PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA
TERHADAP MUTU KOPI BUBUK
DOMPAK MANURUNG 060305042
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA
TERHADAP MUTU KOPI BUBUK
SKRIPSI
Oleh :
DOMPAK MANURUNG 060305042
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH JENIS DAN JUMLAH INOKULUM MIKROBA
TERHADAP MUTU KOPI BUBUK
SKRIPSI
Oleh :
DOMPAK MANURUNG
060305042/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judu l Skripsi : Pengaruh Jenis dan Jumlah Inokulum Mikroba Terhadap Mutu Kopi Bubuk
Nama : Dompak Manurung
NIM : 060305042
Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
Ir. Ismed Suhaidi, M.Si
Ketua Anggota
Ir. Setyohadi, MSc
Mengetahui
Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si Ketua Departemen
ABSTRAK
DOMPAK MANURUNG : Pengaruh Jenis dan Jumlah Inokulum Mikroba terhadap Mutu Kopi Bubuk, dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan SETYOHADI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis inokulum mikroba yang digunakan dalam fermentasi kopi yang sesuai dengan fermentasi kopi yang terjadi dalam perut musang (kopi luwak). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu jenis inokulum mikroba (J) : ragi roti, ragi tape, cairan sauerkraut, gabungan antara ragi roti, ragi tape dan cairan sauerkraut, dan Jumlah inokulum Mikroba (K): 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), waktu dispersi (menit), pH biji kopi setelah fermentasi, pH bubuk kopi dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap terhadap semua parameter. Jumlah inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Interaksi jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan waktu dispersi dan berbeda nyata terhadap organoleptik warna. Fermentasi dengan ragi tape dan fermentasi dengan jumlah inokulum mikroba 5% menghasilkan nilai organoleptik kopi yang paling bagus.
Kata kunci : Bubuk Kopi, Fermentasi, Inokulum Mikroba
ABSTRACT
DOMPAK MANURUNG : The Effect of the Kind Microbes Inoculum and Amount of Coffee Powder Quality, supervised by ISMED SUHAIDI and SETYOHADI.
This research had a purpose to find what kind of microbes which is similar with coffee fermentation that happened in stoat stomach (luwak coffee). This research uses completly randomized design with two factors, i.e. kind of microbes inokulum (J): bread yeast, tape yeast, sauerkraut liquid and a combination of bread yeast, tape yeast, sauerkraut liquid and amount of microbes inoculum (K) : 2,5%, 5%, 7,5%, and 10%. Parameters measured were water content , time of dispersion, coffee bean pH after being fermented, coffee powder ph, organoleptic value (colour, flavour, taste and texture).
Result of the research showed that kind of microbes inoculum had highly significant effect to all parameters. Amount of microbes inoculum had highly significant effect to all parameters. Interaction of kind and amount microbes inoculum had highly significant effect on water content and time of dispersion and a significant effect on colour organoleptic value. Fermentation with tape yeast and fermentation with 5% microbes inoculum produced the best organoleptic values of coffee powder.
RIWAYAT HIDUP
DOMPAK MANURUNG , dilahirkan di Porsea pada tanggal 20 Februari 1989, anak pertama dari tujuh bersaudara dari Bapak
E. Manurung dan Ibu D.br Aritonang, beragama Kristen Protestan.
Adapun pendidikan formal yang pernah ditempuh, pada tahun 1995
penulis memasuki SD 173642 Hasahatan Porsea, lulus tahun 2000. Tahun 2000
penulis memasuki SLTP Negeri 1 Porsea , lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis
memasuki SMU Negeri 1 Porsea , lulus tahun 2006. Tahun 2006 penulis
memasuki Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen
Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian melalui jalur
Seleksi Penerimaan mahasiswa Baru (SPMB).
Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa
Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP Nusantara
IV unit kebun Dolok Ilir, Serbelawan, Kabubaten Simalungun, Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
ini berjudul “ Pengaruh Jenis dan Jumlah Inokulum Mikroba Terhadap
Mutu Kopi Bubuk.” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ir.Ismed Suhaidi, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ir. Setyohadi, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing penulis yang telah
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kedua
orangtua penulis, Bapak dan Ibu, juga kepada adik-adik penulis yang telah
memberikan doa, kasih sayang, nasehat, semangat kepada penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan guru-guru yang berjasa mulai
dari SD sampai sekarang, kepada teman-teman PKL dan teman-teman THP
stambuk 2006, juga adik-adik THP stambuk 2009 serta seluruh pihak yang tidak
sempat tertulis, atas segala bantuan moral, doa serta motivasinya kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan untuk
kepentingan penelitian selanjutnya.
Medan, September 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33 Kadar Air (%)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ... 35 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ... 37 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan
jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ... 38 Waktu Dispersi (menit)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit) 41 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit) 43
Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan jumlah
inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit) ... 45 pH biji Kopi Setelah Fermentasi
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap ph biji kopi ... 47 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap ph biji kopi ... 49 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan
jumlah inokulum mikroba terhadap ph biji kopi ... 50 pH Bubuk Kopi
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap ph bubuk kopi ... 51 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap ph bubuk kopi ... 52 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan
jumlah inokulum mikroba terhadap ph bubuk kopi ... 54 Uji Organoleptik Warna (numerik)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik warna (numerik) ... 54 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik warna
(numerik) ... 56 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan jumlah
inokulum mikroba terhadap organoleptik warna (numerik) ... 58 Uji Organoleptik Aroma (numerik)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik aroma
(numerik) ... 60 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik aroma (numerik) ... 60 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan jumlah
inokulum mikroba terhadap organoleptik aroma (numerik) ... 62 Uji Organoleptik Rasa (numerik)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik rasa (numerik) ... 62 Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik rasa
(numerik) ... 64 Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan jumlah
inokulum mikroba terhadap tekstur organoleptik rasa (numerik) ... 66 Uji Organoleptik tekstur (numerik)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik tekstur
Pengaruh interaksi antara jenis inokulum mikroba dan jumlah
inokulum mikroba terhadap organoleptik tekstur (numerik) ... 70
KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
Kesimpulan ... 71
Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA……….. 73
DAFTAR TABEL
Komposisi kimia biji dan bubuk kopi robusta ...
Perubahan zat dalam biji kopi setelah penyangraian... ...
Skala uji hedonik organoleptik warna...………...
