• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedekatan hubungan antara Filipina dan Amerika Serikat didasarkan

kepada kesepakatan pertahanan bersama yang ditandatangani pada tahun 1951.

Filipina yang merupakan salah satu kekuatan militer terlemah di antara

negara-negara di kawasan wilayahnya sangat bergantung kepada Amerika Serikat dalam

menjaga keamanan serta pertahanan negara. Armed Forces of the Philippines yang

merupakan angkatan bersenjata Filipina dinilai tidak memiliki kekuatan yang

cukup baik dari pasukan ataupun alutista yang dimiliki dalam menangani segala

bentuk ancaman baik itu dari dalam ataupun luar negara. Dalam upaya penguatan

kekuatan militer, ketergantungan Filipina terhadap bantuan dari Amerika Serikat

membuat hubungan kedua negara menjadi dekat (Lum, 2012).

Filipina di bawah pemerintahan Aquino menjanjikan reformasi administrasi

pertahanan, pengawasan yang lebih besar terhadap pengadaan alutista untuk

pertahanan, serta meningkatkan anggaran untuk AFP lebih dari 80% menjadi $ 2,4

Universitas Pertamina - 29

membangun gudang persenjataan militer serta sistem senjata dengan bantuan dari

Amerika Serikat. Bantuan ini merupakan agenda yang dimiliki kedua negara dalam

upaya pengembangan kemampuan jangka panjang AFP yang bertujuan untuk

pengembangan kemampuan dalam melindungi perbatasan laut serta klaim teritorial

Filipina di Laut Tiongkok Selatan (Lum, 2012).

Meningkatnya intensitas hubungan antara Filipina dan Amerika Serikat

dipengaruhi oleh situasi di kawasan Laut Tiongkok Selatan yang semakin tidak

kondusif dan mengancam kedaulatan negara. Filipina harus berhadapan dengan

sikap Tiongkok yang dianggap mengancam kedaulatan negara setelah

mengeluarkan klaim terhadap kawasan Laut Tiongkok Selatan termasuk di

dalamnya terdapat beberapa wilayah yang secara garis batas ZEE (Zona Ekonomi

Eksklusif) merupakan wilayah Filipina. Pemerintah Tiongkok bersikeras bahwa

mereka memiliki kedaulatan yang mutlak atas wilayah Laut Tiongkok Selatan dan

menolak semua tuduhan pelanggaran dari pemerintah Filipina.

Sikap agresif dan pernyataan yang arogan Tiongkok terhadap pernyataan

diplomatik Filipina pada paruh pertama tahun 2011 meningkatkan pertikaian

maritim di kawasan Laut Tiongkok Selatan serta mendorong pemerintahan Aquino

untuk mempercepat pengembangan pertahanan teritorial AFP. Di mana pertahanan

teritorial tersebut ditujukan untuk membentuk program perlindungan perbatasan

secara komprehensif. Pengembangan pertahanan teritorial AFP akan di fokuskan

kepada kemampuan pengawasan, pencegahan, dan patroli perbatasan yang

Universitas Pertamina - 30

Untuk dapat mencapai tujuan ini, dibutuhkan peningkatan kemampuan AFP

dengan memprioritaskan kebutuhan serta restrukturisasi pasukan secara bertahap

untuk pertahanan teritorial. AFP sendiri diproyeksikan sebagai pencegah utama

terhadap ganguan asing atau agresi eksternal, dan kegiatan ilegal yang mengancam

kedaulatan negara. Dari perspektif pemerintahan Aquino, modernisasi senjata harus

dilakukan untuk mengembangkan postur pertahanan yang kredibel dan tidak

ditujukan untuk kemampuan proyeksi kekuatan atau tujuan perang langsung.

Namun meskipun terdapat urgensi untuk meningkatkan kemampuan AFP dan

melakukan reformasi pertahanan, pemerintah Filipina sangat dibatasi oleh sumber

daya finansial yang dinilai tidak mampu mendukung tercapainya program tersebut

(Castro, 2016).

Dalam upaya mengataasi keterbatasan sumber daya finansial, Filipina

menjalin perjanjian degan Amerika Serikat pada tahun 2012. Perjanjian tersebut

akan memfasilitasi penyebaran pasukan dan peralatan persenjataan Amerika

Serikat untuk masuk ke wilayah Filipina. Dilakukannya perjanjian tersebut

didasarkan karena meningkatnya ketegangan antara Filipina dan Tiongkok karena

sengketa wilayah di Laut Tiongkok Selatan. Dengan kekuatan angkatan lautnya

yang kecil dan usang dan angkatan udara yang hampir tidak ada, Filipina

mengandalkan bantuan dari Amerika Serikat untuk melakukan modernisasi

kemampuan militer dan pertahanan melalui kunjungan rutin jangka pendek oleh

pasukan Amerika Serikat yang akan melakukan pelatihan bersama dan operasi

tanggap bencana serta kemanusiaan dengan AFP (Castro, 2016).

