DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)
POSMA CHARLI P S
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)
SKRIPSI
Oleh :
POSMA CHARLI P S
031203036/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.)
Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus
Holmgren)
SKRIPSI
Oleh :
POSMA CHARLI P S
031203036/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren).
Nama : Posma Charli P S
NIM : 031203036
Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si Irawati Azhar, S.Hut Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar, M.S Ketua Departemen Kehutanan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumban Pea, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten
Tobasamosir-Balige pada tanggal 23 Desember 1984 dari Bapak Sakkiel Silaen dan
Ibu Remintan Pane. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri
1 Silaen pada tahun 2003. Tahun yang sama penulis lulus seleksi penerimaan
mahasiswa baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih program
studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Bandar Khalifah, Kabupaten Serdang
Bedagai (selama 10 hari) dan Hutan Pegunungan di Taman Hutan Raya (Tahura)
Tongkoh, Kabupaten Karo (selama 10 hari) yang diadakan pada bulan Juli 2004;
Penulis juga mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva Universitas Sumatera
Utara (HIMAS USU) tahun 2003-2008; Penulis juga sebagai anggota biasa
Organisasi Mahasiswa Gerakan Mahasiswa Pro-Demokrasi (GEMAPRODEM) pada
tahun 2003-2006; Penulis adalah anggota muda KOMPAS USU (Korps Mahasiswa
Pecinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara) tahun
2004-2007.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Musi Hutan
Persada Tbk, Desa Suban Jeriji, Kecamatan Tebat Agung, Kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan-Palembang (selama 2 bulan) dimulai dari bulan Juni 2007 sampai
ABSTRACT
Posma Charli P.S. Toxicity Of Tuba Roots Extract (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Applicated To Subterranean Termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). Under advisor Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.
The objective of this research are to evaluate the possibility of the roots extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) to be used as bioinsecticide under varied consentrations (conrol, 4%, 5% and 6%) on mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). The results showed that there was a very significants effect of treatment on the mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren), there was aplicated axtract 4% concentration mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) more than 50%. The 4% concentration was considered to be the most effective as they could kill more than 50% (57%) of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) used extract with methanol solvent. There was an indication that the root extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) had a strong toxicity and a high potential to be used as botanical insecticides against subterranean termites population.
Key words : Derris elliptica (Roxb). Benth, botanical insecticide, toxicity, mortality,
ABSTRAK
Posma Charli P.S. Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Dibawah bimbingan
Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb). Benth) digunakan sebagai termisida dengan menguji efek ekstrak akar tuba pada berbagai konsentrasi (0%, 4%, 5%, dan 6%) terhadap mortalitas rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap kematian rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Ekstrak akar tuba pelarut metanol dengan konsentrasi 4% dianggap paling efektif karena telah membunuh lebih dari 50% (57%) rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang cukup tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi insektisida botani khususnya untuk menekan populasi rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren).
Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, insektisida botani, toksisitas, mortalitas,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Daya Racun Ekstrak Akar Tuba
(Derris elliptica (Roxb.) Benth) terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus
Holmgren)” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu
Irawati Azhar, S.Hut selaku anggota komisi pembimgbing, yang telah banyak
memberi masukan dan membimbing saya dalam penelitian ini dengan
sebaik-baiknya.
2. Kedua orang tua saya yang telah banyak memberi dukungan dalam materi dan
spiritual sehingga saya tetap semangat dalam penulisan skripsi.
3. Friska Gultom, S.Si, Elson Sianturi, S.Si dan semua asisten Laboratorium Kimia
Organik Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara, Medan, yang telah banyak membantu saya selama
penelitian.
4. Nursia Silaen, S.Si dan seluruh asisten kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Alam, Universitas Negeri Medan.
5. Ronald Tambunan, S.Si yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi
ini.
Meskipun demikian, penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penulisan
skripsi, oleh karena itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian……… 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Biologi tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)……..…..……… .. 4
Flavanoid……….……… .. 5
Rotenone………..………… .. 5
Teknik isolasi rotenone……..………..………….. 6
Toksikologi………..………… .. 6
Biologi rayap………….………..……… .. 7
Biologi karet (Hevea brasiliensis) ……….……….…... ... 9
METODE PENELITIAN ... 11
Lokasi dan waktu penelitian ... 11
Bahan dan alat ... 11
Metode penelitian ... 11
Ekstraksi akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) ... 11
Pembuatan larutan ekstrak ... 13
Pembuatan contoh uji dan persiapan contoh uji sebelum pengawetan . 13 Penyediaan rayap tanah………...………..……..….. ... 14
Pengujian ekstrak akar tuba terhadap rayap tanah……….. . 14
Pengumpula data………..………...…………....……..…. .. 14
Mortalitas rayap………..…...……….…..…. ... 14
Persentase kehilangan berat contoh uji……… ... 15
Laju konsumsi rayap………..……….. ... 15
Pengukuran stabilitas dimensi………..…...….. ... 15
Retensi bahan pengawet ke dalam kayu karet………...….. ... 16
Uji kepermanenan bahan pengawet di dalam kayu………... ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)...………... ... 19
Mortalitas rayap………...….. .... 20
Kehilangan berat dengan faktor pelarut dan konsentrasi ... 21
Laju konsumsi rayap ... 23
Stabilitas dimensi ... 25
Retensi bahan pengawet ke dalam contoh uji ... 26
Kepermanenan ekstrak akar tuba di dalam kayu ... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
Kesimpulan ... 29
Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
Halaman DAFTAR TABEL
1. Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan…………... 17
2. Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)…... 19
3. Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi…………... 20
4. Rata-rata kehilangan berat dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi pada contoh uji setelah diujikan ke rayap... 22
5. Rata-rata laju konsumsi rayap pada contoh uji dengan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi... 23
6. Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) dengan ekstrak akar tuba faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi………... 25