Skala uji hedonik organoleptik aroma...
Skala uji hedonik organoleptik rasa...………...
Skala uji hedonik organoleptik tekstur………...
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap parameter yang diamati...
Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap parameter yang diamati………..
Uji LSR efek utama pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap kadar air (%)...
Uji LSR efek utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%)...………...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit)...………
Uji LSR efek utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit)...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi jenis inokulum mikroba dengan jumlah inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit)...
Uji LSR efek utama pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap pH biji kopi………...
17
Uji LSR efek utama pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap pH bubuk kopi...………...
Uji LSR efek utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap pH bubuk kopi...
Uji LSR efek utama jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik warna (numerik) ...
Uji LSR efek pengaruh utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik warna (numerik)...
Uji LSR efek utama pengaruh interaksi jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik warna (numerik)....
Uji LSR efek pengaruh utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik aroma (numerik)...
Uji LSR efek utama jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik rasa (numerik)... ...
Uji LSR efek pengaruh utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap organoleptik rasa (numerik) ...
Uji LSR efek utama jenis inokulum mikroba terhadap organoleptik tekstur (numerik) ...
DAFTAR GAMBAR
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap kadarair (%) …………
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ……..
Hubungan interaksi antara jenis inokulum mikroba dengan jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%) ………
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap waktu dispersi
(menit)…..………...
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit)…...
Hubungan interaksi antara jenis inokulum mikroba dengan jumlah inokulum mikroba terhadap waktu dispersi (menit) …………...
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap ph biji kopi setelah fermentasi……...
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap kecepatan pH biji kopi setelah fermentasi …...
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap pH bubuk kopi…...
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap ph bubuk kopi ………
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap uji organoleptik warna (numerik) ………....
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap uji organoleptik warna (numerik) …...
Hubungan interaksi antara jenis inokulum mikroba dengan jumlah inokulum mikroba terhadap uji organoleptik warna (numerik) ……..
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap uji organoleptik aroma (numerik) …...
17
18
19
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap uji organoleptik rasa (numerik) …...
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap uji organoleptik tekstur (numerik) ………...
Hubungan jumlah inokulum mikroba terhadap uji organoleptik tekstur (numerik) …...
65
67
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1
2
3
4
5
6
7
8
Data pengamatan analisis kadar air (%) ...……...
Data pengamatan analisis waktu dispersi (menit)………...
Data pengamatan analisis pH biji kopi setelah fermentasi ………...
Data pengamatan analisis pH bubuk kopi………...
Data pengamatan uji organoleptik warna (numerik)...…………
Data pengamatan uji organoleptik aroma (numerik)...…………
Data pengamatan uji organoleptik rasa (numerik)...…………
Data pengamatan uji organoleptik tekstur (numerik)...………..
75
76
77
78
79
80
81
ABSTRAK
DOMPAK MANURUNG : Pengaruh Jenis dan Jumlah Inokulum Mikroba terhadap Mutu Kopi Bubuk, dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan SETYOHADI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis inokulum mikroba yang digunakan dalam fermentasi kopi yang sesuai dengan fermentasi kopi yang terjadi dalam perut musang (kopi luwak). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yaitu jenis inokulum mikroba (J) : ragi roti, ragi tape, cairan sauerkraut, gabungan antara ragi roti, ragi tape dan cairan sauerkraut, dan Jumlah inokulum Mikroba (K): 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%. Parameter yang dianalisa adalah kadar air (%), waktu dispersi (menit), pH biji kopi setelah fermentasi, pH bubuk kopi dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa dan tekstur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap terhadap semua parameter. Jumlah inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter. Interaksi jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan waktu dispersi dan berbeda nyata terhadap organoleptik warna. Fermentasi dengan ragi tape dan fermentasi dengan jumlah inokulum mikroba 5% menghasilkan nilai organoleptik kopi yang paling bagus.
Kata kunci : Bubuk Kopi, Fermentasi, Inokulum Mikroba
ABSTRACT
DOMPAK MANURUNG : The Effect of the Kind Microbes Inoculum and Amount of Coffee Powder Quality, supervised by ISMED SUHAIDI and SETYOHADI.
This research had a purpose to find what kind of microbes which is similar with coffee fermentation that happened in stoat stomach (luwak coffee). This research uses completly randomized design with two factors, i.e. kind of microbes inokulum (J): bread yeast, tape yeast, sauerkraut liquid and a combination of bread yeast, tape yeast, sauerkraut liquid and amount of microbes inoculum (K) : 2,5%, 5%, 7,5%, and 10%. Parameters measured were water content , time of dispersion, coffee bean pH after being fermented, coffee powder ph, organoleptic value (colour, flavour, taste and texture).
Result of the research showed that kind of microbes inoculum had highly significant effect to all parameters. Amount of microbes inoculum had highly significant effect to all parameters. Interaction of kind and amount microbes inoculum had highly significant effect on water content and time of dispersion and a significant effect on colour organoleptic value. Fermentation with tape yeast and fermentation with 5% microbes inoculum produced the best organoleptic values of coffee powder.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan sekelompok tumbuhan berbent
Coffea hanya dua jenis yang memiliki nilai ekonomis, yait
adalah kopi tradisional dan dianggap paling enak rasanya,
Tanaman kopi dikenal dengan nama Perpugenus coffea termasuk dalam
famili Rubiaceae, berasal dari benua Afrika. Saat ini terdapat sekitar 4.500
varietas kopi yang dapat dibagi ke dalam kelompok empat besar yaitu
Coffea canephora, Coffea arabica, Coffea excelsa dan Coffea liberika. Kopi diolah dengan beberapa cara pengolahan dengan cara spesifik dan menyegarkan
karena adanya kandungan zat kafein. Kadar kafein yang terdapat pada kopi
robusta sedikit lebih tinggi dibanding arabika.
Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aromanya
yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan
rangsangannya penyegaran badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan
digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai
bangsa di seluruh dunia.
Kopi adalah komoditas agroindustri yang hanya bisa dikonsumsi oleh
manusia setelah melalui proses pengolahan. Kopi selama ini sudah terbiasa
diminum dalam kondisi panas. Kopi juga merupakan komoditas dengan manfaat
hanyalah merupakan pengembangan dari bentuk mengkonsumsi kopi sebagai
minuman. Ketika minum kopi, yang kita nikmati adalah aromanya bukan
kafein.
Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana.
Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas,
pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri
kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan
secara tradisional dan alat-alat sederhana. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi
ke dalam dua tahap yaitu tahap penyangraian dan tahap penggilingan.
Kopi Indonesia dewasa ini dihasilkan dari kebun rakyat, yakni sekitar 94%
produksi nasional. Selain itu kopi merupakan salah satu komoditi andalan
sub sektor perkebunan karena peranannya yang cukup menonjol sebagai sumber
pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan perolehan devisa. Bagaimanapun
pendapat orang tentang minum kopi yang dikaitkan dengan masalah kesehatan,
rasa dan aroma yang khas dari kopi membuat banyak orang kecanduan.
Masalah yang dihadapi kopi Indonesia saat ini di pasaran Internasional
adalah rendahnya mutu kopi yang umumnya dihasilkan oleh perkebunan rakyat.
Untuk itu perlu perbaikan dibidang produksi berupa masa pra panen maupun
pasca panen. Perlu lebih di tingkatkan penyuluhan dan bimbingan kepada petani
produsen dalam menggunakan bibit, perawatan tanaman, melakukan panen dalam
waktu yang tepat serta pengolahan hasil yang lebih baik sehingga menghasilkan
kopi yang bermutu tinggi.
Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Indonesia,
kondisi petani sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu
seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan
mutu yang pasti diikuti dengan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan
pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang
dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang
menguntungkan.
Proses fermentasi yang tidak lazim oleh luwak boleh jadi membuat
sebagian orang enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut, bahkan ada
yang mengatakan kopi luwak itu najis. Maka oleh sebab itu ada cara lain untuk
menggantikan proses fermentasi yang ada dalam perut musang yaitu dengan cara
menumbuhkan inokulum bakteri asam laktat dimana dalam bakteri asam laktat
salah satu contohnya sauerkraut mengandung bakteri Leuconostoc yang juga
terdapat pada perut musang. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba
mencari kultur mikroba yang tepat untuk menggantikan mikroba yang berperan
pada proses fermentasi dalam tubuh luwak. Dalam penelitian ini digunakan 4
jenis inokulum mikroba yaitu : ragi roti, ragi tape, cairan sauerkraut, dan
gabungan ragi roti (5%), ragi tape (5%) dan cairan sauerkraut (90%). Alasan
penggunaan inokulum ini adalah untuk mengetahui inokulum yang sesuai dengan
jenis mikroba yang terdapat pada proses fermentasi kopi dalam tubuh luwak, dan
juga inokulum mikroba ini merupakan inokulum yang paling murah dan mudah
didapat. Jenis mikroba yg digunakan adalah Bakteri Asam laktat , jamur dan
khamir. Jenis mikroba yang dapat merombak glukosa menjadi alkohol dan CO2.
Jika bakteri itu bisa dikultur, maka akan berpeluang menghasilkan kualitas
terdapat enzim karboksi peptidase, amino peptidase dan peptidase yang dapat
meningkatkan cita rasa dari kopi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis inokulum mikroba yang
digunakan dalam fermentasi kopi yang sesuai dengan fermentasi kopi yang
terjadi dalam perut musang (kopi luwak).
Kegunaan Penelitian
− Sebagai sumber iniformasi untuk mengetahui proses pengolahan kopi
bubuk
− Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi
Pertanian, Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum serta
interaksi jenis inokulum mikroba dan jumlah inokulum yang digunakan
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Kopi
Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan
Afrika. Kopi Arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia
maupun di kawasan utara Kenya, kopi robusta di Ivory Coast dan Republik
Afrika Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi
dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992).
Di Indonesia tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada
periode antara tahun 1696-1699. Tanaman kopi mula-mula hanya bersifat
coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup
menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan ke
berbagai daerah agar penduduk menanamnya (Najiyati dan Danarti, 1997).
Pada saat ini penyebaran tanaman kopi robusta di Indonesia lebih dari
95%, sedang selebihnya adalah kopi arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi
robusta semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam
perkembangannya tanaman ini lebih potensi sebagai tanaman rakyat karena kopi
robusta lebih mudah ditanam dan tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang
kurang menguntungkan. Selain itu karena tahun-tahun belakangan ini harga
pasaran kopi robusta relatif semakin tinggi (AAK, 1988).
Kopi Luwak
Kopi luwak adalah kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan
yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang
dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.
Proses fermentasi yang tidak lazim oleh luwak boleh jadi membuat
sebagian orang enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut, bahkan ada
yang mengatakan kopi luwak itu najis. Maka oleh sebab itu ada cara lain untuk
menggantikan proses fermentasi yang ada dalam perut musang yaitu dengan cara
menumbuhkan inokulum bakteri asam laktat dimana dalam bakteri asam laktat
salah satu contohnya sauerkraut mengandung bakteri Leuconostoc yang juga
terdapat pada perut musang. Jika bakteri itu bisa dikultur, maka akan berpeluang
menghasilkan kualitas kopi setara kopi luwak dengan menambah bakteri saat
fermentasi. Pada ragi terdapat enzim karboksi peptidase, amino peptidase dan
peptidase yang dapat meningkatkan cita rasa dari kopi.
Mutu kopi hasil hewan luwak lebih baik dari pada kopi fermentasi
biasanya karena adanya enzim tripsin dan pepsin yang dihasilkan organ pangkreas
musang. Enzim tripsin dibentuk dalam kelenjar ludah hewan dan organ pangkreas.
Jenis-jenis Kopi
Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang sering
dibudidayakan hanya kopi robusta, arabika dan liberika. Penggolongan kopi
tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi robusta
bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari
beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997)
1. Kopi robusta
Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan
dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh
mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi robusta memiliki
kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto, 1992).
2. Kopi arabika
Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,
tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak
(Botanical, 2010).
Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia,
pasumah, marago dan congensis (Najiyati dan Danarti, 1997).
3. Kopi liberika
Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun
1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini
jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan
rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).
Jenis Liberika antara lain : kopi abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei,
kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di
Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang diharapkan ialah jenis excels
(AAK, 1988).
Komposisi Kimia Kopi
Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari
kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan
tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan
mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi sehingga membentuk
komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).
Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi robusta dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel1. Komposisi kimia biji dan bubuk kopi robusta
Komponen Biji Kopi Kopi Bubuk
Mineral 4,0-4,5 4,6-5,0 Kafein 1,6-2,4 2,0 Trigonelline 0,6-0,75 0,3-0,6 Lipid 9,0-13,0 6,0-11,0 Total Asam Klorogenat 7,0-10,0 3,9-4,6 Asam Alifatik 1,5-2,0 1,0-1,5 Oligosakarida 5,0-7,0 0-3,5 Total Polisakarida 3,0-47,0 - Asam Amino 2,0 0 Protein 11,0-13,0 13,0-15,0 Asam Humin - 16,0-17,0 Sumber : Clarke dan Macrae, 1985
Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam
(tanpa
fermentasi sebagai
elektron eksternal (Ivan, L., 2010).
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Reaksi dalam fermentasi
berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang
dihasilkan. Secara singkat,6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan2H5OH)
Proses fermentasi mempunyai 6 komponen dasar yaitu
1. Susunan medium yang digunakan selama pengembangan inokulum dan
didalam fermentor.
2. Sterilisasi medium, fermentor dan peralatan yang lain.
3. Aktivitas produksi, pemamfaatan kultur murni, jumlah inokulum untuk
produksi.
4. Pertumbuhan mikroba dalam fermentor produksi pada kondisi optimum
untuk pembentukan hasil.
5. Ekstraksi produk dan pemurnian.
6. Penanganan limbah yang dihasilkan selama proses.
Beberapa faktor seperti medium, garam, keasaman, kultur, dan waktu berperan
penting dalam fermentasi. Proses fermentasi bersifat sederhana namun harus teliti
sehingga flavor, tekstur, aroma aneka karakteristik lain yang diharapkan dapat
muncul (Hidayat, et al., 2006).
Jenis dan Karakteristik Mikroba dalam Fermentasi
Ragi atau dikenal juga dengan sebutan yeast merupakan semacam tumbuh -
tumbuhan bersel satu yang tergolong dalam keluarga cendawan. Ragi akan
bekerja bila ditambahkan dengan gula dan kondisi suhu yang hangat. Kandungan
karbondioksida yang dihasilkan akan membuat suatu adonan menjadi
mengembang dan terbentuk pori – pori (Arief, R., 2007).
Ada dua jenis ragi yang ada dipasaran yaitu ragi padat dan ragi kering. Jenis
ragi kering ini ada yang berbentuk butiran kecil - kecil dan ada juga yang berupa
bubuk halus. Jenis ragi yang butirannya halus dan berwarna kecokelatan ini
bentuknya bulat pipih, sering digunakan dalam pembuatan tapai sehingga banyak
orang menyebutnya dengan ragi tapai. Ragi ini dibuat dari tepung beras, bawang
putih dan kayu manis yang diaduk hingga halus, lalu disimpan dalam tempat yang
gelap selama beberapa hari hingga terjadi proses fermentasi. Setelah tumbuh
jamur yang berwarna putih susu kemudian ragi ini dijemur kembali hingga
benar - benar kering (Arief, R., 2007).
Ragi padat memiliki aroma yang sangat tajam dengan aroma alkohol yang
sangat khas. Ragi tapai banyak dijumpai dipasar tradisional bagian rempah
atau bumbu dapur. Lain halnya dengan ragi kering jauh lebih praktis dalam
penggunaannya. Aroma yang dihasilkannya pun tidak terlalu cocok karena
memang khusus untuk pembuatan roti. Dalam penggunaannya, hampir semua
orang lebih suka menggunakannya karena tinggal dicampur dengan adonan. Ragi
roti bisa diperoleh dipasar tradisional, swalayan, ataupun toko bahan kue
(Arief, R., 2007).
Ragi tapai
Starter yang digunakan untuk produksi tapai disebut ragi, yang umumnya
berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus
untuk produksi ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap
menjadi rahasia setiap pengusaha ragi. Tepung beras yang bersih dicampur
dengan air untuk membentuk pasta dan dibentuk pipih dengan tangan, kemudian
diletakkan diatas nyiru yang dilembari merang dan ditutup dengan kain saring.
Organisme akan tumbuh secara alami pada pasta ini pada suhu ruang dalam waktu
Beberapa pengusaha menambahkan rempah-rempah atau bumbu untuk
mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan. Penambahan sari
tebu juga dilakukan untuk menambah kadar gula.Ragi dipanen setelah 2 – 5 hari
tergantung dari suhu dan kelembaban. Produk akhir akan berbentuk pipih kering
dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak ada faktor lingkungan yang
dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan maupun kontaminan dapat
tumbuh bersama-sama. Pada lingkungan pabrik ragi , mikroflora yang ada telah
didominasi mikroba ragi. Namun demikian pada ragi yang dibuat pada musim
hujan akan dapat dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam jumlah
yang lebih banyak dan membutuhkan waktu pengering yang lebih lama
(Hidayat, et al., 2006).
Jika pasta tetap basah, mikroorganisme tumbuh dan menggandakan diri.
Jumlah kapang pada ragi berkisar dari 8 x 107 sampai 3 x 108 / g, khamir 3 x 106
sampai 3 x 107 / g dan bakteri kurang dari 105 /g (Hidayat, et al., 2006).
Ragi roti
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang paling popular dalam
pengolahan makanan. Khamir ini telah lama digunakan dalam industri wine dan
bir. Dalam bidang pangan khamir digunakan dalam pengembangan adonan roti
dan dikenal sebagai ragi roti. Khamir ini melakukan reproduksi vegetatif dengan
membentuk tunas. Sel berbentuk ellipsoid atau silindir. Dapat membentuk
pseudohifa tetapi hifa tidak bersepta. Askospora berbentuk ellipsoid pendek
dengan dinding halus , biasanya satu sampai empat, kadang-kadang lebih ,
per askus. Khamir ini tidak mampu tumbuh pada nitrat sebagai satu-satunya
Khamir dapat membentuk lapisan film diatas permukaan media cair.
Produksi pigmen karotenoid menandakan adanya pertumbuhan genus
Rhodotorula. Sulit membedakan antara khamir dengan bakteri pada medium agar,
kecuali dengan mikroskop. Koloni khamir yang masih muda biasanya lembab dan
sering berlendir dengan warna putih. Beberapa berwarna merah muda
(Hidayat, et al., 2006).
