BELAJAR DI PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI
KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR
Oleh:
FERA INDIRA KARINA I34070057
Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. EKAWATI S. WAHYUNI, MS
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ABSTRACT
FERA INDIRA KARINA.The role of “Keaksaraan Fungsional” program in maintaining people basic literacy in People Learning Center Saraga Lekas Insan Mandiri at Ciawi, Bogor. Supervised by EKAWATI S. WAHYUNI.
This study aims to 1) analyze the role of “Keaksaraan Fungsional (KF)” in maintaining village people basic literacy, and to 2) evaluate its impact on the economy. The research was conducted by using survey method on 45 learning people in KF program. All respondents were women at 15 years and over. The study shows that people who joined the complete KF program have higher ability to maintain their basic literacy than those who were not. The KF program does not have direct impact in improving people economy. Some learning people benefitted from the KF program as they became literate their self confidence has also increased and became more self reliance.
RINGKASAN
FERA INDIRA KARINA. Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan EKAWATI S. WAHYUNI.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Saat ini semua pihak sadar bahwa penduduk Indonesia harus dikembangkan menjadi manusia unggul, oleh karena itu tingginya buta aksara di Indonesia menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik dan Departemen Pendidikan Nasional, tahun 2009 tercatat dari sekitar 8,7 juta penyandang buta aksara, 64 persen adalah perempuan berusia di atas 15 tahun. Kelompok penduduk usia sekolah ini adalah kelompok penduduk usia produktif, sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki pendidikan yang memadai dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pemerintah bersama organisasi masyarakat melaksanakan program Pemberantasan Buta Aksara Keaksaraan Fungsional (PBA-KF) demi meningkatkan angka melek aksara (literacy rate), sebagai upaya mengatasi banyaknya perempuan yang buta aksara. PBA KF dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta keterampilan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf hidup warga belajar yang lebih difokuskan kepada upaya pemberdayaan perempuan.
Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk 1) menganalisis pengaruh program KF dalam memelihara atau mempertahankan kemampuan aksara warga belajar 2) mengevaluasi pengaruh kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dalam meningkatkan ekonomi warga belajar. Penelitian ini dilakukan di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Desa Citapen, Kecamtan Ciawi, Kabupaten Bogor.
45 orang menjadi responden penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive (sengaja) dengan teknik bola salju (snowball sampling) yaitu sebanyak tiga orang.
Penelitian ini adalah penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survei yang memanfaatkan kuesioner. Data kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam kepada informan untuk melengkapi kebutuhan data primer penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
Hasil olahan data menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang diperoleh, bahwa tahapan KF yang dilalui oleh warga belajar memiliki pengaruh dengan kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki. Sebesar 82,4 persen (14 orang) yang melewati tahapan ketiga, mampu mempertahankan kemampuan aksara mereka, serta mampu menerapkan kemampuan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti membaca jam, kalender, pengumumam, iklan, menulis biodata, tanda tangan, menghitung pemasukan, pengeluaran dan lain-lain.
Kemampuan aksara yang dimiliki warga belajar tidak berpengaruh pada peningkatan ekonomi warga belajar, hal ini dibuktikan hanya terdapat seorang warga belajar yang menyatakan bahwa keadaan ekonominya lebih baik dari sebelum mengikuti program KF, selebihnya mengakui bahwa keadaan ekonomi mereka tidak ada perbedaan baik sebelum dan sesudah mengikuti KF. Beberapa warga belajar menerima manfaat lain dari adanya progam KF yaitu kemudahan untuk mendapatkan informasi, kemudahan memasuki kelompok pertemanan, dan peningkatan tingkat kemandirian.
PERAN PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL
DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA
BELAJAR DI PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI
KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR
Oleh:
FERA INDIRA KARINA I34070057
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Fera Indira Karina
Nomor Pokok : I34070057
Judul : Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor).
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS NIP. 19600827 198603 2 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar di PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai Skripsi pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia bertanggungjawab atas pernyataan ini.
Bogor, Juli 2011
Fera Indira Karina
RIWAYAT HIDUP
Fera Indira Karina lahir di Bogor, tanggal 18 Februari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari Ibu Tatty Suhartati dan Bapak Aries Suroso dan memiliki satu adik bernama Devan Putra Fendita. Sejak kecil penulis bertempat tinggal di Jl. Veteran III No. 12 Citapen, Ciawi-Bogor. Penulis memulai pendidikannya di TK Amaliah pada tahun 1993-1995, kemudian melanjutkan sekolah di SD Amaliah pada tahun 1995-2001, SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri Bogor pada tahun 2004-2007. Saat duduk dibangku SMP sampai SMA, penulis memiliki bayak prestasi dalam bidang menari. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul “Peran Program Keaksaraan Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Warga Belajar Sebagai Upaya Pemberdayaan Perempuan (Kasus: PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)”. Penulis sangat bersyukur karena penyusunan Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan yang direncanakan.
Penulisan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Dosen Pembimbing Skripsi, Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran dan kritik yang membangun, serta motivasi kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
2. PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri dan warga belajar Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang senantiasa membantu dan mendukung penelitian penulis.
3. Mamah tersayang, Papah Anton, Alm. Papah Aries, Papih (kakek), Alm. Mimih (nenek), yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan selalu menjadi pemicu semangat penulis untuk memberikan yang terbaik dan menjadi anak kebanggaan. 4. Teman hidup, Harya Buntala Koostanto yang selalu setia menemani penulis
dalam suka dan duka, memberikan dukungan dan perhatian di setiap waktu. 5. Sepupuku tersayang Nadya Hendrian Putri yang selalu menghibur serta setia dan
sabar menemani penulis dalam mengerjakan Skripsi disetiap waktu.
6. Sahabat-sahabat istimewa, Echi, Dimitra, Navalinesia, Laila, Achi, Puput Barbie, Lany dan Cicit atas motivasi, masukan, kegilaan, suka duka yang telah dilewati bersama, dan memberikan warna dalam kehidupan penulis.
8. Keluarga Rangers (Tiqa, Faiz, Iing, Putri, Fikhy) yang telah memberikan kegilaan dan kesenangan disela-sela stress yang melanda saat mengerjakan Skripsi.
9. Teater Up2Date (Rajib, Manda, Bagus, Bocad, Haidar, Lukman, Wira, Pulung, Sela, dll) yang telah memberikan tempat untuk mengekspresikan bakat penulis dan pengalaman atas kemenangan-kemenangan yang telah diraih!
