n (%)

PKH untuk biaya pendidikan anak 26 52

PKH belum memuaskan 16 32

PKH membuat senang 4 8

PKH mempunyai aturan 4 8

Total 50 100

7.1.1 PKH untuk Biaya Pendidikan Anak

Kelompok kata yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi pertama ialah PKH untuk biaya pendidikan anak yang berisi pernyataan mengenai berbagai macam penggunaan PKH untuk kebutuhan pendidikan anak dari 52

persen responden. Kata yang paling banyak ditemui adalah uang untuk baju seragam, buku, peralatan tulis, SPP, pembayaran uang pangkal, ongkos, jajan di sekolah. Selanjutnya, meringankan beban sekolah, diperpanjang, merasa terbantu, lega, penggunaan untuk anak, harapan ada untuk seterusnya, tabungan, syukur, bahagia, bantuan berlanjut, dapat lagi, membantu, bagus, cukup, mengurangi beban, tambahan serta keyakinan anak bisa sekolah tinggi. Dengan kata lain, peserta PKH merepresentasikan PKH sebagai program pemerintah yang memberikan bantuan tunai untuk meringankan biaya pendidikan anak mereka. Berikut kutipan dari salah seorang responden yang merasa sangat bersyukur karena mendapatkan bantuan PKH disaat ia sedang membutuhkan uang untuk pendidikan anaknya.

“Ibu bersyukur, Alhamdulillah. Waktu ibu lagi butuh uang untuk biaya masuk anak ke sekolah (uang pangkal), ibu dapat bantuan. Setiap uangnya turun langsung dibayarin ke sekolah. Ibu ga pernah pake buat yang lain. palingan ibu minta dikit buat ongkos ojeg pulang pengambilan uang karena Ibu ga kuat jalan jauh.” (M, 50 tahun)

Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terlihat bahwa responden merasakan manfaat dari adanya bantuan PKH, khususnya untuk membantu meringankan biaya pendidikan anaknya. Pada dua tahap pencairan, penentuan tanggal pencairan dikaitkan dengan jadwal pembayaran uang masuk (uang pangkal) atau jadwal kenaikan kelas di sekolah. Hal tersebut dimaksudkan agar dana bantuan dapat digunakan langsung untuk biaya pendidikan anak karena telah dibagikan pada waktu yang tepat yaitu saat uang dibutuhkan untuk biaya pendidikan. Umumnya, peserta merasa bantuan yang diterima sangat bermanfaat, terlepas berapa pun jumlahnya karena bantuan tersebut terasa meringankan biaya pendidikan anak mereka.

Pada tipe ini juga terdapat harapan peserta mengenai keberlanjutan bantuan untuk biaya pendidikan ini. Umumnya mereka adalah orang tua yang memiliki anak yang akan lulus dan telah lulus SMP. Berdasarkan petunjuk program, anak yang telah lulus SMP tidak berhak mendapatkan dana PKH lagi. Namun karena kurangnya dana yang dimiliki peserta PKH untuk melanjutkan pendidikan, tetapi keinginan anak dan orang tua akan beberlanjutan pendidikan

anak masih tinggi menyebabkan harapan untuk keberlanjutan pemberian dana bantuan PKH menjadi tinggi. Mereka masih sangat mengharapkan dapat memperoleh bantuan lagi, agar anak–anak mereka bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan SMA. Berikut kutipan dari salah satu responden yang memiliki harapan tersebut.

“Ibu sangat berharap sekali, bisa dapat bantuan lagi. Ibu tau kalau anak ibu udah lulus SMP, dia ga akan dapat bantuan lagi. Tapi mau bagaimana, setelah sakit bapak udah ga bisa kerja kayak dulu lagi, ibu ga bisa kerja, uang tabungan juga ga ada. Padahal dia ga mau berhenti sekolah, dan ibu ngerasa dia juga pinter dan mampu ngelanjutin ke SMA. Sekolah sampai SMP aja ga terlalu berarti sekarang.” (A, 43 tahun)

Berdasarkan hasil uraian di atas, terlihat bahwa responden mengaitkan PKH dengan berbagai aspek tentang pendidikan, terutama mengenai pembiayaan pendidikan. Pengetahuan tentang pengutamaan penggunaan dana PKH komponen pendidikan untuk kebutuhan pendidikan anak dapat dikatakan sebagai pengetahuan terminimal yang harus dimiliki oleh setiap peserta PKH komponen pendidikan. Seperti yang diutarakan oleh seorang koordinator petugas PKH Bogor barat, bahwa dana PKH komponen pendidikan tersebut memang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan anak, baik untuk kebutuhan langsung seperti pembayaran SPP, pembelian buku, alat tulis, seragam ataupun kebutuhan pendidikan yang tidak langsung seperti jajan dan ongkos ke sekolah. Berdasarkan penjelasan di atas, responden yang berada pada tipe ini memiliki representasi sosial yang sudah cukup tepat dengan ketentuan PKH.

