• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISIKO USAHA

Dalam dokumen 1. IPO Prospektus TBI 2010 Eng (Halaman 72-91)

Investasi pada saham Perseroan memiliki risiko. Investor harus memperhatikan informasi yang ada di dalam penjelasan mengenai risiko usaha ini dengan seksama, khususnya informasi mengenai risiko- risiko usaha berikut, sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada saham Perseroan. Risiko-risiko yang belum diketahui Perseroan atau yang dianggap tidak material dapat juga mempengaruhi kegiatan usaha, arus kas, kinerja operasi, kinerja keuangan atau prospek usaha. Harga pasar atas saham Perseroan dapat mengalami penurunan akibat risiko-risiko berikut dan investor dapat mengalami kerugian atas seluruh atau sebagian investasinya. Penjelasan mengenai risiko usaha ini berisi pernyataan perkiraan ke depan (“forward looking statements”) yang berhubungan dengan kejadian yang mengandung unsur risiko dan ketidakpastian. Risiko-risiko yang diungkapkan berikut bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi Perseroan. Informasi penjelasan mengenai risiko usaha ini yang terkait dengan data mengenai pemerintahan dan makroekonomi diambil dari publikasi resmi Pemerintah atau sumber pihak ketiga lainnya dan belum diveriikasi oleh Perseroan.

r

isiko

t

erkait

b

isnis

P

erseroan

Dikarenakan pendapatan Perseroan bergantung pada pendapatan sewa jangka panjang dari penyewa menara, maka Perseroan terpengaruh oleh kelayakan kredit dan kekuatan inansial para penyewa.

Dikarenakan oleh panjangnya jangka waktu perjanjian sewa dengan para penyewa (biasanya 10 tahun), maka Perseroan, seperti halnya pesaing Perseroan lainnya dalam industri ini, sangat bergantung pada kekuatan inansial para penyewa. Meskipun industri telekomunikasi Indonesia sangat kompetitif, dengan 10 operator yang ada saat ini, Perseroan berkeyakinan bahwa hanya sebagian kecil dari para operator telekomunikasi tersebut yang berhasil mencatatkan keuntungan (proitable). Banyak operator telekomunikasi yang memiliki tingkat hutang yang tinggi serta bergantung pada pendanaan modal untuk membiayai kegiatan operasional dan kebutuhan belanja modal mereka. Pelemahan ekonomi dan/atau gangguan di pasar hutang dan inansial dapat menyebabkan pendanaan menjadi lebih sulit dan mahal. Apabila penyewa atau calon penyewa menara telekomunikasi Perseroan tidak mampu menggalang dana yang memadai untuk mendanai rencana bisnis mereka, maka mereka harus mengurangi belanja modalnya. Hal ini akan berdampak secara material dan merugikan terhadap permintaan sites telekomunikasi milik Perseroan. Apabila satu atau lebih penyewa signiikan menara Perseroan mengalami kesulitan keuangan sebagai akibat pelemahan ekonomi berkepanjangan atau yang lainnya, maka hal itu dapat menyebabkan adanya piutang dagang yang tidak dapat ditagih dari penyewa menara Perseroan tersebut. Sebagai contoh, salah satu penyewa Perseroan, yaitu PT Mobile-8 Telecom Tbk (“Mobile 8”), mengalami gagal bayar dan berusaha merestrukturisasi hutangnya dengan beberapa kreditor, termasuk dengan Perseroan. Hilangnya penyewa utama menara Perseroan, atau hilangnya seluruh atau sebagian pendapatan sewa yang diharapkan dari penyewa tertentu, dapat berdampak material dan merugikan terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuditas, serta hasil operasi Perseroan.

Sejumlah besar pendapatan Perseroan berasal dari sejumlah kecil pelanggan.

