• Tidak ada hasil yang ditemukan

HR Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategis dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. HR Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga

investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah (Widjaja, 2003).

2. HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia

HR Scorecard merupakan bagian dari perusahaan dimana HR Scorecard diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang menjadi alat bantu dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan. HR Scorecard dapat menjadi alat bantu bagi para manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi startegi usaha. HR Scorecard membantu para manajer menjabarkan misi, visi dan strategi perusahaan menjadi aksi atau praktik sumber daya manusia yang dapat diukur kontribusinya.

HR Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak berwujud atau intangible (sebab/leading) menjadi sesuatu yang berwujud atau tangible (akibat/lagging). Jadi dapat dikatakan bahwa HR Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging (akibat) dan indikator leading (sebab). Dengan mengukur indikator-indikator tersebut maka diharapkan bahwa model pengukuran dengan HR Scorecard dapat memberikan kontribusi yang menghubungkan antara keputusan investasi sestem sumber daya manusia, sehingga dapat mempengaruhi key performance indicator dalam implementasi strategi.

Menurut Becker et al. (2001) dalam HR Scorecard mengemukakan bahwa kepemilikan aset intangible akan memberikan manfaat yang tangible (profitabilitas). Hal ini didukung oleh Pennings, Lee, dan Witteloostuijn (1998) dalam penelitiannya di Belanda, yang mengungkap bahwa ketika organisasi yang tidak lagi memiliki sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang spesifik akan mengalami kemunduran di dalam bisnis. Pentingnya aset intelektual bagi organisasi terjadi karena pengetahuan yang dimiliki sumber daya manusia secara kolektif merupakan sumber munculnya ide-ide kreatif dan inovatif yang dapat digunakan organisasi dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan, menemukan

permasalahan, dan prediksi serta antisipasi terhadap isu-isu yang berpeluang untuk dihadapi organisasi.

3. Empat Komponen Perspektif

Menurut Gaspersz (2003), empat komponen perspektif adalah empat pandangan berbeda yang mengendalikan organisasi. Perspektif memberikan suatu kerangka kerja untuk pengukuran. Kaplan dan Norton (2000), memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen, sebagai berikut :

a. Perspektif keuangan (bagaimana kita memuaskan pemegang saham.) b. Perspektif pelanggan (bagaimana kita memuaskan pelanggan.)

c. Perspektif proses bisnis internal (apa proses-proses yang seyogianya diunggulkan untuk mencapai kesuksesan perusahaan.)

d. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran (bagaimana kita akan mempertahankan keberlangsungan kemampauan terhadap perubahan dan peningkatan.)

a. Perspektif Keuangan

Pada dasarnya organisasi peusahaan adalah institusi pencipta kekayaan (wealth creating institution). Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hanya sebagai institusi pencipta kekayaan saja tidak cukup, organisasi perusahaan harus mampu menjadi institusi pelipatganda kekayaan (wealth-multiplying institution) untuk tetap bertahan dan tumbuh di lingkungan bisnis tersebut. Perusahaan harus merumuskan sasaran strategi di perspektif keuangan yang mencerminkan kemampuannya sebagai institusi pencipta atau pelipatganda kekayaan (Mulyadi, 2001).

Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak pada peningkatan laba perusahaan yang menjadi focus tujuan serta ukuran di semua perspektif scorecard. Setiap ukuran yang terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Bagi sebagian besar

perusahaan tema keuangan beupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya, peningkatan produktivitas, peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat mengasilkan keterkaitan yang diperlukan di antara keempat perspektif scorecard (Kaplan dan Norton, 2000). Dengan mengorientasikan semua tujuan dan ukuran lainnya ke perspektif keuangan, maka organisasi perusahaan akanmelipatgandakan nilai yang diberikan dalam jangka penjang oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dan mampu berperan sebagai wealth-creating institution.

b. Perspektif Pelanggan

Menurut Mulyadi (2001), pelanggan adalah siapa saja yang menggunakan keluaran pekerjaan seseorang atau suatu tim. Perspektif pelanggan, menurut Kaplan dan Norton (2000), adalah pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis akan bersaing dalam berbagai ukuran kinerja unit binis di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting, yaitu kepuasn, retens, loyalitas, akuisisi dan profitabilitas dari pelanggan dan segmen pasar sasaran. Perspektif pelanggan memberikan kemungkinan bagi para manajer untuk mengartikulasi strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar serta melakukan identifikasi dan pengukuran proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran.

