• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

A. Analisa Data

1. Responden 1

a. Deskripsi Umum

Tabel 4.1 Jadwal Wawancara dengan Responden 1

No. Hari, Tanggal Waktu Tempat 1 Selasa, 17 Desember 2013 50 menit Foodcourt D’loft 2 Selasa, 21 Januari 2014 60 menit Foodcourt D’loft

3 Kamis, 6 Maret 2014 100 menit Ruang Tamu Rumah Responden 4 Jumat, 27 Maret 2014 80 menit Ruang Tamu Rumah Responden 5 Senin, 7 April 2014 36 menit Ruang Tamu Rumah Responden

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden 1

No. Identitas Responden 1 1 Nama Yuda (nama samaran) 2 Usia 30 tahun

3 Agama Islam 4 Status Pendidikan S1

5 Pekerjaan Wiraswasta

6 Suku Jawa

7 Domisili Medan – Rantau Prapat

8 Status coming out Teman Komunitas dan Teman Kerja

b. Data Observasi

Peneliti mewawancarai Yuda pertama kalinya di salah satu foodcourt di Medan. Pada saat peneliti sampai, Yuda sudah sampai dan duduk di salah satu meja di sudut ruangan. Pada saat itu tidak ada pengunjung yang duduk berdekatan dengan meja Yuda. Ruangan foodcourt tersebut cukup besar dan luas, sekitar 20x20 meter. Pada saat itu suasana foodcourt cenderung sepi dan hanya beberapa meja saja yang terdapat pengunjung. Pada saat peneliti menghampiri Yuda, terlihat dia sedang sibuk dengan HP-nya. Kemudian, saat dia melihat peneliti, dia langsung tersenyum dan menyimpan HP-nya. Peneliti kemudian duduk berhadapan dengan Yuda. Yuda saat itu memakai kemeja dan memangku tasnya. Peneliti kemudian menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian serta menyerahkan informed consent untuk ditandatangi. Setelah itu, peneliti memulai wawancara dengan Yuda.

Selama wawancara berlangsung, Yuda menjawab pertanyaan peneliti dengan suara yang cukup tenang dan lembut. Sesekali, Yuda tertawa saat menceritakan kisahnya kepada peneliti. Pada saat menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan keluarganya, mata Yuda terpaku pada satu tempat dan mendongkakan kepalanya sedikit ke atas. Beberapa kali ada beberapa orang petugas foodcourt yang lewat didepan meja kami, baik peneliti maupun Yuda memelankan suara kami. Setelah selesai wawancara, peneliti pun izin pamit duluan, sedangkan Yuda masih duduk di foodcourt dan mengatakan masih ada janji dengan teman yang lain.

Peneliti mewawancarai Yuda yang kedua kalinya di foodcourt yang sama dengan pertemuan pertama. Pada saat itu, Yuda duluan sampai dan sudah duduk di salah satu sudut ruangan. Tidak ada pengunjung yang duduk berdekatan dengan meja Yuda. Pada saat peneliti menghampiri Yuda, terlihat dia sedang berbicara di telepon. Kemudian, peneliti pun duduk di meja Yuda. Setelah kira-kira 5 menit, Yuda menyelesaikan pembicaraannya di telepon dan memulai wawancara dengan peneliti. Selama wawancara berlangsung, Yuda menyelempangkan tali tasnya di pundak dan memangku tasnya. Saat ada yang lewat meja kami, kami sama-sama memelankan suara. Saat menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, Yuda kebanyakan menerawang ke depan sambil menjawab. Sesekali juga, Yuda menjawab pertanyaan peneliti sambil

tertawa. Setelah selesai wawancara, peneliti pamit duluan dan Yuda masih tetap duduk di meja tersebut dengan alasan menunggu temannya.