Khamir ada yang bersifat oksidatif, fermentatif ataupun keduanya. Khamir
yang oksidatif dapat tumbuh dengan membentuk lapisan film pada permukaan
media cair sedang yang fermentatif biasanya tumbuh dalam cairan media
(Hidayat, et al., 2006).
Cairan Sauerkraut
Sauerkraut (kol asam) adalah makanan
dan d
yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam laktat yang
terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Ivan, L., 2009).
Proses Pengolahan Kopi
Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari
kulitnya dan pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar
air lebih 13% akan mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji
kopi dimana nantinya produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek
(Setyohadi, 2007).
Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah
yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih baik
(Najiyati dan Danarti, 1997).
1. Pengolahan basah
Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya
banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik
dan prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara
tradisional dan modern (Setyohadi, 2007).
Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana
pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang
telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging
buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara
merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam
(Clarke dan Macrae, 1985).
Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan
menghasilkan rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai
nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping
bijinya (Siswoputranto, 1992).
Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk
membentuk unsur-unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga
bertujuan menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya
jasad-jasad renik yang bisa merusak citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).
2. Pengolahan kering
Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis robusta, karena tanpa
sebaiknya dilakukan cara basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering
hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan
kopi yang diserang bubuk (Setyohadi, 2007).
Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara
kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses
pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan
kadar air dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar
3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12%
(Sivetz dan Foote, 1963).
Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan
sebagai berikut:
Sortasi
Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi
yang hampa dan terserang bubuk. Caranya kopi merah yang sudah ditimbang
dimasukkan ke dalam sebuah alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak
sortasi. Bak ini dilengkapi dengan saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran
air. Setelah itu bak diisi air dengan cara membuka kran untuk memasukkan air.
Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk. Setelah diaduk gelendong yang
terserang bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang sehat dan berisi akan
tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997).
Pulping (Pengupasan kulit buah)
Pengupasan adalah proses pelepasan kulit buah dari kulit tanduk, dan sangat
menentukan mutu fisik dan cita rasa seduhan akhir. Kualitas pengupasan
dan hulling. Untuk kapasitas besar pengupasan dilakukan dengan alat yang
digerakkan listrik atau motor sedangkan untuk kapasitas kecil dapat dilakukan
dengan alat yang digerakkan manual atau listrik (Haryanto, 2008).
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga
diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir.
Mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit buah Vis pulper mesin ini hanya
digunakan untuk melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian
dapat digunakan mesin Ruang Pulper. Perbedaan kedua alat pulping, mesin
Vis pulper biji kopi masih memerlukan perlakuan fermentasi, sedang mesin ruang pulper tidak dilakukan fermentasi (Setyohadi, 2007).
Fermentasi
Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim
beberapa bakteri, khamir, dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi
meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan
karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat, et al., 2006).
Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang
masih menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara
basah dan cara kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di
dalam air selama 36-40 jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk,
sedangkan fermentasi kering dilakukan dengan cara menumpuk kopi di tempat
yang teduh selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti, 1997).
Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis
Escherichia. Juga spesies Pectinolytic dan Aspergillus, Penicillum dan Fusarium
(Ciptadi dan Nasution, 1978).
Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi keasaman kopi akan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik
selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi
perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah
menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi
dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartona, 2002).
Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk
unsur-unsur citarasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan
menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya
jasad-jasad renik yang bisa merusak citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).
Jumlah inokulum mikroba yang tinggi akan menyebabkan semakin
banyak mikroba yang bekerja dan membentuk komponen-komponen asam
organik misalnya asam asetat selama proses fermentasi sehingga aroma kopi
semakin meningkat (Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985).
Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi
1. Pemecahan komponen mucilage
Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen
protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular
lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi.
Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat
bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk
2. Pemecahan gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar
gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat
dikenal dengan adanya rasa manis. Gula adalah senyawa yang larut dalam air,
oleh karena itu dengan adanya proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak
menyebabkan terjadinya banyak kehilangan konsentrasinya.
Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan
pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan
mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi.
Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetat dengan
kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses
fermentasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat.
3. Perubahan warna kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp maka kulit ari akan bewarna
coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya
bewarna abu-abu atau abu-abu kebiruan. Proses browning ini terjadi akibat
oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat
dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat
alkalis (Ahliansyah, 2008).
Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan
kotoran-kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah
keluar dari mesin ruang pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada
bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya diberi lubang sebagai pengatur
keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak yang lebih sederhana
ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk melepaskan sisa
lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).
Pengeringan
Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%
dengan jalan pengeringan kandungan air itu dapat diuapkan sehingga kadar air
yang terdapat pada kopi hanya 8-10%. Setelah dilakukan pengeringan dilanjutkan
perlakuan pemecahan kulit tanduk (AAK, 1988).
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam
biji kopi HS yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air ini, biji
kopi HS relatif aman untuk dikemas dalam karung dan disimpan di dalam gudang
pada kondisi lingkungan tropis. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara
penjemuran, mekanis dan kombinasi keduanya.
1. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk
pengeringan biji kopi. Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya
dipilih dengan cara penjemuran penuh (full sun drying).
Secara teknis cara penjemuran akan memberikan hasil yang baik jika syarat-syarat
berikut dapat dipenuhi, yaitu :
1. Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
2. Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
4. Pembalikan yang cukup
5. Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.
6. Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah.
(Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007)
2. Pengeringan mekanis
Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran
merupakan cara pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis,
ekonomis maupun mutu hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi kondisi
yang demikian sering tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, proses pengeringan
bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu penjemuran untuk menurunkan kadar air
biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian dilanjutkan dengan pengering mekanis.
Kontinuitas sumber panas untuk proses pengeringan dapat lebih dijamin (siang
dan malam) sehingga buah atau biji kopi dapat langsung dikeringkan dari kadar
air awal 60 – 65 % sampai kadar air 12 % dalam waktu yang lebih terkontrol
(Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Pengering mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau
buah kopi mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak
memungkinkan untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering
mekanis secara terus menerus (siang dan malam), maka kadar air 12% dapat
dicapai selama 48 – 54 jam. Pengeringan biji kopi Robusta seringkali diawali
dengan suhu udara pengering yang relatif tinggi, yaitu sampai 90-100oC dengan
waktu pemanasan yang singkat. Tujuan dari proses ini adalah untuk
lama, maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan
(Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Roasting (Penyangraian)
Proses penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa
khas kopi dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk.
Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan
reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon
antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi.
Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180 oC. Secara kimiawi,
proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang
sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan
warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan.
Kisaran suhu sangrai yang umum adalah sebagai berikut,
1. Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat muda)
2. Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak
gelap)
3. Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua
cenderung agak hitam) (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung
pada kadar air biji kopi dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki. Salah satu tolok
ukur proses penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan
warna biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna
sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna
Sesudah proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan
ke dalam bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama pendinginan,
biji kopi sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut
(over roasted). Untuk bak pendingin yang dilengkapi dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai akan terhisap sehingga biji
kopi sangrai lebih bersih (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang
akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem
klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika
pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini
merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat
disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous merupakan
drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran
dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana
dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan
langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru
digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir
serta menekan biaya operasional (Belitz dan Grosch, 1987).
Perubahan zat yang terkandung dalam biji kopi setelah penyangraian dapat
Tabel 2. Perubahan zat dalam biji kopi setelah penyangraian
No Substrat Pada kopi biji Setelah penyangraian (mg/100 g) dan penggilingan
1 Tiamin 0,2 0,0
2. Riboflavin 3,2 0,30
3. Asam pantotenat 1,0 0,23
4. Vitamin B6 0,143 0,011
5. Vitamin B12 0,00011 0,00006
6. Natrium 4,0 1,4
7. Kalsium 104,0 105,0
8. Besi (Fe) 3,7 4,7
Sumber: Sivetz, 1963
Penggilingan
Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah
mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran
maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan
berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum semakin kecil
ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan
yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika disedu (Najiyati dan
Danarti, 1997).
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder) sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah diseduh dan
memberikan sensasi rasa dan aroma yang lebih optimal. Rendemen hasil
pengolahan (penyangraian dan penghalusan) adalah perbandingan antara berat
kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang diproses. Rendemen
makin turun pada derajad sangrai yang makin gelap. Rendemen tertinggi, yaitu
81 %, diperoleh pada derajad sangrai ringan, dan terendah yaitu 76 %, dengan
derajad sangrai gelap. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat biji kopi
penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil Sedangkan susut berat
selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk yang
sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran pemukul mesin
penghalusnya (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Pengemasan
Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk
akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua minggu. Beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi
penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan
bubuk, dan kandungan oksigen di dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan
menghidrolisa senyawa kimia yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan
bau apek (stale), sedang oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi
melalui proses oksidasi (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007).
Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
1. Daya transmisi rendah terhadap uap air
2. Daya penetrasi rendah terhadap oksigen
3. Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau
4. Sifat permeable terhadap gas CO2
5. Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya
6. Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan
7. Mudah diperoleh (Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia, 2007)
Proses pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu
memasukkan kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2010 di Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Ragi roti, ragi tapai, cairan sauerkraut, dan biji kopi diperoleh dari petani
kopi di Porsea.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan penelitian ini adalah erlenmeyer, glas beaker,
termometer, gelas ukur, kertas saring, oven, spatula, pipet tetes, pipet skala ,
blender, timbangan, alat pengupas kopi, piring, gelas, sendok, tungku, arang, kuali
tanah, ayakan 60 mesh, kantongan plastik, magnetic stirer dan tupperware.
Metoda Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
faktorial (RAL) dengan dua faktor, yaitu :
Faktor I : Jenis formulasi inokulum (J), ada 4 taraf yaitu :
J1 = Ragi roti
J2 = Ragi tape
J3 = Cairan sauerkraut
Faktor II : Jumlah inokulum mikroba (K), ada 4 taraf yaitu :
K1 = 2,5 %
K2 = 5,0 %
K3 = 7,5 %
K4 = 10,0 %
Kombinasi perlakuan (Tc) = 4 x 4 = 16 dengan jumlah minimum perlakuan (n)
adalah:
Tc (n-1) > 15
16(n-1) > 15
16 n > 31
n > 1,93 ...Dibulatkan menjadi n = 2
Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktor dengan model:
Dimana :
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor J pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf
ke –j dalam ulangan ke –k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor J pada taraf ke-i
βj : Efek faktor K pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor J pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor J pada taraf ke-i dan faktor K pada taraf ke-j
dalam dua ulangan.
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata
maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR
(Least Significant Range)
Pelaksanaan Penelitian
− Dipilih buah kopi yang berwarna merah, berbiji sehat dan dimasukkan ke
dalam ember yang berisi air, buah yang hampa akan mengapung sedangkan
buah yang sehat adalah yang tidak mengapung. Buah kopi yang diolah
seterusnya adalah buah kopi yang tenggelam dalam air.
− Dilakukan pengupasan kulit buah (pulp) untuk memisahkan biji dari kulit
buah.
− Difermentasikan biji kopi dengan ragi roti, ragi tape, cairan sauerkraut dan
gabungan antara ragi roti, ragi tape dan cairan sauerkraut dengan jumlah
formulasi inokulum sebesar 2,5 %, 5,0 %, 7,5 %, dan 10,0%, selama 48 jam
− Diukur pH biji kopi (pH kotiledom sesudah fermentasi).
− Dilakukan pengeringan biji kopi sampai KA 10-13 %, pengeringan dengan
sinar matahari..
− Dilakukan proses pemecahan kulit tanduk (hulling).
− Dilakukan penyangraian (roasting) pada suhu 95 0C selama 15 menit.
− Dilakukan penghancuran biji kopi dengan menggunakan blender, disaring
dengan menggunakan ayakan 60 mesh.
− Dilakukan analisa terhadap kadar air, kecepatan dispersi, pH bubuk kopi,
warna, uji organoleptik aroma, uji organoleptik rasa, dan tekstur.
− Dilakukan pengemasan bubuk kopi.