7. Rata-rata persen penambahan berat contoh uji dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi....……...………..……… 26
Halaman DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. a). Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat;
b). Batang tumbuhan tuba……….. 4
2. Jenis-jenis struktur flavanoida………... 5
3. Struktur rotenone………..………. 6
4. Bagan Ekstraksi………...………..…………... 12
5. a). Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan pelarut metanol; b). Rendemen kering ekstrak akar tuba hasil ekstraksi dengan pelarut kloroform………... 19
6. Serangan rayap tanah pada contoh uji………... 24
Halaman DAFTAR LAMPIRAN
1. Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan………. 32
2. Rendemen ekstrak akar tuba……… 32
3. Mortalitas Rayap (%)………... 32
4. Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi 33 5. Analisis sidik ragam mortalitas rayap………... 33
6. Uji Duncan mortalitas………... 34
7. Kehilangan berat (%)………... 34
8. Rata-rata kehilangan berat dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi pada contoh uji setelah diujikan ke rayap... 35
9. Analisis sidik ragam kehilangan berat (A) contoh uji………. 35
10. Uji Duncan kehilangan berat………... 36
11. Laju konsumsi rayap (gr/rayap/hari)………... 36
12. Rata-rata laju konsumsi rayap pada contoh uji dengan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi………. 37
13. Analisis sidik ragam laju konsumsi rayap terhadap contoh uji. 37 14. Uji Duncan laju konsumsi rayap………... 37
15. Stabilitas dimensi………... 38
16. Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) dengan ekstrak akar tuba faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi………. 39
17. Sidik ragam analisis ASE……… 39
19. Rata-rata persen penambahan berat contoh uji dengan faktor pelarut
dan perlakuan konsentrasi……… 40
20. Analisis sidik ragam penambahan berat contoh uji………. 40
21. Uji Duncan penambahan berat………. 40
22. Kepermanenan Ekstrak Akar Tuba (%)………... 40
23. Rata-rata kepermanenan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi………... 41
24. Sidik ragam kepermanenan ekstrak akar tuba di dalam contoh uji………. 42
25. Uji Duncan kepermanenan ekstrak akar tuba………... 42
26. Taksasi biaya penelitian skala laboratorium……… 42
27. Flow sheet penelitian………... 43
28. Tumbuhan tuba yang tumbuh di kebun masyarakat……… 44
29. Tumbuhan tuba sebagai semak yang tumbuh merambat………. 44
30. Batang tuba, akar tuba dan daun tuba………... 45
30. Akar tuba yang telah dihaluskan dan dimaserasi dengan pelarut metanol selama 3 x 24 jam, dan kemudian disaring dengan kertas saring hingga hasil saringan menunjukkan warna lebih jernih……… 45
31. Proses ekstraksi akar tuba………... 46
32. Kayu karet……… 47
ABSTRACT
Posma Charli P.S. Toxicity Of Tuba Roots Extract (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Applicated To Subterranean Termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). Under advisor Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.
The objective of this research are to evaluate the possibility of the roots extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) to be used as bioinsecticide under varied consentrations (conrol, 4%, 5% and 6%) on mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren). The results showed that there was a very significants effect of treatment on the mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren), there was aplicated axtract 4% concentration mortality of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) more than 50%. The 4% concentration was considered to be the most effective as they could kill more than 50% (57%) of subterranean termites (Coptotermes curvignatus Holmgren) used extract with methanol solvent. There was an indication that the root extracts of tuba’s root (Derris elliptica (Roxb.) Benth) had a strong toxicity and a high potential to be used as botanical insecticides against subterranean termites population.
Key words : Derris elliptica (Roxb). Benth, botanical insecticide, toxicity, mortality,
ABSTRAK
Posma Charli P.S. Daya Racun Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Dibawah bimbingan
Lutfhi Hakim, S.Hut, M.Si and Irawati Azhar, S.Hut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan tumbuhan tuba (Derris elliptica (Roxb). Benth) digunakan sebagai termisida dengan menguji efek ekstrak akar tuba pada berbagai konsentrasi (0%, 4%, 5%, dan 6%) terhadap mortalitas rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pemberian ekstrak akar tuba terhadap kematian rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Ekstrak akar tuba pelarut metanol dengan konsentrasi 4% dianggap paling efektif karena telah membunuh lebih dari 50% (57%) rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa ekstrak akar tuba memiliki daya racun (toksitas) yang cukup tinggi dan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi insektisida botani khususnya untuk menekan populasi rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren).
Kata kunci : Derris elliptica (Roxb). Benth, insektisida botani, toksisitas, mortalitas,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumbuhan tuba telah digunakan sebagai racun untuk berburu ikan oleh
masyarakat tradisional semenjak dahulu. Akar tuba diekstrak secara konvensional
yaitu ditumbuk dan dilarutkan dengan air. Pengetahuan masyarakat tradisional
terhadap tumbuhan tuba dikembangkan oleh ahli-ahli kimia. Ahli-ahli kimia
melakukan rangkaian penelitian untuk melihat senyawa-senyawa yang terkandung di
dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa
komposisi senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak akar tuba, yaitu :
rotenone, dehydrorotenone, dequelin dan elliptone (WHO, 1992). Harborne (1987)
mengidentifikasi bahwa senyawa rotenone adalah senyawa flavanoida dan bersifat
racun. Umumnya senyawa rotenone terdapat pada beberapa jenis tumbuhan dari ordo
Leguminosae terutama dari jenis-jenis Derris elliptica dan D.malaccensis yang
banyak dijumpai di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan species dari Loncocarpus
utilis dan L. urucu tumbuh di Amerika Selatan.
Senyawa rotenone yang terdapat pada ekstrak akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) sangat berbahaya terhadap mahluk hidup di perairan karena
kandungan racunnya tinggi. Jika digunakan sebagai racun ikan secara terus-menerus
maka akan menyebabkan kerusakan ekosistem perairan. Kandungan racun yang
tinggi dari senyawa rotenone ini mendorong masyarakat tradisional menggunakannya
sebagai insektisida alami pada pertanian mereka. Kardinan (2001) mengatakan bahwa
kandungan senyawa rotenone yang tertinggi terdapat pada akarnya, yaitu 0,3-12%.
Shahabuddin (2005) melihat ini dan mencoba mengekstrak akar tuba dan
menggunakannya sebagai racun untuk larva Aedes sp. (larva nyamuk penyebab
demam berdarah) dan penelitiannya menunjukkan pengaruh positif terhadap
mortalitas larva Aedes sp.
Rotenone tergolong sangat beracun karena nilai LD50 pada mamalia = 10-30
mg/kg (Tarumingkeng, 2004) akan tetapi rotenone relatif aman bagi kesehatan
berbeda terhadap manusia dan jenis mamalia lainnya. Gejala keracunan tidak terlihat
pada tikus dan marmut apabila rotenone dimakan tetapi gejala keracunan sangat
terlihat pada mencit apabila rotenone dimakan. Iritasi kulit merupakan efek yang
ditimbulkan rotenone apabila terkena kulit kelinci. Rotenone diklasifikasikan sebagai
racun pernapasan oleh badan kesehatan dunia (WHO, 1992).
