• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Dalam Formulasi Inokulum Fermentasi Dan Lama Penyangraian Terhadap Mutu Kopi Bubuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Dalam Formulasi Inokulum Fermentasi Dan Lama Penyangraian Terhadap Mutu Kopi Bubuk"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM

FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA

PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

SIKTIEN SEPTIA 060305008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM

FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA

PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

SKRIPSI

Oleh:

SIKTIEN SEPTIA 060305008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM

FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA

PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

SKRIPSI

Oleh:

SIKTIEN SEPTIA

060305008/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judu l Skripsi : Mempelajari pengaruh konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi bubuk

Nama : Siktien Septia

NIM : 060305008

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. Setyohadi, MSc

Ketua Anggota

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS

Mengetahui:

Ketua Departemen Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si

(5)

ABSTRAK

SIKTIEN SEPTIA: Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi dalam Formulasi Inokulum Fermentasi dan Lama Penyangraian terhadap Mutu Kopi Bubuk. Dibimbing oleh Ir. Setyohadi, MSc dan Dr.Ir.Herla Rusmarilin, MS.

Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia dengan berbagai jenis seperti Robusta dan Arabika. Untuk jenis kopi luwak, produksi di Indonesia masih kecil, sehingga diperlukan adanya penelitian agar kopi tersebut dapat diproduksi dalam jumlah yang besar, salah satu caranya dengan menggunakan konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum fermentasi, dengan kualitas dan kuantitas yang hampir sama dengan kopi luwak. Empat macam konsentrasi ragi yaitu 5, 10, 15 dan 20% dan lama penyangraian 10,15,20 dan 25 menit. Penelitian dilakukan pada Maret-Mei 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah daya larut, kadar kafein, uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, aroma dan rasa, berpengaruh nyata terhadap kadar kafein dan uji organoleptik tekstur rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya larut. Lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, aroma dan rasa, berpengaruh nyata terhadap kadar kafein dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur rasa, kadar kafein dan daya larut. Interaksi konsentrasi ragi dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik aroma dan rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur rasa, kadar kafein dan daya larut. Konsentrasi ragi 15% dan lama penyangraian 20 menit menghasilkan mutu kopi bubuk yang terbaik.

Kata kunci: Kopi bubuk, Konsentrasi ragi, Lama Penyangraian

ABSTRACT

SIKTIEN SEPTIA: A Study on The Effect of Yeast Concentration in Formulation of Fermentation Inoculum and Roasting Time on the Quality of Ground Coffee. Supervided by Ir.Setyohadi,MSc and Dr.Ir.Herla Rusmarilin, MS.

Indonesia is one of the biggest coffee produced in the world with many kinds of coffee such asa Robusta and Arabica, however production of luwak coffee is still minimum, so there is a need to do researches for large scale production,one of the way with used yeast concentration in formulation of fermentation on inoculum, with the quality and quantity as same as with luwak coffee. Four kinds yeast concentration, i.e.:5, 10, 15 and 20% and roasting time 10, 15, 20 and 25 minutes. The research was performed in March-May 2010 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were solubility content, caffeine content, organoleptic values of colour, flavour, taste and texture.

The result showed that the yeast concentration had highly significant effet on organoleptic values of colour, flavour and taste, had significant effect on caffeine content and organoleptic values of texture and had no significant effect on solubility. The roasting time had highly significant effect on organoleptic values of colour, flavour and taste, had significant effect on caffeine content and had no significant effect on organoleptic value of texture and solubility content. The interaction of yeast concentration and roasting time had highly significant effect on organoleptic values of colour, had significant effect on organoleptic values of flavour and taste and had no significant effect on caffeine content, organoleptic value of texture and solubility content. The 15% yeast concentration and roasting time 20 minute gave the best quality of the ground coffee.

(6)

RIWAYAT HIDUP

SIKTIEN SEPTIA dilahirkan di Medan pada tanggal 16 September 1988 dari ayah Abdul Haris dan Ibu Nurlela. Anak pertama dari dua bersaudara.

Pada Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Medan dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemandu Minat dan

Prestasi (PMP) di Departemen Teknologi Pertanian program studi Teknologi

Hasil Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, sebagai asisten praktikum di Laboratorium

Satuan Operasi Dasar.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT Central Windu

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mempelajari

Pengaruh Konsentrasi Ragi Dalam Formulasi Inokulum Fermentasi Dan Lama

Penyangraian Terhadap Mutu Kopi Bubuk.”

Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu tersayang yang telah membesarkan,

memelihara dan mendidik penulis selama ini juga adikku yang telah memberikan

motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Setyohadi, Msc dan

Ibu Dr. Ir.Herla Rusmarilin, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing

yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada

penulis dan mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada ujian

akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen

Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu

per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2010

(8)
(9)

Roasting (Penyangraian)... 18 Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik warna Numerik ... 43

(10)

Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Aroma

(Numerik) ... 46

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 48

Uji Organoleptik Rasa Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 50

Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 51

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 53

Uji Organoleptik Tekstur Rasa Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Rasa (Numerik)... 54

Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Rasa (Numerik)... 56

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Tekstur Rasa (Numerik) 56 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi Kimia Biji dan Bubuk Kopi Robusta ... 8

2. Standar Mutu Kopi Bubuk ... 11

3. Perubahan Zat dalam Biji Kopi Setelah Penyangraian ... 21

4. Skala Uji Numerik Warna ... 30

5. Skala Uji Numerik Aoma ... 30

6. Skala Uji Numerik Rasa ... 30

7. Skala Uji Numerik Tekstur Rasa ... 31

8. Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Parameter yang diamati ... 33

9. Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Parameter yang diamati ... 33

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Kadar Kafein (%) ... 36

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Kadar Kafein (%) ... 38

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji Organoleptik warna Kopi Bubuk (Numerik)... 40

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik warna Kopi Bubuk (Numerik)... 41

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Konsentrsi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik warna Kopi Bubuk (Numerik) ... 44

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji Organoleptik Aroma Kopi Bubuk (Numerik) ... 45

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Aroma Kopi Bubuk (Numerik) ... 46

(12)

(Numerik) ... 48

18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji

Organoleptik Rasa Kopi Bubuk (Numerik) ... 50

19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa Kopi Bubuk (Numerik) ... 51

20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Konsentrsi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Uji Organoleptik Rasa Kopi Bubuk

(Numerik) ... 53

21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Uji

Organoleptik Tekstur Rasa Kopi Bubuk (Numerik) ... 55

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Rumus Bangun Kafein ... 10

2. Skema Pengolahan Kopi ... 32

3. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Kadar Kafein (%) ... 37

4. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Kadar Kafein (%) ... 38

5. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Organoleptik Warna (Numerik) ... 41

6. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Warna (Numerik) ... 42

7. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Warna (Numerik) ... 44

8. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Organoleptik Aroma (Numerik) ... 46

9. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Aroma (Numerik) ... 47

10. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Aroma (Numerik) ... 49

11. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Organoleptik Rasa (Numerik) ... 51

12. Grafik Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Rasa (Numerik) ... 52

13. Grafik Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian Terhadap Organoleptik Rasa (Numerik) ... 54

14. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Organoleptik Tekstur rasa (Numerik) ... 56

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data Pengamatan Analisa Daya Larut (%) ... 61

2. Data Pengamatan Analisa Kadar Kafein (%) ... 62

3. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Warna (Numerik) ... 63

4. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Aroma (Numerik)... 64

5. Data Pengamatan Analisa Uji Organoleptik Rasa (Numerik) ... 65

(15)

ABSTRAK

SIKTIEN SEPTIA: Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi dalam Formulasi Inokulum Fermentasi dan Lama Penyangraian terhadap Mutu Kopi Bubuk. Dibimbing oleh Ir. Setyohadi, MSc dan Dr.Ir.Herla Rusmarilin, MS.

Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia dengan berbagai jenis seperti Robusta dan Arabika. Untuk jenis kopi luwak, produksi di Indonesia masih kecil, sehingga diperlukan adanya penelitian agar kopi tersebut dapat diproduksi dalam jumlah yang besar, salah satu caranya dengan menggunakan konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum fermentasi, dengan kualitas dan kuantitas yang hampir sama dengan kopi luwak. Empat macam konsentrasi ragi yaitu 5, 10, 15 dan 20% dan lama penyangraian 10,15,20 dan 25 menit. Penelitian dilakukan pada Maret-Mei 2010 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang dianalisis adalah daya larut, kadar kafein, uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur rasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, aroma dan rasa, berpengaruh nyata terhadap kadar kafein dan uji organoleptik tekstur rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya larut. Lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, aroma dan rasa, berpengaruh nyata terhadap kadar kafein dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur rasa, kadar kafein dan daya larut. Interaksi konsentrasi ragi dan lama penyangraian berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna, berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik aroma dan rasa dan tidak berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur rasa, kadar kafein dan daya larut. Konsentrasi ragi 15% dan lama penyangraian 20 menit menghasilkan mutu kopi bubuk yang terbaik.

Kata kunci: Kopi bubuk, Konsentrasi ragi, Lama Penyangraian

ABSTRACT

SIKTIEN SEPTIA: A Study on The Effect of Yeast Concentration in Formulation of Fermentation Inoculum and Roasting Time on the Quality of Ground Coffee. Supervided by Ir.Setyohadi,MSc and Dr.Ir.Herla Rusmarilin, MS.

Indonesia is one of the biggest coffee produced in the world with many kinds of coffee such asa Robusta and Arabica, however production of luwak coffee is still minimum, so there is a need to do researches for large scale production,one of the way with used yeast concentration in formulation of fermentation on inoculum, with the quality and quantity as same as with luwak coffee. Four kinds yeast concentration, i.e.:5, 10, 15 and 20% and roasting time 10, 15, 20 and 25 minutes. The research was performed in March-May 2010 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan, using factorial completely randomized design. Parameters analysed were solubility content, caffeine content, organoleptic values of colour, flavour, taste and texture.

The result showed that the yeast concentration had highly significant effet on organoleptic values of colour, flavour and taste, had significant effect on caffeine content and organoleptic values of texture and had no significant effect on solubility. The roasting time had highly significant effect on organoleptic values of colour, flavour and taste, had significant effect on caffeine content and had no significant effect on organoleptic value of texture and solubility content. The interaction of yeast concentration and roasting time had highly significant effect on organoleptic values of colour, had significant effect on organoleptic values of flavour and taste and had no significant effect on caffeine content, organoleptic value of texture and solubility content. The 15% yeast concentration and roasting time 20 minute gave the best quality of the ground coffee.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aromanya

yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan

rangsangan penyegaran badan yang membuat kopi cukup akrab di lidah dan

digemari penggemarnya, bukan saja bangsa Indonesia tetapi juga berbagai bangsa

di seluruh dunia.

Tanaman kopi dikenal dengan nama Perpugenus coffea termasuk dalam

famili Rubiaceae, berasal dari benua Afrika. Saat ini terdapat sekitar 4.500

varietas kopi yang dapat dibagi ke dalam kelompok empat besar yaitu

Coffea canephora, Coffea Arabica, Coffea excelsa dan Coffea liberika. Kopi

diolah dengan beberapa cara pengolahan dengan cara spesifik dan menyegarkan

karena adanya kandungan zat kafein. Kadar kafein yang terdapat pada kopi

robusta sedikit lebih tinggi dibanding arabika.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu kopi Indonesia adalah dengan

memperhatikan cara pengolahannya. Pengolahan kopi berdasarkan penggunaan

air dibagi dalam tiga cara, yaitu cara basah, semi basah dan kering. Cara kering

yang dikenal dengan pengeringan lambat pada suhu rendah, yaitu sekitar 40-50oC,

pengolahan semi basah dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam wadah yang

bagian dasarnya memiliki lubang sebagai tempat pengeluaran air dan pengolahan

basah dilakukan dengan cara merendam kopi di dalam air.

Menurut Sulistyowati dan Wahyudi (1998) menyatakan bahwa cara

(17)

rasa kopi yang dihasilkan. Berdasarkan SNI 01-2907-1992 disimpulkan bahwa

kopi dengan cara pengolahan basah dan lama fermentasi 24-36 jam memiliki

aroma yang baik dengan nilai skor 7-8.

Kopi luwak adalah kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah melewati

saluran pencernaan binatang musang. Musang memilih buah kopi yang betul-betul

masak sebagai makanannya, dan selanjutnya biji kopi yang dilindungi kulit keras

dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.

Proses fermentasi yang tidak lazim oleh luwak membuat sebagian orang

enggan mengkonsumsinya. Oleh sebab itu ada cara lain untuk menggantikan

proses fermentasi yang ada dalam perut musang yaitu dengan cara menumbuhkan

inokulum bakteri asam laktat, diantaranya adalah bakteri asam laktat yang tumbuh

pada fermentasi sauerkraut. Bakteri asam laktat banyak terdapat pada perut

musang. Jika bakteri itu bisa dikultur, maka akan berpeluang menghasilkan

kualitas kopi setara kopi luwak dengan menambah bakteri saat fermentasi.

Roasting merupakan salah satu proses pengolahan kopi bubuk yang sangat

menentukan warna, aroma dan cita rasa bubuk kopi. Roasting merupakan proses

penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai

dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering

terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk

pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat

dengan suhu penyangraian.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian

tentang proses pengolahan bubuk kopi dengan cara menumbuhkan inokulum ragi

(18)

judul penelitian “Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Ragi Dalam Formulasi

Inokulum Fermentasi dan Lama Penyangraian Terhadap Mutu Kopi Bubuk.”

