DAFTAR LAMPIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Inflas
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.3.1 Definisi Pertumbuhan Ekonom
2.3.2 Ringkasan Teori Pertumbuhan Ekonom
Teori ekonomi klasik yang dipelopori oleh Adam Smith menyebutkan
dan spesialisasi kerja. Teori David Ricardo pada umumnya sama dengan teori
Adam Smith secara garis besar tapi lebih menekankan faktor keterbatasan lahan
dan pertumbuhan penduduk.
Teori pertumbuhan ekonomi menurut Solow menunjukkan bagaimana
persediaan modal (K), pertumbuhan angkatan kerja (L), dan kemajuan teknologi
(E) berinteraksi dalam perekonomian. Tingkat kemajuan teknologi yang terlihat
dari peningkatan keterampilan atau kemajuan teknik sehingga produktivitas
perkapita meningkat. Fungsi produksi ditambahkan satu variabel E yakni
teknologi sebagai faktor eksternal dalam teori Solow. Dengan adanya kemajuan
teknologi, model Solow menjelaskan kenaikan yang berkelanjutan dalam standar
hidup masyarakat dengan fungsi produksi sebagai berikut :
) , , (K L E f Y
Teori pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar menyatakan setiap
penambahan stok modal melalui investasi masyarakat akan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Sedangkan Rostow membagi
tahapan pertumbuhan ekonomi kedalam lima tahapan yakni :
a. Masyarakat tradisional, yakni masyarakat yang pola kehidupannya
masih menggunakan cara-cara sangat sederhana dan tingkat
produktivitasnya sangat terbatas.
b. Masyarakat prasyarat untuk lepas landas, yakni masyarakat yang mulai
sadar akan pembangunan ekonomi, terdapat peranan ilmu pengetahuan
c. Masyarakat lepas landas, yakni perkembangan IPTEK digunakan
dalam menunjang kegiatan perekonomian. Sudah mulai
mengembangkan industri dan jasa yang diikuti dengan penggunaan
sumberdaya secara optimal.
d. Masyarakat tingkat kematangan, yakni sudah dapat mengatasi
ketergantungan kepada negara lain. Kehidupan perekonomiann
ditopang dengan penggunaan sumberdaya alam dan sumber daya alam
yang matang.
e. Masyarakat konsumsi tinggi, yakni masyarakat yang pendapatan
perkapitanya sangat tinggi.
2.3 Teori Suku Bunga
Suku bunga merupakan harga yang dibayar atas kepemilikan sejumlah
dana atau modal. Suku bunga menurut Irving Fisher membedakan suku bunga
dalam dua jenis yakni suku bunga nominal (nominal interest rate) dan suku bunga rill (real interest rate). Suku bunga nominal adalah suku bunga yang masih mengandung faktor inflasi sedangkan suku bunga rill merupakan tingkat suku
bunga yang didapat dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar
keuangan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
r
i
r = suku bunga rill,
π = tingkat inflasi.
Untuk kasus di Indonesia yang memiliki sistem ekonomi terbuka kecil,
yakni terbuka akan mobilisasi sumber kapital global walau peranannya kecil
dalam perekonomian global, cenderung dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di
negara ekonomi terbuka besar. Dalam sistem ekonomi terbuka kecil tingkat
besaran suku bunga yang berlaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni :
a. Domestic money market
Besaran suku bunga ditentukan dari keseimbangan antara permintaan dan
penawaran di pasar keuangan domestik. Pasar keuangan yang stabil akan
mendorong terciptanya keseimbangan tingkat suku bunga. Dengan pasar uang
yang stabil juga mendorong terjadinya efisiensi dalam pasar uang.
b. Expected rate of devaluation
Harapan akan menguatnya nilai uang di masa yang akan datang juga akan
menentukan besaran suku bunga sebab ekspektasi terhadap nilai mata uang yang
akan lebih besar di masa yang akan datang akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat untuk memegang uang. Hal ini akan meningkatkan besaran suku
bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar tetap, cateris paribus.
c. Expected inflation
Harapan akan meningkatnya tingkat harga ditandai dengan terjadinya infalasi
akan meningkatkan besaran suku bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar
tidak berubah, cateris paribus.
d. Imported interest rate
Mengingat Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka kecil pasti
akan ikut terpengaruhi oleh peerkonomian internasional. Termasuk variabel suku
bunga yang akan ditetapkan sebagai suku bunga nasional.