10. Keluarga besar KPM 44 yang dipenuhi oleh kreativitas-kreativitas yang membanggakan, kekompakan dan cerita yang tidak mungkin dilupakan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, bantuan, dan doa dalam menyelesaikan Skripsi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……….. xi
DAFTAR TABEL ……….. xiv
DAFTAR GAMBAR ……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN……… xvii
1 PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Perumusan Masalah ………. 3
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 4
1.4 Kegunaan Penelitian ………. 4
2 PENDEKATAN TEORITIS……… 5
2.1 Tinjauan Pustaka ……… 5
2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat ……….. 5
2.1.2 Perempuan dan Pendidikan ………. 6
2.1.3 Program Keaksaraan Fungsional (KF) ……… 8
2.1.3.1 Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional (KF) ……… 11
2.2 Kerangka Pemikiran ………. 13
2.3 Hipotesis………..… 15
2.4 Definisi Konseptual ……… 15
2.5 Definisi Operasional ……….. 15
3 PENDEKATAN LAPANGAN ……… 18
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …...………..………….. 18
3.2 Teknik Penentuan Responden dan Informan ……….……… 18
3.3 Teknik Pengumpulan Data ……….. 19
4 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ……… 21
4.1 Profil Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.………… 21
4.1.1 Kondisi Geografis ……….. 21
4.1.2 Jumlah dan Karakteristik Penduduk …... 21
4.1.3 Kondisi Ekonomi dan Matapencaharian Penduduk ... 24
4.2 Program Keaksaraan Fungsional (KF) ... 25
4.2.1 Program Keaksaraan Fungsional di Desa Citapen …………... 25
4.2.2 Profil Program Keaksaraan Fungsional PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri………. 26
4.2.3 Ringkasan... 31
5 PENGARUH PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR ……….………. 32
5.1 Ringkasan ... 36
6 PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DALAM MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR ……...……… 37
6.1 Karakteristik Warga Belajar ………. 37
6.1.1 Umur……….. 37
6.1.2 Status Pernikahan ………. 38
6.1.3 Jumlah Anak ………. 40
6.1.4 Pendidikan Formal ... 41
6.1.5 Pekerjaan……… 42
6.1.6 Motivasi Warga Belajar………. 44
6.2 Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal ……….. 46
6.3 Ringkasan ... 47
7 HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR DENGAN PENINGKATAN EKONOMI WARGA BELAJAR…………. 48
8 SIMPULAN DAN SARAN ... 53
9.1 Simpulan ……….. 53
9.2 Saran ……… 54
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1 Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor menurut Umur Tahun 2011……… 22
Tabel 2 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 2010 ……….. 23
Tabel 3 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Mata Pencaharian
Tahun 2010……… 24
Tabel 4 Peran Program KF terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011………..…….. 33
Tabel 5 Pengaruh Umur terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011 ………..……… 37
Tabel 6 Pengaruh Status Pernikahan terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011 ………..……. 39
Tabel 7 Pengaruh Jumlah Anak terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011 ……….. 41
Tabel 8 Pengaruh Pendidikan Formal terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011 ……….……... 42
Tabel 9 Pengaruh Pekerjaan terhadap Kemampuan Warga Belajar
Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara
Tahun 2011 ……….……... 43
Table 10 Pengaruh Motivasi Warga Belajar terhadap Kemampuan Warga
Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan Kemampuan
Aksara Tahun 2011 ………. 45
Tabel 11 Pengaruh Dukungan Lingkungan Tempat Tinggal terhadap
Kemampuan Warga Belajar Desa Citapen dalam Mempertahankan
Tabel 12 Sebaran Jumlah Warga Belajar dalam Perubahan Sesudah
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ……… 14
Gambar 2 Struktur Organisasi Penyelenggara PKBM Saraga Lekas Insan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Warga Belajar Di Desa Citapen (Kerangka
Sampling) ……… 59
Lampiran 2 Dokumentasi ……….……… 61
Lampiran 3 Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor …….. 63
1.1 Latar Belakang
United Nations (1997) menyatakan bahwa pendidikan dasar sangat penting untuk mencapai tujuan pemberantasan kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, menahan pertumbuhan penduduk, mencapai kesetaraan gender, serta memastikan pembangunan perdamaian, berkelanjutan dan demokrasi. Kemampuan baca tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, di mana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki permasalahan pada pendidikan. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 menyatakan, tercatat dari sekitar 8,7 juta penyandang buta aksara, 64 persen adalah perempuan berusia di atas 15 tahun. Meskipun dari berbagai hasil penelitian menunjukkan setiap tahunnya terjadi penurunan buta aksara, namun hingga saat ini penyandang buta aksara pada perempuan tetap lebih tinggi dari pada laki-laki. Angka buta aksara merupakan salah satu komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk pencapaian pembangunan, demikian juga dalam Millennium
Development Goals, angka buta aksara pada orang dewasa (15-24 tahun) merupakan salah satu indikator dalam penilaian pencapaian akses universal pada pendidikan dasar (Goal 2, target 3).1 Oleh karena itu, di anggap penting untuk melihat perkembangan kemajuan indikator ini. Dalam konteks indonesia, terdapat jaminan konstitusi bahwa setiap individu berhak memperoleh pendidikan, sehingga memungkinkan mereka terbebas dari buta aksara (UUD 1945 pasal 31).
Tingginya buta aksara pada perempuan di Indonesia menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan oleh pemerintah. Beberapa dasar dilaksanakannya pemberantasan buta aksara antara lain: 1) melek aksara merupakan hak dasar bagi setiap orang, sekaligus sebagai kunci pembuka bagi memperoleh hak-hak lainnya, 2) masalah buta aksara sangat terkait dengan kemiskinan, kebodohan,
1
Bachtiar, Adang. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Menurun. [internet]
keterbelakangan, dan ketidakberdayaan masyarakat, 3) buta aksara berdampak terhadap pembangunan bangsa (Wahyuni T. et al. 2010).
Salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan buta aksara pada perempuan adalah Program Keaksaraan Fungsional (KF), program ini dicetuskan pada tanggal 8 – 18 September 1965 dalam suatu konferensi mentri pendidikan sedunia tentang pemberantasan buta aksara (eradication of illiteracy) di Teheran, Iran (Marzuki 2010). Sasaran pada program ini adalah kelompok perempuan usia dewasa (15-45 tahun) dan menekankan pada fungsi program secara fungsional dengan strategi membaca, menulis, berhitung, dan aksi serta diskusi yang proses belajarnya disesuaikan oleh konteks warga belajar (Depdiknas 2006). Program ini ditujukan untuk masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi yaitu berasal dari penduduk miskin dan termarjinalkan, sedangkan jika dilihat dari sisi geografi mereka berasal dari daerah terpencil atau masyarakat pinggiran yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau pelayanan pendidikan yang memadai (Aziz 2008). Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Di sisi lain, keaksaraan dapat mempunyai fungsi atau peran membangkitkan pembangunan sosial ekonomi suatu masyarakat.
Saat ini banyak daerah yang bangga karena berhasil menghapus buta aksara. Hal ini terlihat dari data BPS mengenai angka buta aksara yang setiap tahunnya menurun, namun data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan beberapa kasus penelitian, dapat disimpulkan bahwa program KF belum dapat dikatakan berhasil. Program KF baru berhasil dalam pengentasan buta aksara, dan belum berhasil dalam pemberian keterampilan untuk mengentaskan kemiskinan karena keterampilan baca,
tulis, dan berhitung dari program KF belum sepenuhnya fungsional, jika kemampuan baca tulis warga belajar tidak bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan status sosial mereka secara menyeluruh (Lutfi 2007).
memberdayakan perempuan, dengan melihat kemampuan warga belajar dalam memelihara kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dan memfungsikannya
untuk peningkatan ekonomi warga belajar.
1.2 Perumusan Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pembangunan dan sumber daya manusia yang baik juga. Banyaknya buta aksara pada perempuan di Indonesia, mendorong pemerintah untuk membuat Program Keaksaraan Fungsional (KF) guna memberantas buta huruf sekaligus mengentaskan kemiskinan sehingga tercapainya pemberdayaan. Pemerintah menilai program KF telah berhasil mengentaskan buta aksara dan kemiskinan, namun faktanya program KF belum sepenuhnya berhasil. Hal tersebut dikarenakan, warga belajar baru mampu membaca, menulis, dan berhitung, namun keterampilan yang diberikan untuk meningkatkan
ekonomi tidak dijalankan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, selain itu
banyak terjadi buta aksara kembali pada warga belajar. Untuk itu, diperlukan suatu penggalian informasi maupun penelitian untuk menjawab, ketika keterampilan tidak terpakai, apakah membaca, menulis, dan berhitung masih dapat dipertahankan dan difungsionalkan untuk meningkatkan ekonomi warga belajar, selain itu apakah program KF membantu warga belajar dalam mempertahankan kemampuan menulis, membaca
dan berhitung, bila tidak, tindakan apa yang dilakukan warga belajar dalam
mempertahankan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Hal tersebut dikarenakan fungsional dalam keaksaraan, berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan
dilakukannya pembelajaran di dalam keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar bermakna atau bermanfaat (fungsional) bagi peningkatan mutu kehidupan warga belajar (Ismadi H. et al. 2005). Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah:
1. Apa upaya program KF dalam mempertahankan kemampuan aksara warga belajar?
1.3 Tujuan penelitian
1. Menganalisis pengaruh program KF dalam memelihara atau mempertahankan
kemampuan aksara warga belajar.