Tujuan Penelitian

Untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum

fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi bubuk.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ragi

dalam formulasi inokulum fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi

bubuk dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen

Teknologi Pertanian, Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum fermentasi, lama

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Kopi

Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi

dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman

ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada

mulanya tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk,

melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi

(Najiyati dan Danarti, 1997).

Pada penelitian Reginald Smith dibuktikan tentang asam nikotin yang

terdapat dalam kopi. Smith dapat menunjukkan bagaimana asam nikotin ini

dihasilkan selama kopi dibakar oleh penguraian trigonelin (asam nikotinik

N-metilbetaine). Reginald Smith, juga menyatakan bahwa kandungan kafein dari

kopi robusta dua kali lebih banyak dari kopi arabika. Bagi industri kopi, jenis kopi

robusta lebih menguntungkan jika digunakan sebagai kopi tubruk karena lebih

banyak ekstrak kopi yang diambil (Spillane, 1990).

Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan

Afrika. Kopi Arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia

maupun di kawasan utara Kenya, kopi Robusta di Ivory Coast dan Republik

Afrika Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi

dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992).

Di Indonesia tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada

periode antara tahun 1696-1699. Tanaman kopi mula-mula hanya bersifat

(20)

menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan ke

berbagai daerah agar penduduk menanamnya (Najiyati dan Danarti, 1997).

Perkembangan Kopi di Indonesia dan di Dunia

Sejarah perkembangan kopi di Indonesia pernah mengalami goncangan

yaitu pada tahun 1876 ketika munculnya penyakit Hemelia vastataix (HV) yang

menyerang daun dan sangat membahayakan. Berbagai usaha mengatasi hal

tersebut telah dilakukan, tetapi hasilnya tidak memuaskan, kemudian VOC

mendatangkan Liberika dan Robusta yang diharapkan lebih tahan terhadap

penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pada saat ini penyebaran tanaman kopi Robusta di Indonesia lebih dari

95%, sedang selebihnya adalah kopi Arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi

Robusta semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam

perkembangannya tanaman ini lebih potensi sebagai tanaman rakyat karena kopi

Robusta lebih mudah ditanam dan tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang

kurang menguntungkan. Selain itu karena tahun-tahun belakangan ini harga

pasaran kopi Robusta relatif semakin tinggi (AAK, 1988).

Perkembangan pasar kopi dunia sejak sebelum tahun 1960 hingga kini

selalu disertai gejolak-gejolak naik atau menurunnya penawaran dan permintaan

yang menyebabkan naik turunnya harga kopi di pasar dunia secara tajam.

Pengaturan perdagangan kopi dunia melalui kerjasama multilateral antar

Negara-negara produsen dan konsumen kopi diberlakukan sejak tahun 1962, yang

mengendalikan perdagangan kopi dunia melalui persetujuan kopi Internasional.

(21)

dengan tujuan memantapkan tingkat harga kopi di pasaran internasional pada taraf

yang telah disepakati bersama (Siswoputranto, 1992).

Jenis-jenis Kopi

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yag sering

dibudidayakan hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi

tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta. Kopi Robusta

bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari

beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi Robusta

Kopi Robusta memiliki mutu cita rasa lebih rendah dibandingkan kopi

Arabika. Hampir seluruh produksi kopi Robusta di seluruh dunia dihasilkan

secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh mengandung

rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki kelebihan yaitu

kekentalan lebih baik dan menghasilkan warna yang kuat

(Siswoputranto, 1992).

Pohon kopi spesies lainnya yang juga cukup banyak diproduksi sebagai

produk kopi adalah Coffea canephora yang sering dikenal sebagai kopi Robusta.

Tinggi pohon Coffea canephora mencapai 12 meter dan dapat ditanam di daerah

yang lebih rendah dibanding kopi Arabika. Kopi Robusta memiliki kandungan

kafein yang lebih tinggi, rasanya lebih netral, serta aroma kopi yang lebih kuat

(22)

Kopi Arabika

Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,

tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenis-jenis

kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago

dan Congensis (Botanical, 2010).

Kopi yang pertama kali dikembangkan di dunia adalah kopi arabika yang

berasal dari spesies pohon kopi Coffea arabica. Kopi jenis ini yang paling banyak

diproduksi, yaitu sekitar lebih dari 60 persen produksi kopi dunia. Kopi arabika

dari spesies Coffea arabica menghasilkan jenis kopi yang terbaik. Pohon spesies

ini biasanya tumbuh di daerah dataran tinggi. Tinggi pohon kopi ini antara 4

hingga 6 meter (Clifford dan Wilson, 1986).

Kopi Liberika

Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun

1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini

jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan

rendemennya relatif rendah (Najiyati dan Danarti, 1997).

Jenis Liberika antara lain : kopi Abeokutae, kopi klainei, kopi dewevrei,

kopi excelsa dan kopi dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di

Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang bisa tumbuh baik ialah jenis excelsa

(AAK, 1988).

Komposisi Kimia Kopi

Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari

(23)

tempat tumbuh, tingkat kematanagan dan kondisi penyimpanan. Proses

pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya

penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi

sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).

Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia

dengan karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu

jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari

kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang

terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun

bentuk minuman (Wikipedia, 2009a).

Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi Robusta dapat dilihat

pada Tabel 1. berikut ini:

Tabel1. Komposisi Kimia Biji dan Bubuk Kopi Robusta

Komponen Biji kopi Kopi bubuk

Mineral 4.0 − 4.5 4.6 − 5.0

Kafein 1.6 − 2.4 ~ 2.0

Trigonelline 0.6 − 0.75 0.3 − 0.6

Lipid 9.0 − 13.0 6.0 − 11.0

Total asam klorogenat 7.0 − 10.0 3.9 − 4.6 Asam alifatik 1.5 − 2.0 1.0 − 1.5 Oligosakarida 5.0 − 7.0 0 − 3.5 Total polisakarida 37.0 − 47.0 −

Asam amino 2 0

Protein 11.0 − 13.0 13.0 − 15.0

(24)

Kafein

Kafein adalah senyawa alkaloid xantin berbentuk kristal dan berasa pahit

yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan

(Wikipedia 2009b).

Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang sistem

syaraf pusat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam

(dunia medis). Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein

berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja

jantung sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun

dengan menghambat mekanisme kerja saraf manusia

(Hodgson dan Levi, 1987).

Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf

kafein (yaitu mabuk akibat kafein). Diantar

kerisauan,

masalah gastrointestinal. Gejala-gejala ini bisa terjadi walaupun hanya 250 mg

kafein yang diambil. Jika lebih dari 1g kafein dikonsumsi dalam satu hari, gejala

seperti kejang otot (muscle twitching), stres,

(gangguan pada denyutan jantung) dan gejola

(psychomotor agitation) bisa terjadi. Walaupun masih aman bagi manusia, kafein,

seperti

(25)

Kafein berbentuk kristal panjang, berwarna putih seperti sutra dan rasanya

pahit. Di dalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma. Rumus

bangun kafein dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

(1,3,7 Trimethyl xantine) Gambar 1. Rumus bangun Kafein (Sumber: Wikipedia, 2009c)

Kadar kafein yang terdapat pada kopi Robusta sedikit lebih tinggi

dibanding kopi Arabika. Sebaliknya jenis Arabika lebih banyak mengandung

sakarida dan minyak atsiri. Dinegara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini

biasanya dihidangkan dalam bentuk hasil blending kopi Robusta dan Arabika

(Spillane, 1990).