2.4 Teori Kebijakan Subsidi
Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti
pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam
perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumberdaya dan terciptanaya harga
dan kuantitas produksi dalam keseimbanagan sehingga intervensi pemerintah
tidak diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidaklah terjadi, di belahan
dunia manapun perekonomian tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang
mengakibatkan terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari
pemerintah dalam menanggulangi kegagalan pasar tersebut (Amegashie, 2006)
Lebih lanjut Amegashie (2006) menambahkan kegagalan pasar yang kerap
terjadi di negara berkembang seperi distorsi pasar dimana pembeli tidak
mendapatkan informasi yang sempurna, jumlah perusahan yang kecil, barang
publik, lemahnya perlindungan terhadap hak cipta suatu barang dalam
perekonimian. Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah mengeluarkan
kebijakan subsidi untuk mereduksi inefisiensi di pasar. Dengan adanya subsidi
akan meningkatkan permintaan terhadap barang tersebut dan kemudian direspon
Bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah biasanya kepada barang-
barang publik dimana pihak swasta tidak mau menyediakannya sementara daya
beli masyarakat sangat rendah sehingga tidak mampu membeli barang-barang
dengan harga pasar. Untuk itu pemerintah memberikan subsidi untuk menekan
harga barang publik, sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau oleh
masyarakat. Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi
petani, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi
nelayan dan masyarakat.
2.5 Pengantar Fluktuasi Ekonomi
Fluktuasi ekonomi menunjukkan masalah yang sedang terjadi bagi para
ekonom dan pembuat kebijakan. Secara rata-rata GDP Indonesia mengalami
pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Tapi rata-rata dalam jangka panjang
menyembunyikan fakta bahwa terkadang output nasional tidak tumbuh dengan
stabil. Terkadang tumbuh pesat dibeberapa tahun, terkadang pula tumbuh lambat
di beberapa tahun yang lain. Ekonom menyebut fluktuasi jangka pendek pada
output nasional dan pengangguran sebagai siklus bisnis (bussiness cycle).
Fluktuasi dalam perekonomian mempengaruhi Aggregate Demand dan
Agregate Supply baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Fluktuasi dalam perekonomian dapat menurukan dan menaikkan Aggregate Demand dan juga dapat menurunkan dan menaikkan Aggregate Supply.
(a) (b) Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.1 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Aggregate Demand
Gambar 2.1 (a) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand
dalam jangka panjang yang disebabkan oleh peningkatan jumlah uang yang
beredar sehingga akan menghasilkan peningkatan harga. Kondisi tersebut terjadi
karena dalam jangka panjang perekonomian sudah dalam kondisi full-employment
sehingga upaya untuk meningkatkan aggregat demand hanya akan menghasilkan inflasi dan tidak menambah output.
Gambar 2.1 (b) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand dalam jangka pendek sehingga menghasilkan peningkatan output sebesar .
Kondisi tersebut terjadi karena dalam jangka pendek harga bersifat kaku dan
perekonomian belum dalam kondisi full-employment sehingga peningkatan
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.2 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Aggregate Supply
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi yang mengakibatkan
penurunan Aggregate Supply dalam jangka pendek akan menurunkan keseimbangan dalam perekonomian yang semula di titik B menjadi turun ke titik
A. Fluktuasi jenis ini contohnya terjadi karena ada peningkatan harga minyak
yang merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam perekonomian.
