• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kopi robusta

Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh

dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh

mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto, 1992).

2. Kopi arabika

Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak (Botanical, 2010).

Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah, marago dan congensis (Najiyati dan Danarti, 1997).

3. Kopi liberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).

Jenis Liberika antara lain : kopi abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei, kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di

Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang diharapkan ialah jenis excels (AAK, 1988).

Komposisi Kimia Kopi

Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya penyangraian akan

mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).

Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi robusta dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel1. Komposisi kimia biji dan bubuk kopi robusta

Komponen Biji Kopi Kopi Bubuk Mineral 4,0-4,5 4,6-5,0 Kafein 1,6-2,4 2,0 Trigonelline 0,6-0,75 0,3-0,6 Lipid 9,0-13,0 6,0-11,0 Total Asam Klorogenat 7,0-10,0 3,9-4,6 Asam Alifatik 1,5-2,0 1,0-1,5 Oligosakarida 5,0-7,0 0-3,5 Total Polisakarida 3,0-47,0 - Asam Amino 2,0 0 Protein 11,0-13,0 13,0-15,0 Asam Humin - 16,0-17,0 Sumber : Clarke dan Macrae, 1985

Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam (tanpa fermentasi sebagai elektron eksternal (Ivan, L., 2010).

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat,6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan2H5OH) (Ivan, L., 2010).

Proses fermentasi mempunyai 6 komponen dasar yaitu

1. Susunan medium yang digunakan selama pengembangan inokulum dan didalam fermentor.

2. Sterilisasi medium, fermentor dan peralatan yang lain.

3. Aktivitas produksi, pemamfaatan kultur murni, jumlah inokulum untuk produksi.

4. Pertumbuhan mikroba dalam fermentor produksi pada kondisi optimum untuk pembentukan hasil.

5. Ekstraksi produk dan pemurnian.

6. Penanganan limbah yang dihasilkan selama proses.

Beberapa faktor seperti medium, garam, keasaman, kultur, dan waktu berperan penting dalam fermentasi. Proses fermentasi bersifat sederhana namun harus teliti sehingga flavor, tekstur, aroma aneka karakteristik lain yang diharapkan dapat muncul (Hidayat, et al., 2006).

Jenis dan Karakteristik Mikroba dalam Fermentasi

Ragi atau dikenal juga dengan sebutan yeast merupakan semacam tumbuh - tumbuhan bersel satu yang tergolong dalam keluarga cendawan. Ragi akan bekerja bila ditambahkan dengan gula dan kondisi suhu yang hangat. Kandungan

karbondioksida yang dihasilkan akan membuat suatu adonan menjadi mengembang dan terbentuk pori – pori (Arief, R., 2007).

Ada dua jenis ragi yang ada dipasaran yaitu ragi padat dan ragi kering. Jenis ragi kering ini ada yang berbentuk butiran kecil - kecil dan ada juga yang berupa bubuk halus. Jenis ragi yang butirannya halus dan berwarna kecokelatan ini

bentuknya bulat pipih, sering digunakan dalam pembuatan tapai sehingga banyak orang menyebutnya dengan ragi tapai. Ragi ini dibuat dari tepung beras, bawang putih dan kayu manis yang diaduk hingga halus, lalu disimpan dalam tempat yang gelap selama beberapa hari hingga terjadi proses fermentasi. Setelah tumbuh jamur yang berwarna putih susu kemudian ragi ini dijemur kembali hingga benar - benar kering (Arief, R., 2007).

Ragi padat memiliki aroma yang sangat tajam dengan aroma alkohol yang

sangat khas. Ragi tapai banyak dijumpai dipasar tradisional bagian rempah atau bumbu dapur. Lain halnya dengan ragi kering jauh lebih praktis dalam penggunaannya. Aroma yang dihasilkannya pun tidak terlalu cocok karena memang khusus untuk pembuatan roti. Dalam penggunaannya, hampir semua orang lebih suka menggunakannya karena tinggal dicampur dengan adonan. Ragi

roti bisa diperoleh dipasar tradisional, swalayan, ataupun toko bahan kue (Arief, R., 2007).