Pemanfaatan Kopi Kopi Bubuk

Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana.

Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas,

pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri

kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan

secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi

ke dalam dua tahap yaitu tahap penyangraian dan tahap penggilingan

(26)

Adapun standar mutu kopi bubuk tercantum dalam Tabel 2 di bawah ini

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Standar Mutu Kopi Bubuk

Komponen Syarat Mutu

Kadar air (%) 8

Kadar abu (%) 6

Kealkalian abu (ml NaOH/100g) 57-66 Kadar sari/kadar seduhan (%) 20-36

Mikroskopik tidak mempunyai

Campuran

Logam berbahaya negatif

Keadaan (rasa, bau dan warna) normal (Sumber: Standar Perindustrian Indonesia, 1972)

Kopi Celup

Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang

telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk

seperti filter (saringan) dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya

dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan

tidak ada sama sekali karena kopi celup merupakan kelanjutan dari proses

pembuatan kopi instan (Wikipedia, 2008).

Kopi Blending (Kopi Campuran)

Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain ke dalam

kopi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending

memungkinkan penggantian perubahan selera pada produk kopi dan penggantian

jenis kopi jika ada kesulitan dalam pembentukan warna atau harga. Proses

(27)

bahan-bahan yang sering dicampurkan pada kopi adalah jagung, gandum, rye dan

sebagainya (Belitz dan Grosch, 1987).

Kopi Instan (Soluble coffee)

Kopi instan dibuat dengan cara mengambil ekstrak dari kopi yang telah

mengalami proses penyangraian. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh

Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak

dengan menggunakan tekanan tertentu dan alat pengekstrak. Temperatur air yang

digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 200oC. Komponen kering yang

terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil ekstraksi

dikeringkan dengan menggunakan spray dried atau freeze dried

(Belitz dan Grosch, 1987).

Proses Pengolahan Kopi

Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari

kulitnya dan pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan kadar

air lebih 13% akan mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji

kopi dimana nantinya produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek

(Setyohadi, 2007).

Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah

dan cara kering. Pengolahan secara basah biasanya memerlukan modal yang lebih

besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih baik

(28)

Pengolahan Basah

Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya

banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik

dan prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah dapat dilakukan dengan cara

tradisional dan modern (Setyohadi, 2007).

Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana

pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang

telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah serta

kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam

biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam

(Clarke dan Macrae, 1985).

Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan

menghasilkan rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah disangrai

nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur di tengah keping

bijinya (Siswoputranto, 1992).

Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk

membentuk unsur-unsur cita rasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga

bertujuan menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya

jasad-jasad renik yang bisa merusak cita rasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).

Pengolahan kopi secara basah terbagi 3 cara proses fermentasi yaitu

pengolahan cara basah tanpa fermentasi, pengolahan cara basah dengan

fermentasi dan pengolahan cara basah dengan fermentasi basah setelah biji

tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam

(29)

Pengolahan Kering

Pengolahan cara kering umumnya untuk jenis kopi Robusta, karena tanpa

fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi jenis Arabika

sebaiknya dilakukan cara basah. Di perkebunan besar pengolahan secara kering

hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan

kopi yang diserang bubuk (Setyohadi, 2007).

Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara

kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses

pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan

kadar air dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan menghabiskan waktu

sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar

12% (Sivetz dan Foote, 1963).

Pada pengolahan kering, buah-buah kopi yang baru dipanen harus

langsung dijemur di panas matahari setelah dipetik agar tidak terjadi pembusukan

buah. Pengeringan berlangsung selama 10-15 hari tergantung pada keadaan cuaca.

Perlu dijaga kondisi selama pengeringan agar terhindar dari hujan dan

kontaminasi kotoran (debu) serta sesekali dilakukan pengadukan agar buah-buah

kopi kering dan perlu penutupan di malam hari agar buah tetap kering

(Sivetz dan Foote, 1963).

Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi dapat diterangkan

sebagai berikut:

Sortasi

Sortasi bertujuan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi

(30)

ke dalam sebuah alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak

ini dilengkapi dengan saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah

itu bak diisi air dengan cara membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak

sudah hampir penuh, kemudian diaduk. Setelah diaduk gelendong yang terserang

bubuk dan hampa akan mengapung, sedang yang sehat dan berisi akan tenggelam

(Najiyati dan Danarti, 1997).

Pulping (Pengupasan kulit buah)

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp), sehingga

diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan tanduk dan lapisan lendir.

Mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit buah “Vis pulper”, mesin ini hanya

digunakan untuk melepaskan kulit buah. Pengupasan kulit buah dan pencucian

dapat digunakan mesin “Ruang Pulper”. Perbedaan kedua alat pulping adalah

bahwa mesin “Vis pulper” masih diperlukan perlakuan fermentasi terhadap biji

kopi, sedang mesin “ruang pulper” tidak (Setyohadi, 2007).

Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp

(bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan

mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan di dalam air mengalir. Proses ini

menghasilkan kopi kering. Di Indonesia yang umum digunakan adalah jenis

Vis pulper dan ruang pulper (Wikipedia, 2010a).

Fermentasi

Fermentasi dapat didefenisikan sebagai perubahan secara bertahap oleh

enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari

(31)

dan karbondioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik

(Hidayat, et al., 2006).

Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang

masih menyelimuti kopi. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara

basah dan cara kering. Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam kopi di

dalam air selama 36-40 jam. Jika lebih dari 40 jam kopi akan berbau busuk

sehngga menurunkan mutu, sedangkan fermentasi kering dilakukan dengan cara

menumpuk kopi di tempat yang teduh selama 2-3 hari

(Najiyati dan Danarti, 1997).

Bakteri yang aktif dalam proses penguraian lapisan lendir adalah jenis

bakteri gram negatif, Leuconostoc mesentroides, genus Acetobacter dan

Escherichia. Juga spesies Pectinolytic dan Aspergillus, Penicillum dan Fusarium

(Ciptadi dan Nasution, 1978).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi , keasaman kopi akan

semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik

selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi

perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah

menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi

dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartono, 2002).

Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir yang

masih melekat pada kulit tanduk sehingga pada proses pencucian akan mudah

terlepas dan untuk mempermudah proses pengeringan. Proses fermentasi ini dapat

(32)

dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran

sebelum masuk bak fermentasi ( Wikipedia, 2010b).