Sejumlah besar pendapatan operasional Perseroan berasal dari sejumlah kecil pelanggan. Sekitar 59,4% dari pendapatan total Perseroan untuk periode empat bulan berakhir 30 April 2010 adalah dari empat operator terbesar Indonesia dari sisi pendapatan, yaitu: Telkomsel, Indosat, XL dan Telkom. Apabila salah satu pelanggan ini tidak bersedia atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian sewa menara telekomunikasi, maka pendapatan, kinerja operasi, kondisi keuangan dan likuiditas Perseroan dapat berdampak secara material dan merugikan. Perseroan mungkin saja mengalami perselisihan dengan para penyewa dapat mengarah kepada pengakhiran perjanjian sewa antara Perseroan dengan para pelanggan atau perubahan yang material atas ketentuan dalam perjanjian-perjanjian tersebut, yang dapat berdampak secara material dan merugikan terhadap bisnis, kinerja operasi, kondisi keuangan dan likuiditas Perseroan. Apabila Perseroan terpaksa menyelesaikan perselisihan tersebut melalui proses pengadilan, maka hubungan Perseroan dengan para pelanggan

dapat berakhir atau rusak, yang mana hal tersebut dapat mengarah pada penurunan pendapatan atau kenaikan biaya dan mungkin menyebabkan dampak merugikan yang sama terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas, serta hasil operasi Perseroan.

Kompetisi dalam industri penyewaan menara telekomunikasi dapat menyebabkan tekanan harga yang mungkin berdampak secara material dan merugikan Perseroan.

Persaingan dalam industri penyewaan menara telekomunikasi sangat tinggi dan pelanggan Perseroan memiliki banyak alternatif dalam menyewa tower space termasuk diantaranya:

• operator telekomunikasi yang memiliki portofolio sites telekomunikasi sendiri dan menyewakan antena sites kepada pihak ketiga, termasuk dalam hal ini adalah XL dan Indosat;

• perusahaan menara telekomunikasi independen yang mengoperasikan portofolio sites telekomunikasi yang besar, utamanya PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (“Protelindo”);

• sejumlah besar perusahaan menara telekomunikasi independen yang mengoperasikan portofolio sites di daerah yang berskala lebih kecil; dan

• pada kondisi tertentu, pemilik lokasi alternatif (seperti atap teratas bangunan, jaringan repeater dan IBS, papan iklan dan menara transmisi elektrik).

Persaingan usaha dalam industri penyewaan menara telekomunikasi di Indonesia sangat bergantung pada lokasi menara, kualitas dan tinggi menara, dan hubungan dengan operator telekomunikasi. Disamping itu, persaingan usaha juga dipengaruhi oleh jumlah portofolio menara, pricing, manajemen operasional serta jasa layanan tambahan bagi penyewa. Beberapa pesaing Perseroan, seperti operator telekomunikasi selular nasional yang melakukan kolokasi pada menaranya merupakan pesaing dengan kemampuan keuangan yang lebih kuat dibandingkan Perseroan. Sebagai tambahan, beberapa pesaing Perseroan juga memiliki kriteria imbal hasil investasi yang lebih rendah dibanding Perseroan.

Sekitar 59,4% dari pendapatan total Perseroan untuk periode empat bulan berakhir 30 April 2010 adalah dari empat operator terbesar Indonesia dari sisi pendapatan, yaitu: Telkomsel, Indosat, XL dan Telkom (melalui divisi CDMA Telkom Flexi). Telkomsel, Indosat dan XL memiliki dan mengoperasikan portofolio sites telekomunikasi yang jauh lebi h besar dari milik Perseroan. Namun Perseroan berkeyakinan bahwa operator telekomunikasi besar cenderung untuk tidak menyewakan menara telekomunikasi kepada pesaing langsung. Perubahan dalam kebijakan ini atau kejadian lain, termasuk perubahan peraturan, yang meningkatkan kolokasi diantara para operator telekomunikasi besar Indonesia, dapat berakibat pada meningkatnya persaingan untuk kolokasi.