Peneliti mewawancarai Yuda ketiga kalinya di rumah kontrakan barunya yang sekaligus menjadi sekretariat salah komunitas tempat Yuda bergabung. Peneliti melakukan wawancara dengan Yuda di ruang tamu yang berukuran sekitar 3x3 meter. Pada dinding ruang tamu tersebut, terlihat spanduk bertuliskan nama komunitas yang diikuti oleh Yuda. Peneliti duduk berhadapan dengan Yuda dengan meja kecil berdiameter sekitar 1 meter ditengah-tengah kami. Pada saat peneliti sampai, Yuda mempersilahkan peneliti masuk kemudian kembali duduk dihadapan laptop yang terbuka di meja tersebut. Yuda pun membiarkan laptopnya terbuka, namun menggeser laptop tersebut ke samping meja. Selama wawancara berlangsung, Yuda tidak menunjukkan banyak ekspresi wajah yang ekspresif. Sesekali, dirinya hanya tertawa kecil dan tersenyum sambil menjawab pertanyaan. Pada saat wawancara hampir memasuki tahap akhir, Yuda terlihat memfokuskan perhatiannya ke layar laptop. Peneliti pun berhenti mengajukan pertanyaan sebentar sampai Yuda tidak melihat ke arah layar laptopnya lagi. Setelah selesai wawancara, peneliti pun pamit dan Yuda mengantar peneliti sampai ke pintu depan rumah.

Peneliti mewawancara Yuda yang keempat kalinya di tempat tinggal Yuda. Pada saat peneliti sampai, pintu rumah dan jendela rumah yang biasanya terbuka, kali ini tertutup rapat. Yuda kemudian membuka pintu rumah dan mempersilahkan peneliti masuk, kemudian membuka jendela rumahnya. Sama

seperti wawancara ketiga, peneliti dan Yuda pun duduk di lantai ruang tamunya untuk wawancara. Yuda meletakkan tangannya dimeja dan duduk berhadapan dengan peneliti. Pada saat menceritakan kehidupannya yang lebih panjang, Yuda cenderung memindah-mindahkan tangannya dimeja. Kali ini, Yuda menggunakan volume suara yang lebih keras namun tetap halus. Yuda pun menjawab pertanyaan peneliti sambil mengarahkan matanya ke peneliti dan saat berpikir sesekali matanya terlihat memandang lurus ke depan. Setelah menyelesaikan wawancara, Yuda dan peneliti pun sempat berbincang-bincang sebelum peneliti pulang.

Peneliti mewawancarai Yuda kelima kalinya di tempat tinggalnya. Pada saat peneliti sampai, dua orang teman Yuda yang peneliti kenal juga berada di rumahnya. Peneliti menyapa kedua orang teman Yuda terlebih dahulu sebelum memulai wawancara. Dua orang teman Yuda berada di bagian belakang rumah yang terhubung oleh lorong kecil ke ruang tamu yang letaknya di bagian depan rumah. Peneliti dan Yuda melakukan wawancara di ruang tamu. Selama wawancara berlangsung, beberapa kali terdengar suara kecil dari kedua orang teman Pai. Meskipun ada kedua orang temannya, Pai tidak mengecilkan volume suaranya dan volume suara yang digunakan untuk menjawab pertanyaan peneliti seperti biasanya. Sama seperti wawancara sebelumnya, Yuda duduk berhadapan dengan peneliti sambil menyandarkan bahunya ke dinding dan meletakkan tangannya di meja. Peneliti memulai wawancara pada sore hari menjelang malam. Saat pertengahan wawancara, listrik tiba-tiba padam. Yuda pun beranjak dan mengambil emergency lamp dan

meletakkannya di ruang tamu. Setelah mati lampu, volume suara Yuda pun sedikit mengecil dikarenakan suasana yang terasa lebih hening karena mati lampu.

c. Data Wawancara

1) Latar Belakang Kehidupan Responden 1 Menjadi Gay

Yuda merupakan anak paling bungsu dalam keluarganya. Dia memiliki 3 orang kakak dan 1 orang abang. Masa kecil Yuda sama seperti dengan anak-anak lainnya. Saat kecil, dia tinggal di kampung bersama dengan kedua orangtuanya. Yuda sering bermain dengan anak-anak sebayanya. Meskipun senang bermain dengan anak-anak sebayanya, Yuda mengaku tidak suka saat diajak bermain sepak bola meskipun permainan sepak bola merupakan permainan yang disukai anak laki-laki seusianya. Menurutnya, bermain sepak bola hanya membuatnya lelah karena harus berlari-lari. Pada saat kecil, Yuda sering berkelahi dengan abang satu-satunya. Yuda pun sering menangis saat diganggu oleh abangnya. Ketika dirinya menangis, biasanya kakaknya yang akan menenangkannya hingga dia berhenti menangis. Hal ini juga membuat Yuda lebih dekat dengan kakaknya daripada abangnya.