Dengan fermentasi, kualitas biji kopi akan menjadi lebih baik. Tujuan

fermentasi pada kopi, juga kakao adalah mengubah gula yang terdapat pada

lapisan mesocarp, menjadi alkohol, yang kemudian diubah menjadi asam asetat.

Proses ini akan berlangsung sekitar 12 jam. Tidak sempurnanya fermentasi tanpa

yeast disebabkan oleh mikroba yang tersebar di udara. Di udara terbuka dalam

jumlah sedikit secara alami terdapat khamir Saccharomyces cerevesiae, sehingga

populasinya tidak sebanyak seperti jika dicampurkan dalam bentuk kultur

inokulum. Di udara terbuka juga terdapat kapang Acetobacter aceti yang akan

mengubah alkohol dan gula menjadi asam cuka atau asam sitrat (Rahardi, 2009).

Beberapa spesies dari khamir tersebut yang digunakan pada proses

fermentasi umumnya adalah Saccharomyces cerevesiae kemudian diikuti dengan

Schizosaccharomyces bayanus, namun kedua species khamir ini memiliki

kemampuan yang lebih rendah, oleh karena itu digunakan konsentrasi yang lebih

besar. Dengan menggunakan khamir diharapkan mutu kopi yang dihasilkan akan

lebih baik dari mutu kopi yang difermentasi secara alami (Wood, 1985).

Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan

kotoran-kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermenatsi atau setelah

keluar dari mesin ruang pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada

bak yang memanjang yang airnya terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi

bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya diberi lubang sebagai pengatur

(33)

ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk melepaskan sisa

lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997).

Pengeringan

Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%,

dengan cara pengeringan kandungan air dapat diuapkan sehingga diperoleh kadar

air kopi sekitar 8-10%. Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Pengeringan dengan panas matahari, semua biji kopi diletakkan pada lantai

penjemuran hingga merata. Tetapi cara ini kurang efisien sebab memerlukan

banyak tenaga dan menyulitkan pekerjaan.

2. Dengan menggunakan bahan bakar. Dalam proses pengeringan ini, biji kopi

yang masih basah disebarkan atas lantai besi dengan merata dan tipis serta

diperlukan proses pembalikan berulang-ulang.

3. Dengan menggunakan mesin pengering. Mesin tersebut terdiri dari tromol besi

yang besar dengan dinding berlubang-lubang kecil.

(AAK, 1988).

Pada pengeringan pendahuluan kopi cara basah, kadar air berkurang dari

60 menjadi 53%. Kopi dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 atau 3 hari

dan dilakukan pengadukan hingga kadar air mencapai 45%. Pengeringan kopi

dilanjutkan hingga tercapai kadar air 11%. Pada kondisi ini stabilitas

penyimpanan dapat terjaga dengan baik (Wikipedia, 2010c).

Roasting (Penyangraian)

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi pada

(34)

Terjadi kehilangan berat kering karena terbebasnya terutama gas CO2 dan produk

pirolisis volatil lainnya. Umumnya produk pirolisis sangat menentukan cita rasa

kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu dan waktu penyangraian

(Wikipedia, 2009d).

Penyangraian selain untuk mempermudah penggilingan juga untuk

mengeluarkan aroma yang khas dari kopi serta untuk menghasilkan warna kopi

yang sesuai. Umumnya suhu yang digunakan pada proses penyangraian adalah

200-205oC yang akan menyebabkan perubahan besar volume biji kopi dan

dihasilkan biji kopi berwarna cokelat serta aroma yang khas (Bhakti,2006).

Berdasarkan suhu penyangraian dibedakan atas 3 golongan yaitu :

high roast pada suhu 193 sampai 199°C, medium roast pada suhu 204°C dan

dark roast pada suhu 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994)

: light roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast sekitar 5-8 % dan

dark roast sekitar 8-14% (Wikipedia, 2009d).

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang

akan dikonsumsi. Perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem

klasifikasi sederhana. Perubahan fisik yang terjadi termasuk kehilangan densitas

ketika biji pecah. Alat penyangrai juga bisa digunakan oven yang beroperasi

secara batch atau continous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan

media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan

melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan. Pada disain paling umum

yang dapat disesuaikan baik untuk penyangraian secara batch maupun continous

adalah drum horizontal yang dapat berputar. Biji kopi dicurahkan sealiran dengan

(35)

aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan

menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara

daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya

operasional (Belitz dan Grosch, 1987).

Tahap awal roasting pada suhu 100oC adalah untuk membuang uap air dan

berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis terjadi

perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%.

Proses roasting berlangsung selama 5-30 menit. Sampel segera diambil dan

digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna. Pada tahap pendinginan

ditambahkan sedikit air ke dalam biji kopi untuk mempercepat proses pendinginan

dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya

(Wikipedia, 2009d).

Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai

diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu diletakkan dalam baki dingin

berlubang dimana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi

selama proses penyangraian. Menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan

Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa

volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein,

terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma karakteristik

pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas

yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam

sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang bersamaan dengan membentuk aroma di

(36)

Cita rasa merupakan gabungan dari aroma dan rasa. Aroma ditimbulkan

ketika biji kopi diberikan perlakuan penyangraian dan bisa menimbulkan rasa

pahit jika suhu penyangraian tinggi dan waktunya relatif lebih lama, selain itu rasa

pahit juga dihasilkan pada saat sisa ampas kopi yang sudah beberapa jam atau

minggu. Rasa juga dapat ditimbulkan dari keasaman biji kopi yang masih terdapat

dalam wadah ketika pencampuran biji kopi yang baru (Shelma,2008).

Bila biji kopi mencapai suhu sekitar 180oC warnanya akan mulai berubah

kecoklatan. Minyak atsiri yang terkandung di dalamnya mulai keluar, semakin

banyak minyak keluar semakin kuat cita rasa yang dihasilkan. Namun kopi

sangrai adalah bahan yang tidak tahan lama. Cita rasa kopi akan mencapai

puncaknya beberapa hari setelah disangrai dan memudar bila kopi terkena udara,

cahaya atau kelembaban (Boniello,et al., 2009).

Perubahan zat yang terkandung dalam biji kopi setelah penyangraian dapat

dilihat Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Perubahan Zat dalam Biji Kopi setelah Penyangraian

No Substrat Biji kopi segar Setelah penyangraian

(mg/100 g) dan penggilingan (mg/100g)

1 Tiamin 0.2 0.0

2. Riboflavin 3.2 0.30

3. Asam pantotenat 1.0 0.23

4. Vitamin B6 0.143 0.011

5. Vitamin B12 0.00011 0.00006

6. Natrium 4.0 1.4

7. Kalsium 104.0 105.0

8. Besi (Fe) 3.7 4.7

(37)

Penggilingan

Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah

mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran

maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan

berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum semakin kecil

ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahan

yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika diseduh

(38)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2010 di

Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Ragi roti, cairan sauerkraut, gula dan daun pandan diperoleh dari Pasar

Padang Bulan, Medan dan biji kopi diperoleh dari petani kopi di Tobasa (Porsea)

Sumatera Utara. Cairan sauerkraut diperoleh dari hasil fermentasi sawi hijau yang

dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara.