Ragi tapai

Starter yang digunakan untuk produksi tapai disebut ragi, yang umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk produksi ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia setiap pengusaha ragi. Tepung beras yang bersih dicampur dengan air untuk membentuk pasta dan dibentuk pipih dengan tangan, kemudian

diletakkan diatas nyiru yang dilembari merang dan ditutup dengan kain saring. Organisme akan tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang dalam waktu

Beberapa pengusaha menambahkan rempah-rempah atau bumbu untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari tebu juga dilakukan untuk menambah kadar gula.Ragi dipanen setelah 2 – 5 hari tergantung dari suhu dan kelembaban. Produk akhir akan berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak ada faktor lingkungan yang dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan maupun kontaminan dapat tumbuh bersama-sama. Pada lingkungan pabrik ragi , mikroflora yang ada telah didominasi mikroba ragi. Namun demikian pada ragi yang dibuat pada musim

hujan akan dapat dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam jumlah yang lebih banyak dan membutuhkan waktu pengering yang lebih lama (Hidayat, et al., 2006).

Jika pasta tetap basah, mikroorganisme tumbuh dan menggandakan diri. Jumlah kapang pada ragi berkisar dari 8 x 107 sampai 3 x 108 / g, khamir 3 x 106 sampai 3 x 107 / g dan bakteri kurang dari 105 /g (Hidayat, et al., 2006).

Ragi roti

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang paling popular dalam pengolahan makanan. Khamir ini telah lama digunakan dalam industri wine dan bir. Dalam bidang pangan khamir digunakan dalam pengembangan adonan roti dan dikenal sebagai ragi roti. Khamir ini melakukan reproduksi vegetatif dengan

membentuk tunas. Sel berbentuk ellipsoid atau silindir. Dapat membentuk pseudohifa tetapi hifa tidak bersepta. Askospora berbentuk ellipsoid pendek dengan dinding halus , biasanya satu sampai empat, kadang-kadang lebih , per askus. Khamir ini tidak mampu tumbuh pada nitrat sebagai satu-satunya

Khamir dapat membentuk lapisan film diatas permukaan media cair. Produksi pigmen karotenoid menandakan adanya pertumbuhan genus Rhodotorula. Sulit membedakan antara khamir dengan bakteri pada medium agar,

kecuali dengan mikroskop. Koloni khamir yang masih muda biasanya lembab dan

sering berlendir dengan warna putih. Beberapa berwarna merah muda (Hidayat, et al., 2006).

Khamir ada yang bersifat oksidatif, fermentatif ataupun keduanya. Khamir yang oksidatif dapat tumbuh dengan membentuk lapisan film pada permukaan

media cair sedang yang fermentatif biasanya tumbuh dalam cairan media (Hidayat, et al., 2006).

Cairan Sauerkraut

Sauerkraut (kol asam) adalah makanan dan d yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Ivan, L., 2009).

Proses Pengolahan Kopi

Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya dan pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar

air lebih 13% akan mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji

kopi dimana nantinya produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek (Setyohadi, 2007).

Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah

yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih baik (Najiyati dan Danarti, 1997).

1. Pengolahan basah

Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik dan prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern (Setyohadi, 2007).

Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang

telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara

merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke dan Macrae, 1985).

Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai

nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya (Siswoputranto, 1992).

Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga

bertujuan menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992). 2. Pengolahan kering

Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis robusta, karena tanpa fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Untuk kopi jenis arabika

sebaiknya dilakukan cara basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk (Setyohadi, 2007).

Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan

kadar air dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar

3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote, 1963).

Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan sebagai berikut:

Sortasi

Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi yang hampa dan terserang bubuk. Caranya kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak ini dilengkapi dengan saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah itu bak diisi air dengan cara membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk. Setelah diaduk gelendong yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang sehat dan berisi akan tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pulping (Pengupasan kulit buah)

Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat menentukan mutu fisik dan cita rasa seduhan akhir. Kualitas pengupasan (pulping) sangat menentukan proses pencucian lapisan lendir, proses pengeringan

dan hulling. Untuk kapasitas besar pengupasan dilakukan dengan alat yang digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk kapasitas kecil dapat dilakukan dengan alat yang digerakkan manual atau listrik (Haryanto, 2008).