Yuda tinggal bersama dengan kedua orangtuanya hanya sampai dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ayahnya adalah orang yang menganggap penting kualitas pendidikan anaknya. Oleh karena pada saat itu di kampung mereka tidak ada sekolah yang cukup berkualitas, ayahnya meminta Yuda untuk sekolah di kota agar dirinya lebih bisa berkembang. Maka, sejak

dia menginjak bangku SMP, Yuda tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya. Dia pun hanya kos berdua bersama dengan abangnya untuk bersekolah di kota. Menginjak bangku SMA, ketertarikan Yuda terhadap perempuan mulai muncul. Akan tetapi, Yuda tidak berani mendekati perempuan yang dia sukai. Rasa ketertarikannya terhadap perempuan kemudian hanya dia simpan sendiri. Menyelesaikan pendidikan SMA di kota tersebut, Yuda pindah ke kota Medan untuk menempuh pendidikan sarjana. Pada saat dia mulai tinggal di Medan inilah ketertarikannya terhadap laki-laki mulai muncul. Pada masa-masa awal Yuda kuliah, dirinya juga masih menyukai perempuan. Sama seperti masa SMA, rasa sukanya terhadap perempuan tersebut tidak berani dia ungkapkan. Perasaan tersebut pun hanya disimpannya sendiri sampai perlahan-lahan menghilang.

Perasaan suka terhadap perempuan perlahan-lahan berganti menjadi perasaan suka terhadap laki-laki. Apabila Yuda berada didekat perempuan, perasaan seperti malu dan tidak percaya diri akan menghampiri dirinya. Hal ini pun membuat dirinya merasa tidak nyaman berada didekat perempuan. Ketertarikannya terhadap laki-laki juga mulai muncul saat itu. Yuda sendiri merasa heran akan ketertarikan seksualnya yang muncul terhadap laki-laki. Yuda kemudian mempertanyakan ketertarikan seksualnya terhadap laki-laki karena menurut pengetahuannya seorang laki-laki seharusnya menyukai perempuan. Akan tetapi, dirinya malah menyukai laki-laki. Perasaan suka yang biasa dirasakan pada perempuan pun mulai muncul pada saat dia melihat laki-laki.

Perasaan suka terhadap laki-laki kemudian semakin intens dirasakan oleh Yuda hingga akhirnya membuat dia menyakini dirinya adalah gay. Yuda belum berani mengungkapkan dirinya sebagai gay kepada orang lain karena gay mendapat pandangan negatif di masyarakat. Akhirnya, Yuda mencoba mencari teman-teman gay dari internet. Yuda pun memanfaatkan fasilitas chatting yang sedang populer saat itu untuk membangun jaringan hubungan dengan teman-teman gay. Dari fasilitas chatting tersebutlah, Yuda akhirnya bertemu dengan teman-teman gay yang lain dan semakin mengukuhkan identitasnya sebagai gay.

Dari sekedar chatting di dunia maya, Yuda dan teman-teman gay pun bertemu muka secara langsung. Sering bertemu dan berkumpul dengan teman-teman sesama gay di dunia nyata membentuk kedekatan diantara mereka hingga akhirnya mereka membentuk sebuah komunitas gay. Melalui kedekatan dengan teman-teman sesama gay dan adanya komunitas gay ini perlahan-lahan membuat Yuda semakin nyaman hingga berani membuka identitas dirinya sebagai gay kepada orang lain selain teman-teman gay. Akan tetapi, Yuda tidak serta merta langsung membuka identitas diri sebagai gay kepada semua orang. Yuda mengungkapkan identitasnya sebagai gay kepada orang-orang tertentu saja sehingga dirinya masih partial disclosure. Yuda akan membuka identitas sebagai gay kepada orang lain apabila hal tersebut memang diperlukan dan tidak akan membawa dampak buruk bagi kehidupannya. Khususnya pada keluarga, Yuda masih tidak berani mengakui dirinya sebagai gay.

2) Dimensi Psychological Well-being

a) Penerimaan Diri

Ketertarikan seksual terhadap laki-laki Yuda rasakan pertama kali pada saat masa kuliah. Perasaan sukanya terhadap laki-laki muncul secara tiba-tiba. Awal muncul perasaan suka terhadap laki-laki, Yuda merasa dirinya aneh. Hal ini dikarenakan sepengetahuannya, seorang laki-laki seharusnya menyukai perempuan, bukanlah menyukai laki-laki seperti yang mulai dia rasakan. Yuda berpikir perasaan itu hanya perasaan yang biasa saja dan akan menghilang seiring waktu. Akan tetapi, semakin hari perasaan suka terhadap laki-laki itu semakin bertambah.

