• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapan karakteristik warga belajar ternyata mempengaruhi kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Karaktekteristik yang mempengaruhi kemampuan mempertahan kemampuan aksara yaitu umur, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, dan motivasi warga belajar, selain itu dukungan tempat tinggal juga mempengaruhi kemampuan mempertahankan aksara yang dimiliki oleh warga belajar. Adanya kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar sejatinya mampu meningkatkan ekonomi warga belajar. Pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai pengaruh kemampuan aksara dengan peningkatan ekonomi warga belajar.

7 PENGARUH KEMAMPUAN AKSARA

DENGAN PENINGKATAN EKONOMI WARGA BELAJAR

Terdapat lima indikator keberhasilan dari program pemberdayaan masyarakat, antara lain: 1) berkurangnya jumlah penduduk miskin, 2) berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, 3) meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya, 4) meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok lain di dalam masyarakat, 5) serta meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya (Sumodiningrat 1999). Merujuk pada pernyataan di atas, program KF baru bisa dikatakan berhasil dalam memberdayakan perempuan di mana saat warga belajar mampu menerapkan kemampuan keaksaraan mereka untuk meningkatkan penghasilan atau ekonomi warga belajar tersebut. Hal ini dipertegas oleh Suyono (2006) yang mengungkapkan bahwa pendidikan hanya layak diklaim berhasil sejauh ia mampu menciptakan manusia-manusia mandiri dan bermartabat, yang keberadaannya dapat memberikan manfaat terhadap keluarganya, orang lain dan lingkungannya.

Keberhasilan program KF dalam meningkatkan ekonomi warga belajar, tampaknya belum dapat direalisasikan pada warga belajar Desa Citapen, hal ini dikarenakan program KF belum mampu meningkatkan ekonomi warga belajar. Mayoritas warga belajar sebesar 97,8 persen mengungkapkan bahwa keadaan ekonomi mereka tidak ada perbedaan, sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan KF dan hanya seorang responden yang mangaku ada peningkatan ekonomi. Tidak adanya peningkatan ekonomi yang dialami oleh warga belajar, dikarenakan telah terjadinya buta huruf kembali pada warga belajar tersebut, selain itu tidak adanya warga belajar yang memanfaatkan keterampilan yang telah diberikan program KF untuk meningkatkan ekonomi mereka.

Tidak terpakainya keterampilan yang sudah diberikan karena beberapa faktor, di antaranya adalah tidak adanya modal untuk memulai usaha, tidak mengerti produknya harus dijual kepada siapa, dan sibuknya pekerjaan domestik yang menyebabkan mereka

tidak ada banyak waktu untuk memulai usaha, seperti yang dikemukakan salah satu warga belajar sebagai berikut:

“bayaran sekolah aja udah mahal neng, boro-boro ada uang lebih buat modal usaha” (Ant, 29thn)

Meskipun pihak PKBM SLIM pernah bekerjasama dengan salah satu pabrik kerudung yang ada di Desa Citapen untuk penyaluran hasil keterampilan pada kegitan belajar di tahap ketiga, namun PKBM SLIM tidak melakukan kerjasama kembali pada pabrik tersebut untuk memberikan pekerjaan tetap pada warga belajar. Hal ini karena pihak PKBM hanya bekerjasama dalam batasan kegiatan belajar mengajar pada tahap kedua, yang bertujuan agar warga belajar dapat lebih mahir dalam keterampilan tersebut dan hanya sebatas memberikan pengalaman bekerja terhadap warga belajar itu sendiri, sehingga nantinya diharapkan warga belajar bisa mandiri dan membuka usaha sendiri. Di sisi lain pabrik tersebut masih berskala kecil, sehingga tidak membutuhkan banyak pegawai, selain itu batas umur pegawai yang dapat diterima di pabrik tersebut maksimal berumur 22 tahun.