Representasi sosial yang cukup baik ini, dipengaruhi oleh sosialisasi dari petugas PKH mengenai ketentuan program. Informasi mengenai kewajiban peserta selalu diinformasikan kembali setiap pertemuan kelompok dilaksanakan. Selain itu, interaksi antar anggota juga cukup membantu sosialisasi program karena terkadang pembicaran para peserta PKH yang berada dalam satu kelompok yang sama, masih terkait dengan penggunaan dana PKH untuk biaya pendidikan anak. Intervensi PKH pada komponen pendidikan diharapkan oleh pemerintah dapat berpengaruh langsung pada kemampuan belajar anak RTSM dan partisipasi mereka dalam pendidikan, yaitu dengan adanya kewajiban mendaftarkan anak ke

satuan pendidikan dan kewajiban memenuhi standar kehadiran seperti yang telah ditetapkan (Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, 2008c). Tujuan PKH melakukan intervensi dalam aspek pendidikan tersebut sesuai hasil pemikiran Indraswari (2009) yang menyatakan bahwa, terkadang masyarakat miskin mempunyai potensi besar akan tetap berada di dalam lingkaran kemiskinan karena anak–anak mereka sebagai generasi penerus tidak memperoleh intervensi untuk memutuskan rantai kemiskinan tersebut. Dalam hal ini adalah intervensi dalam mempermudah aksesibilitas masyarakat yang tergolong miskin terhadap pendidikan. Tabel 12 berisi informasi mengenai karakteristik peserta PKH yang tergolong pada tipe tersebut.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi Sosial PKH untuk Biaya Pendidikan Anak berdasarkan Karakteristik Peserta PKH (n=26)

Karakteristik Peserta PKH Kategori n (orang) n (%)

Usia Antara 43–56 tahun 14 53

Pendidikan Tamat SD 17 65

Pekerjaan Buruh 19 73

Jumlah sumber nafkah Dua sumber nafkah 18 69

Penghasilan 350.000 – 500.000 13 50

Tanggungan Antara 2 sampai 3 orang 16 62

Peranan dalam kelompok Anggota 24 92

Intensitas pertemuan kelompok Sering 23 88

Intensitas bertemu petugas Sedang 22 85

Intensitas interaksi dalam kelompok

Tinggi 17 65

Responden yang ada pada tipe ini umumnya ialah perempuan berstatus ibu yang berada pada usia 43 hingga 53 tahun dengan pendidikan formal terakhir tamat sekolah dasar. Responden umumnya bekerja sebagai buruh. Penghasilan keluarga berada pada kisaran Rp. 350.000,00 hingga Rp. 500.000,00 dari dua sumber nafkah dalam keluarga dan dengan jumlah tanggungan antara 2 hingga 3 orang anak. Hampir seluruh responden ialah anggota dalam kelompok PKH, dengan intensitas sering dalam mengikuti pertemuan kelompok. Kategori tinggi juga terlihat pada interaksi peserta dalam kelompok, namun umumnya mereka hanya berada pada intensitas sedang dalam bertemu petugas pendamping. Penjelasan tersebut seperti yang telah dirangkum pada Tabel 12.

7.1.2 PKH Belum Memuaskan

PKH belum memuaskan merupakan kategori kata yang menjadi tipe kedua terbesar. Kata-kata yang diperoleh dari responden diantaranya uang kurang, ingin jumlah dinaikkan, ngaturnya susah, belum cukup, pindahin ke ponakan, tambah, ga banyak, uang naik, ingin ditambah, kapan pencairan?, lama, nunggu, pencairan kapan, cepat turun, ga menyeluruh, orang lain sinis, dan ga merata.

