• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

1. Risiko Pembiayaan

Menurut Sulhan dan Siswanto (2008: 105) risiko adalah kemungkinan kejadian hasil yang menyimpang dari harapan yang bersifat merugikan. Risiko muncul akibat adanya ketidakpastian hasil yang dicapai dari suatu usaha. Ketidakpastian ini meliputi ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty), yaitu ketidakpastian yang diakibatkan oleh perubahan pasar, selera konsumen, kebijakan ekonomi pemerintah yang mengakibatkan terjadinya potensi kerugian. Ketidakpastian alam (uncertainty of nature), yaitu ketidakpastian yang diakibatkan oleh perubahan kondisi alam seperti gempa bumi, musim yang tidak menentu yang dapat menyebabkan kerugian. Dan ketidakpastian manusia, yaitu ketidakpastian akibat perbedaan karakter, keteledoran dan sifat-sifat lain manusia yang meningkatkan potensi terjadinya kerugian.

b. Jenis-jenis Risiko

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, terdapat 10 (sepuluh) macam jenis risiko, yaitu:

1) Risiko Kredit, adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Menurut Hanafi (2006: 57) teknik-teknik pengukuran risiko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Penilaian Kualitatif, dalam penilaian kualitatif analisis pembiayaan sering menggunakan kerangka 3R dan 5C, kerangka tersebut digunakan untuk menganalisis kemampuan melunasi kewajiban dari calon nasabah. Penilaian 3R tersebut adalah return yaitu berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari penggunaan pembiayaan, repayment capacity yaitu berkaitan dengan kemampuan mengembalikan pembiayaan, dan risk-bearing ability yaitu berkaitan dengan kemampuan menanggung risiko kegagalan. Sedangkan penilaian 5C yang digunakan adalah character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy.

Character, artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.

Capacity, artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil.

Capital, artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.

Collateral, artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.

Condition, artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak (Yudiana, 2014: 65-66).

b) Penilaian Kuantitatif, dalam melakukan penilaian kuantitatif dapat dilakukan dengan melakukan rating perusahaan, model

scoring credit, Risk Adjusted Return on Capital (RAROC),

mortality rate, term structure, credit metrics, dan pendekatan kerangka teori opsi.

Adapun prinsip-prinsip yang dimiliki risiko kredit yang terdapat dalam buku Analisis Risiko Perbankan Syariah yang ditulis oleh Greuning dkk (2011: 117) adalah:

a) Lembaga keuangan syariah harus memiliki strategi untuk pendanaan, menggunakan berbagai instrumen-instrumen syariah sesuai dengan syariat, di mana potensi eksposur kredit yang mungkin timbul pada tahap-tahap yang berbeda dalam berbagai perjanjian pendanaan diakui.

b) Lembaga keuangan syariah harus melaksanakan due diligence

mengenai pihak rekanan sebelum menentukan pilihan instrumen keuangan syariah yang sesuai.

c) Lembaga keuangan syariah harus memiliki metodologi yang tepat untuk mengukur dan melaporkan eksposur risiko kredit yang timbul dalam setiap instrumen pendanaan syariah.

d) Lembaga keuangan syariah harus memiliki teknik mitigasi risiko sesuai syariat yang tepat untuk setiap instrumen pendanaan syariah.

Besar-kecilnya risiko kredit dalam perbankan Islam dibandingkan dengan perbankan konvensional menurut Khan dan Ahmed (2008: 141) tergantung pada faktor berikut:

a) Karakteristik risiko dalam pembiayaan. b) Karakteristik nasabah.

c) Akurasi dalam menghitung potensi kerugian risiko kredit. d) Penerapan teknik pengurangan risiko.

