• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

3. Return On Asset (ROA)

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indicator dari keberhasilan operasi dan usaha perusahan. Horne dan John (1997) mengatakan bahwa, rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis yaitu, rasio yang menunjukan dalam kaitannya dengan penjualan (margin laba kotor dan margin laba bersih) dan profitabilitas dalam kaitanya dengan investasi yaitu return on asset dan

return on equity.

Return On Asset (ROA) menurut Abdul Halim (2004) dalam

Agustin dan Edward (2012) adalah :

“Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai asset tersebut”

ROA merupakan indikator kemampuan sebuah unit usaha untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh unit usaha tersebut. Return On Asset mengukur kinerja operasi yang menunjukkan sejauh manakah aktiva dikaryakan. Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan dalam memanfaatkan sumber ekonomi yang ada untuk menghasilkan laba.

21

Return On Asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan

perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. ROA digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik suatu perusahaan. Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan kemungkinan- kemungkinan sebagai berikut:

1. Adanya over investment dalam aktiva yang digunakan untuk

operasi dalam hubungannya dengan volume penjualan yang diperoleh dengan aktiva tersebut.

2. Merupakan cermin rendahnya volume penjualan dibandingkan dengan ongkos-ongkos yang diperlukan.

3. Adanya inefisiensi baik dalam produksi,r pembelian maupun pemasaran.

4. Adanya kegiatan ekonomi yang menurun.

ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif (rugi) pula. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan aktiva belum mampu menghasilkan laba. Menurut M Hanafi dan Abdul Halim (2004) dalam Agustin dan Edward (2012) umus yang digunakan untuk mengukur ROA adalah sebagai berikut:

ROA = Net Income (Laba Bersih)

22 4. Investment Opportunity Set

Investment Opportunity Set merupakan nilai dari suatu

perusahaan sebagai sebuah kombinasi asset in place dengan

investment option pada masa depan. IOS memberi petunjuk yang

lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang. Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari investment opportunity set ( IOS), yang didifinisikan

sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (assets in place) dan

pilihan investasi dimasa akan datang dengan net present value positif.

Menurut Kallapur dan Tombley (1999) dalam Andreas (2013) terdapat tiga jenis alternatif proksi Investment Opportunity Set

(IOS)yang digunakan dalam bidang keuangan yaitu : 1. Proksi IOS berbasis pada harga

Proksi IOS yang berbasis pada harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam nilai pasar saham. Ide dari proksi ini berdasar pada prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial yang dinyatakan dengan harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva – aktiva yang dimiliki ( assets in place ) dibandingkan degan perusahaan yang tidak

bertumbuh. Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis dengan harga adalah : Market value of equity plus book value of debt, Ratio of book

23

of book value property, plant, and equipment to 20 firm value, Ratio of

replacement firm value, Ratio of replacement value of asset to market

value, Ratio of depreciation expense to value, dan Earning Price

ratio.

2. Proksi IOS berbasis pada Investasi

Proksi IOS berbasis ini menunjukan tingkat aktivitas investasi tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Perusahaan dengan IOS tinggi memilki tingkat investasi yang tinggi pula. Proksi IOS ini dapat dihubungkan dengan Ratio R&D expense to firm value,

Ratio of R&D expense to total assets, Ratio of R&D expense to sales,

Ratio of capital addition to firm value, dan Ratio of capital addition to

asset book value.

3. Proksi IOS berbasis pada varian

Mendasarkan pada ide proksi ini mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari pengingkatan aktiva.

IOS berdasar harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga saham. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyataan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam

24

harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki.

Menurut Myers (1997) dalam Helmi (2013), menyebutkan bahwa investment opportunity dapat diukur melalui rasio nilai buku

ekuitas (market to book value of equity). Maksud pemilihan proksi ini

karena dapat mencerminkan besarnya return dari aktiva yang ada dan investasi yang diharapkan di masa yang akan datang akan melebihi

return dari ekuitas yang diinginkan. Apabila suatu perusahaan dapat

memanfaatkan modalnya dengan baik dalam menjalankan usaha, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut diperkirakan akan meningkat dan pada akhirnya semakin meningkat pula nilai suatu perusahaan.

Secara matematis variabel investment opportunity

diformulasikan sebagai berikut :

MBVA = Asset – Total Ekuitas + (JUB x Closing Price) Total Assets

Penggunaan rasio ini atas dasar pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terrefleksi dari harga saham, Rasio nilai pasar terhadap nilai buku menggambarkan biaya pendirian historis dan aktiva fisik perusahaan. suatu perusahaan yang berjalan baik dengan staf manajemen yang kuat dan sebuah organisasi yang berfungsi secara efisien akan mempunyai nilai pasar yang lebih besar atau sekurang-kurangnya sama dengan nilai buku aktiva fisiknya.

25 5. Dividend Payout Ratio

Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio)

merupakan penentu jumlah laba yang akan dapat ditahan dalam sebuah perusahaan sebagai sumber pendanaannya dan juga sebagai penentu berapa laba dividen yang akan dibagi kepada para investor. Van Horned and Wachowicz (2010) mengatakan bahwa aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan.