Berdasarkan latar belakang tumbuhan tuba yang mengandung senyawa racun
yang tinggi maka penulis tertarik untuk mengekstraksi akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) dan melihat daya racun yang ditimbulkan terhadap rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) dan nantinya diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pengawet kayu biologis yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi daya racun ekstrak akar tuba
terhadap rayap tanah.
Hipotesis Penelitian
Pengaruh utama faktor pelarut :
Ho : Faktor pelarut tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu pelarut yang berpengaruh
Pengaruh utama faktor konsentrasi :
Ho : Faktor konsentrasi tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu konsentrasi yang berpengaruh
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor pelarut dengan faktor konsentrasi :
Ho : Faktor pelarut dan faktor konsentrasi tidak berpengaruh
H1 : minimal ada satu pelarut dan konsentrasi yang berpengaruh
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bahan pengawet kayu yang
ramah lingkungan dan tersedianya informasi untuk bidang pengawetan kayu
pengawet alami, dan dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai bahan pengawet
a b
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tumbuhan Tuba
Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth (WHO,
1992). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di
hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan (diperlihatkan pada Gambar
1). Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda),
tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter,
ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar
bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau
keabu-abuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2,
biasanya berbuah pada bulan April-Desember (Sitepu, 1995).
Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba.
Taksonomi tumbuhan tuba ini diklasifikasikan sebagai berikut (WHO, 1992) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Ordo : Leguminosae
Familia : Derris
Species : Derris eliptica
Flavanoida
Flavanoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di
alam. Harborne (1987) mengatakan bahwa senyawa-senyawa ini adalah zat warna
merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Flavanioda memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon, dimana dua dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3)
sehingga membentuk (C6-C3-C6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur
yakni 1,3-diaril propana (flavanoid), 1,2-diaril propana (isoflavanoid), 1,1-diaril
propana (neoflavanoid). Struktur flavanoida ditunjukkan pada Dambar 2.
Gambar 2 Jenis-jenis struktur flavanoida
Rotenone
Rotenone adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga
rotenone termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak
tanaman tuba adalah rotenone dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6). Tubotoxin
merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C, larut dalam alkohol,
karbon tetraclorida, chloroform, dan banyak larutan organik lainnya. Jika terbuka
kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh kristal yang
mengandung racun serangga (WHO, 1992).
Pemisahan rotenone pertama sekali dilakukan oleh Geoffray pada tahun 1895
dalam Sitepu (1995) dimana rotenone digunakan sebagai obat cuci untuk pengujian
dermatitis. Struktur rotenone ditunjukkan pada gambar 3.
Teknik Isolasi Rotenone
Akar tuba yang telah dikeringkan di udara ditumbuk dan kemudian diekstraksi
dengan kloroform dingin sebanyak tiga kali, ekstrak ini digabungkan dan dipekatkan
di bawah penurunan tekanan. Ekstrak pekat ditambahkan eter, akan terbentuk
endapan yang berupa gel yang dapat dipisahkan dari filtratnya. Endapan yang
diperoleh ini selanjutnya dicuci berulang-ulang hingga diperoleh endapan yang bebas
dari senyawa pengotor lainnya. Hasil kristalisasi ini diperoleh kristal berbentuk
lempengan hexagonal yang mempunyai titik lebur 163-1640C dan berwarna putih
mengkilap (Sitepu, 1995).
Toksikologi
Toksikologi menurut E. J Ariens (1985) dalam Wattimena et al. (1994) adalah
pengetahuan kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup dan
merupakan cabang dari farmakologi, yang mencakup : pestisida, insektisida, racun
dan komponen makanan. Suatu zat dinyatakan racun bila zat tersebut menyebabkan
efek merugikan bagi yang menggunakannya. Namun dalam praktek hanya zat dengan
resiko relatif besar untuk menyebabkan kerusakan dinyatakan dengan racun. Sebagai Gambar 3 Struktur rotenone
O O
O O
OCH3
contoh Timbal dan Raksa. Zat ini menimbulkan keracunan, selama jumlah yang
diabsorbsi berada di bawah konsentrasi yang bersifat racun. Karena adanya kenyataan
bahwa zat-zat kimia akan menimbulkan kematian dalam dosis microgram, maka zat
kimia yang lain mungkin relatif kurang berbahaya setelah diberikan dengan dosis
melebihi beberapa gram. Parameter toksisitas didasarkan pada jumlah besarnya zat
kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya yaitu luar biasa toksik (1 mg/kg),
sangat toksik (1-50 mg/kg), cukup toksik (50-500 mg/kg), sedikit toksik (0,5-5
mg/kg), tidak toksik (5-15 mg/kg).
Ariens, E.J. (1985) dalam Wattimena et al. (1994) mengatakan bahwa
mekanisme kerja toksik dilandasi oleh interaksi kimia antara metabolit dengan
substrat biologi yang membentuk ikatan kimia kovalen yang tidak bolak-balik
sehingga terjadi perubahan fungsional, yaitu kerusakan pada plasma. Rotenone
merupakan insektisida alami yang kuat, dosis yang umum pada manusia diperkirakan
0,3-0,5 gr/kg. LD50 dalam perkiraan 5 mg/kg. Dikatakan racun pada manusia karena
dengan dosis yang tinggi dapat menyebabkan kematian (Fimrite, 2007).
Biologi Rayap
Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo isoptera dan
terutama terdapat di daerah-dearah tropika. Sampai saat ini para ahli hama telah
menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar diseluruh dunia, sedangkan di
Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng,
2004).
Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) memiliki kepala
berwarna kuning, antena, lambrum, dan pronotum berwarna kuning pucat. Bentuk
kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel
yang lebar. Antena terdiri dari 15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama
panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas
antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan
kepala mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mendibel 1,56-1,68 mm. Lebar
mm. Panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang
menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan. Setiap koloni
terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja,
kasta prajurit dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer).
Dalam penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta sesuai dengan
fungsinya masing-masing. (Nandika, 1989).
Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk
seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet.
Mendibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan
fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan
memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas dari pada koloni dengan jalan
membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat
energi dalam koloninya. Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga
dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa
perkawinan telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang
besar. Saat seperti ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan
dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayapnya dan mencari tempat yang
sesuai di dalam tanah atau di dalam kayu. Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk
kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota dari kasta ini
mempunyai mandibel atau rostrum yang besar dan kuat. Fungsi kasta prajurit adalah
melindungi koloni terhadap gangguan dari luar (Nandika et al. 2003).