Pengamatan dan pengukuran data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai
dengan parameter
1. Kadar air (%)
2. Waktu dispersi (menit)
3. pH biji kopi setelah fermentasi
4. pH bubuk Kopi
5. Uji organoleptik warna (numerik)
6. Uji organoleptik aroma (numerik)
7. Uji organoleptik rasa (numerik)
Parameter Penelitian
Penentuan kadar air (%) (dengan metode oven) (AOAC, 1984)
Ditimbang bubuk kopi sebesar 5 gram di dalam aluminium foil yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu
sekitar 105o – 110oC selama 3 jam kemudian didinginkan didalam desikator
selama 15 menit kemudian ditimbang kembali. Selanjutnya dipanaskan kembali di
dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan
ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan.
Kadar Air = WB WA
x 100%
Dimana : WA = Berat air diuapkan
WB = Berat bahan bukan air (berat kering)
Waktu dispersi (menit)
Ditimbang bahan sebanyak 2 gram. Ditambahkan aquadest sebagai pelarut
sebesar 10x dari berat bahan. Diaduk dengan magnetic stirer pada kecepatan skala
10. Dihitung lamanya bahan terdispersi dalam pelarut air dengan menggunakan
stopwatch. Lamanya bahan terdispersi dalam pelarut air dinyatakan dalam satuan
menit.
Penentuan derajat keasaman (pH setelah fermentasi ) (AOAC, 1970)
Diambil masing-masing biji kopi dari tiap perlakuan. Biji kopi di haluskan
menggunakan blender biji. Setelah biji kopi halus kemudian diambil sebanyak
4,97 g (1 sendok) dan dilarutkan dalam 10,22 g (2 sendok) aquadest. Pengukuran
Penentuan derajat keasaman (pH bubuk kopi) (AOAC, 1970)
Bubuk kopi sebanyak 4,97 g (1 sendok) dilarutkan dalam 10,22 g
(2 sendok) aquadest. Pengukuran pH menggunakan alat pH meter yang sudah
dikalibrasi.
Penentuan uji organoleptik warna (numerik)
Dilakukan pengujian terhadap warna yang dilakukan oleh 10 orang panelis
dengan prosedur sebagai berikut : Diambil 6,5 gram bubuk kopi dari biji kopi
sangraian kemudian dilihat warna yang dihasilkan bubuk kopi tersebut.
Ketentuannya dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Tabel 3. Skala uji hedonik warna
Skala hedonik Skala numerik
Hitam 10
Tidak hitam 9
Coklat 8
Agak coklat 7
Coklat muda 6
Penentuan uji organoleptik aroma (numerik)
Dilakukan pengujian terhadap aroma yang dilakukan oleh 10 orang
panelis dengan prosedur sebagai berikut : Diambil 6,5 gram (1 sendok) dari biji
kopi sangraian kemudian kopi bubuk diseduh di dalam cangkir-cangkir dengan air
panas sebanyak 105,8 gram dengan suhu tertentu tidak diberi gula dan tidak
dicampur dengan susu atau bahan lainnya. Dicium aroma kopi yang
dihasilkan.
Dalam Uji organoleptik aroma ada timbul berbagai aroma dari
1. Aroma kacang tanah : aroma ini seperti bau kacang segar (bukan aroma
tengik) dan bukan aroma kacang almond pahit.
2. Aroma karamel : aroma ini dideskripsikan seperti aroma yang dihasilkan
pada waktu karamelisasi gula tanpa pembakaran. Pengujian ini sebagai
petunjuk untuk mengatur waktu penyagraian.
3. Aroma cokelat : aroma ini seperti aroma bubuk cokelat dan cokelat
(meliput i cokelat hitam dan susu cokelat).
4. Aroma aeduhan : aroma ini timbul pada waktu kopi ditambahkan dengan
air panas.
Tabel 4. Skala uji hedonik aroma
Skala hedonik Skala umerik
Tidak kuat 10
Agak kuat 9
Kuat 8
Sangat kuat 7
Amat sangat kuat 6
Penentuan uji organoleptik rasa (numerik)
Dilakukan pengujian terhadap rasa yang dilakukan oleh 10 orang panelis
dengan prosedur sebagai berikut : Diambil 6,5 gram (1 sendok) dari biji kopi
sangraian kemudian kopi bubuk diseduh di dalam cangkir-cangkir dengan air
panas sebanyak 105,8 gram dengan suhu tertentu tidak diberi gula dan tidak
Tabel 5. Skala uji hedonik rasa
Skala hedonik Skala numerik
Tidak pahit 10
Agak pahit 9
Pahit 8
Sangat pahit 7
Amat sangat pahit 6
Penentuan uji organoleptik tekstur (numerik)
Dilakukan pengujian terhadap tekstur yang dilakukan oleh 10 orang
panelis dengan prosedur sebagai berikut : Diambil 6,5 gram (1 sendok) dari biji
kopi sangraian kemudian kopi bubuk diseduh di dalam cangkir-cangkir dengan air
panas sebanyak 105,8 gram dengan suhu tertentu tidak diberi gula dan tidak
dicampur dengan susu atau bahan lainnya. Dimana rasa ini ditimbulkan karena
adanya kandungan lemak yang terdapat pada kopi. Dimana rasa kopi yang lembut
seperti rasa meminum susu skim, kopi yang kasar seperti meminum susu cream.
