• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

C. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian landasan teori dan penelitian terdahulu di atas, maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban permasalahan sementara yang bersifat dugaan dari suatu penelitian. Dugaan ini harus dibuktikan kebenarannya melalui data empiris (fakta lapangan). Hipotesis dapat benar

Kinerja Bank (Y) Resiko Kredit

(NPL/NPF) (X1) Resiko Pasar (NIM) (X2) Resiko likuiditas (LDR/FDR)(X3) Rentabilitas (BOPO)(X4) Permodalan (CAR) (X5) H1 (-) H2 (+) H3 (+) H4 (-) H5 (+)

43

atau terbukti dan tidak terbukti setelah didukung oleh fakta-fakta dari hasil penelitian lapangan (Supardi, 2005:69).

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh Risiko Kredit Terhadap Kinerja Bank

Credit risk didefinisikan sebagai kemungkinan kegagalan debitur

mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank. Bank Indonesia mengklasifikasikan kredit non produktif kedalam 3 kategori yaitu kredit kurang lancar, diragukan, dan macet. Risiko kredit ditunjukkan dengan besaran Non performing loan atau dalam bank syariah dikenal dengan

nama Non Performing Finance yaitu jumlah aktiva non produktif dibagi

dengan total kredit yang diberikan bank (Latumaerissa, 1999:84).

Herdiningtyas (2005) dan Rachmawati (2013) menyatakan bahwa Semakin besar Non Performing Loan (NPL) berarti risiko kredit semakin

tinggi. Bank dapat mengkompensasikan pemberian kredit yang mempunyai risiko tinggi diimbangi dengan pendapatan yang lebih tinggi melalui penetapan suku bunga di atas normal. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan pemberian kredit yang tepat dan efektif yang diterapkan perbankan agar tingkat kredit bermasalah dapat berkurang. Semakin rendah rasio ini maka kemungkinan bank mengalami kerugian sangat rendah yang secara otomatis laba akan semakin meningkat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Djazuli (2015) di 8 Bank Umum Syariah tahun 2010-2013 menyatakan bahwa

44

NPL berpengaruh tidak signifikan terhadap ROA dan penelitian Wibowo dan Saichu (2013) di bank syariah tahun 2008-2011 juga mendapatkan hasil yang tidak signifikan. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Dayu (2015) di 30 Bank Konvensional pada tahun 2010-2013 juga mendapatkan hasil bahwa NPL tidak signifikan terhadap ROA. Ariani dan Ardian (2015) di LPD kab. Bandung pada tahun yang sama membuktikan bahwa NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H1 : Risiko Kredit (NPL/NPF) berpengaruh negatif terhadap Kinerja Bank (ROA)

2. Pengaruh Risiko Pasar Terhadap Kinerja Bank

Resiko pasar (Market Risk) adalah risiko dari suatu entitas yang

mungkin mengalami kerugian sebagai akibat dari fluktuasi pergerakan harga pasar, karena perubahan harga (volatilitas) instrumen-instrumen pendapatan tetap, instrumen-instrumen ekuitas, komoditas, kurs mata uang, dan kontrak-kontrak di luar neraca terkait. Selain itu, risiko pasar juga berasal dari risiko valuta asing umum dan risiko komoditas seluruh bank (di bidang perdagangan dan pembukuan perbankan) (Greuning dan Bratanovic, 2011:197). Risiko pasar dihitung dengan Net Interset Margin

yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung dari selisih bunga kredit yang disalurkan.

45

Menurut Rachmawati (2013) dan Griha, Zulbahridar, dan Andri (2014) semakin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan kinerja bank tersebut akan semakin baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Herawati dan Sulindawati (2015) di Bank Umum Swasta Nasional yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 mendapatkan hasil bahwa NIM berpengaruh signifikan terhadap ROA. Penelitian yang dilakukan Dayu (2015) di 30 Bank Konvensional pada tahun 2010-2013 juga mendapatkan hasil bahwa NIM positif dan signifikan berpengaruh terhadap ROA.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H2 : Risiko Pasar (NIM) berpengaruh positif terhadap Kinerja Bank (ROA)

3. Pengaruh Risiko Likuiditas Terhadap Kinerja Bank

Liquidity risk menunjukkan risiko yang dihadapi oleh bank karena

mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap deposannya, dengan alat-alat likuid yang tersedia karena harus digunakan oleh bank yang bersangkutan untuk membayar kewajiban yang harus segera dilunasi (Harahap, 2013:301). Dalam beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa dimana semakin tinggi rasio likuiditas maka kemungkinan bank mengalami kerugian semakin rendah secara otomatis

46

laba akan semakin meningkat. LDR merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan (Kasmir, 2011:290).

Semakin tinggi rasio LDR maka semakin baik kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin tinggi kemampuan bank yang bersangkutan dalam menyalurkan kredit yang potensial bagi peningkatan laba (Dendawijaya, 2009:116).

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Djazuli (2015) di 8 Bank Umum Syariah tahun 2010-2013 bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H3 : Resiko Likuiditas (LDR/FDR) berpengaruh positif terhadap Kinerja Bank (ROA)

4. Pengaruh Rentabilitas Terhadap Kinerja Bank

Earnings (Veitzhal, 2007:720) adalah untuk memastikan efisiensi

dan kualitas pendapatan bank secara benar dan akurat yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Penilaian terhadap faktor rentabilitas (earnings)

meliputi penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-sumber earnings,

dan sustainability earnings Bank. Rasio keuangan penilaian rentabilitas

47

Rasio ini yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Dendawijaya, 2009:130). Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan laba bank akan semakin meningkat (Dewi, Sinarwati dan Darmawan, 2014).

Hal ini didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibowo dan Saichu (2013) di Bank Syariah pada tahun 2008-2011 menunjukkan hasil bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA hal ini juga didukung Sudiyatno (2013) dengan penelitian yang dilakukan di 96 perusahaan perbankan selama 2007-2010. Penelitian oleh Ardi, Nugaraha dan Saryadi (2015) dengan penelitian di 35 bank umum yang telah go public pada tahun 2008-2012 juga

menunjukkan bahwa BOPO berpengaruh terhadap ROA.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H4 : Rentabilitas (BOPO) berpengaruh negatif terhadap Kinerja Bank (ROA)

5. Pengaruh Permodalan Terhadap Kinerja Bank

Penilaian terhadap faktor permodalan (capital) meliputi penilaian

terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. Rasio untuk menilai permodalan ini adalah Capital Adequacy Ratio

48

CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, serat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, capital

adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan

modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2009:121).

Tingkat CAR yang ideal akan meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai pemilik dana terhadap bank sehingga masyarakat akan memiliki keinginan yang lebih untuk menyimpan dananya di bank, yang pada akhirnya bank akan memiliki kecukupan dana untuk menjalankan kegiatan operasionalnya seperti pemberian kredit kepada masyarakat yang memungkinkan bank untuk dapat memperoleh laba lebih dari kenaikan pendapatan bunga kredit yang dikucurkannya (Dewi, Sinarwati dan Darmawan, 2014).

Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar. Dengan kata lain, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank (Griha, Zulbahridar, dan Andri ,2014).

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dan Suwardika (2014) di BUMN dengan data yang diperoleh

49

adalah data bulanan dari laporan keuangan publikasi bank-bank pemerintah selama tiga tahun, yaitu tahun 2010-2012 mendapatkan hasil bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA dan hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Aldi, Nugraha dan Saryadi (2015) di 35 Bank Umum periode 2008-2012.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis:

H5 : Permodalan (CAR) berpengaruh positif terhadap Kinerja Bank (ROA)

50 BAB III

Dokumen terkait