“gitu pertama ada rasa itu kan kita bilang aneh, itu kan kita membandingkan pada umumnya orang kan kek gini yang wajar ya.. Ya berarti bukan kami gak wajar.. hehehe.. Biasakan yang umum kalau cowok itu kan dengan cewek tapi kenapa belakangan ada rasa sama cowok..”

(R1.W1/b.165-169/h.6) Perasaan suka terhadap laki-laki seolah-olah hilang dan timbul. Pada saat awal perasaan sukanya terhadap laki-laki mulai muncul, dirinya pun masih menyimpan ketertarikan terhadap perempuan. Akan tetapi, Yuda merasa tidak nyaman berada dekat dengan perempuan yang disukainya. Dia merasa cemas, tidak percaya diri, hingga tidak berani mengeluarkan kata-kata. Dekat dengan laki-laki yang disukainya, Yuda juga merasakan hal yang sama. Yuda menjadi bimbang apakah dirinya benar-benar menyukai laki-laki. Yuda kemudian mempertanyakan perasaan suka yang muncul terhadap laki-laki sekitar 1 tahun.

“...Perasaannya tuh gini.. Munculnya tuh maju mundur maju mundur. Karena kan diawal kuliah saya sempat jatuh cinta sama wanita..”

Perasaan suka terhadap laki-laki semakin kuat dirasakan dan tidak bisa dibantahnya lagi. Perasaan suka dan tanda-tanda kecemasan yang muncul saat dekat dengan perempuan juga tidak pernah muncul lagi. Perasaan sukanya terhadap perempuan pun akhirnya menghilang. Dari sanalah, Yuda pun semakin mengukuhkan bahwa dirinya menyukai laki-laki.

“ya selama itu memang rasa itu semakin kuat kan.. Gak berkurang malah bertambah.. Dan gak bisa ditolak.. Jadilah gitu..”

(R1.W4/b.372-373/h.12) Meskipun telah mengidentifikasikan dirinya sebagai gay, Yuda tidak langsung bisa menerima dirinya sebagai gay. Adanya penolakan dari masyarakat terhadap gay dan agama yang melarang gay, menjadi hambatan bagi Yuda untuk menerima diri seutuhnya sebagai gay. Yuda kemudian mencoba mengatasi hal itu dengan menciptakan mekanisme pertahanan dirinya. Yuda memilih untuk tidak menceritakan identitasnya kepada orang-orang yang dikenalnya saat itu. Yuda melakukan rasionalisasi dengan berpikir bahwa hal yang terpenting adalah dengan orientasinya sebagai gay, dirinya tidak mengganggu ataupun merugikan kehidupan orang lain. Yuda berusaha tidak memikirkan pandangan orang lain yang negatif mengenai kelompok gay.

“..aku ini kan ga kriminal gitu.. Aku gay aku kan ga merugikan orang, gak ganggu orang, gitu.. .. Itulah salah satu penghibur saat merasa ‘ih beda dengan yang lain’.. pandangannya negatif gitu kan.. Itulah.. Aku kan ga korupsi, aku kan ga merampok, aku kan gak merugikan orang gitu.. ini kan perjalananku sendiri dan aku juga bersenang-senang dengan orang yang merasakan hal yang sama..”

(R1.W2/b.329-333/h.11) Yuda menggunakan suatu mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi pandangan agama yang melarang orientasi gay. Yuda juga tidak

bisa mengabaikan perasaannya yang menyukai laki-laki meskipun agama melarangnya. Yuda memutuskan melakukan rasionalisasi dengan berpikir bahwa orientasi gay bukan dosa selama dia tidak berzinah. Bagi Yuda, meskipun dia adalah gay, dia tidak melakukan hal-hal lain yang dilarang agamanya, selain orientasinya. Dia beragumen bahwa agama melarang hubungan seksual diantara laki, bukan perasaan sukanya terhadap laki-laki. Baginya, selama dirinya tidak melakukan hubungan seksual yang dilarang, maka dia tidak bersalah. Inilah cara Yuda untuk mengurangi beban dosa terhadap agamanya.

