• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Responden I

IV. A.1.1 Identitas Diri

Tabel 2. Deskripsi Data Responden I

No. Identitas Responden

1. Nama (inisial) IS

2. Usia 52 tahun

3. Agama Islam

4. Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil

5. Domisili Aceh

6. Jumlah Anak 2 anak perempuan

7. Usia Pernikahan 31 tahun

Tanggal Wawancara 1 : Minggu, 20 Mei 2012, pukul 14.30-16.00 WIB Tanggal Wawancara 2 : Kamis, 05 Juli 2012, pukul 12.00-13.30 WIB Tanggal Wawancara 3 : Sabtu, 14 Juli 2012, pukul 13.00-14.30 WIB

IV. A. 1. 2. Bentuk Stres

Responden merasa dibedakan dengan suaminya oleh sang mertua.

“Kadang ya Mi ya, tapi ibu rasa nenek tu sayangnya cuma sama bapak Mi, sama ibu kurang...”

(R.1/W.1/b.60-62/h.2)

“Gimana ibu bilangnya ya Mi, istilahnya masih ada istilah anak dan menantu Mi...”

(R.1/W.1/b.67-68/h.2)

Responden merasa terbeban oleh adat Gayo yang mengharuskan memiliki anak laki-laki.

“Banyak kali pengaruhnya Mi, terbeban kali ibu kadang ibu juga merasa bersalah Mi, gak berguna kali ibu ni, nggak bisa punya anak laki-laki.” (R.1/W.1/b.123-127/h.3)

Responden merasa sedih dan terkadang Responden merasa labih baik mati daripada hidup dengan kondisi seperti ini.

“...sedeh pedeh le naseb ku nak, gere inget ken kekanak so mera mate deh aku nak. (Baiklah nak, sedih kali lah nasib ku nak, kalo nggak ingat sama anak-anak lebih baik mati rasanya nak)”

(R.1/W.1/b.156-161/h.4)

“Sedih kali lah kami Mi, kok satu pun lah nggak ada keluarga bapak ni yang mau ngerti perasaan kami, apa orang tu pikir kami ini masi anak-anak sampe harus diatur-atur hidupnya?”

(R.1/R.3/b.880-885/h.20)

Responden merasa tertekan dan menderita akibat perlakuan yang diterimanya dari ibu mertuanya. Semua yang terbaik sudah dilakukan responden, tetapi ibu mertua responden tetap tidak bersikap baik pada responden.

“Ya Allah kalo dibilang menderita, menderita kali rasanya ibu Mi (sambil mengelus dada dan sedikit terisak), bayangkan puluhan tahun hidup sama mertua tapi sekalipun nggak pernah senang hati nenek tu ngeliat ibu Mi, selama ini ibu cuma bisa berdo’a dan terus berusaha supaya nenek tu bisa sayang sama ibu Mi, apa pun la ibu lakukan Mi, tapi sampe sekarang nggak mau sayang nenek tu sama ibu”.

(R.1/W.1/b.291-302/h.6)

Responden juga mendapatkan tekanan internal sehingga responden pernah jatuh sakit dan harus menjalani pengobatan selama 1 bulan, karena terlalu memikirkan masalah yang dialaminya yaitu perlakuan ibu mertua responden dan keluarga dari suami responden.

”...entah karena kecapean sampe pingsan ibu Mi, dari situ terus lemah kondisi ibu sampe dirawat di rumah sakit ibu Mi kata dokter ibu ada asam lambung jadi kalo banyak pikiran bisa naek asam lambungnya itu yang menyebabkan kondisi ibu lemah Mi, ada la kadang sebulan baru pulih ibu Mi”

(R.1/W.1/b. 373-381/h.8)

Karena perlakuan keluarga suaminya responden kerap kali mengalami gangguan kesehatan.

“Kalo udah kepikiran kali kadang sampe sakit la Mi, nggak sanggup mikir lagi, apapun rasanya nggak enak, kaya' orang udah kehilangan semangat Mi....”

(R.1/W.2/b.669-672/h.15) IV. A. 1. 3. Strategi Coping Stress

1. Problem Focused Coping

Responden pernah menangis dan berteriak-teriak didepan keluarga suaminya, karena subjek sudah tidak sanggup lagi menahan kesedihannya akaibat perlakuan tidak baik yang diterimanay dari keluarga suaminya.

“...Pernah lah ibu nangis sampe teriak Mi nggak peduli ibu rame orang, pas itu arisan keluarga Mi...”

(R.1/W.3/b.954-957/h.21)

“...sedih kali ibu waktu itu Mi nangis keras-keras terus ibu entah apa-apa keluar kata-kata dari mulut ibu ni udah, alah ibu pikir lama kali udah ibu tahan ibu luap kan terus semua pas itu Mi, alhamdulillah adalah kurang orang tu nindas kami Mi...”