Reagensia

Reagensia yang digunakan pada penelitian ini adalah H2SO4 pekat,

akuades, MgO, khloroform dan KOH 1%.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan penelitian ini adalah erlenmeyer, gelas beker,

termometer, hot plate, gelas ukur, pipa kapiler, kertas saring, oven, spatula, pipet

tetes, pipet skala, shaker, blender, timbangan, cawan porselin, muffle, labu ukur,

(39)

Metoda Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan dua faktor, yang terdiri dari:

Faktor 1 : Konsentrasi Ragi(M)

M1 = 5%

M2 = 10%

M3 = 15%

M4 = 20%

Faktor II : Lama Penyangraian (S)

S1 = 10 menit

S2 = 15 menit

S3 = 20 menit

S4 = 25 menit

Kombinasi perlakuan (Tc) =4 x 4 = 16 dengan jumlah minimum perlakuan (n)

adalah:

Tc (n-1) > 15

16(n-1) > 15

16 n > 31

n > 1,93 ...Dibulatkan menjadi n=2

(40)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukab dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

faktor dengan model:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf

ke –j dalam ulangan ke –k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor M pada taraf ke-i

βj : Efek faktor S pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor M pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

dalam ulangan.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR

(Least Significant Range)

Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan Sauerkraut

Sawi hijau yang segar dibuang bagian yang rusak kemudian dicuci bersih

dan direndam dengan air garam selama 15 menit. Setelah direndam air garam 15

menit, air garam dibuang dan dicuci kembali sayurnya. Kemudian sayur

dimasukkan ke dalam larutan garam 2-5% dan gula 0.5-2% dari berat bahan yang

(41)

digulung-gulung dan diikat dengan benang agak diremas sampai merata. Kemudian

dimasukkan ke dalam stoples dan dipadatkan, kemudian ditekan dengan kantong

plastik yang telah diisi dengan air sebagai pemberat. Stoples ditutup difermentasi

selama 2-3 hari.

2. Formulasi stater bakteri asam laktat

Formulasi starter bakteri asam laktat dibuat dari cairan sauerkraut, ragi, air

pandan dan gula. Formulasi ini berjumlah 100%, cairan sauerkraut diperoleh dari

sawi hijau yang difermentasi, pembuatan air pandan dengan perbandingan air dan

pandan (2:1). Perbandingannya antara lain : 88% cairan sauerkraut, 2% ragi, 5%

air pandan dan 5% gula, semuanya berjumlah 100%. Kemudian dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer dan ditutup rapat dengan kapas lalu dimasukkan ke dalam

inkubator dan disimpan selama 24 jam. Perbandingan inilah yang nantinya

digunakan dan diambil untuk proses fermentasi dengan konsentrasi formulasi

inokulum fermentasi 5, 10, 15 dan 20%.

3. Pengolahan kopi

Dipilih buah kopi yang berwarna merah, berbiji sehat dan dimasukka n

ke dalam ember yang berisi air, buah yang hampa akan mengapung sedangkan

buah yang sehat adalah yang tidak mengapung. Buah kopi yang diolah seterusnya

adalah buah kopi yang tenggelam dalam air. Kemudian kulit buah dikupas untuk

memisahkan biji dari kulit buah. Dibuat konsentrasi ragi formulasi inokulum

fermentasi 5, 10, 15 dan 20%. Difermentsikan biji kopi dengan starter bakteri

asam laktat yang telah dibuat selama 24 jam.

Biji kopi yang telah mengalami proses fermentasi dicuci setelah itu

(42)

kemudian dilakukan proses pemecahan kulit tanduk (hulling). Dilakukan

penyangraian (Roasting) dengan waktu penyangraian (Roasting) 10, 15, 20 dan 25

menit. Biji kopi dihancurkan biji kopi dengan menggunakan blender, disaring

dengan menggunakan ayakan 80 mesh, kemudian dilakukan analisa terhadap uji

daya larut, kadar kafein, Uji organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur rasa.

Pengamatan dan pengukuran data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai

dengan parameter

1. Daya Larut

2. Kadar kafein

3. Uji Organoleptik Warna

4. Uji Organoleptik Aroma

5. Uji Organoleptik Rasa

(43)

Parameter Penelitian

Penentuan Daya Larut dalam Air (%) (SNI 06-1451-1989)

Ditimbang teliti 2 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

100 ml. Dibilas botol timbang dengan air akuadest sampai volume kira-kira 100

ml. Kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa jam sambil sesekali digoyangkan.

Ditambahkan air sampai tanda tera dan dibiarkan sampai 30 menit. Disaring filtrat

dan diambil dengan pipet volume sebanyak 10 ml ke atas pinggan porselin 50 ml

yang telah diketahui beratnya. Diuapkan pinggan porselein di atas penangas air,

kemudian pinggan porselin dipanaskan dalam oven selama sekitar 3 jam hingga

diperoleh berat konstan

Penentuan kadar kafein (Sudarmaji, et al., 1989)

Ditimbang contoh yang telah digiling halus sebanyak 2 gram, kemudian

dimasukkan ke dalam erlenmeyer, di dalam erlenmeyer tersebut ditambahkan 2

gram MgO dan akuadest sebanyak 80 ml, setelah itu ditutup dengan pendingin

balik kemudian dididihkan perlahan-lahan selama 30 menit. Setelah dingin

diencerkan dengan akuadest dalam labu takar sehingga volume tepat 200 ml,

selanjutnya disaring. Diambil filtrat sebanyak 120 ml dimasukkan ke dalam labu

gojok, ditambahkan 10 ml H2SO4 (1:9) kemudian dididihkan sampai volume

cairan tinggal lebih kurang 40 ml, kemudian cairan dimaukkan ke dalam corong

(44)

berkali-kali dengan khloroform berturut-turut menggunakan 10 ml, 10 ml dan 10

ml, cairan bilasan ini kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah. Kedalam

corong pemisah ditambahkan 5 ml KOH 1% kemudian digojok dan dibiarkan

beberapa lama sampai cairan terpisah jelas. Cairan bagian bawah merupakan

larutan kafein dalam khloroform, dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer,

kemudian ke dalam corong pemisah ditambahkan lagi 10 ml khloroform, digojok

dan dibiarkan sampai cairan terpisah jelas, selanjutnya cairan bagian bawah

dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer yang sama seperti di atas.