Kondisi persaingan yang semakin tinggi dapat secara negatif mempengaruhi harga sewa menara dan pendapatan Perseroan serta menyebabkan penyewa menara Perseroan yang telah ada tidak memperpanjang masa sewa menara dari Perseroan ataupun penyewa baru yang menyewa menara dari pesaing Perseroan. Perseroan juga menghadapi persaingan dalam hal mengidentiikasi dan melaksanakan akuisisi aset berupa menara khususnya aset menara dengan kualitas yang bagus dan portofolio sites yang besar, yang dapat mengakibatkan akuisisi menara dengan kualiikasi tersebut di atas menjadi lebih mahal. Setiap faktor-faktor risiko tersebut dapat berdampak secara material dan merugikan terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas serta kinerja operasional Perseroan.

Pelanggan Perseroan Mobile-8 telah merestrukturisasi beberapa hutang dagangnya kepada Perseroan.

Operator telekomunikasi Mobile-8 adalah salah satu penyewa besar Perseroan dengan tingkat penyewaan menara yang mewakili 14,3% dari pendapatan Perseroan untuk periode 4 bulan yang berakhir pada 30 April 2010. Pada bulan Oktober 2006, Perseroan mengakuisisi 295 menara telekomunikasi dari Mobile-8 dalam serangkaian transaksi penjualan dan sewa kembali (sales and leaseback). Menara yang diakuisisi dari Mobile-8 dalam transaksi ini termasuk jaringan telekomunikasi Mobile-8 yang terutama terletak di pulau Jawa. Selain itu, per 30 April 2010, Mobile-8 juga memiliki 249 penyewaan yang merupakan

penambahan penyewaan utama (anchor tenants) dan kolokasi pada menara Perseroan. Sejak akhir tahun 2008, Mobile-8 gagal membayar sebagian hutangnya Perseroan dan Anak Perusahaan yang tertunggak. Pada 25 Mei 2010, SKP dan Mobile-8 menandatangani perjanjian untuk merestrukturisasi hutang Mobile-8 pada SKP senilai Rp.33.420 juta dengan kombinasi pembayaran secara tunai dan konversi saham melalui penerbitan 331.551.387 saham baru Mobile-8. Mobile-8 telah melakukan pembayaran hutang secara tunai dan menerbitkan saham berdasarkan perjanjian penyelesaian hutang dengan SKP. Sejak perjanjian pelunasan hutang tersebut dibuat, Mobile-8 telah membayar biaya sewa ruang menara telekomunikasi bulanan pada SKP sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dan tidak ada keterlambatan pembayaran. Untuk anak perusahaan selain SKP, Perseroan memperoleh pendapatan sebesar Rp.199.771 juta dari Mobile-8 selama periode 40 bulan dari 1 Januari 2007 hingga 30 April 2010 dan telah menerima sebagian besar dari nilai tersebut. Per 30 April 2010, untuk Anak Perusahaan kecuali SKP, piutang Mobile-8 yang belum dilunasi selama lebih dari 60 hari adalah sebesar Rp.19.746 juta, atau senilai pendapatan selama 2,7 bulan. Perseroan saat ini sedang melakukan negosiasi dengan Mobile-8 mengenai piutang yang belum terbayar ini.

Perseroan tidak dapat menjamin bahwa restrukturisasi seperti diatas akan terjadi atau bahwa Mobile-8 akan melakukan pembayaran sebagaimana ditentukan dalam perjanjian restrukturisasi yang telah ada ataupun yang akan dibuat, atau untuk selalu membayar seluruh hutang dagang kepada Perseroan termasuk anak perusahaan secara tepat waktu. Kehilangan seluruh atau sebagian tertentu pendapatan sewa yang akan diterima dari Mobile-8 dapat berdampak secara material dan merugikan terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas serta hasil operasi Perseroan.

Kegagalan Perseroan mendapatkan pembiayaan dengan ketentuan yang layak dapat mempengaruhi kegiatan usaha dan terutama strategi akuisisi Perseroan dan meningkatnya pembiayaan hutang dapat berpengaruh secara material dan merugikan terhadap Perseroan.