RTSM peserta PKH mengevaluasi bantuan PKH sebagai program bantuan yang jumlah bantuannya belum memenuhi kebutuhan, tidak tepat waktu, dan tidak menyeluruh diterima oleh penduduk miskin disekitar mereka dan dalam hal ini evaluasi yang ada sebagian besar adalah evaluasi yang cenderung negatif. Tipe ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Anggen (2005) yang menyatakan bahwa masyarakat miskin merespon positif program penanggulangan kemiskinan karena merasakan manfaat yang besar dari program tersebut.

Jumlah bantuan belum memadai ialah pandangan peserta yang merasa jumlah bantuan terlalu kecil dan kurang dapat memenuhi kebutuhan. Melalui hasil wawancara, diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengungkapkan hal ini ialah responden yang memiliki anak SMP. Hal tersebut mungkin saja disebabkan oleh anak responden bersekolah di SMP swasta yang tidak mendapatkan dana BOS dan siswa diwajibkan membayarkan SPP setiap bulannya, ataupun karena sekolah memiliki lokasi yang cukup jauh sehingga membutuhkan biaya untuk transportasi. Salah satu penjelasan responden yang menyatakan bahwa bantuan masih belum memadai ialah sebagai berikut.

“Ibu bersyukur bisa kepilih. Ga semua orang dapet bantuannya disekitar sini. Tapi kalo ditanya bantuan udah cukup atau belum, ya belum. Uangnya kerasa kecil banget. Ga cukup buat jajan dan ongkos anak ke sekolah. Namanya juga manusia, ga ada puasnya ya neng. Kalau bisa sih bantuannya ditambah sama pemerintah.” (E, 31 tahun)

Beberapa responden lainnya menyatakan bahwa bantuan dari PKH masih kurang memenuhi kebutuhan dan sulit dalam penggunaannya karena dikaitkan dengan adanya perubahan regulasi dari PKH pusat. Pada tahun 2010 bantuan yang awalnya dibagikan sebanyak tiga kali dalam setahun berubah menjadi empat kali dalam setahun. Uang yang diterima pada setiap pencairan berubah dari sepertiga

bagian menjadi seperempat bagian dari total bantuan per tahunnya. Berikut kutipan dari responden yang menyatakan hal tersebut.

“Ibu sebenarnya bingung buat ngebagi–bagi penggunaan uang ini. Jumlahnya kecil, tapi kebutuhan banyak. Apalagi sejak pencairan jadi empat kali setahun, uangnya tambah kecil lagi. Kalo menurut ibu sih, uangnya dibagi jadi sekali atau dua kali aja. Biar lebih kerasa ada uangnya.” (R, 39 tahun)

Bantuan tidak tepat waktu ialah evaluasi peserta mengenai tanggal pencairan tahap dua tahun 2010 yang pada saat penelitian dilakukan masih belum pasti kapan akan dilaksanakan. Padahal pencairan seharusnya dilaksanakan pada awal atau pertengahan bulan tersebut. Menurut beberapa responden, pada setiap pencairan sebelumnya tidak pernah terjadi keterlambatan dan pencairan dana bantuan dilaksanakan sesuai dengan jadwal. Sehingga dapat disimpulkan maksud responden tentang keterlambatan pencairan tersebut hanya dimaksudkan untuk pencairan tahap dua tahun 2010.

Selanjutnya ialah penilaian bahwa bantuan PKH belum terdistribusi secara menyeluruh untuk masyarakat miskin di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Sebagian besar responden yang mengeluarkan asosiasi kata yang terkelompok pada kelompok kata PKH belum menyeluruh berpendapat bahwa jumlah penerima PKH seharusnya ditambah karena masih sangat banyak penduduk yang membutuhkan bantuan tersebut. Salah seorang responden juga mengungkapkan bahwa salah satu tetangganya malah lebih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dana pendidikan anaknya hingga anaknya putus sekolah karena sangat kekurangan biaya.