Berdasarkan habitatnya, rayap dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu :
rayap kayu basah ( dampwood termite), rayap kayu kering ( drywood termite), rayap
pohon (tree termite) dan rayap subteran (subterranean termite). Rayap mempunyai
beberapa sifat yang penting : Sifat trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul
saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan. Sifat Crytobiotic, yaitu
sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap
(calon kasta reproduktif) dimana mereka selama periode yang pendek di dalam
hidupnya memerlukan cahaya (terang). Sifat kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk
berada dalam keadaan kekurangan makanan. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap
untuk memakan bangkai sesamanya. Polimorfisme, yaitu adanya kelompok individu
yang berbeda bentuk yang berbeda koloni (Nandika et al. 2003).
Meningkatkan ketahanan kayu tidak awet merupakan tindakan pengawetan
kayu yang sangat diperlukan. Pengawetan kayu merupakan pemberian perlakuan
kimia dan atau tanpa perlakuan fisik terhadap kayu untuk memperpanjang masa pakai
kayu. Beeley (1934) dalam Hasan (1984) mengatakan bahwa terdapat cukup banyak
bukti, bahwa Coptotermes curvignathus akan menyerang pohon-pohon karet muda
yang tampak sehat kondisinya dan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan
kerusakan parah dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Tempat yang diserang
berbeda-beda, dapat terjadi pada bagian beberapa sentimeter di atas tanah, maupun di mana
saja pada di bawah tanah. Lubang masuk biasanya terdapat di sudut akar tunggang
atau di dekat beberapa lubang luka-luka yang terjadi pada akar tunggang, lebih
kurang 20 cm di bawah permukaan tanah.
Biologi Karet (Hevea brasiliensis)
Kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi kayu hutan alam dan menjadi
andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu baik untuk pasar dalam maupun luar
negeri. Alasan kayu karet sebagai substitusi kayu hutan alam adalah: 1) sifat-sifat
dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun kimia relatif sama dengan kayu
hutan alam, 2) potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan
peremajaan perkebunan karet rakyat, dan 3) nilai ekonomis kayu karet cukup baik.
Pohon karet sangat rentan terserang oleh rayap (Penebar Swadaya, 2005). Salah satu
sifat fisik kayu karet yang cukup penting adalah kerapatan atau berat jenis. Kerapatan
kayu karet tergolong setengah berat yaitu berkisar antara 0,62–0,65 g/cm3
(Boerhendhy, 2002). Nilai penyusutan (stabilitas dimensi) kayu karet sangat kecil,
hanya sedikit lebih kecil dari kayu jati. Dibandingkan dengan kayu ramin, penyusutan
kayu karet dari basah sampai kering udara arah radial dan tangensial jauh lebih kecil,
yaitu 1,77−3,05%, sedangkan kayu ramin mengalami penyusutan untuk arah radial
Dilihat dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat
II-III, yang setara dengan kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian,
ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Kelas awet kayu karet tergolong
kelas awet V yaitu setara dengan kayu ramin, namun kayu karet lebih rentan terhadap
serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) dibanding kayu ramin. Oleh karena
itu, untuk memanfaatkannya perlu dilakukan pengawetan yang lebih intensif
dibandingkan kayu ramin, terutama setelah digergaji. Pengawetan kayu ramin cukup
dengan cara pencelupan, sedangkan pada kayu karet harus dilakukan dengan cara
vakum dan tekan. Namun, dengan berkembangnya teknologi pengawetan, masalah
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneltian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan Laboratorium Teknologi Hasil
Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dari bulan Februari sampai dengan
bulan April 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akar tuba (Derris elliptica
(Roxb.) Benth) sebanyak 2000 gram dalam keadaan berat kering udara yang
diperoleh dari Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir. Rayap tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) untuk menguji toksisitas. Kayu karet (Hevea
brasiliensis) umur 20 tahun sebagai pengumpanan bahan pengawet yang diperoleh
dari perkebunan milik rakyat Gunung Para, Tebing Tinggi. Sedangkan pelarut yang
digunakan adalah metanol (MeOH) teknis, kloroform (CHCL3), n-heksan, H2SO4 2N,
etil asetat (EtAc) dan aquades.
Alat yang digunakan adalah blender untuk menghaluskan akar tuba, saringan
60 mesh, botol besar untuk tempat perendaman, kertas saring untuk memisahkan
ampas dengan hasil rendaman, botol penampung hasil rendaman, labu alas 1 liter
sebagai wadah hasil rendaman, rotary evaporator untuk menguapkan pelarut, corong
pisah untuk memisakan larutan yang masih tersisa, beker glass, pH meter, kotak kaca
untuk tempat aplikasi bahan pengawet terhadap contoh uji dan rayap.
Metode Penelitian
Ekstraksi Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Akar tuba (bahan ekstrak) dicuci bersih, dipotong-potong kecil dan
dikeringkan untuk dihancurkan dengan menggunakan blender sampai halus.
Selanjutnya pembuatan ekstrak akar tuba mengacu pada metode yang digunakan
kemudian disaring. Tahap maserasi ini diulang beberapa kali, sampai maserat
yang diperoleh warnanya relatif jernih. Selanjutnya maserat yang diperoleh
dipekatkan dengan alat penguap putar (rotary evaporator), pada suhu 40-500 C,
sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Pelarut yang tersisa pada ekstrak pekat
tersebut diuapkan di atas penangas air pada suhu 40-500C dalam lemari asam,
sehingga diperoleh ekstrak metanol berbentuk pasta (bebas dari pelarut). Ekstrak
yang diperoleh kemudian diencerkan dengan menggunakan akuades sesuai
dengan konsentrasi ekstrak yang diperlukan. Alur kerja ekstraksi akar tuba secara
lengkap disajikan pada Gambar 4.
Pengasaman dengan H2SO4 2N sampai pH = 2 Partisi n-heksan Penyaringan, pemekatan dengan
rotary evaporator
2000 gr serbuk akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Lapisan CHCl3 Residu : lapisan asam pH = 2
Ekstrak Pekat kloroform Ekstrak pekat metanol
Lapisan MeOH Residu : lapisan n-heksan sisa
Residu : MeOH sisa Ekstrak MeOH kasar
Pelarutan dengan MeOH
Penguapan
Pelarutan dengan aquadest
Ekstraksi partisi dengan CHCl3
Penguapan
Ekstraksi dilakukan secara rendaman dingin dengan menggunakan pelarut
metanol (MeOH) terhadap serbuk akar tuba dan didapat kadar ekstrak dan
dilanjutkan dengan pelarut kloroform (CHCl3). Ekstrak akar tuba pekat dengan
pelarut metanol yang diperoleh dibagi dua. Setengah bagian pertama akan dibuat
menjadi serbuk dan dilarutkan dengan aquades dengan taraf konsentrasi 0%
(tanpa perlakuan), 4%, 5%, 6% dan diaplikasikan ke contoh uji dan diumpankan
terhadap rayap sedangkan sisanya akan diekstrak partisi dengan pelarut kloroform
dan hasilnya akan dibuat menjadi serbuk dan diaplikasikan ke contoh uji
seterusnya diumpankan terhadap rayap (perlakuan untuk kedua ekstrak akar tuba
untuk masing-masing contoh uji dan pengumpanan ke rayap adalah sama).