“Kita orientasinya berbeda.. Ee.. Itu menurut abang itu bukan dosa selama kita gak zinah.. Karena kan Islam melarang zinahnya.. Ya ibaratnya gini kalau yang straight kan liat cewek.. Nah, mereka batasannya kan zinah dengan cewek.. nah selama kita gak melakukan zinah dengan cowok, abang rasa itu gak masalah.. artinya itulah.. disitulah kita jadi penjaganya.. jangan kita lewati.. tapi itu pemikiran abang.. mungkin kalau di kaji sebenar-benarnya juga untuk yang apa sih namanya cowok sama cowok itu mereka melarangnya.. pembelaan diri abang aja lah.. lebih tepatnya gitu..”

(R1.W2/b.449-459/h.15) “...selama kita gak ML gak apa, kita jaga diri kita, walaupun orientasi kita dengan sesama abang rasa itu bukan dosa... itulah pola pikir abang untuk bisa melangkah lebih ringan kalau dikaitkan dengan agama..”

(R1.W2/b.496-499/h.16) Yuda tidak merasakan adanya penolakan yang intens dalam dirinya akan orientasi seksualnya. Emosi-emosi negatif seperti sedih, kecewa, dan marah tidak intens dirasakan olehnya. Meskipun dirinya telah mengidentifikasikan diri sebagai gay, hal tersebut tidaklah mempengaruhi aspek-aspek dalam kehidupannya ataupun mengganggu kehidupan

tahu perasaan tersebut berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Yuda kemudian membiarkan perasaannya terhadap laki-laki berkembang. Yuda menyadari dirinya merasa lebih nyaman akan perasaan sukanya pada laki-laki. Yuda juga tidak memiliki pemikiran lagi bahwa dirinya harus menjadi kembali menjadi straight sebagaimana orang pada umumnya.

“Ya udah dibiarin aja, ngalir gitu aja.. Gak penolakan dari dalam diri gitu.. Ini gak bener, apa harus balik lagi.. Gak ada..”

(R1.W3/b.33-34/h.2) “..gak ada merasa sedih, Cuma ya ada merasa beda.. Tapi itu gak membuat abang menjadi sedih.. Dan gak membuat abang terus mengurung diri.. Kek gitu enggak.. Abang ikutin aja”

(R1.W3/b.181-184/h.6) “...Gitu sadar ya ya udah aku nerima inilah aku gitu.. Gak stress gak mikirin gak ngaruh sama kuliah jadinya kek mana terus kepikiran enggak.. Aku menikmati aja.”

(R1.W1/b.187-189/h.7) Menjadi gay, Yuda merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Yuda ingin memiliki teman-teman yang memiliki orientasi sama dengannya. Yuda akhirnya mencari dan menemukan teman-teman gay di dunia maya. Adanya banyak orang lain yang sama dengannya, membuat Yuda semakin yakin dan percaya diri memegang identitas sebagai gay.

“..setelah saya dapat teman itu rasa percaya diri kita ada.. ternyata aku gak sendiri, ada juga teman-teman yang lain”

(R1.W2/b.93-95/h.4) Yuda tidak merasakan penyesalan dengan menjadi seorang gay. Tidak ada langkah-langkah khusus yang dilakukannya untuk bisa menerima dirinya sebagai gay. Yuda memilih berpikiran positif akan dirinya. Penerimaan dirinya sebagai gay merupakan sebuah proses yang berjalan sesuai dengan kata

hatinya. Dia tidak berusaha untuk mencari penyebab dia menjadi gay dan usaha agar dia bisa berubah. Dia juga tidak menyesali keputusannya untuk mengungkapkan identitasnya pada orang lain.

“abang pikir ya udah semuanya itu udah ada waktunya.. Ada timingnya masing-masing.. Itulah prosesnya.. Inilah saatnya aku coming out.. Kalau dulu memang mungkin belumlah,.. Butuh proses, butuh keberanian...”

(R1.W2/b.249-252/h.9) Yuda lebih menyukai dirinya yang sekarang dibandingkan dengan sebelum dia menjadi gay. Menjadi seorang gay banyak mengubah diri dan kepribadiannya yang dulu. Yuda menikmati menjadi dirinya yang sekarang. Jika sebelum menjadi gay Yuda cenderung pemalu, pendiam dan tidak percaya diri, maka hal tersebut perlahan-lahan berubah setelah dia menjadi gay. Dirinya yang sekarang lebih percaya diri sehingga lebih berani bersuara dan mengekspresikan dirinya. Bertambahnya rasa percaya diri membuat dia lebih bisa menerima dirinya yang sekarang dan mulai berani mengungkapkan identitasnya pada orang lain. Meskipun demikian, Yuda memilih untuk partial disclosure daripada terbuka kepada semua orang.