Seorang warga belajar yang menyatakan bahwa keadaan ekonominya lebih baik dari sebelum mengikuti program KF, sebenarnya tidak langsung warga belajar tersebut ialah warga belajar yang telah melalui ketiga tahapan. Warga belajar ini tidak memanfaatkan keterampilan yang diberikan KF, namun warga belajar tersebut membuka warung sederhana di depan rumahnya. Warga belajar tersebut mengakui, keberaniannya membuka warung karena ia telah memiliki kemampuan aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Kemampuan aksara yang ia miliki membantu ia untuk mengorganisir warung dengan baik, seperti menentukan harga jual dan menghitung keuntungan yang telah diraih. Di sisi lain, warga tersebut juga mengatakan bahwa kemampuan aksara yang ia miliki membantu hasil pertanian suaminya. Hal tersebut dikarenakan dengan kemampuan membaca, ia dapat membantu suaminya memilih pupuk dan bibit yang bagus atau berkualitas untuk pertaniannya, sehingga hasil panennya pun memuaskan, dengan hasil panen yang bagus otomatis pendapatan juga bertambah, seperti yang ia kemukakan berikut:

“ Alhamdulillah, karena sekarang mah bisa baca,ngitung,nulis jadi berani buat buka warung. Sekarang jadi tau kalau barang yang harganya segini harus dijual berapa buat ngehasilin untung biar gak rugi. Terus kalo ada yang beli, bisa baca barangnya, jadi gak salah ngasihin. Ya, walaupun kecil-kecilan tapi ngebantu pemasukan keluarga.” (Iis, 58thn)

“ saya suka bantu suami beli pupuk dan bibit buat bacain pupuk yang bagus yang mana, kan kalo pupuknya bagus ntar hasil panennya juga bagus dan banyak, jadi dijualnya juga untung.” (Iis, 58thn)

Meskipun responden warga belajar hampir semuanya mengaku tidak mendapat keuntungan ekonomi dari bmengikuti program KF, namun beberapa warga belajar mengakui mendapatkan manfaat yang lain yaitu kemudahan untuk mendapatkan informasi, kemudahan memasuk kelompok pertemanan, dan peningkatan tingkat kemandirian. Manfaat non ekonomi yang diperoleh setelah mengikuti program KF dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran Jumlah Warga Belajar dalam Perubahan Sikap Sesudah Mengikuti KF Tahun 2011 (dalam jumlah dan persen)

Kategori Tidak Ada

Perbedaan Lebih Baik Jauh Lebih Baik Total

Kemudahan Mendapatkan Informasi 30 (66,7 %) 14 (31,1 %) 1 (2,2 %) 45 (100%) Tingkat Kemandirian 36 (80 %) 9 (20 %) 0 45 (100%) Kemudahan Memasuki Kelompok Pertemanan 38 (84,4 %) 7 (15,6 %) 0 45 (100%)

Sumber: Data primer hasil penelitian 2011

Kemampuan yang dimiliki warga belajar dalam membaca, menulis, dan berhitung diharapkan mampu membantu warga belajar untuk mengakses segala bentuk informasi yang ingin diketahui maupun yang tidak. Terbantunya warga belajar dalam mengakses informasi senantiasa mampu meningkatkan pengetahuan dan kehidupan sosial warga belajar. Perubahan dalam kemudahan mendapatkan informasi dirasakan oleh warga belajar yaitu sebesar 2,2 persen (1 orang) merasakan jauh lebih baik, sebesar 31,1 persen (14 orang) merasakan lebih baik, dan sebesar 66,7 persen (30 orang) merasakan tidak ada perubahan. Warga belajar yang merasakan kemudahan mendapatkan informasi lebih baik

dari sebelum mengikuti KF mengakui bahwa mereka banyak terbantu dalam menambah wawasan, cara mendidik anak, membaca rapot anak, mengetahui mengenai keluarga berencana, membaca iklan di televisi dan membaca pengumuman-pengumuman di desa.