Tekstur dapat dirasakan dengan meletakkan cairan kopi diantara lidah dan
langit-langit lidah dengan ketentuannya sebagai berikut:
Tabel 6. Skala uji hedonik tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Kasar 10
Agak kasar 9
Lembut 8
Agak lembut 7
Gambar 1. Skema pembuatan bubuk kopi
Dikeringkan hingga KA 10- 13 % dengan sinar matahari
Dibuang kulit ari
Dilakukan roasting (penyangraian) dengan suhu 90 0C selama 10 menit
Digiling biji kopi dengan menggunakan blender kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis
inokulum mikroba memberikan pengaruh terhadap kadar air, waktu dispersi,
ph biji kopi setelah fermentasi, pH bubuk kopi, uji organoleptik warna, uji
organoleptik aroma, uji organoleptik rasa dan uji organoleptik tekstur seperti
pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap parameter yang diamati
Jenis
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa Jenis inokulum mikroba memberikan
pengaruh terhadap parameter yang diuji. Persen kadar air yang tertinggi terdapat
pada perlakuan J1 (ragi roti) yaitu sebesar 5,92 % dan terendah terdapat pada
perlakuan J3 (cairan sauerkraut) yaitu sebesar 4,80%. Waktu dispersi yang
tertinggi terdapat pada perlakuan J3 (cairan sauerkraut) yaitu sebesar 1,85 menit
dan terendah terdapat pada perlakuan J1 (ragi roti) yaitu sebesar 1,69 menit. pH
biji kopi setelah fermentasi yang tertinggi terdapat pada perlakuan J4 (gabungan
J1, J2 dan J3) yaitu sebesar 4,61 dan terendah terdapat pada perlakuan J1 (ragi roti)
yaitu sebesar 4,43. pH bubuk kopi yang tertinggi terdapat pada perlakuan J1 (ragi
roti) yaitu sebesar 6,18 dan terendah terdapat pada perlakuan J3 (cairan
pada perlakuan J4 yaitu sebesar 8.2 dan terendah terdapat pada perlakuan J1
(ragi roti) yaitu sebesar 7,28. Uji organoleptik aroma yang tertinggi terdapat pada
perlakuan J2 (ragi tape) yaitu sebesar 8,40 dan terendah terdapat pada perlakuan
J3 (cairan sauerkraut) yaitu sebesar 8,25. Uji organoleptik rasa yang tertinggi
terdapat pada perlakuan J2 (ragi tape) yaitu sebesar 8,46 dan terendah terdapat
pada perlakuan J1 (ragi roti) yaitu sebesar 7,78. Uji organoleptik tekstur yang
tertinggi terdapat pada perlakuan J3 (cairan sauerkraut) yaitu sebesar 8,38 dan
terendah terdapat pada perlakuan J1 (ragi roti) yaitu sebesar 7,84.
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah
inokulum mikroba memberikan pengaruh terhadap kadar air, waktu dispersi, ph
biji kopi setelah fermentasi, pH bubuk kopi, uji organoleptik warna, uji
organoleptik aroma, uji organoleptik rasa dan uji organoleptik tekstur seperti
pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap parameter yang diamati
Jumlah
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi ragi memberikan pengaruh
terhadap parameter yang diuji. Persen kadar air yang tertinggi terdapat pada
perlakuan K1 (2,5 % ) yaitu sebesar 5,88 % dan terendah terdapat pada perlakuan
K3(7,5 %) yaitu sebesar 4,66 %. Waktu dispersi yang tertinggi terdapat pada
perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 1,89 menit dan terendah terdapat pada
yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (2,5 % ) yaitu sebesar 4,81 dan terendah
terdapat pada perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 4,19. pH bubuk kopi yang
tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (2,5 % ) yaitu sebesar 6,23 dan terendah
terdapat pada perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 6,03. Uji organoleptik warna
yang tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 8,10 dan terendah
terdapat pada perlakuan K3 (7,5 %) yaitu sebesar 7,35. Uji organoleptik aroma
yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (2,5 % ) yaitu sebesar 9,19 dan
terendah terdapat pada perlakuan K3 (7,5 %) yaitu sebesar 7,56 . Uji organoleptik
rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (2,5 % ) yaitu sebesar 9,03 dan
terendah terdapat pada perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 7,60. Uji organoleptik
tekstur rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (10 %) yaitu sebesar 8,80
dan terendah terdapat pada perlakuan K3 (7,5 %) yaitu sebesar 7,54.
Kadar Air (%)
Pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap kadar air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jenis
inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar air kopi bubuk yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jenis inokulum
mikroba terhadap kadar air ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis inokulum mikroba terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Jenis inokulum Rataan Notasi
0,05 0,01 mikroba 0,05 0,01
- - - J1 = ragi roti 5,92 a A
2 0,1402 0,1930 J2 = ragi tape 5,38 b B
3 0,1473 0,2020 J3 = cairan sauerkraut 4,80 c C 4 0,1510 0,2080 J4 = gabungan J1, J2, dan J3 4,88 c C Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan J1 berbeda sangat nyata
dengan J2, J3 dan J4. Perlakuan J2 berbeda sangat nyata dengan J3 dan J4.
Perlakuan J3 berbeda tidak nyata dengan J4. Kadar air yang tertinggi terdapat
pada perlakuan J1 yaitu sebesar 5,92% dan terendah terdapat pada perlakuan J3
yaitu sebesar 4,80%.
Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap kadar air dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan jenis inokulum mikroba terhadap kadar air (%)
Kadar air bubuk kopi paling tinggi pada J1 (ragi roti) yaitu sebesar 5,92 %
dan paling rendah pada J3 (cairan saurekraut ) yaitu sebesar 4,80%. Adanya
perbedaan kadar air ini adalah dari penggunaan air bebas oleh mikroba yang
berbeda-beda. Air merupakan sumber utama yg paling di perlukan oleh mikroba
dalam perkembang biakannya.
Adanya perbedaan jenis mikroba yang diberikan pada fermentasi kopi,
hanya memberikan pengaruh yang kecil pada kadar air bubuk kopi. Pada
fermentasi dengan perlakuan J1 (ragi roti), terdapat Saccaromyces cerevisae, yang
dirombak menghasilkan CO2 dan H2O. Air yang dihasilkan pada fermentasi akan
masuk kedalam kotiledon. Demikian juga pada J3 (cairan sauerkraut) dari proses
fermentasinya dihasilkan H2O .
Kadar air bubuk kopi banyak dipengaruhi oleh proses pengeringan dan
proses penyangraian. Pada kedua proses ini kadar air kopi banyak berubah oleh
adanya panas yang diberikan sehingga terjadi penguapan air dari biji kopi. Pada
pengeringan kadar air kopi berkisar 10 -13% dan jumlah ini kemudian semakin
berkurang dengan adanya proses penyangraian.
Pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jumlah
inokulum mikroba memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar air kopi bubuk yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jumlah
inokulum mikroba terhadap kadar air ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah inokulum mikroba terhadap kadar air (%)
Jarak LSR Jumlah inokulum Rataan Notasi
0,05 0,01 mikroba 0,05 0,01
- - - K1 = 2,5 % 5,88 a A
2 0,1402 0,1930 K2 = 5,0% 5,47 b B
3 0,1473 0,2020 K3 = 7,5% 4,66 d D
4 0,1510 0,2080 K4 = 10% 4,96 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
dengan K2, K3 dan K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata dengan K3 dan K4.
Perlakuan K3 berbeda sangat nyata dengan K4. Persen kadar air yang tertinggi
terdapat pada perlakuan K1 yaitu sebesar 5,88% dan terendah terdapat pada