2. Mengevaluasi pengaruh kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dalam meningkatkan ekonomi warga belajar.
1.4 Kegunaan Penelitian
Mengacu kepada tujuan penelitian, maka kegunaan dilaksanakannya penelitian ini terbagi menjadi kegunaan penelitian bagi pemerintah, masyarakat awam dan akademisi. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan penelitian bagi pemerintah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai media evaluasi pemerintah dan dapat memberikan sumbangsih dalam menyusun program KF, sehingga materi yang diberikan dapat tepat guna dan mampu mengentaskan buta aksara secara jangka panjang.
b. Kegunaan penelitian bagi masyarakat awam
Bagi masyarakat awam, penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai peran program KF dalam mempertahankan kemelekan aksara.
c. Kegunaan penelitian bagi akademisi
2 PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat
Kata “empower” mengandung dua arti. Pertama adalah memberi kekuasaan dan kedua memberikan kemampuan. Dalam pengertian pertama, diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Pengertian kedua diartikan upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan (Oxford English Dictionary dikutip Priyono dan Pranarko 1996). Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan (Sumodiningrat 1999). Ife (1995) mengungkapkan pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.
Payne dalam Nasdian (2007) menjelaskan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan
daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Memberdayakan warga komunitas merupakan masalah tersendiri yang berkaitan dengan hakikat dari power, serta hubungan antar individu atau lapisan sosial yang lain. Pada dasarnya setiap individu dan kelompok memiliki daya, akan tetapi kadar daya itu akan berbeda antara satu dengan lainnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, antara lain: pengetahuan, kemampuan, status, dan gender.
kelompok lain di dalam masyarakat. 5) serta meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin
yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya (Sumodiningrat 1999).
2.1.2 Perempuan dan Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan sarana untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam menghadapi kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi tantangan multidimensional, dengan adanya sumber daya manusia yang bermutu maka dengan sendirinya akan mampu bersaing dengan sumber daya manusia negara lain, mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi handal yang sangat diperlukan untuk membangun masa depannya, serta mampu berpartisipasi bersama masyarakat membangun bangsa dan negara melalui berbagai ilmu, budaya seni, dan teknologi untuk mengatasi segala kendala dan masalah yang ada (Inayah 2007). Merujuk pada penjelasan di atas, sangat jelas terlihat bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pembangunan di suatu negara. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pembangunan dan sumber daya manusia yang baik juga.
Banyak kasus ditemukan pada beberapa negara, anak perempuan menerima
berbagai hasil penelitian menunjukkan setiap tahunnya terjadi penurunan buta aksara, namun hingga saat ini penyandang buta aksara pada perempuan tetap lebih tinggi dari
pada laki-laki. Pernyataan ini dipertegas Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang menyatakan, dilihat dari perspektif gender, disparitas buta aksara antara laki-laki dan perempuan masih relatif besar dan kelompok perempuan miskin yang buta aksara lebih besar daripada penduduk laki-laki.
Banyaknya perempuan yang buta huruf membuat mereka memiliki akses yang minim untuk berinteraksi sosial dan mendapatkan pekerjaan, mereka hanya mampu bekerja dalam sektor pertanian, pembantu rumah tangga, maupun pedagang yang tidak memerlukan tingkat pendidikan tertentu. Hal tersebut berakibat pada penghasilan yang sedikit, sehingga menyebabkan mereka masuk dalam kemiskinan. Dari laporan UNESCO tentang pendidikan dunia, bahwa di kawasan-kawasan termiskin dunia, kaum wanita terkunci dalam suatu lingkaran dengan ibu-ibu yang buta huruf, mengasuh dan membesarkan anak-anak perempuan yang buta huruf yang dikawinkan terlalu muda, lalu memasuki deretan lain yaitu kemiskinan, kebutahurufan, kesuburan yang tinggi dan kematian dini (Inayah 2007). UNESCO menunjukkan bahwa kemiskinan di dunia ini bercirikan perempuan, hal tersebut terbukti dari 1,3 milyar orang yang hidup miskin di dunia ini, 70 persennya adalah perempuan. Disini terlihat bahwa kemiskinan dan pendidikan saling mempengaruhi dan mayoritas penyandang buta aksara adalah perempuan. Hal ini menjadi permasalahan besar, karena indikator untuk mencapai keberhasilan pembangunan yaitu harus adanya pemerataan dari berbagai sektor tanpa membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki.
Keaksaraan adalah hak dan kunci menuju hak yang lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi (UNESCO 2007). Melek huruf (literacy) dapat diinterpretasikan juga sebagai sumber pemberdayaan perempuan. Melek huruf memberikan akses terhadap pengetahuan tertulis yang dapat dianggap sebagai suatu kekuatan (Priyono dan Pranarko 1996). Lebih lanjut Atmaja (2007) mengungkapkan, memelekhurufkan dan melek budaya, ditujukan agar perempuan memiliki kemampuan dalam membantu dirinya sendiri keluar dari buta aksara, serta memiliki kemampuan mengembangkan kemandirian dalam melakukan tugas-tugas pendidikan dalam keluarga, masyarakat dan negara.
dikutip oleh Todaro (2006), mengungkapkan berbagai penelitian di negara berkembang secara konsisten memperlihatkan bahwa ekspansi dalam pendidikan perempuan
memberikan tingkat pengembalian yang paling tinggi di antara semua jenis investasi. World Bank (1998) sebagaimana dikutip oleh Todaro (2006), mempersempit kesenjangan gender dalam pendidikan dengan memperluas kesempatan pendidikan bagi kaum perempuan sangat menguntungkan secara ekonomis karena empat alasan, antara lain: 1) tingkat pengembalian (rate of return) dari pendidikan kaum perempuan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian pendidikan pria di kebanyakan negara berkembang. 2) peningkatan pendidikan kaum wanita tidak hanya menaikkan produktivitas di lahan pertanian dan di pabrik, tetapi juga meningkatkan pertisipasi tenaga kerja, pernikahan yang lebih lambat, fertilitas yang lebih rendah, dan perbaikan kesehatan serta gizi anak-anak. 3) kesehatan dan gizi anak-anak lebih baik serta ibu yang lebih terdidik akan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap kualitas anak bangsa selama beberapa generasi yang akan datang. 4) karena kaum wanita memikul beban terbesar dari kemiskinan dan kelangkaan lahan garapan yang melingkupi masyarakat di negara berkembang, maka perbaikan yang signifikan dalam peran dan status perempuan melalui pendidikan dapat mempunyai dampak penting dalam memutuskan lingkaran setan kemiskinan serta pendidikan yang tidak memadai.
2.1.3 Program Keaksaraan Fungsional (KF)
Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas) dan Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah (Ditjen PLS) mencetuskan Program Keaksaraan Fungsional (KF). KF merupakan bagian dari lingkup kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang
jika dilihat dari sisi geografi mereka berasal dari daerah terpencil atau masyarakat pinggiran yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau pelayanan pendidikan yang
memadai (Aziz 2008).
Menurut Depdiknas (2006) dalam Sulton (2008), untuk menyelenggarakan program KF dibutuhkan delapan prinsip utama pemahaman penyelenggaraan program ini, yaitu:
1. Konteks lokal, program dikembangkan berdasarkan konteks lokal yang mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus pada setiap warga belajar dan masyarakat sekitar.