Kemampuan Perseroan dalam menjalankan rencana bisnis dan terutama strategi akuisisi Perseroan juga bergantung pada kemampuan mendapatkan pendanaan eksternal, termasuk pembiayaan hutang dan ekuitas. Kemampuan Perseroan memperoleh pembiayaan ekuitas tambahan akan tergantung pada risiko pasar yang berlaku saat itu. Kemampuan Perseroan mengakses pembiayaan hutang untuk kepentingan akuisisi dan pembiayaan kembali hutang yang jatuh tempo bergantung pada banyak faktor, yang beberapa di antaranya berada di luar kendali Perseroan. Sebagai contoh, ketidak stabilan politik, penurunan ekonomi, kesulitan likuiditas rupiah dan dolar AS di perbankan dan pasar hutang, kerusuhan sosial atau perubahan di lingkup peraturan dapat menaikkan biaya pinjaman Perseroan atau membatasi kemampuan Perseroan untuk mendapatkan pembiayaan hutang. Perseroan tidak dapat menjamin bahwa Perseroan akan selalu mampu memperoleh pembiayaan dengan persyaratan yang layak, jika memang ada. Ketidakmampuan Perseroan mendapatkan pembiayaan hutang dari bank-bank dan lembaga- lembaga keuangan serta pasar modal dapat berdampak merugikan pada kemampuan Perseroan untuk menjalankan strategi-strategi pertumbuhan atau membiayai kembali hutang yang telah jatuh tempo. Sebagai tambahan, hutang yang diperoleh di masa depan dapat:

• meningkatkan kerentanan Perseroan terhadap kondisi ekonomi dan industri yang buruk, membatasi leksibilitas dalam merespon perubahan di industri sewa menara telekomunikasi, dan merugikan keunggulan kompetitif Perseroan dibandingkan pesaing dengan tingkat hutang yang lebih rendah; • membatasi kemampuan Perseroan untuk meningkatkan belanja modal;

• mengharuskan Perseroan untuk memisahkan sebagian besar dari arus kas untuk membayar hutang; dan

• menghadapkan Perseroan kepada pembatasan keuangan dan lainnya, termasuk pembatasan dividen yang dapat dibagikan Perseroan atau mendapatkan tambahan hutang.

Salah satu faktor tersebut di atas, akan dapat berdampak buruk secara material terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas serta hasil operasi Perseroan.

Risiko sebagai perusahaan induk

Sebagai perusahaan induk, Perseroan mempunyai ketergantungan terhadap kegiatan usaha dari Anak Perusahaan. Tidak terdapat jaminan bahwa Anak Perusahaan milik Perseroan akan selalu memberi kontribusi laba secara berkesinambungan. Apabila kegiatan usaha Anak Perusahaan mengalami penurunan, maka akan berpengaruh pula pada kinerja dan prospek Perseroan.

Penggabungan usaha atau konsolidasi di antara para pelanggan Perseroan dapat berdampak secara material dan merugikan terhadap pendapatan dan arus kas Perseroan.

Perseroan percaya bahwa persaingan harga di antara para operator telekomunikasi terbesar Indonesia akan terus berlanjut, yang akan meningkatkan jumlah pelanggan, menit pemakaian dari pelanggan dan kebutuhan akan kapasitas jaringan. Perseroan juga percaya bahwa tingkat harga saat ini, dan juga kebutuhan belanja modal yang besar di kalangan operator telekomunikasi seluler, akan tetap bertahan hanya bagi operator dengan skala operasi yang besar dalam pengertian kapasitas jaringan maupun total jumlah pelanggan. Perseroan percaya bahwa, menimbang jumlah operator telekomunikasi yang besar di Indonesia, dan juga keunggulan skala ekonomis yang dinikmati oleh operator-operator besar, konsolidasi dapat terjadi di antara operator-operator telekomunikasi yang lebih kecil – beberapa di antaranya merupakan pelanggan Perseroan – guna meraih skala yang diperlukan bagi pertumbuhan yang menguntungkan dalam jangka panjang di pasar persaingan industri ini.