Pembuatan Larutan Ekstrak
Ekstrak pekat metanol dan ekstrak pekat kloroform yang diperoleh untuk
masing-masing hasil ekstrak dikonsentrasikan dengan pelarut aquades sesuai
dengan konsentrasi yang dibutuhkan. P0 = Perlakuan 0% (tanpa ekstrak akar
tuba), P1 = 4%, P2 = 5%, P3 = 6%. Rendemen ekstrak akar tuba dihitung dengan
menggunakan rumus :
%
Berat serbuk diperoleh dari hasil penguapan sisa pelarut dengan oven.
Penambahan aquades dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak pada
berbagai tingkat konsentrasi pengujian. Formulasi konsentrasi ditentukan dengan
Pembuatan Contoh Uji dan Persiapan Contoh Uji sebelum Perlakuan.
Pembuatan Contoh Uji.
Kayu karet segar ditebang, dibuat dolok dengan panjang kurang lebih 1m, lalu
diambil kayu bagian gubalnya untuk dibuat contoh uji. Contoh uji yang bebas
cacat berukuran 20mm (T) x 20mm (R) x 10mm (L) dibuat dengan gergaji mesin
Persiapan Contoh Uji Sebelum Perlakuan.
Contoh uji dikering udarakan selama lebih kurang 2 minggu (sampai beratnya
konstan). Kemudian contoh uji dikeringkan di dalam oven 600C selama 3 hari
kemudian ditimbang (Wo) dan volumenya diukur dengan kalipper.
Penyediaan Rayap Tanah
Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dipilih yang sehat dan
aktif, terdiri dari kasta pekerja dan kasta prajurit. Jumlah kasta prajurit 10% dari
jumlah kasta pekerja. Jumlah rayap tanah untuk satu perlakuan adalah 50 ekor
rayap (45 ekor kasta pekerja dan 5 ekor kasta prajurit). Rancangan percobaan
penelitian menggunakan 2 faktor, 4 perlakuan dan 5 kali ulangan sehingga
dibutuhkan 2000 ekor rayap (1800 ekor kasta pekerja dan 200 ekor kasta prajurit.
Pengujian Ekstrak Akar Tuba terhadap Rayap Tanah
Contoh uji yang telah yang telah diberi perlakuan kemudian dimasukkan ke
dalam kotak kaca. Setiap kotak kaca berisi satu buah contoh uji dan diberi
label/keterangan sesuai perlakuan masing-masing. Masing-masing kotak kaca
dimasukkan 45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit yang sehat dan aktif.
Contoh uji kemudian disimpan di dalam kamar gelap selama 9 minggu dan setiap
minggu diamati mortalitas rayapnya.
Pengumpulan Data
Mortalitas Rayap
Keterangan : M = Mortalitas rayap
M0 = Total jumlah rayap yang diumpankan
M1 = Jumlah rayap yang mati
Persentase Kehilangan Berat Contoh Uji
Kehilangan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persentase
kehilangan berat contoh uji dengan rumus :
%
A = Persentase kehilangan berat kayu contoh uji (%)
W = Berat kering oven kayu contoh uji sebelum diumpankan ke rayap
(gram)
F = Berat kering oven contoh uji setelah diumpankan ke rayap tanah
selama 9 minggu (gram)
Laju Konsumsi Rayap
Laju konsumsi rayap dihitung dengan rumus :
pekerja
Contoh uji direndam di dalam air hingga tenggelam. Setelah jenuh
air contoh uji diangkat dan diukur dimensinya (DB), kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 103±050C dan juga diukur dimensinya (DK).
Dimensi contoh uji setelah perendaman dan kering oven diukur dengan
jangka sorong untuk menghitung koefesien pengembangan volume (S).
Nilai ASE (Antiswelling Efficiency) dapat dihitung dari perbedaan antara
nilai pengembangan contoh uji dengan perlakuan pengawetan dan tanpa
perlakuan pengawetan. Koefisien pengembangan volume dihitung dengan
%
S = Koefisien pengembangan (%)
DB = Dimensi contoh uji setelah perendaman (cm3)
DK = Dimensi contoh uji kering oven (cm3)
S2 = Koefesien pengembangan volume contoh uji setelah perlakuan
S1 = Koefisien pengembangan contoh uji tanpa perlakuan
Retensi Ekstrak Akar Tuba
Persentase penambahan berat contoh uji kayu karet akibat perlakuan
pengawetan dihitung dengan rumus :
%
W0 = Berat contoh uji sebelum pengawetan (gram)
W1 = Berat contoh uji setelah pengawetan (gram)
Uji Kepermanenan Ekstrak Akar Tuba di Dalam Kayu
Contoh uji yang telah diawetkan dimasukkan ke dalam air panas 100
ml dan direndam selama 1 jam, kemudian diukur penurunan retensinya pada
keadaan kering oven. Hilangnya bahan pengawet akibat pencucian diukur
dengan menghitung penurunan berat contoh uji dengan rumus :
B0 = Berat contoh uji setelah diawetkan (gram)
Ba = Berat contoh uji setelah pelunturan (gram)
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan pola faktorial 2 x 4 dengan 5 kali ulangan (Gomez, 1995).
Tabel 1 Model rancangan acak lengkap 2 x 2 dengan 5 ulangan.
Pelarut (A) Perlakuan (B) I II III IV V
Faktor-faktor yang digunakan adalah faktor A (pelarut metanol dan pelarut
kloroform) dan faktor B dengan 4 taraf konsentrasi perlakuan, yaitu
Perlakuan Bo = perlakuan 0%, B1 = konsentrasi 4%, B2 = konsentrasi 5%,
B3 = konsentrasi 6%). Diulang sebanyak lima kali dengan jumlah rayap
tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) setiap perlakuan sebanyak
lima puluh ekor.