Karakteristik dominan responden pada tipe ini cenderung sama dengan responden yang tergolong pada kategori pertama sebagai kategori dominan, namun terdapat perbedaan pada tingkat penghasilan dimana penghasilan responden pada tipe ini berkisar antara Rp. 500.000,00 hingga Rp. 650.000,00. Jumlah penghasilan mereka yang cukup tinggi dibandingkan kebanyakan responden pada tipe pertama, dan hal ini diduga menyebabkan representasi sosial yang terbentuk ialah PKH belum memuaskan. Dapat disimpulkan, peserta PKH yang memiliki tingkat pendapatan yang lebih besar, cenderung melihat PKH sebagai program yang belum memuaskan, karena dana masih belum memadai,

kurang tepat waktu, dan belum menyeluruh. Selanjutnya, terkait keterlibatan dalam kelompok, hampir seluruh responden ialah anggota dalam kelompok PKH dengan intensitas sering dalam mengikuti pertemuan kelompok. Interaksi peserta dalam kelompok, tergolong tinggi namun umumnya mereka hanya berada pada intensitas sedang dalam bertemu petugas pendamping. Penjelasan di atas, seperti yang terlihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi Sosial PKH Belum Memuaskan berdasarkan Karakteristik Peserta PKH (n=16) Karakteristik Peserta PKH Kategori n (orang) n (%)

Usia Antara 43–56 tahun 9 56

Pendidikan Tamat SD 7 44

Pekerjaan Buruh 7 44

Jumlah sumber nafkah Dua sumber nafkah 7 44

Penghasilan 500.000-650.000 6 38

Tanggungan Antara 2 sampai 3 orang 10 63

Peranan dalam kelompok Anggota 16 100

Intensitas pertemuan kelompok Sering 15 94

Intensitas bertemu petugas Sedang 15 94

Intensitas interaksi dalam kelompok Tinggi 11 69

7.1.3 PKH Membuat Senang

Tipe ketiga yaitu PKH membuat senang yang terdapat pada 8 persen responden. Pada tipe ini responden umumnya mengeluarkan kata–kata seperti program bagus, bermanfaat, jajan cucu, girang, syukur, membantu, berguna, senang, rejeki, kaget, dan Alhamdulillah. Tipe ini menyiratkan perasaan syukur, bahagia, dan penilaian postif RTSM terhadap PKH, namun tanpa menghubungkannya kepada aspek pendidikan. Tidak adanya korelasi dengan aspek pendidikan ialah sebuah faktor kunci yang membedakan tipe PKH membuat senang dengan tipe PKH untuk biaya pendidikan anak. Pada tipe

PKH untuk biaya pendidikan anak yang merupakan tipe paling dominan bagi responden juga terdapat penilaian positif terhadap PKH namun responden juga menghubungkannya dengan pemenuhan kewajiban untuk mengutamakan penggunakan dana tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak.

Peserta PKH yang termasuk pada tipe ini merasakan perasaan yang sangat bersyukur bisa menjadi penerima bantuan PKH, merasa terbantu dengan adanya bantuan PKH terlepas berapa pun jumlah yang mereka terima, cukup ataupun

tidak cukup dana tersebut memenuhi kebutuhan mereka, serta tepat waktu ataupun terlambat dana tersebut diberikan. Tipe ini sesuai dengan hasil penelitian Anggen (2005) yang mengatakan bahwa umumnya masyarakat miskin merasakan manfaat yang besar terhadap program klaster I, dalam hal ini adalah PKH.

Karakteristik dominan responden pada tipe ini cenderung sama dengan responden yang tergolong pada kategori pertama sebagai kategori dominan. Namun terdapat perbedaan pada tingkat pendidikan dan jumlah sumber nafkah. Tingkat pendidikan responden lebih diduga sebagai faktor yang mempengaruhi representasi sosial mereka yaitu PKH membuat senang. Peserta PKH yang memiliki pendidikan tidak tamat SD cenderung lebih melihat PKH sebagai program yang membuat senang, tanpa menghubungkannnya dengan aspek pendidikan. Adapun jika dilihat dari keterlibatan dalam kelompok, mereka memiliki bentuk karakteristik yang sama dengan responden pada tipe lainnya (lihat Tabel 14).