Perlakuan ini diulang sekali lagi, larutan kafein dalam khloroform ini kemudian

dipanaskan dalam penangas air sehingga tinggal residunya selanjutnya

dikeringkan di dalam oven 100oC sampai diperoleh berat konstan yang merupakan

berat kafein kasar, kadar kafein murni dapat ditentukan dengan menentukan kadar

N secara mikrokjeldahl atau cara lain kemudian dihitung kadar kafein dengan

rumus :

Dilakukan pengujian terhadap warna yang dilakukan kepada 10 orang

panelis dengan prosedur sebagai berikut: digiling 50 gram dari biji kopi sangraian

kemudian diseduh dan dilihat warna yang dihasilkan bubuk kopi tersebut.

(45)

Tabel 4. Skala Uji Numerik Warna

Derajat Pengukuran Skala Numerik

Cokelat muda 6

Agak Cokelat 7

Cokelat 8

Cokelat kehitaman 9

Hitam 10

Penentuan Uji Organoleptik Aroma dan Rasa (Numerik)

Dilakukan pengujian terhadap Aroma dan rasa yang dilakukan kepada 10

orang panelis dengan prosedur sebagai berikut: digiling 50 gram dari biji kopi

sangraian kemudian kopi bubuk diseduh di dalam cangkir-cangkir khusus dengan

air panas dengan suhu tertentu tidak diberi gula dan tidak dicampur dengan susu

atau bahan lainnya. Dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 5. Skala Uji Numerik Aroma

Derajat Pengukuran Skala Numerik

Tidak kuat 6

Agak kuat 7

Kuat 8

Sangat kuat 9

Amat sangat kuat 10

Tabel 6. Skala Uji Numerik Rasa

Rasa Pahit

Derajat Pengukuran Skala Numerik

Amat sangat pahit 6

Sangat pahit 7

Pahit 8

Agak pahit 9

(46)

Keasaman

Derajat Pengukuran Skala Numerik

Amat sangat masam 6

Sangat masam 7

Masam 8

Agak masam 9

Tidak masam 10

Penentuan Tekstur Rasa

Dilakukan pengujian terhadap Tekstur yang dilakukan kepada 10 orang

panelis dengan prosedur sebagai berikut: digiling 50 gram dari biji kopi sangraian

kemudian kopi bubuk diseduh di dalam cangkir-cangkir khusus dengan air panas

dengan suhu tertentu tidak diberi gula dan tidak dicampur dengan susu atau bahan

lainnya. Dimana rasa ini ditimbulkan karena adanya kandungan lemak yang

terdapat pada kopi. Dimana rasa kopi yang lembut seperti rasa meminum susu

skim dan kopi yang kasar seperti meminum susu skim dan kopi yang kasar seperti

meminum susu cream. Tekstur dapat dirasakan dengan meletakkan cairan kopi

diantara lidah dan langit-langit lidah dengan ketentuannya sebagai berikut:

Tabel 7. Skala Uji Numerik Tekstur Rasa

Derajat Pengukuran Skala Numerik

Kasar 6

Agak kasar 7

Lembut 8

Sangat Lembut 9

(47)

SKEMA PENELITIAN

Gambar 2. Skema Pengolahan Kopi terhadap konsentrasi ragi formulasi inokulum fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi bubuk

Buah Kopi

Sortasi Gelondong

Pelepasan Kulit

Starter 88% Cairan sauerkraut, 2% Ragi instan, 5% air pandan dan 5% gula

Fermentasi biji kopi dengan inokulum 5%,10%,15% dan 20% waktu fermentasi 24 jam

Pencucian

Pengeringan

Pemecahan Kulit tanduk

Roasting (Penyangraian) dengan waktu 10, 15, 20 dan 25 menit

Penggilingan biji kopi dengan blender, diayak dengan

ayakan 80 mesh

Bubuk Kopi Dilakukan Analisa: 1. Daya larut

2. Kadar kafein

3. Uji Organoleptik warna 4. Uji Organoleptik Aroma 5. Uji Organoleptik Rasa 6. Uji Organoleptik

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

konsentrasi ragi memberikan pengaruh terhadap daya larut, kadar kafein, uji

organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur rasa seperti pada Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Parameter yang Diamati

Perlakuan Daya Larut

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi ragi memberikan pengaruh

terhadap parameter yang diuji. Persen daya larut yang tertinggi terdapat pada

perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%) yaitu sebesar 60% dan terendah terdapat

pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 5%) yaitu sebesar 57,438%. Persen kadar

kafein yang tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 5%) yaitu

sebesar 7,446% dan terendah terdapat pada perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%)

yaitu sebesar 7,171%. Uji organoleptik warna yang tertinggi terdapat pada

perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%) yaitu sebesar 9,715 dan terendah terdapat

pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 5%) yaitu sebesar 7,921. Uji organoleptik

aroma yang tertinggi terdapat pada perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%) yaitu

sebesar 9,0215 dan terendah terdapat pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 5%)

(49)

M1 (konsentrasi ragi 5%) yaitu sebesar 8,955 dan terendah terdapat pada

perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%) yaitu sebesar 8,154. Uji organoleptik tekstur

rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 10%) yaitu

sebesar 8,450 dan terendah terdapat pada perlakuan M4 (konsentrasi ragi 20%)

yaitu sebesar 7,713.

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa lama

penyangraian memberikan pengaruh terhadap daya larut, kadar kafein, uji

organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur seperti pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Pengaruh Lama Penyangraian Terhadap Parameter yang Diamati

Perlakuan Daya

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa lama penyangraian memberikan

pengaruh terhadap parameter yang diuji. Persen daya larut yang tertinggi terdapat

pada perlakuan S4 (lama penyangraian 20 menit) yaitu sebesar 60% dan terendah

terdapat pada perlakuan S1 (lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar 66,819%.

Persen kadar kafein yang tertinggi terdapat pada perlakuan S1

(lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar 7,598% dan terendah terdapat pada

perlakuan S3 (lama penyangraian 20 menit) yaitu sebesar 7,078%. Uji

organoleptik warna yang tertinggi terdapat pada perlakuan S4

(lama penyangraian 25 menit) yaitu sebesar 9,46 dan terendah terdapat pada

perlakuan S1 (lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar 8,011. Uji organoleptik

(50)

yaitu sebesar 8,676 dan terendah terdapat pada perlakuan S1

(lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar 7,718. Uji organoleptik rasa yang

tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar

8,754 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (lama penyangraian 25 menit) yaitu

sebesar 8,300. Uji organoleptik tekstur rasa yang tertinggi terdapat pada

perlakuan S1(lama penyangraian 10 menit) yaitu sebesar 8,125 dan terendah

terdapat pada perlakuan S3 (lama penyangraian 20 menit) yaitu sebesar 7,850.