2. Desain lokal, merupakan rancangan kegiatan belajar yang dirancang oleh tutor dan warga belajar berdasarkan minat, kebutuhan, masalah, kenyataan, dan potensi atau sumber-sumber setempat.
3. Proses partisipatif adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan program KFl harus dilakukan berdasarkan strategi partisipatif. 4. Fungsionalisasi hasil belajar, hasil belajar diharapkan warga belajar dapat
memfungsikan keaksaraannya untuk menganalisasi dan memecahkan masalah keaksaraan yang dihadapi warga belajar.
5. Kesadaran, proses pembelajaran keaksaraan hendaknya dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga belajar terhadap keadaan dan permasalahan lingkungan untuk melakukan aktivitas kehidupannya.
6. Fleksibilitas, program KF harus fleksibel, agar memungkinkan untuk dimodifikasi sehingga responsif terhadap minat dan kebutuhan belajar serta kondisi lingkungan warga belajar yang berubah dari waktu ke waktu.
7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode, maupun strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan kebutuhan belajar warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda.
Kebutuhan belajar yang multilevel (beragam kemampuan) mengakibatkan program KF dikelompokkan dalam tiga tahap keaksaraan (Aziz 2008), yaitu:
1. Pemberantasan (basic literacy), terdapat beberapa metode dalam tahap ini, antara lain:
1. metode dasar. Metode pembelajaran bagi warga belajar buta aksara permulaan untuk meningkatkan kecakapan membaca dan menulis permulaan terutama pada keterampilan pemenggalan kata, suku kata, dan huruf-demi huruf untuk disusun kembali menjadi kalimat bermakna.
2. Metode driil. Belajar dengan cara melakukan latihan berulang-ulang baik membaca, menulis, dan berhitung.
3. Metode kata kunci. Pembelajaran ini merupakan penerapan pendekatan tematik dimana kata-kata kunci yang dipelajari harus sesuai dengan tema yang dikembangkan. Metode ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan warga belajar membuat kata baru dari suku kata yang telah dikenal.
4. Metode bahasa ibu. Ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa indonesia melalui bahasa ibu.
2. Pembinaan (middle literacy). Tahap ini memiliki tiga bentuk model pembinaan, antara lain:
1. model belajar sambil bekerja 2. model belajar sambil beraksi 3. model kelompok belajar usaha
3. Pelestarian (self learning) atau mandiri, atau telah berada pada tingkat mandiri.
Terdapat bentuk model pembinaan pada tahapan ini, antara lain: 1. model taman bacaan masyarakat
2. model arisan bersama 3. model paguyuban
Warga belajar juga berhak mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA), sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.
Laporan akhir penyusunan data buta aksara oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Kemeneg PP) tahun 2005 menyatakan, terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi penerimaan warga belajar terhadap ketiga pelaksanaan tersebut. Kendala penerimaan warga belajar atas program lanjutan KF antara lain rendahnya motivasi masyarakat, kesibukan pada pekerjaan domestik atau publik, dan masih melekatnya pengaruh budaya patriarki dengan anggapan-anggapan dikriminasi perempuan dalam pendidikan (Meneg PP 2005).
2.1.3.1 Tantangan dan Hambatan Pelaksanaan Program KF
Selama ini, pemerintah melakukan evaluasi terhadap program KF dan menyebutkan bahwa program KF dinilai berhasil dalam mengurangi jumlah buta huruf perempuan sesuai dengan tujuan program. Hal ini terlihat dari data BPS mengenai angka buta aksara yang tiap tahunnya menurun, namun data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Strategi dan metode pembelajaran yang dipakai dalam program KF tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga hasilnya bersifat sementara dan kurang memberdayakan warga belajar.
Program KF yang tidak berhasil mengentaskan buta aksara dan bersifat sementara, seperti halnya penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Sukadamai dan kampung Cibago. Penelitian di Kelurahan Sukadamai menyatakan keberhasilan program KF berdasarkan hasil tes kemampuan keaksaraan pada warga belajar KF gagal dalam mempertahankan kelanggengan kemampuan warga belajar, karena hanya
tidak memanfaatkan pengetahuan keaksaraannya dalam jangka panjang dan terjadi buta aksara kembali.
Program KF lainnya yang dinilai tidak berhasil yaitu dalam pemberian keterampilan dengan memanfaatkan keahlian keaksaraan yang telah didapatkan warga belajar guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan menghindari terjadinya buta aksara kembali. Dalam beberapa kasus yang ditunjukkan pada hasil penelitian di Desa Bades dan Desa Kedungjati warga belajar telah berhasil melek aksara dan memiliki keterampilan yang memadai, namun keterampilan yang diberikan selama program berlangsung, pada akhirnya sama sekali tidak terpakai. Hal ini dikarenakan adanya kendala modal untuk memulai keterampilan tersebut (Wahyuni T. et al. 2010 ; Aziz 2008). Dihawatirkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung tidak dimanfaatkan dalam jangka panjang bisa menimbulkan buta aksara kembali. Program KF tersebut dianggap gagal karena dengan tidak terpakainya keterampilan yang telah diberikan, yang berarti tujuan untuk meningkatkan ekonomi dan kemandirian warga belajar pun tidak akan tercapai.
Kegagalan terjadi pula dalam penelitian di Desa Gadingkulon. Hambatan di dalam pelaksanaan program pendidikan Keaksaraan Fungsional adalah dalam proses pembelajaran membaca dan menulis, di mana masyarakat sebagai warga belajar kebanyakan kesulitan mengatakan dan menulis dengan bahasa Indonesia, karena bahasa komunikasi sehari-hari dengan bahasa Jawa (Irwan 2007). Sebaiknya program KF dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa Jawa) terlebih dahulu agar lebih dipahami oleh warga belajar.
Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan KF yang menjadi
2.2 Kerangka Pemikiran
Pentingnya pendidikan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan meningkatkan pembangunan, maka dicetuskanlah Program Keaksaraan Fungsional (KF) yang sasarannya adalah perempuan buta aksara umur 15-45 tahun. Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis, dan menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang bertujuan memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar.
Tahapan program KF mencakup 1) pemberantasan yaitu pengentasan buta aksara, 2) pembinaan yaitu pemberian keterampilan untuk pemberdayaan ekonomi dan kemandirian, 3) pelestarian yaitu pembinaan pasca program. Banyaknya program KF yang tidak melakukan tahapan ketiga, yaitu tahapan pelestarian. Hal itu dikarenakan banyaknya hambatan-hambatan, seperti kurangnya dana untuk pelaksanaan tahap pelestarian, dan tidak tersedianya tutor untuk mengajar. Kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara dipengaruhi oleh tahapan-tahapan di atas. Semakin lengkap tahapan yang dilakukan program KF, maka semakin tinggi kemampuan warga belajar dalam mempertahankan kemampuan aksara.
Pencapaian dan tidak tercapainya pemberdayaan perempuan dalam program KF dipengaruhi oleh tahapan program KF, karakteristik warga belajar, dan dukungan dari lingkungan tempat tinggal. Karakteristik warga belajar yaitu usia warga belajar, umur warga belajar, jumlah anak warga belajar, status perkawinan warga belajar, jenis pekerjaan warga belajar, dan motivasi warga belajar. Tahapan program KF dilihat dari
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Peran Program Keaksaraal Fungsional dalam Mempertahankan Kemampuan Aksara Keterangan : Mempengaruhi.
: Batasan penelitian penulis Tahapan Program KF
2. Status pernikahan 3. Jumlah anak 4. Pendidikan 5. Pekerjaan 6. Motivasi warga Pemberdayaan Perempuan
1. Mampu mempertahankan kemampuan aksaraan
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat diajukan beberapa hipotesis
sebagai berikut:
1. Diduga semakin lengkap tahapan program KF yang dijalankan, semakin tinggi
kemampuan warga untuk mempertahankan kemampuan aksara.
2. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan pencapaian
pemberdayaan perempuan.
3. Diduga terdapat hubungan antara dukungan dari lingkungan tempat tinggal dengan
pencapaian pemberdayaan perempuan.
2.4 Definisi Konseptual
1. Keaksaraan Fungsional (KF) adalah program pemberantasan buta aksara dengan
sasaran program warga masyarakat dengan usia 15-45 tahun yang dilaksanakan
dalam bentuk kelompok belajar yang terdiri dari warga belajar dengan belajar
membaca, menulis, dan berhitung.
2. Kemampuan aksara adalah kemampuan yang dimiliki warga belajar setelah
mengikuti program KF yang meliputi kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung.
3. Warga belajar adalah warga masyarakat buta aksara yang berjenis kelamin
perempuan, berusia 15-45 tahun, bertempat tinggal di sekitar lingkungan
diadakannya program KF, tercatat sebagai anggota belajar program KF, dan
memiliki Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).
2.5 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam menguji
hipotesis penelitian ini, antara lain:
1. Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan masyarakat dari
lahir hingga sekarang (dinyatakan dalam tahun).
2. Status pernikahan adalah keterikatan dan tanggung jawab warga belajar
terhadap perannya dalam keluarga.
a. Belum Menikah
b. Menikah
c. Janda
3. Jumlah anak adalah keseluruhan yang dimiliki dan menjadi tanggungan bagi
warga belajar.
a. 0-2 anak dan tidak memiliki balita
b. 3-5 anak dan tidak memiliki balita
c. 6-8 anak dan tidak memiliki balita
d. Memiliki Balita
4. Pekerjaaan merupakan mata pencaharian atau usaha yang dilakukan untuk
mendapatkan penghasilan.
a. Bekerja
b. Tidak bekerja
5. Motivasi warga adalah bentuk usaha yang ada dalam diri warga belajar untuk
mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki oleh warga belajar. Diukur
berdasarkan skor. Skor 2 diberikan pada tiap bentuk usaha yang dilakukan oleh
warga belajar, dan skor 1 bila satu bentuk usaha tidak dilakukan sama sekali.
a. Rendah : 1-2
b. Tinggi : 3-4
6. Tahap Pemberantasan (basic literacy) adalah tahapan di mana warga belajar
diajari membaca, menulis, dan berhitung, sehingga warga memiliki kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung.
a. Dilaksanakan
b. Tidak dilaksanakan
7. Tahap pembinaan (middle literacy), adalah tahapan di mana warga diberikan
keterampilan guna memfungsikan kemampuan aksara warga warga belajar
untuk meningkatkan ekonomi warga belajar.
a. Dilaksanakan
8. Tahap pelestarian (self learning) adalah tahapan pembinaan setelah program
berakhir yang fungsinya untuk memelihara, mempertahankan, atau
mengembangkan kemampuan aksara warga belajar, dalam menerapkan program
KF yaitu dengan membangun perpustakaan, arisan bersama, membentuk
paguyuban, dan tersedianya tutor.
a. Dilaksanakan
b. Tidak dilaksanakan
9. Dukungan dari lingkungan tempat tinggal adalah bentuk perhatian yang
diberikan dari orang-orang yang berada di sekitar warga belajar, yaitu
lingkungan keluarga. Diukur berdasarkan skor. Skor 2 diberikan pada tiap
bentuk perhatian yang diberikan keluarga, dan skor 1 bila satu bentuk perhatian
tidak diberikan.
a. Rendah : skor 1-3
b. Tinggi : skor 4-6
10.Mampu mempertahankan kemampuan aksara yaitu kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung dengan benar dengan jenjang waktu minimal setahun
dari warga belajar lulus program KF. Skor 2 diberikan pada setiap warga belajar
yang masih mampu mempertahankan kemampuan aksaranya. Skor 1 diberikan
pada warga yang buta aksara kembali. Skor diberikan pada tiap-tiap kemampuan
aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung.
a. Rendah : skor 1-3
b. Tinggi : skor 4-6
11.Peningkatan ekonomi merupakan perubahan penghasilan ekonomi warga belajar
sesudah mengikuti program KF. Perubahan pendapatan diukur pernyataan
warga yang menyatakan keadaan ekonomi dan sesudah mengikuti program KF .
1=jauh lebih buruk
2=lebih buruk
3=tidak ada perbedaan
4=lebih baik
3
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor
(Lampiran 4), dengan mengambil responden warga belajar yang telah lulus atau sudah
mendapat serifikat SUKMA dari program KF yang berada di bawah naungan Perkumpulan
Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM). Lokasi ini
dipilih secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan Kecamatan Ciawi memiliki
3.000 orang buta aksara dan merupakan lokasi terpilih untuk program pemberdayaan
perempuan yaitu program KF.
Pengumpulan data sekunder dan data primer dilakukan pada akhir bulan Maret
sampai pertengahan April 2011 selama empat minggu. Pengolahan data dan analisis data
dilakukan selama empat minggu sampai pertengahan Mei 2011, hasil penulisan laporan
dilakukan pada akhir bulan Mei sampai akhir bulan Juni 2011. Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan
analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian yang
dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2011.
3.2 Teknik Penentuan Responden dan Informan
Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan. Populasi
dalam penelitian ini adalah warga belajar KF PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM)
di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang telah memiliki Surat
Keterangan Melek Aksara (SUKMA) dan telah lulus dari program KF setahun yang lalu
yaitu berjumlah 50 orang. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pengambilan
sampel yang digunakan adalah pengambilan Sampel Random Distratifikasi (Stratified
Random Sampling), karena responden yang diteliti tidak homogen yaitu terdiri dari warga belajar yang hanya melewati program KF Tahap I, warga belajar yang telah melewati
program KF sampai Tahap II, dan warga belajar yang telah melewati program KF sampai
Tahap III.
Pertama-tama warga belajar dibagi ke dalam sub-sub tahapan program KF yang
sub-populasi menjadi homogen yaitu kelompok belajar Dahlia 2 (Tahap I) terdiri dari 16
orang, Dahlia 15 (Tahap II) terdiri dari 17orang, dan Dahlia 8 (Tahap III) terdiri dari 17
orang. Kemudian dilakukan pengambilan sampel secara random sederhana pada setiap
sub-populasi, sampel random (acak) sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian
rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai
kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Ukuran sampel yang
diambil tidak proposional yaitu 15 orang untuk setiap sub-populasi, sehingga diperoleh 45
orang menjadi responden penelitian. Metode pengambilan sampel acak sederhana dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara undian.
Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive (sengaja) dengan teknik bola
salju (snowball sampling). Informan dalam penelitian ini adalah para pengurus atau pihak
yang terkait dengan program KF PKBM SLIM. Jumlah informan dalam penelitian ini
sebanyak tiga orang, yaitu Aziz Muslim selaku ketua program KF, Hendriawan selaku
sekertaris, dan Noni selaku penanggung jawab kegiatan belajar mengajar, serta menjadi
tutor Dahlia 8.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dipilih untuk mencari
informasi faktual yang sedang menggejala secara mendetail dan mengidentifikasi
masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan.
Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survei. Penggunaan metode survei
pada penelitian ini memanfaatkan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data
penelitian dari sejumlah sampel dalam sebuah populasi (Singarimbun 2006). Pendekatan ini
juga dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program KF dalam mempertahankan
kemelekan aksara. Pengisian kuesioner dilakukan dengan teknik wawancara kepada
responden, hal ini dilakukan agar peneliti juga dapat melakukan wawancara mendalam
sekaligus terkait hal-hal yang diperlukan yang berada didalam kuesioner (Lampiran 3).