Peningkatan harga minyak dunia akan menurunkan penawaran secara agregat
sehingga memberi dampak yang buruk bagi perekonomian yakni penurunan
output nasional dan peningkatan harga.
2. 6 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) tentang Analisis Pengaruh
Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia periode waktu
penelitian antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2004. Penelitian ini
menggunakan metode regresi linear berganda yang diestmasi dengan metode
ordinary least square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi secara signifikan
periode sebelumnya pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa jiika ada peningkatan harga bahan bakar minyak sebesar satu
persen akan menyebabkan inflasi meningkat sebesar 0,11 persen. Hal ini berarti
selama periode tahun 1990 sampai 2004 harga bahan bakar minyak berkorelasi
positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Yu Hsing pada tahun 2007 ini menjelaskan
tentang peningkatan harga minyak dunia terhadap kondisi makroekonomi dan
pertumbuhan output di Jerman sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia
yang tingkat ketergantungannya terhadap minyak sangat tinggi. Periode
pengamatan Yu Hsing sejak triwulan ketiga tahun 1991 hingga triwulan keempat
tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square dalam selang kepercayaan 95 persen.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan harga minyak dunia tidak
menyebabkan penurunan pertumbuhan output nasional di Jerman walaupun
Jerman merupakan negara importir minyak yang besar. Penelitian ini pun
mengungkapkan bahwa sesungguhnya perekonomian Jerman dapaat tumbuh
dengan pesat bukan dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia tetapi berasal
dari tingginya harga saham, rendahnya tingkat suku bunga, dan rendahnya tingkat
inflasi.
Penelitian Farzanegan (2007) menjelaskan bahwa dengan adanya fluktuasi
harga minyak akan meningkatkan tingkat inflasi dan juga peningkatan GDP.
Namun dampak dari peningkatan GDP tidak dapat diidentifikasikan secara
pemberian subsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan pemberian subsidi ini
meningkatkan perilaku “rent-seeking” dari birokrat. Peningkatan pengeluaran
pemerintah ini juga banyak yang dialokasikan pada aktivitas yang tidak produktif
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terjadi penemuan yang menarik dari penelitian Farzanegan di Iran ini
karena statusnya sebagai net importir minyak juga diikuti dengan meningkatnya
volume impor masyarakat terhadap komoditi lain. Hal ini disebabkan oleh
melemahnya nilai mata uang luar negeri terhadap nilai mata uang domestik.
Dengan kata lain dengan adanya fluktuasi harga minyak mengakibatkan
menguatnya niali mata uang domestik Iran.
Penelitian yang dilakukan oleh Katsuya Ito (2008) mengenai keterkaitan
fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Russia sebagai negara
eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Periode penelitian ini dimulai
sejak triwulan pertama tahun 1997 samap triwulan keempat tahun 2007.
Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) sehingga dapat meramalkan kondisi pada jangka panjang.
Penelitian Ito (2008) menunjukkan dampak dari harga minyak dan
guncangan moneter terhadap perekonomian Russia. Apabila terjadi perubahan
harga minyak dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP
Russia sebesar 0,25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0,36 persen
moneter melalui saluran suku bunga akan mempengaruhi tingkat inflasi dan GDP
rill.
Penelitian Ito (2008) terhadap Russia sebagai salah satu net eksportir
minyak, berbeda dengan hasil temuan Jalil di tahun yang sama menyatakan bahwa
Malaysia sebagai negara net eksportir untuk komoditi minyak memberikan
subsidi untuk konsumsi minyak dalam negerinya. Pembiayaan subsidi diperoleh
dari surplus perdagangan Malaysia atas komoditi minyak itu sendiri. Hal ini pun
pernah berlaku di Indonesia sewaktu Indonesia menjadi salah satu anggota OPEC.
Pemerintah Malaysia merasa perlu untuk mengintervensi minyak di dalam negeri
mengingat minyak adalah sumber energi utama yang digunakan dalam kegiatan
perekonomian di negara tersebut. Ketika terjadi kenaikan harga minyak akan
diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang.