Daya Larut(%)

Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Daya Larut (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa penambahan ragi

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya larut kopi

bubuk yang dihasilkan. Sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Daya Larut (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama

penyangraian memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya

larut kopi bubuk yang dihasilkan. Sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian terhadap Daya Larut (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa penambahan

konsentrasi ragi dan lama penyangraian memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap daya larut kopi bubuk yang dihasilkan. Sehingga uji LSR

(51)

Kadar Kafein (%)

Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Kadar Kafein (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa penambahan ragi

memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar kafein kopi bubuk

yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini:

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Kadar Kafein (%)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0.05 0.01 Ragi 0.05 0.01

- - - M1 = 5 % 7.446 a A

2 0.163 0.225 M2 = 10 % 7.383 a AB

3 0.172 0.236 M3 = 15 % 7.318 ab AB

4 0.176 0.242 M4 = 20 % 7.171 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata 1% pada tabel yang sama

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda tidak nyata

dengan M2 dan M3 dan berbeda nyata dengan M4. Perlakuan M2 berbeda tidak

nyata dengan M3 dan M4. Perlakuan M3 berbeda tidak nyata dengan M4. Persen

kadar kafein yang tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (konsentrasi ragi 5%)

yaitu sebesar 7,446% dan terendah terdapat pada perlakuan M4

(konsentrasi ragi 20%) yaitu sebesar 7,171%.

Hubungan antara konsentrasi ragi terhadap kadar kafein dapat dilihat pada

Gambar 3 semakin tinggi konsentrasi ragi maka kadar kafein yang terdapat pada

kopi akan semakin menurun, tetapi penurunan kadar kafein ini relatif kecil. Faktor

penting kopi adalah kafein, dimana kafein merupakan zat perangsang dan

(52)

semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan maka semakin rendah kadar

kafein dari kopi karena mikroba dapat merombak kafein yang terdapat pada kopi

(Illy dan Viany, 1995).

Gambar 3. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Kadar Kafein (%)

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Kafein (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa lama

penyangraian memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar

kafein kopi bubuk yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini: ŷ= -0,0178M + 7,552

(53)

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Kadar Kafein (%)

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0.05 0.01 Penyangraian 0.05 0.01

- - - S1 = 10 menit 7.598 a A

2 0.163 0.225 S2 = 15 menit 7.457 a A

3 0.172 0.236 S3 = 20 menit 7.185 b B

4 0.176 0.242 S4 = 25 menit 7.078 b B

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata 1% pada tabel yang sama

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata

dengan S2 dan berbeda sangat nyata dengan S3 dan S4. Perlakuan S2 berbeda

sangat nyata dengan S3 dan S4. Perlakuan S3 berbeda tidak nyata dengan S4.

Persen kadar kafein yang tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (lama penyangraian

10 menit) yaitu sebesar 7,598% dan terendah terdapat pada perlakuan S3 (lama

penyangraian 20 menit) yaitu sebesar 7,060%.

Hubungan antara konsentrasi ragi terhadap kadar kafein dapat dilihat pada

Gambar 3 semakin tinggi konsentrasi ragi maka kadar kafein yang terdapat pada

kopi akan semakin menurun, hal ini disebabkan di dalam proses penyangraian

sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain

yaitu aseton, furfural, ammonia, trimethylamine, asam fomiat dan asam asetat,

sehingga jika dilakukan terlalu lama maka kadar kafein akan semakin menurun

(54)

7.000

Pengaruh Interaksi antara Konsentrasi Ragi dan Lama Penyangraian terhadap Kadar Kafein (%)

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa penambahan

konsentrasi ragi dan lama penyangraian memberikan pengaruh berbeda tidak

nyata (P>0,05) terhadap kadar kafein kopi bubuk yang dihasilkan. Sehingga uji

LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Warna

Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa penambahan ragi

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji

organoleptik warna kopi yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini: ŷ=-0,0367S+7,9713

(55)

Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Uji Organoleptik Warna Kopi Bubuk (Numerik)

Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi

0.05 0.01 Ragi 0.05 B

- - - M1= 5% 7,921 c C

2 0,258 0,355 M2= 10% 8,013 c C

3 0,271 0,373 M3= 15% 8,994 b B

4 0,278 0,383 M4= 20% 9,715 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata 1% pada tabel yang sama

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 berbeda tidak nyata

dengan M2 dan berbeda sangat nyata dengan M3 dan M4. Perlakuan M2 berbeda

sangat nyata dengan M3 dan M4. Perlakuan M3 berbeda sangat nyata dengan M4.

Nilai uji organoleptik warna yang tertinggi terdapat pada perlakuan M4

(konsentrasi ragi 20%) yaitu sebesar 9,715 dan terendah terdapat pada perlakuan

M1(konsentrasi ragi 5% ) yaitu sebesar 7,921.

Hubungan antara konsentrasi ragi terhadap nilai uji organoleptik warna

dapat dilihat pada Gambar 5 bahwasannya semakin tinggi konsentrasi ragi yang

digunakan maka semakin meningkat warna biji kopi yang dihasilkan. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Ahliansyah, 2010) bahwa biji kopi yang telah

difermentasi menggunakan ragi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama

menyebabkan jaringan daging biji berwarna sedikit kecoklatan (browning) yang

(56)

ŷ = 0.127M + 7.07

Gambar 5. Grafik Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Organoleptik warna (numerik)

Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik Warna (Numerik) Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa penambahan ragi

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji

organoleptik warna pada kopi bubuk yang dihasilkan, dapat dilihat pada Tabel 13

berikut ini:

Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyangraian terhadap Uji Organoleptik Warna Kopi Bubuk (Numerik)

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata 1% pada tabel yang sama

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata

dengan S2, S3 dan S4. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3 dan S4.

Gambar

Tabel 2. Standar Mutu Kopi Bubuk
Tabel 3. Perubahan Zat dalam Biji Kopi setelah Penyangraian
Tabel 5. Skala Uji Numerik Aroma
Tabel 7. Skala Uji Numerik Tekstur Rasa
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Pelayanan dan Pengujian Laboratorium Lingkungan Hidup, 22208324 Belanja Pemeliharaan Alat- Alat Laboratorium APBD Makassar (Kota)..

Next, structure is observed subdividing interior space; first, where the subdivided spaces accommodate similar functions and are perceived as being part of a larger space, and

Terdapat hubungan yang signifikan antara HbA1c dengan IMT, lingkar pinggang, aktivitas fisik, Cr serum darah, dan tingkat kecukupan serat.. Tingkat kecukupan Cr berpengaruh

[r]

Tujuan yang diharapkan tercapai melalui praktek kerja lapangan yang dilakukan yaitu memahami proses terjadinya transaksi penjualan, memahami prosedur akuntansi penjualan dan

Sebanyak 70 % perdagangan dunia melaui laut dan 70% melewati perairan Indonesia yaitu alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) (Paonganan, 2014). Apabila Indonesia memiliki

given time to support and guidance in correcting and helping her in finishing this thesis and all her beloved lecturers in English and Literature

Hasil dari penelitian bahwa orang tua yang melimpahkan Hak Asuh Anak kebanyakan tidak menjalankan prosedur yang seharusnya dalam penyelesaian pelimpahan Hak Asuh