“..dengan keadaan yang sekarang abang merasa lebih.. Lebih baik.. Bisa lebih bahagia, bisa lebih percaya diri..”

(R1.W3/b.140-142/h.5) “Kalau biasanya pendiam, ngomong yang seperlunya aja, sekarang udah berani ngomong.. Becanda-becanda..”

(R1.W3/b.189-191/h.7) “..makin tahun makin tambah usia, ada keberanian itu muncul dengan sendirinya..”

b) Hubungan Positif dengan Orang lain

Pada saat baru mengidentifikasikan dirinya sebagai gay, Yuda merasakan kesepian karena tidak memiliki teman yang sama orientasi dengannya pada saat itu. Yuda penasaran apakah hanya dirinya saja yang memiliki ketertarikan secara seksual terhadap sesama lelaki. Dari rasa penasaran itulah, rasa ingin tahu Yuda akan dunia gay pun muncul hingga akhirnya dia memutuskan untuk mulai mencari-cari informasi mengenai gay dan jaringan pertemanan gay.

“...Kok aku seperti ini, gitu.. Kan baru dari itu ada muncul rasa ingin tahu.. Apakah cuma aku yang seperti ini.. Gitu kan.. Akhirnya mencari mencari.. Itulah.. Ketemulah internet, chatting.. Ternnyata dari situ oh ternyata aku ga sendirian.. banyak juga yang lain seperti itu..”

(R1.W1/b.155-159/h.6) Yuda mencari informasi mengenai gay dari internet. Hal ini dikarenakan dia masih belum berani mengakui identitasnya sebagai gay kepada orang lain. Pada masa itu, fasilitias chatting melalui handphone maupun internet sedang populer. Dia menggunakan fasilitas chatting untuk mencari teman-teman gay. Kebetulan, chatting menyediakan sebuah fasilitas group chat dengan topik-topik tertentu. Yuda kemudian bergabung dengan group chat yang bertemakan gay.

“...Dari dunia maya dulu, gak berani langsung jumpa eh aku gini.. gitu gak..”

(R1.W1/b.115-116/h.5) Yuda mulai memberanikan diri untuk mulai menjalin hubungan dengan teman-teman sesama gay. Dengan adanya teman-teman sesama gay, Yuda berharap dia memiliki teman untuk berbagi cerita akan identitasnya. Yuda

tidak ingin merasa kesepian lagi. Adanya fasilitas chatting yang memungkinkan dia bertemu dengan teman-teman sesama gay, mulai merubah kehidupannya. Yuda mulai berani untuk terbuka akan identitasnya sebagai gay meskipun hanya sebatas dunia maya dan pada kelompok gay saja. Melalui chatting di group chat khusus gay, memudahkan Yuda untuk mulai membuka identitasnya karena dia tidak perlu lagi mengkomunikasikan secara verbal akan identitasnya sebagai gay pada teman-teman komunitas gay.

“Biar gak merasa sendiri.. Udah gitu biar ada teman cerita biar gak perlu kita menjaga diri.. Menjaga diri maksudnya udah tahu sama tahu untuk apa lagi menutupi diri gitu lo..”

(R1.W4/b.411-413/h.13) “...kalau di dunia maya di MiRC karena ada channel yang untuk orang kek gitu.. Jadi kita gak perlu lagi pengakuan kek gini tapi kita da saling.. Saling tau.. Itu yang masuk di situ, user-user yang disitu, itu udah... Penyuka sesama semua..”

(R1.W1/b.119-122/h.5) Dari chatting dan berhubungan dengan teman-teman sesama gay, Yuda merasakan kenyamanan secara afeksi. Yuda merasa dirinya tidak kesepian lagi karena sudah mengenal teman-teman yang sama dengannya. Setelah lama berkenalan dengan teman-teman dari dunia chatting, Yuda berani lebih jauh lagi mengungkapkan dirinya. Dia mulai membuat janji untuk bertemu muka dengan teman-teman gay tersebut. Akan tetapi, meskipun sudah berani untuk

Dokumen terkait