• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3 Strategi Hedging di Laut Tiongkok Selatan

3.3.1 Strategi Hedging Filipina Terhadap Amerika Serikat

Dari berbagai kepentingan nasional yang dimiliki oleh Filipina, terdapat dua

kepentingan nasional yang sangat mencolok dalam memengaruhi arah kebijakan

luar negerinya. Kepentingan nasional yang pertama adalah mengenai pertahanan

Universitas Pertamina - 52

di bawah pemerintahan Benigno Aquino. Isu kedaulatan muncul setelah

meningkatnya intensitas perselisihan antara Filipina dan Tiongkok terkait klaim

wilayah di kawasan Laut Tiongkok Selatan.

Pemerintah Aquino menilai kebijakan serta aktifitas yang dilakukan

Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan sangat agresif dan mengancam kedaulatan

teritori Filipina. Oleh karena itu, salah satu agenda utama yang dimiliki oleh

pemerintahan Aquino adalah melakukan modernisasi militer. Keinginan Aquino

untuk memperkuat pertahanan negaranya sebagai respons dari kebijakan

ekspansionis Tiongkok di kawasan Laut Tiongkok Selatan (Castro, 2016). Dalam

menjalankan kebijakannya tersebut, Filipina memanfaatkan kedekatannya dengan

Amerika Serikat sebagai sekutu strategis di mana Filipina dapat meminta jaminan

keamanan yang didasarkan kepada Mutual Defense Treaty (MDT) tahun 1951

(Castro, 2016).

Filipina telah meminta komitmen Amerika Serikat untuk menjaga

pertahanan dan keamanan Filipina sebagaimana diatur dalam MDT 1951,

khususnya dukungan angkatan laut dan udara Amerika di wilayah Laut Tiongkok

Selatan (Castro, 2016). Selain itu Filipina merupakan sekutu Amerika Serikat sejak

tahun 2003 dengan status major non-NATO ally (Yani & Montratama, 2017).

Filipina juga memanfaatkan situasi persaingan antara Tiongkok dan Amerika

Serikat, di mana Amerika Serikat menilai bahwa peningkatan kekuatan Tiongkok

yang signifikan dapat menjadi penantang serius untuk Amerika Serikat sebagai

negara hegemon.

Kemampuan Filipina dalam memanfaatkan situasi dan kondisi yang terjadi,

Universitas Pertamina - 53

mana Filipina di berikan beberapa bantuan, di antaranya adalah Amerika Serikat

memberikan kredit untuk pembelian dua Hamilton-class cutters yang akan

digunakan oleh Angkatan Laut Filipina. Hamilton-class cutters sendiri menjadi

kapal patroli terbesar Filipina yang menggantikan the PN’s World War II-vintage

destroyer escorts untuk melakukan patrol di laut lepas. Sebagai sekutu, Amerika

Serikat dan Filipina memiliki kerja sama mengenai keamanan bersama, yang

dilakukan secara bilateral dengan melakukan kegiatan keamanan maritim

kolaboratif melalui Coast Guard masing-masing, dan memfasilitasi penyebaran

rotasi pasukan Amerika Serikat di Asia Timur (Castro, 2016).

Amerika Serikat juga memberikan bantuan enam drone pengintai Boeing

Insitu ScanEagle drones kepada sekutunya Filipina, sebagai bagian dari upaya

untuk meningkatkan kekuatan militer dari ancaman berbagai pihak. Drone ini

memiliki dua kamera dan dapat beroperasi hingga 24 jam, dengan biaya $ 13,7 juta

melalui hibah dari Washington’s foreign military assistance program. Boeing

Insitu ScanEagle drones memiliki berat hanya sekitar 40 pon (18,1 kg) dan panjang

sekitar 4 kaki (1,2 meter) dengan lebar sayap 10 kaki (3 meter). Drone ini dapat

terbang hingga ketinggian 16.000 kaki (Ranoco, 2018).