Beberapa warga belajar mendapatkan manfaat dari adanya kegiatan KF selain kemudahan mendapatkan informasi, yaitu kemudahan memasuki kelompok pertemanan. Perubahan yang dirasakan warga belajar dalam kemudahan memasuki kelompok pertemanan adalah sebesar 15,6 persen (7 orang) lebih baik dan sebesar 84,4 persen (38 orang) tidak ada perubahan. Sedikitnya warga belajar yang mengalami perubahan yang lebih baik dalam kemudahan memasuki kelompok pertemanan yaitu hanya warga belajar yang masih memiliki anak bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Warga belajar tersebut mengakui, dengan adanya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung membuat mereka lebih percaya diri untuk bergabung dan berkumpul dan mengemukakan pendapat dengan ibu-ibu murid saat mengantarkan atau menunggu anaknya sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang warga belajar sebagai berikut:

“ sekarang mah jadi semangat nganterin anak sekolah, soalnya udah bisa baca. Jadinya teh gak malu-maluin. Dulu mah saya mana mau bergabung dengan ibu-ibu yang lain, takut dibilang kuper dan bodoh soalnya.” (Nur, 28thn)

Manfaat terakhir yang dirasakan oleh beberapa warga belajar yaitu perubahan tingkat kemandirian. Tingkat kemandirian yaitu kemampuan warga belajar untuk melakukan segala sesuatu atau sebuah kegiatan dengan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam hal ini, sebesar 20 persen (9 orang) merasakan perubahan tingkat kemandirian menjadi lebih baik dan sebesar 80 persen (36 orang) merasakan tidak ada perubahan. Warga belajar yang merasakan perubahan tingkat kemandirian lebih baik menyatakan bahwa mereka jadi lebih leluasa untuk melakukan sesuatu karena kemampuan yang warga belajar miliki setelah mengikuti KF. Peningkatan kemandirian yang dirasakan yaitu warga belajar sudah berani berpergian sendiri karena sudah mampu membaca jurusan angkutan umum, berani mengambil rapot anak, dan berani mengurusi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) ke kantor kelurahan dan Rumah Sakit Ciawi (RS Ciawi), seperti yang dituturkan oleh salah satu warga belajar berikut ini:

“sekarang kalo mau ke bogor sendirian udah gak takut, udah bisa baca jurusan angkot jadi gak akan nyasar.” (Sti, 28thn)

biasanya yang ngambilin rapot tetangga atau saudara, tapi sekarang mah saya sendiri yang ngambilin rapot, soalnya udah bisa baca rapot. Terus kalo ada pengumuman disekolah teh gak culingak-culingeuk kan udah bisa baca sekarang mah” (Nur, 33thn)

Banyaknya warga belajar yang merasakan tidak adanya perubahan pada tingkat kemandirian dikarenakan sebagian besar dari mereka tidak pernah keluar desa dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaan domestik sehingga mereka tidak merasakan perubahan peningkatan kemandirian yang berarti.

7.1 Ringkasan

Program KF belum mampu meningkatkan ekonomi warga belajar. Mayoritas warga belajar sebesar 97,8 persen mengungkapkan bahwa keadaan ekonomi mereka tidak ada perbedaan, sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan KF dan hanya seorang responden yang mangaku ada peningkatan ekonomi, namun beberapa warga belajar mengakui mendapatkan manfaat yang lain yaitu kemudahan untuk mendapatkan informasi, kemudahan memasuk kelompok pertemanan, dan peningkatan tingkat kemandirian.

8 SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari berbagai analisis di atas antara lain, sebagai berikut:

1. Semakin lengkap tahapan yang dilalui oleh warga belajar, maka semakin tinggi pula kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksaranya.

2. Umur produktif, status pernikahan, rendahnya tanggung jawab pada pekerjaan,

pendidikan formal yang pernah dilalui, tingginya motivasi warga belajar, dan tingginya dukungan tempat tinggal yang diberikan pada warga belajar, mempengaruhi kemampuan warga belajar untuk mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki.