Konsolidasi secara signiikan di antara pelanggan-pelanggan Perseroan dapat menyebabkan pengurangan BTS dan/atau kebutuhan kolokasi bagi perusahaan-perusahaan yang berkonsolidasi, karena BTS tertentu dapat menjadi berlebih atau ruang menara tambahan dapat diperoleh dari hasil konsolidasi tersebut. Selain itu, konsolidasi dapat menyebabkan pengurangan belanja modal di masa depan secara agregat, apabila perusahaan-perusahaan yang melakukan konsolidasi memiliki rencana ekspansi yang sama. Sebagai akibatnya, para pelanggan Perseroan dapat memutuskan untuk tidak memperbaharui sewa mereka dengan Perseroan dengan terjadinya konsolidasi tersebut. Apabila jumlah pengakhiran yang signiikan terjadi akibat konsolidasi industri, maka hal tersebut dapat berdampak terhadap pendapatan dan arus kas Perseroan secara material danmerugikan, yang selanjutnya membawa efek material yang merugikan pada bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas, serta hasil operasi Perseroan.

Perseroan mungkin tidak berhasil menjalankan strategi pertumbuhan Perseroan. Strategi pertumbuhan Perseroan baik organik ataupun melalui akuisisi tergantung dari berbagai macam faktor, yang mungkin saja berada di luar kendali Perseroan.

Strategi Perseroan untuk mencapai pertumbuhan usaha terdiri dari tiga komponen, yaitu pertumbuhan organik melalui ekspansi dari rasio kolokasi, pembangunan menara tambahan berdasarkan pesanan khusus (built-to-suit) dari operator telekomunikasi Indonesia dan pertumbuhan melalui melalui akusisi portofolio sites dari perusahaan penyewaan menara telekomunikasi independen serta dari operator telekomunikasi besar. Perseroan baru saja mengakuisisi SKP, sebuah perusahaan penyewaan menara independen dengan portofolio sekitar 1.380 sites telekomunikasi, dalam sebuah transaksi yang dituntaskan pada bulan April 2010.

Kemampuan Perseroan untuk mencapai komponen strategi pertumbuhan organik akan tergantung dari sejumlah faktor, dan kemampuan Perseroan untuk mendapatkan pesanan dan menyelesaikan sitesbuilt- to-suit dan sites kolokasi secara tepat waktu dan dengan cara yang efektif dalam hal biaya, kemampuan Perseroan untuk menjaga hubungan dengan regulator yang berwewang dan untuk mendapatkan perizinan dari Pemerintah. Tidak ada jaminan bahwa Perseroan akan dapat terus melanjutkan ekspansi portofolio sites secara organik pada basis yang layak secara komersial dalam waktu yang tepatdan kegagalan untuk mencapai hal tersebut dapat berdampak buruk secara material terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuiditas, serta kinerja operasi.

Kemampuan Perseroan untuk mencapai komponen strategi pertumbuhan melalui akuisisi juga bergantung pada sejumlah faktor. Perseroan harus mengidentiikasi kandidat akuisisi yang layak dan tersedia pada biaya yang dapat diterima, mencapai persetujuan dengan kandidat akuisisi dan pemegang sahamnya pada ketentuan yang layak secara komersial dan dapat memperoleh pendanaan untuk menuntaskan

akuisisi atau investasi yang lebih besar lagi. Perseroan terus mengkaji keuntungan, risiko dan kelayakan transaksi-transaksi potensial dan mencari peluang-peluang untuk melakukan akuisisi. Usaha pencarian dan pengkajian tersebut, serta seluruh pembicaraan terkait dengan pihak-pihak ketiga, akan mengarah pada dapat atau tidaknya dilakukan akusisi oleh Perseroan di masa mendatang.