Data yang diperoleh diuji dengan analisis sidik ragam pada taraf
signifikansi 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan α = 0,05
(Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
Model umum dari rancangan adalah :
( )
ij ijkYij =Nilai pengamatan daya racun ekstrak akar tuba
µ = Nilai rata-rata
Bj =Pengaruh taraf ke-j faktor konsentrasi larutan ekstrak
(AB)ij =Pengaruh interaksi perlakuan pelarut ekstrak pada taraf ke-i dengan
perlakuan konsentrasi ekstrak pada taraf ke-j.
(a) (b)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Rendemen ekstrak akar tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth) merupakan
persen zat ekstrak yang dikandung akar tuba. Rendemen ekstrak akar tuba lebih jelas
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rendemen ekstrak akar tuba.
Rendemen basah ekstrak (%) Rendemen kering ekstrak (%)
Pelarut MeOH 17.8668 3.4154
Pelarut CHCl3 22.1663 3.9145
Total 40.0331 7.3299
Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa total rendemen kering yang diperoleh
adalah 7,3299% dengan perincian seperti Tabel 2. Rendemen yang diperoleh dengan
pelarut CHCl3 lebih banyak dari rendemen dengan pelarut MeOH. Hal ini bisa
diterima karena ketika proses pembagian ekstrak pekat metanol berbentuk gel (seperti
disajikan pada Lampiran 27) tidak terbagi secara merata. Pembagian dilakukan
berdasarkan volume dan bukan berdasarkan massa partikel ekstraksi sehingga
rendemen kering ekstrak CHCl3 memiliki persen rendemen lebih banyak karena
memiliki bobot lebih banyak. Rendemen kering ekstrak akar tuba berupa serbuk
seperti disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.
Mortalitas Rayap
Mortalitas rayap merupakan salah satu indikator dalam penentuan keaktifan
bahan racun dengan menghitung persentase jumlah rayap yang mati setelah diberikan
perlakuan pada waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak akar tuba pada konsentrasi tinggi dapat membunuh rayap secara efektif.
Secara lengkap hasil penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Konsentrasi Ekstrak MeOH (%) Ekstrak CHCl3 (%)
0% (tanpa perlakaun) 8,00 e 28,00 d
4% 57,20 c 56,40 c
5% 74,40 b 88,00 a
6% 79,20 b 90,80 a
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Rata-rata mortalitas rayap untuk contoh uji dengan ekstrak akar tuba
masing-masing pelarut dan perlakuan konsentrasi pada Tabel 3 diatas dijelaskan bahwa
mortalitas rayap terendah pada perlakuan ekstrak metanol 0% dengan persentase
mortalitas sebesar 8%. Mortalitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan ekstrak
kloroform 6% dengan persentase mortalitas sebesar 90,80%. Analisis sidik ragam
mortalitas rayap yang disajikan pada Lampiran 5, pada faktor pelarut, faktor
konsentrasi dan korelasi faktor pelarut dan faktor konsentrasi menunjukkan pengaruh
yang signifikan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengaruh yang ditimbulkan
untuk kenaikan konsentrasi dan perlakuan ekstrak pelarut adalah berpengaruh nyata.
Kondisi LD50 (lethal dosis 50%) artinya adalah kondisi mortalitas lebih dari
50% dengan pemberian dosis tertentu. Kondisi LD50 dicapai pada perlakuan
konsentrasi 4% baik ekstrak metanol maupun kloroform dengan persentase mortalitas
masing-masing 57,20% dan 56,40%. Hal ini berarti bahwa konsentrasi ekstrak
sebesar 4%, jumlah rayap yang mati mencapai 50% dari total populasi rayap.
Menurut Tarumingkeng (1992) kondisi LD50 merupakan kondisi dimana
insektisida/pestisida sudah dianggap efektif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
konsentrasi 4% ke atas. Insektisida dikatakan efektif apabila konsentrasi yang
diberikan dapat membunuh rayap (Hasan, 1984).
Nilai persentase mortalitas rayap yang sangat tinggi dengan adanya
penggunaan ekstrak akar tuba disebabkan oleh senyawa kimia bioaktif rotenone yang
meracuni rayap. Ekstrak akar tuba mengandung bahan yang beracun yang dapat
mematikan rayap. Penelitian ini mendukung kesimpulan Sitepu (1995) yang
mengatakan bahwa rotenone mengakibatkan mortalitas yang tinggi terhadap ikan nila
sehingga disimpulkan bahwa uji toksikologi rotenone terhadap ikan nila dari kristal
yang diperoleh memberikan uji toksik yang positif. Penelitian ini juga mendukung
kesimpulan Shahabuddin (2005) yang menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak akar
tuba konsentrasi 4% menyebabkan kematian lebih dari 50% (68%) larva Aedes sp.
Gejala keracunan yang diperlihatkan rayap yang terkena racun ekstrak akar
tuba adalah tidak agresif, jalannya lemah dan cenderung diam walau masih dalam
keadaan hidup. Menurut Tarumingkeng (1992) dan Kardinan (2001) bahwa langkah
pertama dalam penilaian efek keracunan insektisida adalah dengan melihat adanya
respon fisik dan perilaku hewan uji setelah melakukan kontak dengan insektisida dan
cara masuknya ke dalam organisme target rotenone merupakan racun perut dan
kontak tetapi tidak bersifat sistemik dan menurut cara kerjanya rotenone merupakan
racun pernafasan. Sastrautomo (1992) dan Martin et al. (1990) mengatakan bahwa zat
rotenoid aktif menghambat enzim pernafasan yaitu enzim glutamat oksidase. Enzim
ini berfungsi dalam katabolisme asam amino maupun biosintesisnya. Tarumingkeng
(1992) mengemukakan bahwa rotenone merupakan inhibitor metabolisme respirasi
yang bersifat sangat spesifik, yaitu menyerang proses perpindahan elektron antara
NADH (nukleotida adenosin difosforidin) dan sitokrom b, sehingga transmisi impuls
saraf terhenti. Penghambatan enzim respirasi oleh rotenoid menyebabkan proses
metabolisme dalam tubuh terhambat dan pada akhirnya dapat mematikan organisme.
Kehilangan Berat Contoh Uji
Pengurangan berat contoh uji disebabkan oleh serangan rayap. Rata-rata
Tabel 4 Rata-rata kehilangan berat dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi pada contoh uji setelah diujikan ke rayap.