3. Program KF belum berhasil dalam meningkatkan ekonomi warga belajar. Hanya

terdapat seorang warga belajar yang menyatakan bahwa keadaan ekonominya lebih baik dari sebelum mengikuti program KF. Hal ini terjadi karena sebagian besar warga belajar telah mengalami buta aksara kembali, tidaknya adanya modal untuk memulai usaha, tidak mengerti produknya harus dijual kepada siapa, dan sibuknya pekerjaan domestik yang menyebabkan mereka tidak ada banyak waktu untuk memulai usaha.

4. Tutor memiliki peranan penting dalam membantu warga belajar dalam

mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki oleh warga belajar. Warga belajar mengakui bahwa mereka masih mampu mempertahankan kemampuan aksara karena adanya tutor yang selalu siap siaga dan selalu memotivasi warga belajar.

5. Beberapa warga belajar menerima manfaat lain dari adanya progam KF yaitu

kemudahan untuk mendapatkan informasi, kemudahan memasuk kelompok pertemanan, dan peningkatan tingkat kemandirian.

8.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya adalah:

1. Program KF sebaiknya menyediakan tutor yang berdedikasi tinggi, mampu

memotivasi warga belajar, dan memiliki kemampuan mengajar yang baik. Dalam hal ini, sebaiknya pihak yang terkait menyeleksi tutor dengan baik dan tidak menyediakan sembarang tutor, karena tutor memiliki peranan yang penting dalam mencapai keberhasilan program KF.

2. Pembelajaran keterampilan yang diberikan diharapkan terkait langsung dengan mata pencaharian, lapangan pekerjaan, dan pendapatan. Campur tangan Dinas Pendidikan diperlukan dimana Dinas Pendidikan suatu daerah mau bekerjasama dengan instansi lain, seperti Dinas Perdagangan atau menggandeng pengusaha tingkat lokal untuk diajak kerjasama dalam penyaluran hasil keterampilan warga belajar. Hal ini akan memudahkan warga belajar dari segi modal dan kejelasan penyaluran hasil keterampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja K, Gunarti D, Indrawati T, Suhanadji. 2007. Pemberdayaan Perempuan Melalui Program Keaksaraan Fungsional dan Pendampingan dalam Rangka Percepatan

Pemberantasan Buta Aksara di Kelurahan Babatab, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya. [Hasil Penelitian]. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Aziz AA. 2008. Model Penyelenggaraan dan Pengembangan Model Kecakapan Hidup (life skill) pada Program Keaksaraan Fungsional (KF): Studi Kasus Kelompok Belajar KF di Desa Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. [Skripsi].[internet].[diunduh tanggal14 Oktober 2010]. Dapat diunduh dari: http://imadiklus.com/model-kecakapan- hidup-life-skill-pada-keaksaraan-fungsional-KF-studi-kasus-kelompok-belajar-KF-di-desa- kedungjati-kecamatan-kedungjati-kabupaten-grobogan/.

Badan Pusat Statistik , 2009, ‘Jumlah dan Persentase Buta huruf, BPS-RI, Susenas 2009’. [internet].[diunduh tanggal 20 Oktober 2010]. Dapat diunduh dari: www.bps.go.id.

Bachtiar A. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Menurun.[internet].[diunduh tanggal 14 Oktober 2010]. Dapat diunduh dari: http://www.depkominfo.go.id/berita/

bipnewsroom/indeks-pembangunan-manusia-indonesia-menurun/.

Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, ‘Buta Aksara Masih Tinggi’.[internet].[diunduh tanggal 20 Oktober 2010]. Dapat

diunduh dari: http://www.pnfi.kemdiknas.go.id/news/20100930130459/BUTA-AKSARA-

MASIH-TINGGI.html.

Empowering Women. 2005. [internet].[diunduh tanggal 1 Desember 2010]. Dapat diunduh dari: http://result.org/website/article.asp?Id.2458.

Ife J. (1995). Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and practice. Australia: Longman.

Inayah. 2007. Pemberdayaan Perempuan di Gayo Melalui Pendidikan. Jurnal Edukasi. Vol.3: 43-57.