Filipina dan Amerika Serikat menandatangani Enhanced Defense

Universitas Pertamina - 31

dianggap sebagai perjanjian eksekutif yang hanya memperbarui dan meningkatkan

Mutual Defense Treaty tahun 1951 dengan menyediakan kerangka kerja di mana

Filipina dan AS dapat mengembangkan kemampuan individu dan kolektif mereka

di sektor pertahanan, melalui penyebaran rotasi pasukan Amerika Serikat di

pangkalan-pangkalan Filipina. Dengan dilakukannya penyebaran tersebut dinilai

dapat memperluas kesempatan untuk pelatihan dan dukungan dalam upaya

modernisasi jangka panjang militer Filipina. Perjanjian tersebut memungkinkan

pasukan Amerika Serikat untuk mengakses dan menggunakan area yang ditunjuk

di fasilitas yang dimiliki dan dikendalikan oleh AFP. Pasukan militer Amerika

Serikat juga dapat membangun atau meningkatkan infrastruktur di lokasi-lokasi

yang disepakati, dan berbagi fasilitas tersebut dengan AFP. Selain itu, setiap

konstruksi dan kegiatan lain di dalam pangkalan-pangkalan Filipina memerlukan

persetujuan dari negara tuan rumah melalui MDB dan Security Engagement Board

(SEB) (Castro, 2016).

Penandatanganan EDCA ini menyampaikan sinyal diplomatik yang kuat

kepada Tiongkok, di mana pihaknya harus memperhitungkan kehadiran militer

Amerika Serikat di wilayah Filipina dalam upaya menyelesaikan sengketa wilayah

di Laut Tiongkok Selatan. Kehadiran militer Amerika Serikat di wilayahnya akan

memperkuat tekad Filipina untuk menegakkan klaim teritorialnya terhadap

Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan, serta menguji tekad, kredibilitas,

serta komitmen Amerika Serikat terhadap Filipina. Negosiasi dengan Filipina

mengenai kehadiran militer Amerika Serikat juga mengirim pesan kepada

negara-negara lainnya yang terlibat dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan, seperti

Universitas Pertamina - 32

militer mereka dengan pihak atau negara lain seperti Amerika Serikat (Castro,

2016).

Kebijakan luar negeri Filipina di bawah pemerintahan Aquino yang

mendekatkan diri kepada sekutunya yaitu Amerika Serikat didasarkan untuk

mengantisipasi kebijakan agresif Tiongkok di kawasan Laut Tiongkok Selatan yang

dinilai mengancam kedaulatan wilayah Filipina. Kebijakan Tiongkok yang

mengklaim wilayah Laut Tiongkok Selatan sebagai bagian dari wilayahnya sangat

memengaruhi kebijakan reformasi militer yang dilakukan oleh pemerintah Aquino

dengan meminta bantuan kepada Amerika Serikat, yang pada akhirnya membuat

hubungan kedua negara menjadi semakin dekat.

Pendekatan yang dilakukan Amerika Serikat sendiri didasarkan kepada

prinsip untuk keamanan maritim, termasuk di dalamnya menjamin kebebasan

navigasi dan penerbangan serta pemanfaatan laut internasional yang sah secara

hukum. Selain itu Amerika Serikat juga mengedepankan penggunaan proses

diplomatik kolaboratif dalam upaya mengatasi perselisihan. Sementara bantuan

militer yang diberikan Amerika Serikat kepada Filipina ditujukan untuk membantu

AFP dalam melakukan transisi dari fokus kepada ancaman domestik menjadi fokus

kepada ancaman ke luar, serta membantu negara untuk membangun keamanan dan

kesadaran keamanan yang kredibel dalam domain maritim (Lum, 2012).

Namun setelah bergantinya pemerintahan Filipina dari Aquino ke Rodrigo

Duterte, Filipina merubah agenda kebijakan luar negerinya dan menyatakan bahwa

Filipina akan mengejar kebijakan luar negeri yang independen. Di bawah

Universitas Pertamina - 33

pendekatan diplomatik yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan baik serta

mendapat konsesi diplomatik dan ekonomi dari Tiongkok. Pendekatan diplomatik

tersebut dilakukan pada saat pertemuan puncak ASEAN di Laos, di mana pada

pertemuan tersebut Filipina mengesampingkan isu sengketa di kawasan Laut

Tiongkok Selatan. Kebijakan luar negeri pemerintah Duterte diarahkan untuk

menghidupkan kembali hubungan dengan Tiongkok sebagai upaya untuk medapat

bantuan proyek infrastruktur dan investasi besar di Filipina (Castro, 2016)

Presiden Duterte menyatakan bahwa ia ingin menjauhkan Filipina dari

Amerika Serikat, suatu langkah yang tidak hanya akan mengubah keseimbangan

strategis kawasan tetapi juga menandai kepergian dramatis dari kebijakan lama

Filipina dalam menjaga hubungan keamanan yang erat dengan satu-satunya sekutu

strategis. Duterte menyatakan bahwa Filipina akan berhenti bergabung dengan

Angkatan Laut Amerika Serikat yang berpatroli di Laut Tiongkok Selatan untuk

menjaga hubungan Filipina dengan Tiongkok serta menginginkan U.S. Special

Operations Forces (SOF) yang mendukung AFP dalam operasi kontra terorisme di

Mindanao untuk menarik diri dari pulau tersebut. Kebijakan yang dikeluarkan oleh

Duterte ini telah mengikis pengaruh Filipina di ASEAN terkait masalah Laut

Tiongkok Selatan serta menyebabkan gangguan dalam hubungan keamanan antara

Filipina dan Amerika Serikat (Castro, 2016).

Dokumen terkait