Arus dividen dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor, dengan alasan bahwa dividen merupakan satu-satunya arus yang diterima investor. Jika dividen merupakan satu-satunya arus kas, maka model diskonto dividen dapat digunakan sebagai pengukur arus kas untuk menghitung nilai intrinsik saham. Secara sistematis DPR dapat dirumuskan sebagai berikut:

DPR = Dividend Per Share

Earning Per Share

Menurut Setyawan (1995) dalam Amalia Nur (2008) menyatakan bahwa dividend payout ratio merupakan perbandingan

antara Dividend per share dengan earning per share, jadi secara

perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share

terhadap pertumbuhan earning share. Dividen merupakan salah satu

26

besarnya dividen tidak sesuai dengan yang diharapkan maka ia akan cenderung tidak membeli suatu saham atau menjual saham tersebut apabila telah memilikinya.

Menurut Brigham (1999) dalam Amalia Nur (2008) menyebutkan ada tiga teori dari preferensi investor yaitu:

1. Devidend irrelevance theory

Suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh, baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR) tetapi

ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan.

2. Bird in the hand Theory.

Menurut Brigham tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital

gain) yang akan dihasilkan dari laba ditahan. Pendapat ini diberi

nama bird in the hand fallacy. Brigham beranggapan investor

memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Namun, teori lain berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki resiko

27

yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh DPR tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru.

3. Tax preference theory

Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor

lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak.

Menurut Setyawan (1995) dalam Sri Hermuningsih (2007) mengelompokkan berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan

dividend menjadi dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern adalah faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan

dividend yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya: likuiditas

perusahaan, tingkat laba, kemampuan untuk meminjam, dan sebagainya. Dari pengaruh intern ini perusahaan dapat mempengaruhi

dan mengendalikan secara aktif sehingga akibatnya dapat dirasakan secara langsung. Faktor ekstern yang merupakan pengaruh yang

berasal dari luar perusahaan, misalnya: pajak atas dividend, pajak atas

capital gain, akses ke pasar modal, perundangan dan sebagainya. Dari

pengaruh faktor ekstern ini perusahaan harus berusaha untuk

menyesuaikan karena sulit untuk mengendalikannya.

Menurut Brigham (1999) dalam Yangs (2011) dua teori lain yang dapat membantu untuk memahami kebijakan dividen adalah :

28

1. Information content or signaling hypothesis

Di dalam teori ini Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap dividen.

2. Clientele Effect

Menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu DPR yang tinggi, sebaliknya kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini ebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Teori lainnya mengatakan bahwa dividen adalah pembayaran bagian laba perusahaan kepada pemegang saham. Bentuk dividen adalah sebagai berikut: (1) Cash dividend adalah dividen yang

29

(cash). (2) Script dividend adalah suatu surat tanda kesediaan

membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham sebagai dividen. (3) Property dividend adalah

dividen yang diberikan kepada pemegang saham dalam bentuk barang- barang (tak berupa uang tunai) ataupun modal saham perusahaan. (4) Liquidating dividend adalah dividen yang dibayarkan

kepada pemegang saham dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (cash dividen) (5)

Stock dividend adalah dividen yang diberikan kepada pemegang

saham dalam bentuk saham - saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri.

Besarnya dividen tergantung kebijakan dividen masing-masing perusahaan. Menurut Bodie (1999) dalam Yangs (2008) secara umum kebijakan dividen ditempuh perusahaan adalah salah satu dari kebijakan ini,yaitu :

1.Constant dividen payout ratio terdapat beberapa cara

mengatur dividen payout ratio yang dibagikan secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu : (a) membayar dengan jumlah persentase yang tetap dari pendapatan tahunan, (b) mennentukan dividen yang akan diberikan dalam setahum sama dengan jumlah dalam persentase yang tetap dari keuntungan tahun sebelumnya, dan (c) menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang.

30

menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukan perusahan yang sselalu mempertahankan laba tinggi. Prosedur Pembayaran Dividen

Didalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emiten selalu dividen tersebut baik baik dividen tunai maupun dividen saham. Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan didalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut menurut Ang (1997) dalam Yangs (2011) :

1.Tanggal Pengumuman (Declaration Date)

Merupakan tanggal resmi pengumuman oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan.

2.Tanggal Cum Dividend (Cum Dividend Date)

Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.

3.Tanggal Ex Dividend (Ex Dividend Date)

Merupakan tanggal dimana perdagangan saham sudah tidak melekat lagi hak untuk memperoleh dividen.

4. Tanggal Pencatatan dalam daftar pemegang saham (Date of

31

Merupakan tanggal dimana investor harus terdaftar sebagai pemegang saham perusahaan publik atau emiten sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukkan bagi pemegang saham.

5.Tanggal Pembayaran (Payment Date)

Merupakan tanggal dimana para pemegang saham sudah dapat mengambil dividen yang diumumkan oleh emiten.

Dokumen terkait