Lebih lanjut Jalil (2008) menjelaskan bahwa fluktuasi harga minyak di
Malaysia lebih mempengaruhi perekonomian Malaysia. Hasil penelitian Jalil
menemukan bahwa fluktuasi harga minyak lebih mempengaruhi pendapatan
nasional (GNP) dan tingkat pengangguran dibandingkan kebijakan fiskal maupun
kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintahnya.
Penelitian Aliyu (2008) bermaksud untuk mengetahui dampak bagi
pertumbuhan ekonomi Nigeria yang disebabkan oleh guncangan harga minyak
dan volatilitas nilai tukar mata uang di Nigeria sebagai salah satu negara net
eksportir untuk komoditi minyak. Penelitian ini menggunakan data deret waktu
dampaknya dalam jangka panjang. Periode pengamatan dimulai dari triwulan
pertama tahun 1986 hingga triwulan keempat tahun 2007.
Hasil penelitian Aliyu (2008) menemukan bahwa untuk kasus Nigeria
pertumbuhan GDP lebih dipengaruhi oleh peningkatan harga minyak
dibandingkan apresiasi nilai tukar mata uang di negara ini. Hasil estimasi dalam
jangka panjang menunjukkan apabila harga minyak dunia meningkat sebesar 10
persen maka akan diikuti dengan peningkatan GDP rill Nigeria meningkat sebesar
7,73 persen. Sedangkan apabila nilai tukar mata uang meningkat sebesar 10
persen hanya akan meningkatkan GDP sebesar 0,35 persen.
Christensson (2009) meneliti seberapa besar pengaruh guncangan harga
minyak sebagai penyebab inflasi di Amerika Serikat. Penelitian ini berbeda dari
penelitian sebelumnya yang cakupan permasalahannya pada tingkat perekonomian
nasional. Namun penelitian ini justru menganalisis pengaruh guncangan harga
minyak bagi inflasi di tingkat regional di Amerika Serikat.
Penelitian ini menemukan bahwa bagian barat Amerika memiliki pengaruh
yang lebih rendah dari guncangan harga minyak terhadap inflasi dibandingkan
dengan daerah lainnya di Amerika Serikat secara signifikan. Hal ini disebabkan
oleh penggunaan minyak yang efisien, rendahnya tingkat inflasi, dan nilai tukar
yang lebih rendah di bagian Barat Amerika dibandingkan dengan daerah lainnya.
Fayoumi (2009) meneliti hubungan antara volatilitas harga minyak dunia
dengan tingkat pengembalian di pasar saham (stock market returns) yang terjadi di tiga negara kawasan Timur-Tengah yakni Turki, Tunisia, dan Yordania.
negara ini merupakan importir minyak. Penelitian ini menggunakan data bulanan
dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Periode pengamatan dimulai dari Desember tahun 1997 hingga Maret 2008.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak tidak
secara langsung mempengaruhi pasar saham ketiga negara tersebut. Tingkat
pengembalian di pasar saham lebih dipengaruhi oleh indikator makroekonomi
domestik masing-masing negara dibandingkan oleh harga minyak. Indikator
makroekonomi yang berpengaruh tersebut adalah tingkat suku bunga dan
produktivitas industri.
2.7 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis pengaruh fluktuasi harga minyak dunia
terhadap perekonomian Indonesia yang tercermin dalam variabel
makroekonominya seperti tingkat inflasi, GDP, nilai tukar, dan suku bunga.
Fluktuasi harga minyak dunia juga mempengaruhi kebijakan fiskal berupa
kebijakan subsidi pemerintah terhadap Bahan Bakar Minyak selama periode tahun
1980-2010.
Fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi tingkat inflasi. Peningkatan
maupun penurunan harga minyak dunia akan mempengaruhi tingkat harga barang
dan jasa. Ketika harga minyak befluktuasi maka akan mempengaruhi fungsi
produksi karena minyak merupakan sumber energi yang digunakan selama proses
produksi. Pada saaat harga minyak meningkat, produsen akan meresponnya
dengan mengurangi kuantitas produksinya. Jumlah supply output yang berkurang
Indonesia sebagai net importir memiliki ketergantungan yang besar
terhadap penggunaan minyak dan produk turunannya. Penggunaan minyak yang
besar tersebut dikarenakan tingginnya konsumsi masyarakat akan minyak.
Penggunaan minyak besar sebagain sumber energi dan konsumsi langsung oleh
masyarakat.Dampak yang di berikan oleh fluktuasi harga minyak dunia baik
dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap variabel-variabel
makroekonomi dan subsidi Bahan Bakar Minyak sanagt membutuhkan kebijakan
pemerintah yang tepat untuk menghindari ketidakstabilan ekonomi dan sosial di
masyarakat.
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Fluktuasi Harga Minyak Variabel Makroekonomi Kebijakan Fiskal Tingkat Inflasi Kebijakan Subsidi Suku Bunga Nilai Tukar GDP Dampak pada Perekonomian VECM Jangka Pendek Jangka Panjang
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data kuartalan. Periode waktu penelitian ini dimulai dari kuartal pertama
tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun 2010.
Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data
Variabel Notasi Satuan Sumber Data
Consumer Price Index
INFLASI Indeks International Financial Statistics IMF Gross Domestic Bruto GDP Miliar Rupiah
International Financial Statistics IMF
Interest Rate
SB Persen
per Tahun
International Financial Statistics IMF Crude Price Oil HARGAMINYAK Billion US. Dollars
International Financial Statistics IMF
Exchange Rate
ER Rupiah/
US Dollar
International Financial Statistics IMF Oil Subsidy SUBSIDI Miliar Rupiah Kementerian Keuangan RI
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Vector Autoregression (VAR) yang dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Penggunaan persamaan VAR memudahkan pemecahan masalah dalam perekonomian karena kemampuannya dalam deskripsi
data, peramalaan, infrensi struktural, dan analisis kebijakan. Spesifikasi dalam
penggunaan metode VAR ini variabel yang akan diestimasi harus bersifat
untuk menghindari masalah regresi palsu atau sporious regression ketika variabel yang bersifat tidak stasioner diregresikan.
Penelitian ini menggunakan metode VAR untuk mengetahui pengaruh dari
fluktuasi harga minyak terhadap variabel-variabel makroekonomi seperti tingkat
inflasi, pertumbuhan ekonomi, tukar mata uang serta mengetahui dampak
fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan fiskal berupa subsidi terhadap bahan
bakar minyak di Indonesia. Disamping itu, metode VAR-VECM ini juga
digunakan untuk menganalisi respon variabel-variabel tersebut terhadap harga
minyak dalam jangka panjang.
3.2.1 Metode Vector Autoregression (VAR)
Model VAR ini pertama kali dikembangkan oleh Sims (1980) yang
kemudian menjadi dasar bagi munculnya metode kointegrasi Johansen (1989).
Menurut Pasaribu (2005) metode VAR sangat berguna dalam menentukan tingkat
eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi
saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Metode ini sangat baik
dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian.
Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh:
(3.1)
dimana Zt adalah vektor dari variabel-variabel yang dijelaskan sebanyak n, Xt adalah vektor dari variabel-variabel yang menjelaskan sebanyak n termasuk di
dalamnya konstanta (intercept). A1, ... , An, dan B adalah matriks-matriks koefisien yang akan diestimasi, dan t adalah vektor dari residual. Zt-1 merupakan vektor dari variabel yang eksogen pada periode sebelumnya. Kondisi ini
menunjukkan bahwa variabel endogen dipengaruhi oleh variabel itu sendiri dari
periode waktu sebelumnya atau yang dikenal sebagai kondisi random walk.