Kemampuan Perseroan untuk tumbuh melalui akuisisi lebih lanjut juga akan bergantung pada sejumlah faktor, termasuk kesediaan operator-operator telekomunikasi besar Indonesia (beberapa di antaranya merupakan pelanggan utama Perseroan) untuk terlibat dengan Perseroan dalam transaksi penjualan dan sewa kembali (sale and leaseback) untuk portofolio sites mereka, dengan ketentuan yang memenuhi kriteria pengembalian investasi Perseroan. Keuntungan dari akuisisi bisa memerlukan waktu yang cukup lama untuk tercapai dan tidak ada jaminan bahwa akuisisi tertentu akan membawa manfaat atau hasil yang diinginkan. Selain itu, transaksi akuisisi atau investasi dapat menghadapkan Perseroan pada kewajiban atau risiko yang tidak diketahui tanpa adanya ganti rugi yang memadai atau perlindungan legal lain. Tidak ada jaminan bahwa Perseroan mampu terus memperbesar portofolio sites Perseroan atas dasar yang layak secara komersial atau dalam waktu yang tepat, atau tidak sama sekali.

Strategi akuisisi Perseroan juga akan membutuhkan waktu dan perhatian manajemen Perseroan secara signiikan. Selain mengintegrasikan, melatih dan mengelola tenaga kerja yang meningkat, Perseroan perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kontrol manajemen dan keuangan Perseroan, sistem informasi dan prosedur-prosedur pelaporan, termasuk bisnis yang diakuisisi. Risiko-risiko tambahan terkait akuisisi termasuk namun tidak terbatas pada hal-hal berikut:

• proses penyatuan yang sulit atas kegiatan operasional dari bisnis yang diakuisisi ke dalam organisasi Perseroan;

• manajemen, informasi, dan sistem akuntasi dari perusahaan yang diakuisisi bisa saja berbeda dari, serta tidak sesuai dengan, sistem yang dimiliki oleh Perseroan dan maka dari itu perlu diintegrasikan terlebih dahulu;

• manajemen Perseroan harus mendedikasikan perhatiannya untuk menyatukan bisnis yang diakuisisi, yang dapat mengalihkan perhatiannya dari bisnis yang telah berjalan;

• kegagalan dalam mematuhi peraturan yang ada setelah dilakukannya akuisisi terhadap suatu bisnis dapat berdampak pada keharusan untuk membongkar portofolio sites telekomunikasi dari bisnis yang diakuisisi; dan

• Perseroan dapat kehilangan pegawai kuncinya atau pegawai kunci dari bisnis yang diakuisisi. Penyelesaian hal-hal tersebut di atas dapat memakan waktu dan biaya. Strategi akuisisi Perseroan juga mengharuskan Perseroan membelanjakan cadangan dana Perseroan dalam jumlah yang besar, mendatangkan hutang yang besar dan/atau mengeluarkan sejumlah besar ekuitas baru, yang dapat merugikan kondisi keuangan dan likuiditas Perseroan, serta menyebabkan dilusi yang signiikan atas kepemilikan para pemegang saham yang ada saat ini. Dampak dilusi ini juga dapat membatasi kemampuan Perseroan untuk menyempurnakan proses akuisisi lebih lanjut. Perseroan juga mungkin mengalami kerugian terkait dengan pelemahan total aktiva yang tidak dapat diidentiikasi (goodwill) dan aktiva tidak berwujud lainnya pada atau setelah akuisisi bisnis lain. Tidak ada jaminan bahwa Perseroan mampu secara eisien dan efektif mengelola penggabungan atau pertumbuhan operasional Perseroan pasca akuisisi, termasuk akuisisi terbaru SKP oleh Perseroan, dan kegagalan Perseroan melakukan hal itu dapat berdampak material dan merugikan bisnis, kondisi keuangan, hasil operasional Perseroan dalam menerapkan strategi bisnis Perseroan.