Data kualitatif juga digunakan sebagai pendukung pendekatan kuantitatif melalui
teknik wawancara mendalam kepada informan untuk melengkapi kebutuhan data primer
(Lampiran 3), di mana pertanyaan yang diajukan kepada semua informan yaitu pertanyaan
yang sama yang menyangkut penjelasan umum.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi warga belajar dan keberhasilan program
KF dalam mempertahankan kemampuan aksara. Data sekunder adalah data umum lokasi
penelitian, hasil penelitian terkait dan data-data yang relevan dengan penelitian. Data
sekunder diperoleh instansi terkait yaitu PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri, dan Badan
Pusat Statistik (BPS).
3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
perlakuan yang berbeda sesuai jenis data yang diperoleh. Langkah awal yang dilakukan
adalah pembersihan data pada data primer yang diperoleh melalui metode kuantitatif yaitu
hasil dari penyebaran kuesioner di lapangan. Pembersihan data yaitu mengecek ulang
kelengkapan jawaban pada kuesioner dan mengevaluasi kuesioner yang telah diisi.
Kuesioner yang sudah melewati tahap pembersihan data, selanjutnya dilakukan proses
editing dan pengkodean terlebih dahulu, kemudian dilakukan pemindahan dari daftar
pertanyaan dan pernyataan ke buku kode dalam bentuk tabel Microsoft Excel 2007 yang
telah disiapkan. Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan Distribusi Frekuensi dan
Tabulasi Silang untuk menguji dan mendeskripsikan masalah penelitian yang ada,
sedangkan untuk data sekunder dianalisis dengan melakukan rangkuman (reduksi data),
4 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1 Profil Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor 4.1.1 Kondisi Geografis
Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor berbatasan dengan desa-desa
Banjarsari di sebelah Utara, Cileungsi di sebelah Selatan, Cideurum di sebelah Barat dan
Cibedug di sebelah Timur (Lampiran 4). Desa ini berjarak sekitar 2 km dari ibukota
kecamatan, 30 km dari ibukota kabupaten, dan 120 km dari ibukota provinsi yaitu
Bandung. Akses masuk ke desa Citapen mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan,
termasuk angkutan umum seperti angkot atau ojek.
Luas wilayah Desa Citapen adalah 268.660 ha, yang diperuntukkan untuk
pemukiman sebesar 110.366 ha, luas tanah sawah 140 ha, kebun 2.804 ha, sarana olah raga
1,2 ha, sarana pendidikan 0,250 ha, dan perkantoran sebesar 0,040 ha.
4.1.2 Jumlah dan Karakteristik Penduduk
Desa Citapen terdiri dari 26 RT (Rukun Tetangga), 7 RW (Rukun Warga), dan 2
dusun yaitu Dusun Citapen dan Dusun Kampung Pondok Menteng. Jumlah penduduk di
Desa Citapen sebanyak 8.464 jiwa dan mereka tinggal bersama dalam 2.145 kepala
keluarga (KK). Sebaran penduduk di setiap Rukun Warga (RW) adalah RW satu sebanyak
264 KK, RW dua sebanyak 352 KK, RW tiga sebanyak 319 KK, RW empat sebanyak 340
KK, RW lima sebanyak 255 KK, RW enam sebanyak 339 KK, dan RW tujuh sebanyak 276
KK.
Mayoritas penduduk desa ini berada pada usia produktif (15 – 64 tahun), sedangkan
penduduk yang berada pada usia tidak produktif (0 – 15 tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar
47,8 persen. Sebaran penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat
pada Tabel 12.
2
Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Cawi, Kabupaten Bogor menurut Kelompok Umur Tahun 2011 (dalam Jumlah dan Persen). Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor merupakan tempat penelitian yang dipilih. Pada tabel selanjutnya, Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor akan disebut dengan Desa Citapen.
Tabel 1 Sebaran Penduduk Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor menurut Umur Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)
No. Umur (Tahun)
Laki-Laki Perempuan Total
Jumlah
Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010
Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia
Desa Citapen. Hal ini dapat di jadikan kekuatan untuk meningkatkan perekonomian desa
tersebut. Meskipun demikian, banyaknya jumlah penduduk dengan usia produktif dapat
pula menjadi penghambat bagi peningkatan ekonomi di desa tersebut apabila tingkat
pendidikan penduduk tersebut rendah, selain itu hal ini juga di tentukan oleh banyaknya
lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah penduduk dengan usia produktif tersebut.
Tingkat pendidikan dan mata pencaharian penduduk di Desa Citapen, akan dijelaskan lebih
lanjut.
Tingkat pendidikan penduduk Desa Citapen masih rendah karena lebih dari 50
berpendidikan tinggi (Tabel 2). Rendahnya pendidikan di Desa Citapen di sebabkan antara
lain oleh minimnya sarana pendidikan formal dan informal yang ada. Sarana pendidikan di
desa ini hanya sebuah TK (Taman Kanak-kanak) dan 2 buah SD (Sekolah Dasar).
Anak-anak Desa Citapen yang ingin melanjutkan ke SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan
SMA (Sekolah Menengah Atas) harus ke Desa Banjarsari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor. Jarak ke Desa Banjarsari sekitar 1 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan
bermotor, baik kendaraan umum atau pribadi, selama sekitar 20 menit.
Tabel 2 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)
No. Tingkat Pendidikan Total
Jumlah (Orang) %
1. Tidak Pernah Sekolah 967 24,3
2. Tidak Tamat Sekolah Dasar (SD) 125 3,1
3. Tamat SD / Sederajat 1 066 26,8
4. SLTP / Sederajat 951 23,8
5. SLTA / Sederajat 744 18,7
6. D1-S3 130 3,3
Jumlah 3 949 100
Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010
Banyaknya penduduk Desa Citapen yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD
menimbulkan masalah tersendiri bagi desa ini yaitu masih banyaknya penduduk Desa
Citapen yang masih buta aksara, terutama pada perempuan yang berusia 15 tahun ke atas.
Faktor inilah yang menyebabkan banyak di laksanakan program Keaksaraan Fungsional
(KF) di setiap RT / RW Desa Citapen, yang bertujuan membebaskan penduduk dari buta
aksara. Hal ini di lakukan agar dapat memaksimalkan potensi sumber daya manusia yang
4.1.3 Kondisi Ekonomidan Matapencaharian Penduduk
Potensi umum Desa Citapen yaitu terdapat luasnya lahan sawah dan perkebunan,
selain itu terdapatnya industri kecil yaitu insudtri kerajinan yang menyerap tenaga kerja
penduduk yang berumur 15 – 22 tahun. Desa Citapen memiliki penduduk yang masuk
dalam kategori penduduk miskin, jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 517 KK atau
1.707 orang. Banyaknya penduduk miskin di Desa Citapen menyebabkan pemerintah desa
melaksanakan program-program kemiskinan yaitu program Bantuan Tunai Langsung
(BLT), Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), dan pembagian Beras Miskin
(Raskin) bagi penduduk desa yang kurang mampu.
Tabel 3 Sebaran Penduduk Desa Citapen menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 (dalam Jumlah dan Persen)
No Jenis Mata Pencaharian Total
Jumlah (Orang) %
1. Buruh tani 1 950 49,9
2. Petani 710 18,2
3. Pegawai Negeri/Swasta/TNI/POLRI 403 10,3
4. Buruh Industri Kerajinan 320 8,1
5. Berbagai jenis buruh 250 6,4
6. Supir 120 3,1
7. Pedagang Kecil 76 1,9
8. Tukang Bangunan 75 1,9
9. Peternak 8 0,2
Jumlah 3 912 100
Sumber: Data Monografi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2010
Mata pencaharian utama penduduk desa ini adalah sebagai buruh tani, yaitu sebesar
49,9 persen, petani 18,2 persen, pegawai negeri/swasta/TNI/POLRI 10,3 persen, berbagai
jenis pekerjaan buruh dan buruh industri kerajinan 14,6 persen, supir 3,1 persen, pedagang
(Tabel 3). Jenis mata pencaharian penduduk tersebut menggambarkan tingkat pendapatan
yang rendah. Penduduk desa ini selain bekerja di dalam desa, sebagian juga bekerja di luar
desa. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh di Jakarta.