Selain spesifikasi metode VAR harus meliputi pemilihan variabel yang
stasioner, model ini juga harus memiliki pemilihan selang yang optimal. Sesuai
dengan metodologi Sims (1980) variabel yang digunakan dalam persamaan VAR
dipilih berdasarkan model ekonomi yang relevan. Pemilihan selang optimal
kemudian akan memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information
Criteria (AIC), Schwarz Criteria (SC) yang paling minimum, serta informasi dari
Hannan-Quinn Information (HQ) (Arsana, 2006)
Menurut Amisano dan Gianini dalam Apriani (2007), menyebutkan bahwa
metode VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model
persamaan simultan yaitu :
a. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada
agregasi dari model keseimbangan parsial.
b. Struktur dinamis pada model sering kali dispesifikasikan dengan tujuan
untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan
identifikasi dari bentuk struktural.
Gujarati (2003) menyatakan semua variabel dalam persamaan simultan
harus diperlakukan sama sehingga tidak ada pembatasan antara variabel endogen
justifikasi terhadap variabel yang akan menjadi variabel endogen atau variabel
eksogen berdasarkan pertimbangn dari peneliti, namun dengan pendekatan VAR
berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”)
dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen.
Model VAR memiliki beberapa keunggulan yakni: (1) memiliki metode
yang sederhana, karena tidak perlu menjustifikasi variabel yang menjadi variabel
endogen atau variabel eksogennya. (2) estimasi yang sederhana karena metode
OLS dapat diaplikasikan dalam persamaan. (3) Peramalan dengan menggunakan
model VAR dibeberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan persamaan
simultan yang lebih kompleks (Gujarati, 2003)
Selain memiliki beberapa keunggulan, Model VAR juga memiliki
beberapa kelemahan (Gujarati, 2003) yakni:
a. Tidak seperti persamaan simultan, metode VAR bersifat sangat teoritik
karena sedikit informasi yang tersedia.
b. Karena berfokus pada peramalan, sehingga metode VAR kurang cocok
untuk menganalisis suatu kebijakan.
c. Tantangan terbesar dalam metode VAR adalah menentukan panjang lag
yang optimal. Proses estimasi untuk ukuran sampel yang besar akan
mengurangi derajat bebasnya.
d. Dalam kenyataannya data dalam level sering tidak stasioner, sehingga
memiliki kesulitan dalam mentransformasi data.
e. Koefisien yang diestimasi dalam VAR terkadang sulit untuk
3.2.1.1 Model Penelitian
Hsio dalam Apriani (2007) memberikan contoh gambaran definisi
hubungan kausalitas antara tida contoh variabel (X,Y,Z). Berikut adalah susunan
hubungan antar variabel yang dimasukkan dalam bentuk matriks untuk
mempermudah analisis dan intrepretasi hubungan antar variabel yang akan
diestimasi.
= + (3.2)
Dalam penelitian Hsio ini terdapat asumsi yang harus dipenui agar hubungan
antar variabel dapat terdefinisi secara jelas, yakni :
1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, syaratnya adalah = 0.
2. Bila variabel X mempengaruhi Z, syaratnya = 0.
3. Hubungan timbal balik antar variabel X dan Z, jika dan 0.
4. Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya
= 0 ; 0 ; 0.
5. Hubungan semu jenis I dari variabel X terhadap variabel Z jika dan hanya jika
terdapat kondisi = 0 ; 0, untuk semua jenis lag.
6. Hubungan semu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat
kondisi :
= 0 ; = 0, untuk semua panjang lag k dan 0 ; 0 untuk semua
Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui dampak dari fluktuasi harga
minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, tingkat
pertumbuhan output nasional, tingkat suku bunga, nilai tukar rill mata uang rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat, dan kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak di
Indonesia selama periode 1980 hingga tahn 2010. Pembahasan dalam penelitian
ini hanya melihat dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel
makroekonomi dan bukan sebaliknya. Model yang dipakai dalam penelitian ini