c. Pespektif Proses Bisnis Internal

Proses adalah serangkaian aktivitas untuk mnghasilkan nilai bagi pelanggan. Penetapan tujuan dan ukuran-ukuran dalam perspektif proses bisnis internal dilakukan setelah perumusan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Hal ini dimaksudkan agar terciptanya pola pikir pengukuran proses bisnis internal yang mampu mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan bagi pelanggan dan pemegang saham. Perspektif bisnis internal pada intinya menjelaskan

proses internal untuk memenuhi nilai bagi pelanggan dan pemilik perusahaan (Kaplan dan Norton, 2000).

d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, manajemen diteankan untuk mempelajari lebih dalam sumber daya yang dapat diandalkan untuk bersaing di lingkungan bisnis yang kompetitf yang mampu menepakan perusahaan pada posisi daya saing dalam jangka panjang. Sumber daya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menjadi faktor pembeda perusahaan dalam persaingan melalui kemampuan mereka menerapkan pengetahuan dalam pekerjaan mereka (Mulyadi, 2001).

4. Arsitektur Sumber Daya Manusia Sebagai Modal Stategis

Arsitektur Sumber Daya Manusia adalah rangkaian kesatuan dan profesional sumber daya dalam fungsi sumber daya, sampai sistem yang berkaitan dengan kebijakan dan praktik, mencakup juga kompetensi, motivasi dan perilaku yang berkaitan dari karyawan perusahaan (Widjaja, 2003).

Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar 1.

(Becker et al., 2001) Gambar 1. Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia

The HR Function HR Profesional with strategic competencies The HR System High Performance, Strategically alligned Policies and practices

Employee Behavior

Strategically focused competencies, motivation and associated behaviors

a. Fungsi Sumber Daya Manusia

Fungsi sumber daya manusia adalah peran yang dijalankan para profesional sumber daya manusia dalam organisasinya (Widjaja, 2003). Manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan hanyalah merupakan infrastruktur bukan tujuan. Tujuan utama sumber daya manusia adalah mendukung pencapaian tujuan organisasi.

Manajemen sumber daya manusia dimulai dari penetapan tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, tujuan tingkat organisasi maupun fungsional. Secara spesifik fungsi manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi yaitu mengelola dan mengembangkan kompetensi individu menjadi kompetensi inti organisasi agar organisasi mampu menjalankan misi dan mewujudkan visinya melalui pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang direncanakan. Konsep ini dikenal sebagai Competency Based Human Resource Management, artinya semua aktivitas manajemen sumber daya manusia berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan kompetensi karyawan misalnya proses penilaian kinerja berdasarkan kompetensi, pelatihan berorientasi pada kompetensi dan recruitment berdasarkan kompetensi. Kompetensi di sini merupakan karyawan, sehingga ia mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun di masa datang (Susilo, 2002).

b. Sistem Sumber Daya Manusia

Sistem sumber daya manusia adalah kebijakan, prosedur dan praktik sumber daya manusia yang dibangun sejalan dengan strategi perusahaan (Widjaja, 2003).

c. Perilaku Karyawan yang Strategis

Perilaku karyawan adalah keluaran dan pelaksanaan fungsi sumber daya manusia dan sistem sumber daya manusia sedangkan perilaku strategis adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi perusahaan (Widjaja, 2003). Peran sumber daya manusia atau human capital

yang strategis akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi Perilaku strategis ini terdiri atas 2 (dua) kategori yaitu : i. Perilaku inti (core behavior) adalah perilaku yang langsung berasal dari

kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Sifat dari perilaku ini sangat fundamental untuk keberhasilan perusahaan.

ii. Perilaku spesifik yang berdasarkan situasi tertentu atau situasional (situation,-specific behavior ) yang penting dalam rantai nilai dari suatu bisnis (Becker et al., 2001).