4.2 Program Keaksaraan Fungsional (KF)
4.2.1 Program Keaksaraan Fungsional (KF) di Desa Citapen
Seperti telah di jelaskan sebelumnya, banyak penduduk yang masih buta aksara di
desa ini. Tingginya jumlah penduduk usia produktif yang buta aksara tentunya kurang
mendukung kepada pembangunan desa, sehingga berbagai upaya di lakukan untuk
menguranginya. Salah satu upaya penanggulangan buta aksara adalah dengan program KF.
Program KF yang ada di Desa Citapen datang dari instansi yang berbeda-beda, yaitu
adanya program KF dari PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM),
mahasiswa-mahasiswa Universitas Pakuan yang sedang praktek kerja lapang, LPPM dari Universitas
Djuanda, dan dari pemerintah desa.
Program KF yang di adakan oleh mahasiswa Universitas Pakuan dan Universitas
Djuanda tidak bersifat kontinu, kegiatan belajar mengajar yang di lakukan hanya selama
empat bulan, atau hanya sampai pada Tahap I. Kegiatan ini terakhir dilaksanakan yaitu
setahun yang lalu yaitu pada tahun 2010. Hal ini karena program KF yang di lakukan hanya
selama jadwal praktek kerja lapang yang rentang waktunya tidak lama, selain itu tidak ada
evaluasi kembali dan tidak ada keberlanjutan untuk melaksanakan tahapan program KF
berikutnya.
Program KF yang di adakan oleh PKBM SLIM merupakan salah satu program KF
yang memiliki pencapaian baik di Desa Citapen dalam mengentaskan buta aksara. Hal ini
di buktikan dengan adanya satu kelompok belajar yang telah melewati ketiga tahapan yang
ada dan mayoritas dari warga belajar tersebut telah melek aksara hingga saat ini. Prestasi
yang telah diraih oleh PKBM SLIM tidak dapat dilanjutkan untuk memberantas buta aksara
pada penduduk Desa Citapen, hal ini karena pemerintah mencabut perizinan kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan oleh PKBM SLIM setahun yang lalu. Kejadian ini sangat
disayangkan oleh warga belajar, karena antusias yang di berikan warga belajar PKBM
Pencabutan perizinan kegiatan belajar mengajar yang di lakukan oleh pemerintah
setempat kepada PKBM SLIM yaitu karena persaingan dari program KF yang di adakan di
Desa Citapen. Dalam hal ini, pemerintah desa juga memiliki proyek program KF, melihat
keberhasilan yang dilakukan oleh PKBM SLIM membuat pemerintah desa mencabut
perizinan kegiatan belajar mengajar pada PKBM tersebut, dengan alasan pemerintah
tersebut ingin mengembangkan penduduk desanya dengan program yang di adakan oleh
pemerintah desa itu sendiri.
Beberapa warga belajar yang mengikuti program KF PKBM SLIM, pada akhirnya
diambil alih untuk mengikuti program KF yang di lakukan oleh pemerintah desa. Kegiatan
program KF yang di lakukan oleh pemerintah desa tidak membuahkan hasil, terbukti
kegiatan belajar yang di lakukan hanya sampai pada Tahap I dan tidak ada
keberlanjutannya lagi hingga saat ini.
4.2.2 Program Keaksaraan Fungsional PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri (SLIM) Program Keaksaraan Fungsional (KF) PKBM SLIM merupakan kelompok belajar
program KF yang berada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Terbentuknya PKBM ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya penduduk Kecamatan Ciawi yang mengalami buta huruf,
yaitu sebanyak 3.000 warga. Pengukuhan PKBM SLIM pertama kali dilaksanakan pada
tanggal 21 Maret 2009, dengan surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor
Bidang Pendidikan Non Formal (PNF) Kasi Pendidikan Kemasyarakatan Nomor 421 /
4318 – Diklus, meskipun PKBM ini masih terbilang baru namun PKBM ini telah memiliki
akreditasi A. Sumber dana yang dipakai oleh PKBM SLIM yaitu dana dekonsentrasi.
Susunan PKBM SLIM terdiri dari pembina, pelindung, pembina teknis, serta pengurus
PKBM SLIM (Gambar 2) yang memiliki tugas pokok masing-masing yang merupakan
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan guna menuju pada satu tujuan yaitu
memberantas buta huruf pada perempuan usia 15 tahun keatas di Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Antusias penduduk sangat besar terhadap hadirnya PKBM SLIM, terbukti dengan
terbentuknya 56 kelompok belajar yang dimiliki oleh PKBM SLIM, di beberapa di desa
Kecamatan Ciawi. Dalam satu kelompok belajar memiliki satu orang tutor yang bertugas
tutor dalam PKBM SLIM yaitu pendidikan tutor minimal SMA. Tutor yang terpilih akan
melalui tahap pembekalan mengenai pengajaran KF terlebih dahulu selama dua minggu,
setelah itu para tutor diperbolehkan untuk langsung turun ke tempat warga belajar. Para
tutor dibekali beberapa modul yang harus dipelajari dan dijadikan acuan untuk mengajar,
sebagian besar tutor yang terpilih yaitu tutor yang pernah atau masih mengajar Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). Tema-tema yang diajarkan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu
tema pendidikan keluarga dan anak, kesehatan, ekonomi dan pendapatan, serta kesadaran
berwarga negara.
Program KF seharusnya melalui tiga tahapan, yaitu Tahap I (tahap pemberantasan),
Tahap II (tahap pembinaan), dan Tahap III (tahap pelestarian). Setiap tahapan yang dilewati
oleh warga belajar akan dilakukan ujian, setelah melewati ujian warga belajar berhak
mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA I, II, II) di setiap tahapan yang
dilalui oleh warga belajar sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.
Banyaknya permasalahan dan hambatan di lapangan, menyebabkan hanya terdapat
tiga kelompok belajar yang melewati ketiga tahapan diatas, selebihnya kelompok belajar
hanya sampai pada Tahap I atau sampai pada Tahap II. Kelompok belajar yang berada di
Desa Citapen terdapat tiga kelompok belajar, yaitu kelompok belajar Dahlia 2 (hanya
sampai Tahap I), Dahlia 8 (Tahap I-III), dan Dahlia 15 (Tahap I dan Tahap II). Tempat
kegiatan belajar mengajar PKBM SLIM di Desa Citapen yaitu dilaksanakan di mushola
terdekat atau mushola yang memadai dan rumah warga belajar yang luasnya mampu
menampung banyaknya warga belajar yang ada dalam satu kelompok. Hal ini menegaskan
tidak adanya perhatian dari pemerintah untuk menyediakan tempat kegiatan belajar
Kelompok belajar yang pertama adalah kelompok belajar Dahlia 2, kelompok
belajar ini hanya melalui Tahap I atau tahapan pemberantasan. Tutor pada kelompok
belajar ini bernama Teti. Jumlah warga belajar pada kelompok ini sebanyak 16 orang,
selain itu kegiatan belajar mengajar dilakukan di mushola terdekat yaitu mushola Al-Iklas
karena tidak ada rumah warga yang mencukupi kapasitas warga belajar, mushola ini berada
dipinggri jalan raya. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok ini berjalan selama tiga
bulan. Terhentinya kelompok belajar hanya pada Tahap I dikarenakan rendahnya motivasi Gambar 2 Struktur Organisasi Penyelanggara PKBM Saraga Lekas Insan Mandiri
Kasi PLS Dinas Pendidikan Kab. Bogor
Drs. Tata Karwita, M.Pd
PELINDUNG Camat Kec. Ciawi
HS. Zaenal
PEMBINA TEKNIS Penilik PLS Kec. Ciawi
Drs. Entub Kurtubi
PENGURUS PKBM SARAGA LEKAS INSAN MANDIRI
Ketua : Aziz Muslim Sekertaris : Hendriawan Bendahara : H. Asep Hambali
KEAKSARAAN FUNGSIONAL
Noni
LIFE SKILL
Lilis
warga belajar untuk melanjutkan kegiatan belajar ke tahap yang selanjutkan, sehingga
kegiatan belajar mengajar terhenti hanya pada Tahap I.