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi Sosial PKH Membuat Senang Berdasarkan Karakteristik Peserta PKH (n=4) Karakteristik Peserta PKH Kategori n (orang) n (%)

Usia Kurang dari 43 tahun 2 50

Pendidikan Tidak tamat SD 2 50

Pekerjaan Buruh 2 50

Jumlah sumber nafkah Dua sumber nafkah 2 50

Lebih dari dua sumber nafkah 2 50

Penghasilan 350.000 – 500.000 3 75

Tanggungan Antara 2 sampai 3 orang 4 100

Peranan dalam kelompok Anggota 4 100

Intensitas pertemuan kelompok Sering 4 100

Intensitas bertemu petugas Sedang 4 100

Intensitas interaksi dalam kelompok

Rendah 2 50

Tinggi 2 50

7.1.4 PKH mempunyai Aturan

Tipe selanjutnya ialah PKH mempunyai aturan yang berasal dari 8 persen responden. Sebagian besar kata yang diucapkan oleh responden ialah: saran pendamping, peraturan PKH, uang tunai, untuk kebutuhan anak, pemerintah masih memperhatikan, sanksi, harus mengikuti kewajiban sesuai aturan, survei petugas, penggunaannya, untuk keluarga tidak mampu, takut dituntut dan kena

sanksi, jangan disalahgunakan, pertemuan, dan kewajiban tidak berat. Informasi yang dimiliki responden pada tipe ini merupakan elemen pengetahuan dalam representasi sosial mereka terhadap PKH. Peserta PKH mengetahui bahwa program bantuan yang mereka terima memiliki ketentuan yang harus mereka penuhi sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab mereka.

Tipe PKH memiliki aturan ialah tipe yang berisi seluruh informasi mengenai ketentuan PKH baik pada pengutamaan penggunaan dana untuk kebutuhan pendidikan anak, adanya sanksi jika melakukan suatu pelanggaran, serta adanya petugas yang mendampingi peserta. Tipe ini adalah bentuk pandangan peserta yang paling lengkap mengenai PKH, berbeda dengan tipe PKH belum memuaskan, PKH membuat senang, ataupun dengan PKH untuk pendidikan, yang hanya memusatkan perhatian pada penggunaan dana.

Karakteristik dominan yang terlihat pada responden ialah, sebagian besar dari mereka berumur antara 43 hingga 56 tahun. Tingkat pendidikan sangat beragam, yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA. Sebagian responden bekerja sebagai buruh dan sebagian lainnya bekerja serabutan. Penghasilan rumah tangga hingga Rp. 500.000,00 per bulan yang berasal dari dua sumber nafkah. Jumlah tanggungan dalam rumah tangga ialah antara 2 hingga 3 orang. Terkait keterlibatan mereka ke dalam kelompok, sebagian responden ialah anggota dalam kelompok PKH dan sebagian lainnya ialah ketua kelompok. Seluruh responden tergolong sering dalam mengikuti pertemuan kelompok, dan sebagian besar juga sering bertemu dengan petugas. Seluruh responden terbagi rata ke dalam dua kategori dalam intensitas interaksi dalam kelompok, yaitu kategori rendah dan tinggi.

Karakteristik responden yang tergolong pada tipe ini dapat dilihat pada Tabel 15. Perbedaan karakteristik dengan responden pada kategori dominan terdapat pada jenjang pendidikan, peranan dalam kelompok, frekuesi bertemu petugas dan intensitas interaksi antar peserta. Karakteristik yang diduga berhubungan dengan representasi sosial yang terbentuk ialah peranan dalam kelompok dan intensitas bertemu petugas. Sebagian responden memiliki peran sebagai ketua dan sebagian besar dari mereka tergolong sering berinteraksi dengan petugas. Dapat disimpulkan bahwa peserta PKH yang memiliki peran

sebagai ketua dan sering bertemu petugas cenderung melihat PKH sebagai program yang memiliki aturan.

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden pada Representasi Sosial PKH Memiliki Aturan berdasarkan Karakteristik Peserta PKH (n=4)

Karakteristik Peserta PKH Kategori n (orang) n (%)

Usia Antara 43–56 tahun 3 75

Pendidikan Tidak tamat SD 1 25

Tamat SD 1 25

Tamat SMP 1 25

Tamat SMA 1 25

Pekerjaan Serabutan 2 50

Buruh 2 50

Jumlah sumber nafkah Dua sumber nafkah 3 75

Penghasilan 350.000 – 500.000 2 50

Tanggungan Antara 2 sampai 3 orang 3 75

Peranan dalam kelompok Anggota 2 50

Ketua 2 50

Intensitas pertemuan kelompok Sering 4 100

Intensitas bertemu petugas Sering 3 75

Intensitas interaksi dalam kelompok Rendah 2 50

Tinggi 2 50

Dokumen terkait