Suku bunga yang tinggi dapat menekan marjin operasi Perseroan

Mayoritas pendanaan hutang Perseroan dipengaruhi oleh suku bunga mengambang (loating), yang telah dan akan terus menyebabkan, beban bunga Perseroan berluktuasi. Sebagai tambahan, pendanaan hutang Perseroan yang dipengaruhi oleh suku bunga mengambang dan tetap memiliki jangka waktu yang lebih pendek daripada perjanjian sewa dengan penyewa dan Perseroan juga terkena risiko pembiayaan kembali dengan tingkat bunga yang lebih tinggi. Porsi beban bunga terhadap pendapatan Perseroan adalah sebesar 33,7%, 36,1%, dan 28,7% masing-masing untuk periode tahun berakhir 31 Desember 2007, 2008 dan 2009, dan 35,8% untuk periode empat bulan berakhir 30 April 2010. Perseroan tidak dapat menjamin bahwa suku bunga mengambang dari hutang Perseroan tidak akan meningkat di masa depan sehingga tidak akan meningkatkan beban bunga, yang dapat menurunkan marjin operasi dan berdampak

Beban operasi yang tinggi dapat mengurangi marjin operasi

Marjin operasi Perseroan adalah sebesar 44,2%, 74,3%, dan 72,9% masing-masing untuk periode tahun berakhir 31 Desember 2007, 2008 dan 2009, dan 72,4% untuk periode empat bulan berakhir 30 April 2010. Perseroan tidak dapat menjamin bahwa beban operasi tidak akan meningkat di masa depan dan dengan demikian mengurangi marjin operasi Perseroan serta berdampak merugikan secara material terhadap bisnis, kondisi keuangan dan likuditas, serta hasil operasi Perseroan.

Menara yang dioperasikan Perseroan di beberapa lokasi tidak memiliki izin.

Pembangunan portofolio menara telekomunikasi membutuhkan persetujuan sebelumnya dari setiap rumah tangga di lingkungan masyarakat sekitar secara penuh atau sebagian, yang berada dalam radius yang sama dengan ketinggian menara dari lokasi menara. Begitu seluruh persetujuan rumah tangga yang diperlukan telah diperoleh, permohonan diajukan kepada pejabat daerah setempat untuk mendapatkan izin dan persetujuan terpisah untuk menara. Meskipun Perseroan secara umum mengusahakan dan mendapatkan persetujuan rumah tangga dan masyarakat setempat yang diperlukan sebelum memulai pembangunan menara, namun sesuai dengan apa yang Perseroan percayai sebagai praktek lazim di Indonesia dan menimbang lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memroses permohonan persetujuan- persetujuan dan izin-izin dari pejabat daerah setempat, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau izin untuk mendirikan dan mengoperasikan menara telekomunikasi (Izin Mendirikan Bangunan Menara atau IMBM) yang mana yang berlaku, dan izin lainnya. Terkadang Perseroan melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan menara serta pemasangan BTS bagi para penyewa Perseroan sebelum seluruh persetujuan-persetujuan dan izin-izin yang diperlukan diperoleh dari otoritas-otoritas lokal. Pada 30 April 2010, Perseroan melalui Anak Perusahaan memiliki sites sejumlah 4.048 penyewaan, dimana sebanyak 1.647 atau setara dengan 40,7% diantaranya adalah sites menara telekomunikasi. Dari total jumlah sites menara telekomunikasi, 1.346 menara telekomunikasi atau setara dengan 81,7% dari jumlah total sites menara telekomunikasi telah memiliki IMB atau IMBM, Sedangkan 231 sites menara telekomunikasi miliki Perseroan melalui Anak Perusahaan belum memiliki IMB atau IMBM, atau setara 14,0% dari sites menara telekomunikasi.

Apabila persetujuan-persetujuan dan izin-izin tersebut tidak diperoleh, pejabat daerah setempat dapat mengeluarkan perintah agar menara-menara Perseroan dibongkar atau dipindahkan. Pada tahun 2009, UT

Dalam dokumen 1. IPO Prospektus TBI 2010 Eng (Halaman 72-91)

Dokumen terkait