Konsentrasi Ekstraksi metanol (%) Ekstraksi kloroform (%)
0% 31,13 a 25,4 a
4% 12,06 a 21,88 a
5% 26,24 b 22,25 a
6% 15,09 b 14,67 a
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata untuk faktor konsentrasi pada uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test).
Dari Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa serangan rayap terhadap contoh uji yang
tidak direndam dengan ekstrak akar tuba adalah sangat tinggi dibandingkan dengan
kehilangan berat contoh uji yang direndam dengan ekstrak akar tuba. Ekstrak akar
tuba yang terdapat pada contoh uji menyebabkan pola makan rayap terganggu.
Analisis sidik ragam kehilangan berat yang disajikan Lampiran 7 menunjukkan
bahwa pemberian konsentrasi berpengaruh terhadap kehilangan berat sehingga faktor
konsentrasi dilanjutkan dengan uji Duncan. Pemberian ekstrak pada berbagai tingkat
konsentrasi pada ekstraksi metanol berpengaruh nyata sedangkan pemberian ekstrak
pada berbagai tingkat konsentrasi pada ekstraksi kloroform tidak berpengaruh nyata.
Kehilangan berat pada contoh uji yang direndam dengan ekstrak akar tuba
konsentrasi 4% untuk masing-masing perlakuan sangat sedikit dibandingkan dengan
kehilangan berat contoh uji yang direndam dengan ekstrak akar tuba konsentrasi 5%.
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi ekstrak akar tuba yang diberikan maka
kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap akan semakin sedikit, dalam hal ini
tidak demikian. Pola makan rayap yang terganggu akibat tertekan dengan makanan
yang beracun menyebabkan kehilangan berat contoh uji yang sedikit. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan Nandika et al. (2003) bahwa aktivitas makan rayap secara
umum dipengaruhi oleh ketersediaan dan tingkat kesukaan rayap terhadap sumber
makanan dan kondisi lingkungan. Pola makan rayap yang terganggu menyebabkan
sifat kanibalisme rayap muncul sehingga menyerang rayap yang lemah dan memakan
Laju Konsumsi Rayap
Laju konsumsi rayap terhadap contoh uji adalah berat contoh uji yang
dimakan seekor rayap yang dihitung setiap hari. Rata-rata laju konsumsi rayap
terhadap contoh uji disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rata-rata laju konsumsi rayap pada contoh uji dengan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Konsentrasi Ekstraksi metanol (mg/rayap/hari)
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata untuk faktor konsentrasi pada uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test).
Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa laju konsumsi rayap yang paling tinggi
terjadi pada contoh uji yang tidak direndam dengan ekstrak akar tuba. Data yang
ditunjukkan tabel laju konsumsi rayap memiliki pola yang sama dengan data yang
ditunjukkan tabel kehilangan berat. Kehilangan berat contoh uji tanpa ekstrak akar
tuba untuk masing-masing perlakuan tinggi sehingga laju konsumsi rayap terhadap
contoh uji tanpa perlakuan ekstrak akar tuba juga tinggi dan sebaliknya semakin
tinggi konsentrasi yang diberikan maka kehilangan berat dan laju konsumsi rayap
juga semakin kecil. Laju konsumsi rayap yang paling rendah terjadi pada contoh uji
yang direndam dengan konsentrasi 4% ekstrak akar tuba yaitu sebesar 0,04
mg/rayap/hari. Hal ini disebabkan oleh kehilangan berat contoh uji sebesar 12,06%
seperti yang disajikan pada Tabel 4. Sehingga disimpulkan bahwa laju konsumsi
rayap berbanding lurus dengan kehilangan berat contoh uji.
Hubungan rata-rata laju konsumsi rayap dengan mortalitas rayap berbanding
terbalik. Konsentrasi ekstrak akar tuba yang semakin tinggi akan menyebabkan
mortalitas rayap yang tinggi. Mortalitas rayap yang tinggi akan menurunkan
intensitas serangan rayap terhadap contoh uji, sehingga kehilangan berat dan laju
(a) (b)
Analisis sidik ragam yang disajikan Lampiran 9 menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak akar tuba pada contoh uji berpengaruh nyata pada berbagai tingkat
konsentrasi untuk menurunkan laju serangan rayap. Model serangan rayap terhadap
contoh uji disajikan Gambar 6.
Gambar 6 Serangan rayap tanah pada contoh uji dengan konsentrasi 6%
Perbandingan model serangan rayap tanah pada contoh uji yang tidak
direndam ekstrak akar tuba dengan contoh uji yang direndam dengan ekstrak akar
tuba disajikan pada Gambar 7.
(d) (c)
Gambar 7 a) Model serangan rayap tanah pada contoh uji yang direndam dengan ekstrak dengan pelarut metanol; b) Model serangan rayap tanah pada contoh uji yang direndam dengan ekstrak dengan pelarut kloroform; c dan d) Contoh uji tanpa perlakuan.
Stabilitas Dimensi
Stabilitas dimensi merupakan perbandingan antara volume pengembangan
setelah perendaman dengan volume penyusutan setelah pengeringan dengan atau
tanpa ekstrak akar tuba. Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) disajikan Tabel 6.
Tabel 6 Rata-rata ASE (antiswelling efficiency) dengan ekstrak akar tuba faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Faktor Ekstrak metanol (%) Ekstrak kloroform (%)
0% (tanpa perlakuan) 0,0000 0,0000
4% -0,4269 -0,2141
5% 0,0553 0,2306
6% 0,0939 -0,3647
Dari Tabel 6 diatas dijelaskan bahwa stabilitas dimensi contoh uji yang paling
baik ditunjukkan oleh nilai yang paling tinggi. Nilai stabilitas paling tinggi terdapat
pada konsentrasi 5% ekstrak kloroform yaitu sebesar 0,2306%. Angka-angka yang
disajikan pada tabel semakin mendekati nol itu berarti stabilitas dimensinya semakin
kecil dan sebaliknya semakin besar nilai persen ASE (antiswelling efficiency) yang
muncul maka stabilitas dimensinya semakin tinggi. Nilai negatif yang muncul pada
angka-angka yang disajikan pada tabel menunjukkan bahwa koefisien pengembangan
pengawetan sehingga terjadi penyusutan. Penyusutan volume contoh uji terjadi
karena perendaman dan pengovenan yang berulang-ulang yang merusak struktur
penyusun kayu. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Achmadi (1990) bahwa
struktur penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan kandungan kimia kayu lainnya
akan terurai pada proses hidrolisis sehingga kemampuan kembang susut kayu
berkurang.