(R.1/W.3/b.969-975/h.22) b. Seeking Social Support

Untuk mengurangi beban yang dirasakan responden, biasanya responden berbagi cerita dengan suaminya dan teman-temannya yang dianggap responden bernasib sama dengan responden.

“...selama ini ibu cuma cerita sama bapak la Mi, itu pun nggak semua dan kalo lagi tenang pikiran bapak tu mau di dengarnya ibu, mau di bantunya ibu nenangin hati ibu ni...”

(R.1/W.1/b.409-414/h.9)

“...tapi di kantor ada lah beberapa kawan ibu yang hampir sama nasibnya sama ibu sama orang tu lah paling ibu cerita-cerita Mi”

(R.1/W.1/b.500-504/h.9)

c. Planful Problem Solving

Responden pernah bertanya kepada ibu mertuanya penyebab sikap ibu mertuanya yang berbeda pada responden, tujuannya agar responden bisa

memperbaiki dirinya dan sikap ibu mertua responden bisa lebih baik kepada responden.

“Dulu udah agak lama pernah Mi, ibu tanya baek-baek Mi ibu bilang gini Mi “Ine, sebelum maaf aku ngune lagu ini ku ine, mokot pedeh nge kenake ku kunei ku ine, entisaket kase ate ni ne ken aku, perasan ku selama ini tekek pe gere ara galak ate ni ne ken aku, ara keh salah ku ne? Ike ara tolong peren ine kati ku tetahi, kati sayang ate ni ne ken aku (Sebelumnya maaf ya bu, aku nanya ini ke ibu, udah lama aku mau nanya ini ke ibu, jangan nanti sakit hati ibu ku buat karena pertanyaan ini, perasaan ku selama ini sikit pun nggak suka ibu sama aku, apa salah ku bu? Kalo ada tolong jelaskan bu, biar bisa ku perbaiki) (Responden terdiam sejenak seperti memikirkan atau mengingat sesuatu)”

(R.1/W.1/b.386-409/h.8)

2. Emotional Focus Coping

1. self-control

Responden tidak pernah bercerita tentang masalah yang dialaminya kepada keluarganya, dan responden bisa melupakan sejenak masalahnya saat responden sibuk dengan kegiatan dan pekerjaannya, meskipun hal itu tidak membuat responden bisa benar-benar melupakan masalahnya.

“...kalo cerita kekeluarga ibu, ibu nggak berani Mi nanti salah paham, lagian kalo udah sibuk dengan kegiatan di kantor kadang-kadang lupa la ibu sama masalah ni Mi”

(R.1/W.1/b.420-424/h.9)

Selama ini responden bisa bertahan hanya dengan bersabar.

“Ya Mi cuma sabar kuncinya, semoga semua bisa berubah...” (R.1/W.1/b.431-432/h.9)

2. Positive reappraisal

Responden selalu berdo’a agar masalah yang dialaminya segera selesai, dan perlakuan yang diterimanya dari keluarga suaminya menjadi lebih baik.

“...selama ini ibu cuma bisa berdo’a dan terus berusaha supaya nenek tu bisa sayang sama ibu Mi, apa pun la ibu lakukan Mi, tapi sampe sekarang nggak mau sayang nenek tu sama ibu.”

(R.1/W.1/b.297-302/h.7)

“...kalo udah mulai nggak sanggup nahan sedih atau kesal ya ibu bawa sholat atau ngaji Mi, do’a ibu semoga sikap orang tu bisa berubah dan diampuni Allah kesalahannya Mi”

(R.1/W.3/b.1027-1031/h.23)

“...kami selalu disindir-sindir, kalo udah mulai nggak sanggup nahan sedih atau kesal ya ibu bawa sholat atau ngaji Mi, do’a ibu semoga sikap orang tu bisa berubah dan diampuni Allah kesalahannya Mi”

(R.1/W.3/b.1026-1031/h.23)

IV. A. 1. 4. Faktor yang mempengaruhi Strategi Coping Stress

1. Keterampilan Sosial

Responden bisa berbagi masalah yang dialaminya dengan teman-temannya yang dianggap senasib dengan Responden.

“...tapi di kantor ada lah beberapa kawan ibu yang hampir sama nasibnya sama ibu sama orang tu lah paling ibu cerita-cerita Mi”

(R.1/W.1/b.500-504/h.11

2. Keyakinan atau Pandangan Positif

Responden hanya bersabar dan berharap semua bisa berubah. “Ya Mi cuma sabar kuncinya, semoga semua bisa berubah....” (R.1/W.1/b.548-549/h.11)

Dokumen terkait