Irwan M. 2007. Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional di Dusun Krajan Desa Gadingkulon Kecamatan Dau Kabupaten Malang.[Skripsi]. Universitas malang. [internet].[diunduh tanggal 14 Oktober 2010]. Dapat diunduh dari:

http://karyailmiah.um.ac.id/index.php/PLS/article/view/2768.

Ismadi H. 2005. Studi Efektivitas Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional. Jurnal Kebijakan Pendidikan. 01(01): 87-108.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. 2010. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender. [internet].[ diunduh tanggal 18 Januari 2011]. Dapat diunduh dari: Http://Www.Kementrianpemberdayaanperempuandanperlindungananakri.Go.Id/Pemberday aanperempuan.Html.

Kusmiadi A. 2007. Model Pengelolaan Pembelajaran Pasca Keaksaraan melalui Penguatan Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Upaya Keberdayaan Perempuan Pedesaan: Studi Pemberdayaan Perempuan Pedesaan di Kampung Cibago, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang.[Hasil Penelitian]. P2PNFI Regional II. Semarang.

Lutfi M. 2007. Evaluasi Implementasi Program Keaksaraan Fungsional Tahap Pemberantasan di Desa Jetis Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.[Skripsi]. Solo: Universitas Sebelas Maret.

Marzuki M. 2010. Keaksaraan Fungsional: Latar Belakang dan Pengertian. Universitas Negeri Malang.

Nasdian FT. 2007. Modul pengembangan Masyarakat. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Priyono OS, Pranarko A. (1996), Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: CSIS.

Rizki M. 2008. Peran PKBM Suka Caturtunggal dalam Peningkatan Sumber Daya Manusia di Kelurahan Caturtungga, Depok, Sleman, Yogyakarta.[Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Sihombing U, Gutama. 1999. Profil PKBM di Indonesia pada Masyarakat Perintisan. PD. Mahkota: Jakarta.

Sulton L. 2008. Keberhasilan Program Keaksaraan Fungsional: Studi Kasus Pusat Kegiatan Belajar Mengajar Damai Mekar, Kelurahan Sukamadai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. [Skripsi].Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sumodiningrat G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat & JPS. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Suyono H. 2006. Pemberdayaan Masyarakat Mengantar Manusia Mandiri, Demokratis, dan Berbudaya. Khanata: Jakarta.

Todaro MP, Smith SC. 2006.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Modul Ekonomi Pembangunan.

UNESCO. 2007. Laporan Global PUS (Pendidikan untuk Semua) 2007: Keaksaraan bagi Kehidupan.[internet].[diunduh tanggal 1 Desember 2010]. Dapat diunduh dari:

Http//unesdc.unesco.org/images/0014/0014427IND.pdf.

United Nations.1996. General Assembly Resolution.[internet].[diunduh tanggal 22 Januari 2010]. Dapat diunduh dari:

http://www.unesco.org/education/efa/ed_for_all/background/un_resolution_1997.shtml.

Wahyuni ES, Winati W, Murdianto, Dwi Sadono. 2005. Pemberdayaan Perempuan Pedesaan.[Hasil Penelitian]. PSP3: Bogor.

Wahyuni T, Rusdianto, Syofia C, Septi N. 2010. Analisis Program Keaksaraan

Fungsional Terhadap Peningkatan Angka Melek Aksara (Literacy Rate) di Desa Bades Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Penulisan Ilmiah Program Kreatifitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang.[internet].[diunduh tanggal 14 Oktober 2010]. Dapat diunduh dari: http://kemahasiswaan.um.ac.id/wpcontent/uploads/2010/04/PKM-AI- 10-UM-Tutik-Analisis-Program-Keaksaraan.pdf.