Teknik pengukuran risiko pembiayaan menurut Rivai dan Arfian dalam bukunya yang berjudul “Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi (2010: 970-971) yaitu:

a) Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko yang memungkinkan untuk:

i. Sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance sheet

yang mengandung risiko pembiayaan dari setiap debitur atau per kelompok debitur dan atau counterparty tertentu mengacu pada konsep single obligor.

ii. Penilaian perbedaan kategori tingkat risiko pembiyaan dengan menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan pemilihan kriteria tertentu.

iii. Distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait.

b) Sistem pengukuran risiko pembiayaan sepatutnya mempertimbangkan:

i. Karakteristik setiap jenis transaksi risiko pembiayaan, kondisi keuangan debitur/counterparty serta persyaratan dalam perjanjian pembiayaan seperti dalam jangka waktu dan tingkat interest.

ii. Jangka waktu pembiayaan (maturity profile) dikaitkan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar.

iii. Aspek jaminan/agunan dan/atau garansi.

iv. Potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penilaian pendekatan yang menggunakan proses pemberian peringkat yang dilakukan secara intern (internal risk rating).

v. Kemampuan bank untuk menyerap potensi kegagalan (default).

c) Bagi bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan menggunakan pendekatan internal risk rating harus menggunakan validasi data secara berkala.

d) Parameter yang digunakan dalam mengukur risiko pembiayaan antara lain mencakup:

1. Non Performing Loan (NPL)

Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/28/DPNP tanggal 31 Juli 2013 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, menggolongkan aktiva produktif berdasarkan kualitasnya, yaitu:

a) Performing Financing

i. Lancar, cadangan yang dibentuk pada kualitas ini adalah sebesar 1%, debitur yang dapat dikategorikan dalam kolektibilitas ini antara lain: tidak menunggak baik bunga dan pokok, kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang lebih baik, likuiditas dan modal kerja yang kuat.

ii. Dalam Perhatian Khusus (DPK), cadangan yang dibentuk pada kredit dengan kualitas DPK sebesar 5%, debitur yang dapat dikategorikan dalam kolektibilitas ini antara lain: tunggakan pembayaran pokok dan bunga kurang dari 90 hari, perolehan laba cukup baik namun terdapat potensi penurunan, likuiditas dan modal kerja cukup baik.

b) Non Performing Financing

i. Kurang Lancar (KL), cadangan yang dibentuk pada kredit dengan kualitas KL sebesar 15%, debitur yang dapat dikategorikan dalam kolektibilitas ini antara

lain: tunggakan pembayaran pokok dan bunga antara 91-120 hari, kegiatan usaha menunjukan potensi pertumbuhan yang sangat terbatas atau tidak mengalami pertumbuhan, likuiditas kurang dan modal kerja terbatas.

ii. Diragukan, cadangan yang dibentuk dengan kualitas diragukan sebesar 50%, debitur yang dapat dikategorikan dalam kolektibilitas ini antara lain: tunggakan pembayaran pokok dan bunga 121-180 hari, kegiatan usaha menurun, likuiditas sangat rendah, rasio modal terhadap hutang cukup tinggi. iii. Macet, cadangan yang dibentuk dengan kualitas

macet sebesar 100%, debitur yang dapat dikategorikan dalam kolektibilitas ini antara lain: tunggakan pembayaran pokok dan bunga lebih besar dari 180 hari, kelangsungan usaha sangat diragukan dan sulit untuk pulih kembali dan pelanggaran prinsip terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit (Nursella dan Idroes, 2012: 9-10).

Tingkat kelangsungan usaha bank berkaitan dengan aktiva produktif yang dimilikinya. Oleh karena itu, manajemen bank dituntut untuk senantiasa dapat memantau dan menganalisis kualitas aktiva produktif yang dimilikinya.

Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi oleh bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank. Aktiva produktif yang dinilai kualitasnya meliputi penanaman dana baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga.

Rasio NPF menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko usaha bank yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur. Rasio NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:

= Pembiayaan BermasalahTotal Pembiayaan × 100%

Menurut Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 Lampiran 14, NPF diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan. NPF yang tinggi akan memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Oleh karena itu, bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap profitabilitas

yang diperoleh bank. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NPF yang baik adalah di bawah 5% (lima persen) (Bachri dkk, 2013: 4-5).