Pemberian ekstrak akar tuba terhadap contoh uji tidak memberikan kestabilan
kembang susut kayu. Ekstrak akar tuba tidak bisa digunakan untuk memodifikasi
kimia kayu sehingga derajat kemantapan dimensinya tinggi. Tujuan modifikasi kimia
kayu menurut Achmadi (1990) adalah untuk meningkatkan kemantapan stabilitas
dimensi kayu. Pemberian zat ekstrak akar tuba terhadap contoh uji pada analisis sidik
ragam yang disajikan Lampiran 12 tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap
stabilitas dimensi contoh uji kayu.
Retensi Ekstrak Akar Tuba
Retensi ekstrak akar tuba diketahui dari penambahan berat contoh uji setelah
direndam dengan ekstrak akar tuba. Rata-rata persen penambahan berat lebih jelas
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rata-rata persen penambahan berat contoh uji dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Faktor Ekstraksi metanol (%) Ekstraksi kloroform (%)
0% 0,00 a 0,00 a
4% 0,21 a 0,26 a
5% 0,22 a 0,24 a
6% 0,32 a 0,25 a
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata untuk faktor konsentrasi pada uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test).
Dari Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa penambahan berat paling banyak
terdapat pada contoh uji yang direndam dengan ekstrak metanol konsentrasi 6%.
Contoh uji yang direndam dengan ekstrak kloroform terjadi penambahan berat paling
banyak pada konsentrasi 4%. Penambahan berat contoh uji yang semakin banyak
Penambahan berat dipengaruhi oleh kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak
akar tuba. Ekstrak metanol akan mempengaruhi penambahan berat contoh. Ekstrak
yang belum murni mengandung senyawa-senyawa pengotor yang akan dipisahkan
seperti : terpenoid, steroid, asam lemak dan senyawa-senyawa lainnya (Harborne,
1987). Analisis sidik ragam yang disajikan Lampiran 14 menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak akar tuba pada berbagai tingkat konsentrasi berpengaruh nyata
terhadap penambahan berat contoh uji.
Kepermanenan Ekstrak Akar Tuba
Kepermanenan ekstrak akar tuba dengan contoh uji yang dinyatakan dalam
bentuk persen disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata kepermanenan ekstrak akar tuba dengan faktor pelarut dan perlakuan konsentrasi.
Faktor Ekstraksi metanol (%) Ekstraksi kloroform (%)
0% 0,00 a 0,00 a
4% 0,19 a 0,23 a
5% 0,21 a 0,24 a
6% 0,21 a 0,25 a
Simbol yang sama berarti tidak berbeda nyata untuk faktor konsentrasi pada uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test).
Dari Tabel 8 dapat dijelaskan bahwa ekstrak akar tuba konsentrasi 6%
menunjukkan kepermanenan yang lebih tinggi. Kepermanenan ekstrak akar tuba
berbanding lurus dengan konsentrasi akar tuba. Semakin tinggi konsentrasi akar tuba
maka semakin tinggi persen kepermanenannya di dalam contoh uji. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persen kepermanenan ekstrak akar tuba terhadap contoh uji
sangat rendah dikarenakan ekstrak akar tuba mudah tercuci dengan air panas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tarumingkeng (1992) yang mengatakan bahwa bahan
pengawet organik sangat mudah tercuci dengan air sehingga kepermanenannya sangat
rendah.
Hubungan retensi ekstrak akar tuba ke dalam contoh uji dengan
kepermanenan ekstrak akar tuba di dalam contoh uji berbanding lurus. Semakin
kepermanenan ekstrak di dalam contoh uji akan semakin tinggi. Analisis sidik ragam
seperti disajikan Lampiran 17 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak akar tuba
dengan tingkat konsentrasi memberikan pengaruh nyata terhadap kepermanenan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Komponen kimia ekstrak akar tuba konsentrasi 4% efektif membunuh rayap lebih
dari 50%.
2. Faktor pelarut, faktor konsentrasi ekstrak akar tuba dan korelasi faktor pelarut dan
faktor konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap mortalitas rayap.
3. Konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap kehilangan berat contoh uji.
4. Konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap laju konsumsi rayap.
5. Konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap retensi akar tuba terhadap
contoh uji.
6. Konsentrasi ekstrak akar tuba berpengaruh terhadap kepermanenan ekstrak akar
tuba di dalam contoh uji.
7. Faktor pelarut, faktor konsentrasi dan korelasi faktor pelarut dan faktor
konsentrasi ekstrak akar tuba tidak berpengaruh terhadap stabilitas dimensi
contoh uji.
Saran
Menggunakan ekstrak akar tuba sampai taraf ekstraksi klorofom sudah
menunjukkan hasil yang baik (menunjukkan efek racun yang tinggi) sehingga
disarankan ekstraksi dilakukan sampai murni (kristal) dan aplikasi dengan larutan lain
yang dapat meningkatkan stabilitas dimensi dan keterikatannya dengan kayu
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2005. Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Cetakan XI. PT. Niaga Swadaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Boerhendhy I., Nancy C, dan Gunawan A. 2002. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet sebagai Substitusi Kayu Alam. Warta Penelitian Pusat Karet, 21: 58−66.
Coto Z. 1989. Kayu Karet sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu. Prosiding Lokakarya Nasional Pembangunan Hutan Tanaman Industri Karet, Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih. 28−30 Agustus, Medan.
Fimrite P. 2007. Francisco Chronicle.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI-Press. Jakarta.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia-Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB Press. Bandung.
Hasan, T. 1984. Rayap dan Pemberantasannya. CV. Yasaguna. Bandung.
Kardinan A. 2001. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW, Granner DK. 1990. Biokimia [Alih Bahasa: Darmawan]. Buku Kedokteran EGC. Bandung.
Mattjik AA, I Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor.
Nandika D, Yudi R, Farah D. 2003. Rayap. Muhammadiyah University Press. Surakarta.
Sastroutomo SS. 1992. Pestisida, Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Shahabuddin, Johannes, Elijonnahdi P. 2005. Toksisitas Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes sp. Vektor Penyakit Demam Berdarah. Jurnal Agroland, 12: 39-44.
Sitepu B. 1995. Isolasi Rotenone dari Akar Tuba (Derris elliptica (Roxb.) Benth). Skripsi Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Medan [Tidak Dipublikasikan].
Tarumingkeng RC. 2004. Biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia (Biology and Control of Termites Attacking Building). http:/www.pi kawan.com/images.info ilmu/rayap.htm [23 Desember 2007].
Wattimena YR, Mathilda BW, Elin YS. 1994. Toksikologi Umum. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.