Kelompok belajar yang kedua yaitu kelompok belajar Dahlia 15, kelompok belajar
ini hanya melalui dua tahapan yaitu tahapan pemberantasan dan tahapan pembinaan.
Kelompok belajar ini memiliki tutor bernama Zumairah Rizky. Jumlah warga belajar pada
kelompok ini sebanyak 17 orang. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah salah satu
warga belajar yang luas rumahnya mencukupi untuk kegiatan belajar mengajar. Pada Tahap
II, warga belajar dibekali berbagai keterampilan oleh program KF pada yaitu keterampilan
menjahit dan memasang payet pada kerudung. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok
ini berjalan selama 4 sampai 5 bulan. Tidak lengkapnya tahapan yang dilalui oleh
kelompok belajar ini dikarenakan adanya masalah dengan aparat desa setempat yang tidak
mengizinkan adanya keberlanjutan dari kegiatan PKBM SLIM. Hal ini sangat disayangkan
oleh warga belajar Dahlia 15, karena antusias warga belajar saat itu masih tinggi untuk
mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Kelompok belajar yang terakhir yaitu kelompok belajar Dahlia 8. Kelompok belajar
ini melalui semua tahapan yang harus dilalui oleh kegiatan KF yaitu tahap pemberantasan,
tahap pembinaan, dan tahap pelestarian. Tutor dalam kelompok belajar ini bernama Noni.
Jumlah warga belajar pada kelompok ini sebanyak 17 orang selain itu kegiatan belajar
mengajar dilakukan di rumah salah satu warga belajar. Pada Tahap II, warga belajar
dibekali berbagai keterampilan oleh program KF pada kelompok ini yaitu membuat coklat,
membuat tas manik, dan memasang payet pada kerudung. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap terakhir yaitu tahap pelestarian, tahap tersebut bertujuan mempertahankan
kelanggengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang telah dimiliki warga
belajar. PKBM SLIM menyediakan taman bacaan pada tahap ketiga yang diperuntukan
warga belajar untuk mencari informasi-informasi yang diinginkan sambil melatih dan
melanggengkan kemampuan membaca, selain itu diadakan pula kegiatan arisan, kegiatan
ini diharapkan dapat menumbuhkan percaya diri warga belajar dalam bersosialisasi dan
memperlancar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Tutor masih disediakan pada
tahap ketiga untuk mengevaluasi kemampuan warga belajar dan siap sedia apabila
dibutuhkan warga belajar untuk menanyakan sesuatu hal yang berkaitan dengan
adanya motivasi yang tinggi dari tutor itu sendiri untuk membangkitkan semangat warga
belajar dalam memelekhurufkan warga belajar. Kegiatan belajar mengajar pada kelompok
ini berjalan selama 5 sampai 6 bulan.
Kelompok belajar yang telah melewati tahapan kedua yaitu kelompok belajar
Dahlia 15 dan Dahlia 8 telah diberikan berbagai keterampilan. Setelah warga diberikan
keterampilan-keterampilan tersebut, pihak PKBM bekerjasama dengan pabrik-pabrik
industri kerajinan yang ada di Desa Citapen untuk menyalurkan kemampuan tersebut. Di
sini warga ditugaskan memasang payet pada kerudung yang dikerjakan di masing-masing
rumah warga belajar. Pekerjaan tersebut akan diserahkan pada pabrik di setiap minggunya.
Warga belajar akan mendapatkan upah sesuai dengan banyaknya kerajinan yang dapat
diselesaikan dalam per minggunya, satu kerajinan yang dihasilkan akan diupah sebesar Rp
3.000,00 namun kegiatan ini berlangsung selama tiga minggu sesuai jadwal pengajaran
yang ada. Hal ini dilakukan agar warga belajar dapat lebih mahir dalam keterampilan
tersebut dan memberikan pengalaman bekerja terhadap warga belajar itu sendiri.
Program KF PKBM SLIM telah memiliki pencapaian yang baik dalam
mengentaskan buta aksara warga Desa Citapen. Hal ini karena PKBM SLIM memiliki satu
kelompok belajar yang telah melewati ketiga tahapan yang ada pada program KF dan
mayoritas warga belajar tersebut masih melek aksara hingga saat ini. Hambatan program
KF PKBM SLIM yaitu terletak dari perizinan yang telah dicabut dari pemerintah desa
setempat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sejatinya apabila pemerintah
setempat tidak mencabut perizinan kegiatan belajar, program KF memiliki keyakinan dapat
4.2.3 Ringkasan
Banyaknya penduduk pada usia produktif merupakan potensi sumber daya manusia
yang terdapat di Desa Citapen. Permasalahannya adalah pendidikan di Desa Citapen masih
rendah, dimana mayoritas warga tidak pernah sekolah formal dan tidak tamat SD sehingga
banyak penduduk yang menyandang buta aksara. Banyaknya penduduk Desa Citapen yang
menyandang buta aksara, menyebabkan banyak dilaksanakan program Keaksaraan
Fungsional (KF) di setiap RT / RW Desa Citapen, yang bertujuan untuk membebaskan
penduduk dari buta aksara. Salah satu program KF yang dilakukan di Desa Citapen yaitu
program KF dari PKBM SLIM. Pada bab berikutnya akan dibahas mengenai pengaruh
program PKBM SLIM dalam mempertahankan kemampuan aksara yang dimiliki warga
5 PENGARUH PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL DALAM
MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN AKSARA WARGA BELAJAR
Lutfi (2007) menyatakan, program KF adalah sebuah pendekatan untuk
mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan mengembangkan
kemampuan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis persoalan yang
berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada pada diri dan
lingkungannya. Tujuan dari program KF adalah penguasaan membaca, menulis dan
berhitung menjadi syarat mutlak untuk menguasai keterampilan dalam rangka peningkatan
kualitas hidup. Salah satu indikator keberhasilan dari program KF yaitu memberdayakan
perempuan yang awalnya buta aksara menjadi melek aksara dan bersifat kontinu bukan
bersifat sementara. Terdapat tiga tahapan keaksaraan dalam program KF (Aziz 2008),
antara lain: 1) Tahap I yaitu tahap pemberantasan (basic literacy). 2) Tahap II yaitu tahap
pembinaan (middle literacy). 3) Tahap III yaitu pelestarian (self learning).
Warga belajar dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok, yaitu warga belajar yang
hanya melalui Tahap I sebanyak 15 orang, warga belajar yang melalui sampai Tahap II
sebanyak 15 orang, dan warga belajar yang sudah melalui semua tahapan yaitu sampai
Tahap III sebanyak 15 orang. Ketika warga belajar telah melalui setiap tahapan, warga
belajar diwajibkan mengikuti ujian untuk menguji kemampuan aksara mereka. Bagi warga
belajar yang telah melek aksara atau memiliki kemampuan aksara, warga belajar berhak
mendapatkan SUKMA, sebagai bukti bahwa mereka telah melek aksara.
Semua warga belajar dalam penelitian ini pada dasarnya telah melek aksara atau
memiliki kemampuan aksara yaitu membaca, menulis, dan berhitung ketika mereka
melewati Tahap I, serta telah memiliki SUKMA. Peran program KF berperan penting
dalam memelihara kemampuan aksara warga belajar. Hubungan tahap KF dan kemampuan