Lampiran 1 Daftar Nama Warga Belajar di Desa Citapen (Kerangka Sampling)

No. Nama Umur Tahapan Yang

Dilewati

Alamat

Dusun RT RW

1 Murtiah 60 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

2 Anah 58 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

3 Zenab 69 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

4 Acih 59 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

5 Ucih 59 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

6 Aam 50 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

7 Endah 52 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

8 Anah 48 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

9 Wiwi 47 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

10 Iis 61 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

11 Eroh 54 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

12 Susan 52 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

13 sarah 49 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

14 Yeyet 60 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

15 Lilis 48 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

16 Nonih 58 1 3 2 Kp. Pondok Menteng

17 Yuningsih 60 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

18 neneng 45 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

19 Nur Kilah 53 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

20 Karnasih 51 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

21 Lilis 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

22 Fatimah 45 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

23 Eva 33 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

24 Pipih 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

25 nur Laili 40 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

26 Risna 28 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

27 Howiyah 53 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

28 Marliyah 42 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

29 Watiyawati 48 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

30 Hanum 38 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

31 Fitriah 30 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

32 Lina 35 2 1 2 Kp. Pondok Menteng

33 Siti Hasanah 55 2 3 4 Citapen

35 Anita 29 3 3 4 Citapen

36 Nur Hayati 33 3 3 4 Citapen

37 Nur Yati 42 3 3 4 Citapen

38 Iis Holisoh 58 3 3 4 Citapen

39 Euis 40 3 3 4 Citapen 40 Yuningsih 25 3 3 4 Citapen 41 Eha 31 3 3 4 Citapen 42 Lina 29 3 3 4 Citapen 43 Elih 30 3 3 4 Citapen 44 Evi 33 3 3 4 Citapen

45 Nur Lela 28 3 3 4 Citapen

46 Rasmini 48 3 3 4 Citapen 47 Nining 46 3 3 4 Citapen 48 Fatmawati 28 3 3 4 Citapen 49 Rukoyah 48 3 3 4 Citapen 50 Munaroh 30 3 3 4 Citapen Keterangan :

Bukan Responden Terpilih Responden Terpilih

Lampiran 2 Dokumentasi

1. Tempat Belajar Kelompok Dahlia 2 2. Tempat Belajar Kelompok 8

3. Tempat Belajar Kelompok Dahlia 15 4. Hasil Keterampilan Warga Belajar

5. Warga Belajar PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri

Lampiran 3 Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Lampiran 4 Jurnal Kegiatan di Lapang

No. Hari dan Tanggal

Kegiatan Waktu Kegiatan

1 Jumat

25 Maret 2011 10.00 – 15.00

− Menyerahkan surat izin penelitian ke Balai Desa Citapen.

− Bertemu dengan Bapak Hendriawan

sekertaris PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri.

− Menentukan kelompok belajar yang

telah melewati tahap 1,2, dan 3 untuk dijadikan kerangka sampling.

2 Rabu,

30 Maret 2011 10.00 – 12.00

− Meminta profil desa atau gambaran umum desa ke Balai Desa.

− Melakukan pengocokan nama-nama

responden yang akan menjadi sampel penelitian.

3 Kamis,

31 Maret 2011 13.00 – 15.30

− Bertemu dengan Teh Noni (Informan)

untuk wawancara mendalam dan membicarakan mengenai nama-nama responden yang akan menjadi sampel penelitian.

4 Senin,

4 April 2011 12.30 – 17.35

− Wawancara pada 10 warga belajar

(responden) kelompok Dahlia 2

5 Rabu,

6 April 2011 10.00 – 12.00

− Wawancara pada 5 warga belajar

(responden) kelompok Dahlia 2

6 Sabtu,

9 April 2011 10.00 – 14.00

− Wawancara pada 7 warga belajar

(responden) kelompok Dahlia 8.

7 Minggu,

10 April 2011 10.00 – 14.00

− Wawancara pada 8 warga belajar

(responden) kelompok Dahlia 8.

8 Selasa,

12 April 2011 12.40 – 17.45

− Wawancara pada 5 warga belajar

(responden) kelompok Dahlia 15.

− Wawancara dengan Bapak Aziz

(informan).

9 Rabu,

13 April 2011 10.00 – 15.00

− Wawancara pada 10 warga belajar (responden) kelompok Dahlia 15.

10 Kamis,

14 April 2011 11.00

− Pamit dengan warga dan pengurus PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri.

Dokumen terkait