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir. Mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit buah Vis pulper mesin ini hanya digunakan untuk melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian

dapat digunakan mesin Ruang Pulper. Perbedaan kedua alat pulping, mesin Vis pulper biji kopi masih memerlukan perlakuan fermentasi, sedang mesin ruang

pulper tidak dilakukan fermentasi (Setyohadi, 2007).

Fermentasi

Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat, et al., 2006).

Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang masih menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di dalam air selama 36-40 jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk, sedangkan fermentasi kering dilakukan dengan cara menumpuk kopi di tempat yang teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti, 1997).

Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis

Escherichia. Juga spesies Pectinolytic dan Aspergillus, Penicillum dan Fusarium (Ciptadi dan Nasution, 1978).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi keasaman kopi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartona, 2002).

Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).

Jumlah inokulum mikroba yang tinggi akan menyebabkan semakin banyak mikroba yang bekerja dan membentuk komponen-komponen asam organik misalnya asam asetat selama proses fermentasi sehingga aroma kopi semakin meningkat (Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985).

Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi 1. Pemecahan komponen mucilage

Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen

protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi.

Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat

bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam buah kopi.

2. Pemecahan gula

Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis. Gula adalah senyawa yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya banyak kehilangan konsentrasinya.

Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi. Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat.

3. Perubahan warna kulit

Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis (Ahliansyah, 2008).

Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran-kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah keluar dari mesin ruang pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak yang memanjang yang airnya terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi

bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya diberi lubang sebagai pengatur keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak yang lebih sederhana

ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pengeringan

Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55% dengan jalan pengeringan kandungan air itu dapat diuapkan sehingga kadar air yang terdapat pada kopi hanya 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan dilanjutkan perlakuan pemecahan kulit tanduk (AAK, 1988).

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi HS yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman untuk dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan kombinasi keduanya.

1. Penjemuran

Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan cara penjemuran penuh (full sun drying).

Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik jika syarat-syarat berikut dapat dipenuhi, yaitu :

1. Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.

2. Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas. 3. Tebal tumpuka n biji kopi di lantai jemur harus optimal.

4. Pembalikan yang cukup

5. Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.

6. Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah. (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007)

2. Pengeringan mekanis

Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan cara pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis maupun mutu hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi yang demikian sering tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin (siang dan malam) sehingga buah atau biji kopi dapat langsung dikeringkan dari kadar

air awal 60 – 65 % sampai kadar air 12 % dalam waktu yang lebih terkontrol (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus (siang dan malam), maka kadar air 12% dapat dicapai selama 48 – 54 jam. Pengeringan biji kopi Robusta seringkali diawali dengan suhu udara pengering yang relatif tinggi, yaitu sampai 90-100oC dengan

waktu pemanasan yang singkat. Tujuan dari proses ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji. Jika pengeringan suhu tinggi ini terlalu

lama, maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Roasting (Penyangraian)

Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan.

Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut,

1. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)

2. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)

3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung agak hitam) (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada kadar air biji kopi dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok ukur proses penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke dalam bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan,

biji kopi sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted). Untuk bak pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa

kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji kopi sangrai lebih bersih (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang

akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika

pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan

permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran

dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan

langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Belitz dan Grosch, 1987).

Perubahan zat yang terkandung dalam biji kopi setelah penyangraian dapat dilihat Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Perubahan zat dalam biji kopi setelah penyangraian

No Substrat Pada kopi biji Setelah penyangraian (mg/100 g) dan penggilingan 1 Tiamin 0,2 0,0 2. Riboflavin 3,2 0,30 3. Asam pantotenat 1,0 0,23 4. Vitamin B6 0,143 0,011 5. Vitamin B12 0,00011 0,00006 6. Natrium 4,0 1,4 7. Kalsium 104,0 105,0 8. Besi (Fe) 3,7 4,7 Sumber: Sivetz, 1963 Penggilingan

Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika disedu (Najiyati dan Danarti, 1997).

Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan

memberikan sensasi rasa dan aroma yang lebih optimal. Rendemen hasil

Dokumen terkait