Parameter yang digunakan dalam mengukur risiko pembiayaan lainnya adalah sebagai berikut:

2. Konsentrasi pembiayaan berdasarkan pinjaman dan sektor ekonomi.

3. Kecukupan jaminan. 4. Pertumbuhan kredit.

5. Non Performing Portfolio Treasury dan investasi. 6. Kecukupan cadangan transaksi treasury dan investasi. 7. Transaksi pembiayaan perdagangan yang default.

8. Konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan (Savitri dkk, 2014: 4).

2) Risiko Pasar, adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan harga pasar, antara lain risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan.

Menurut Hanafi (2006: 143) teknik pengukuran risiko pasar dapat dilakukan dengan cara:

a) Deviasi Standar, digunakan untuk menghitung probabilitas nilai tertentu dan dipakai untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata.

b) VAR (Value at Risk), digunakan untuk menghitung besarnya nilai kerugian dan besarnya kemungkinan terjadinya kerugian tersebut.

c) Stress Testing, digunakan untuk menilai bagaimana pengaruh kejadian ekstrim terhadap perusahaan tersebut.

3) Risiko Likuiditas, adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

4) Risiko Operasional, adalah risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional berkaitan dengan kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol.

5) Risiko Hukum, adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Menurut Khan dan Ahmed (2008: 14) risiko hukum berhubungan dengan risiko tidak terlaksananya kontrak. Risiko hukum terkait dengan masalah undang-undang, legislasi, dan regulasi yang dapat mempengaruhi pemenuhan kontrak atau transaksi.

6) Risiko Reputasi, adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

7) Risiko Stratejik, adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. 8) Risiko Kepatuhan, adalah risiko akibat bank tidak mematuhi

dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta prinsip syariah.

9) Risiko Imbal Hasil (Rate of Return Risk), adalah risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga bank.

10) Risiko Investasi (Equity Investment Risk), adalah risiko akibat ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss sharing.

c. Pengertian Pembiayaan

Menurut Rivai dan Veithzal (2008: 3) istilah pembiayaan pada intinya berarti I Believe, I Trust, ‘saya percaya’ atau ‘saya menaruh kepercayaan’. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul maal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang

diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

d. Pengertian Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah keadaan ketika debitur atau penerbit instrumen keuangan –baik individu, perusahaan, maupun negara- tidak akan membayar kembali kas pokok dan lainnya yang berhubungan dengan investasi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit (Greuning dkk, 2009: 139).

Risiko kredit adalah risiko yang timbul akibat tidak terbayarnya piutang atas kebijakan penjualan kredit kepada para pelanggan (Pramana, 2011: 78).

Risiko kredit adalah risiko kegagalan nasabah untuk memenuhi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan. Risiko kredit bisa muncul dalam banking book dan trading book bank. Dalam banking book, risiko kredit muncul pada saat nasabah gagal memenuhi kewajiban untuk membayar hutangnya secara penuh pada waktu yang telah disepakati. Risiko kredit berhubungan dengan kualitas aset dan kemungkinan gagal bayar. Akibat dari risiko kredit ini, terdapat ketidakpastian pada laba bersih dan nilai pasar dari ekuitas yang muncul dari keterlambatan atau tidak terbayarnya pokok pinjaman beserta bunganya. Adapun risiko kredit pada trading book juga muncul akibat ketidakmampuan atau ketidakmauan nasabah untuk memenuhi

kewajiban yang tertuang dalam kontrak. Hal ini bisa memicu risiko pembayaran, yaitu ketika satu pihak bersepakat untuk membayar atau mengirimkan aset sebelum aset atau dana cash tersebut ia terima, sehingga mengakibatkan potensi kerugian. Risiko pembayaran dalam lembaga keuangan, terutama muncul dalam transaksi valuta asing. Sementara sebagian risiko dapat didiversifikasi, tetapi tidak dihilangkan secara total (Khan dan Ahmed, 2008: 12-13).

Dokumen terkait