Menurut pemerintah Filipina, bantuan drone tersebut menjadi vital dalam

upaya pemerintah dalam meningkatkan kekuatan militer. Hal ini dikarenakan dalam

melakukan operasi intelijen, pengawasan, dan pengintaian, drone tersebut dapat

mendukung berbagai misi seperti pertahanan teritorial, keamanan dan stabilitas

Universitas Pertamina - 54

Bantuan drone Boeing Insitu ScanEagle drones pada awalnya ditujukan

untuk membantu pemerintah Filipina dalam upayanya untuk mengatasi ancaman

yang meningkat dari militan Islam, serta untuk menanggapi bencana alam. Namun

pada akhirnya penggunaan drone tersebut telah berkembang untuk memantau

situasi di Laut Tiongkok Selatan seiring meningkatnya aktivitas Tiongkok di

kawasan tersebut. Dengan adanya drone tersebut dinilai dapat meningkatkan

kemampuan pengumpulan informasi lebih besar yang berpotensi untuk dapat

membatasi aktivitas Tiongkok di wilayah Laut Tiongkok Selatan (Stone, 2019).

Selain memberikan bantuan drone, untuk meningkatkan kekuatan militer

sekutunya Amerika Serikat memberikan bantuan Tethered Aerostat Radar System

(TARS). Amerika Serikat menyumbangkan TARS kepada Angkatan Laut Filipina

untuk meningkatkan kemampuannya memantau lalu lintas laut dan udara di Laut

Filipina Barat (Laut Tiongkok Selatan). TARS sendiri merupakan balon-borne

radar yang menggunakan teknologi Lighter-Than-Air (LTA) yang ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan suatu negara berpatroli di wilayah maritimnya. TARS

juga mencakup stasiun cuaca yang mentransmisikan data suhu, tekanan, dan

kecepatan angin, di sekitar wilayah pengoperasian. Bantuan tersebut menyusul

kedatangan Cessna C-208B Grand Caravan yang merupakan pesawat pengintai

dari Amerika Serikat (Fonbuena, 2017).

Ketika kedaulatan negara menjadi perhatiann utama dalam menjalankan

kebijakan luar negeri, Filipina mendekati Amerika Serikat untuk dapat mencapai

kepentingan nasionalnya. Keterbatasan kekuatan militer dan ekonomi Filipina

berusaha untuk ditutupi dengan hadirnya bantuan dari Amerika Serikat. Oleh

Universitas Pertamina - 55

sangat dekat dengan Amerika Serikat dan terus meningkatkan kerja sama antar dua

negara sekutu tersebut.

Bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat merupakan respons positif

terhadap kebijakan pemerintah Filipina untuk menentang agresivitas Tiongkok di

Laut Tiongkok Selatan. Filipina mampu melihat peluang dalam hubungannya

dengan Amerika Serikat terkait situasi yang sedang di hadapinya di dalam konflik

Laut Tiongkok Selatan. Filipina melihat dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan,

Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo yang

dimiliki sebagai negara hegemon, serta ingin menekan aktifitas militer Tiongkok

yang semakin agresif.

Filipina menggunakan strategi hedging dengan mencoba untuk

mengakomodasi kepentingan Amerika Serikat untuk memperkuat posisinya.

Hedging sendiri didefinisikan sebagai upaya suatu negara untuk mengimbangi

risiko dengan mengejar beberapa opsi kebijakan yang dimaksudkan untuk

menghasilkan efek yang dapat melindungi negara dari ancaman pihak lain (Kuik,

2008). Strategi hedging yang dilakukan Filipina mampu mencapi kepentingan

nasionalnya untuk memperkuat pertahanan militer dalam merespons agresivitas

Tiongkok dengan bantuan militer negara sekutunya tersebut. Untuk Amerika

Serikat sendiri, bantuan-bantuan tersebut merupakan bentuk investasi pemerintah

dalam upaya memperkuat posisi pertahanan negara sekutunya di kawasan Laut

Tiongkok Selatan dan mendorong kebebasan navigasi di Laut Tiongkok Selatan

Universitas Pertamina - 56

Dokumen terkait