Pentingnya perilaku akan dapat didefinisikan dengan mengetahui tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap implementasi strategi perusahaan. Perusahaan yang mengerti bagaimana orang-orang dan proses yang ada di dalam perusahaan menciptakan nilai, maka akan terungkap jenis perilaku seperti apakah yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam rantai nilainya. Penting untuk diingat bahwa perilaku strategis merupakan hasil akhir dari arsitektur sumber daya manusia dan yang terpenting adalah mengetahui pengaruh dari hubungan sumber daya manusia terhadap strategi perusahaan.

5. Pengukuran Strategi yang Seimbang

Proses yang harus dilewati untuk mendapatkan pengukuran strategi yang seimbang adalah :

a. Para manajer harus benar-benar memahami ‘jalan cerita’ bagaimana nilai diciptakan dalam perusahaan.

b. Setelah para manajer mendapatkan pemahaman tersebut, barulah mereka bisa merancang sistem pengukuran berdasarkan ‘jalan cerita’ tersebut.

Kedua langkah di atas bisa dilakukan dengan mengajukan dua pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana seharusnya strategi diimplementasikan di dalam perusahaan? Pertanyaan ini adalah cara lain untuk menanyakan bagaimana perusahaan menghasilkan nilai (value). Dengan mengajukan pertanyaan ini maka akan memfokuskan perusahaan pada dua dimensi dari cerita implementasi strategi, yaitu :

i. Cakupan (breadth).

Perusahaan harus lebih memperhatikan aspek lain selain aspek keuangan yang hanya merupakan hasil akhir dari implementasi strategi. Organisasi juga harus memperhatikan penentu kinerja (performance drivers/value drivers/critical success factors) yang didefinisikan sebagai ‘key success factors (KSFs)’, contohnya seperti loyalitas konsumen. ii. Jalinan sebab akibat (causal flow).

Jalinan sebab akibat merupakan bentuk hubungan antara faktor finansial dan non-finansial yang menentukan kinerja perusahaan. Pengertian dari hubungan sebab akibat ini akan mendorong para manajer untuk berpikir di luar aspek finansial dan menghargai pentingnya jenis indikator penentu sukses yang lain.

b. Pengukuran kinerja seperti apakah yang dapat mewakili proses implementasi strategi yang telah ditetapkan. Pertanyaan ini mendorong manajer untuk mengembangkan suatu ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur ’jalan cerita’ tentang penciptaan nilai perusahaan. Gambar 2 di bawah ini adalah ilustrasi dari penciptaan nilai atau value creation (Becker et al., 2001) :

(Becker et al., 2001) Gambar 2. Ilustrasi Penciptaan Nilai

Model pengukuran kinerja yang seimbang tidak hanya menjelaskan tingkat kepentingan dari ukuran-ukuran finansial dan non-finansial tapi juga menjelaskan kompleksitas dari hubungan penciptaan nilai antara konsumen perusahaan, proses operasi, para karyawan dan teknologi serta menyatukannya dengan peranan yang harus dilakukan sumber daya manusia. Melalui model ini juga bisa diletakkan adanya perbedaan antara lagging dan leading indicators (indikator akibat-sebab).

Lagging indicators atau faktor akibat seperti tolak ukur finansial. Biasanya banyak menggambarkan apa yang telah terjadi di masa lalu (Widjaja, 2003). Tolok ukur seperti ini mungkin bisa mengukur pengaruh dari keputusan sebelumnya secara akurat, namun tidak akan bisa membantu dalam membuat keputusan saat sekarang maupun menjamin hasil akhir di masa yang akan datang (Becker et al., 2001) sedangkan leading indicators atau faktor penyebab adalah indikator-indikator yang cenderung unik untuk unit usaha tertentu. Leading indicators seperti ukuran yang berhubungan dengan sumber daya manusia merupakan faktor yang sebenarnya dapat menciptakan nilai (value) dalam suatu organisasi. Faktor penyebab ini berbeda-beda di tiap perusahaan, contohnya kepuasan konsumen atau fokus karyawan strategis.

Pengukuran kinerja yang seimbang berarti bahwa kedua indikator (lagging dan leading indicators) yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tersebut memiliki tingkat kepentingan yang sama. Suatu scorecard yang baik mempunyai bauran yang tepat, yang terdiri atas outcome (lagging indicators) dan performance drivers (leading indicators) yang telah disesuaikan dengan strategi unit usaha (Widjaja, 2003).

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait