• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Pertanian Nilam Ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbulan 1 di Kecamatan Parbulan Kabupaten Dairi (1959-1998)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dari Pertanian Nilam Ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbulan 1 di Kecamatan Parbulan Kabupaten Dairi (1959-1998)"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

DARI PERTANIAN NILAM KE PERTANIAN HORTIKULTURA DI DESA

PARBULUAN 1 DI KECAMATAN PARBULUAN KABUPATEN DAIRI (1959-1998)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : SAUT MAROLOP SINAGA NIM : 090706020

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Lembar Persetujuan Ujian skripsi

DARI PERTANIAN NILAM KE PERTANIAN HORTIKULTURA DI DESA PARBULUAN 1 KECAMATAN PARBULUAN KABUPATEN DAIRI (1959-1998)

Yang diajukan Oleh

Nama : Saut Marolop Sinaga NIM : 090706020

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh Pembimbing

Drs. Samsul Tarigan Tanggal,

NIP 195811041986011002

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M. Hum Tanggal,

NIP 196409221989031001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001

(4)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

Di terima Oleh

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Pada

Hari :Selasa

Tanggal :22 Juli 2014

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis. M. A NIP. 1951101397603100

Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dikerjakan sebagai landasan untuk menggali pengetahuan di masa lalu dan sebagai pedoman untuk kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang.

Adapun judul skripsi ini adalah “ Dari Pertanian Nilam ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbuluan 1 (1959-1998)”. Tulisan ini menyangkut masalah mata pencaharian yang senantiasa berubah dimana diawali membudidayakan nilam pada tahun 1959, mengolah kayu balok pada tahun 1970, dan terakhir tanaman palawija (kentang dan kol). Ketiga mata pencaharian ini sedikit banyaknya mempunyai pengaruh bagi kehidupan masyarakat Desa Parbuluan 1. Selain itu, fokus utama penelitian ini adalah mengungkapkan alasan-alasan peralihan mata pencaharian di Desa Parbuluan 1.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan perbaikan dalam tulisan ini. Oleh karenanya dengan rendah hati penulis menerima segenap pembaca untuk

menyumbangkan sarannya yang bersifat konstruktif sehingga skripsi ini lebih sempurna. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa banyak tantangan, hambatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi oleh karena bantuan, kerjasama, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka inilah momen bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Kepada kedua orang tua saya, ayahanda tersayang S.Sinaga dan ibunda tercinta N. Nadeak yang telah membesarkan, mendidik, membimbing semenjak kecil sampai saat ini. Semoga dengan skripsi ini, dapat menjadi batu loncatan untuk perubahan kehidupan keluarga kita.

2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara beserta Bapak Pembantu Dekan 3 beserta staf dan pegawainya, yang memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya.

3. Drs. Edi Sumarno, M. Hum selaku Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan Dra. Nurhabsyah M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bekal ilmu kepada penulis.

4. Dra. Penina Simajuntak selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dorongan dan semangat selama kuliah hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs. Samsul Tarigan selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah bersedia untuk membimbing dan memperbaiki skripsi ini hingga selesai. Segala kebaikannya tidak bisa saya balas hanya Tuhan yang dapat membalasnya.

(7)

7. Himsal Silitonga selaku Kepala Sub Bagian Penyuluhan Pertanian Dairi yang telah banyak memberikan data selama penulis melakukan penelitian skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat Stambuk 09, Adinova, Swandi, Roni, Philip, Rijal, Sinta, Toty, yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

9. Batalyon Menwa USU, Abangda Julianto, Niko, Idris,Robesman yang selalu mendorong untuk menyelesaikan skripsi ini

10.Keluarga Besar di Parbuluan 1, Paman Jus, Dedy, Supen, Aldi, beserta bibi yang turut membantu penulis sejak kuliah sampai penulisan skripsi ini.

11.Kepada kakak Amel dan Bellina yang selama ini telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terkabul.

12.Seluruh kawan-kawan IKBMS (Ikatan Keluarga Besar Muda-Mudi Simallopuk) yang menjadi sumber inspirasi untuk skripsi ini sampai selesai.

13.Tanpa terkecuali seluruh informan yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya ucapakan terimakasih. Semoga Tuha Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah dberikan dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Maret 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5 Metodologi Penelitian ... 7

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PARBULUAN ... 10

2.1 Letak Geografis ... 10

2.2 Keadaan Penduduk ... 11

2.3 Latar Belakang Historis ... 12

2.4 Keadaan Tanah dan Kepemilikan tanah ... 13

2.5 Struktur Sosial Budaya ... 14

BAB III KONDISI MATA PENCAHARIAN DESA PARBULUAN (1959) ... 18

3.1 Pertanian Nilam ... 18

(9)

3.2.1 Mengolah Kayu Balok ... 24

3.2.2 Rotan ... 31

3.3 Membudidayakan Tanaman Hortikultura ... 33

3.3.1 Kentang ... 33

3.3.2 Kubis ... 37

3.3.3 Tunas Kol ... 47

BAB IV DAMPAK MATA PENCAHARIAN NILAM, KAYU, DAN TANAMAN PALAWIJA BAGI MASYARAKAT DESA PARBULUAN ... 52

4.1 Tanaman Nilam ... 52

4.2 Mengolah Kayu balok ... 53

4.3 Tanaman Palawija (Kentang, Kubis, dan Tunas Kol) ... 54

BAB V KESIMPULAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

ABSTRAK

Judul penelitian” Peralihan dan Pengaruh Pertanian Nilam ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbuluan 1 , Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi (1959-1998)”. Tulisan ini menyangkut masalah mata pencaharian yang senantiasa berubah dimana diawali membudidayakan nilam pada tahun 1959, mengolah kayu balok pada tahun 1970, dan terakhir tanaman hortikultura (kentang dan kol serta tunas kol). Ketiga mata pencaharian ini sedikit banyaknya mempunyai pengaruh bagi kehidupan masyarakat Desa parbuluan 1. Selain itu, fokus utama penelitian ini adalah mengungkapakan alasan-alasan peralihan mata pencaharian di Desa Parbuluan 1.

Desa Parbuluan 1 berada dalam Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 3100 Ha, yang terbagi atas 3 dusun, yaitu Dusun Simallopuk, Dusun Dalan Toba 1, dan Dusun Dalan Toba 2. Desa Parbuluan terletak pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2300 mm/tahun. Bentuk topografi berbukit, berudara sejuk dengan suhu minimal 13,7-15,7ºC dan dengan suhu maksimal 19,5-22,9ºC. Desa ini berpotensi menghasilkan kayu rimba, tanaman hortikultura.

(12)

ABSTRAK

Judul penelitian” Peralihan dan Pengaruh Pertanian Nilam ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbuluan 1 , Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi (1959-1998)”. Tulisan ini menyangkut masalah mata pencaharian yang senantiasa berubah dimana diawali membudidayakan nilam pada tahun 1959, mengolah kayu balok pada tahun 1970, dan terakhir tanaman hortikultura (kentang dan kol serta tunas kol). Ketiga mata pencaharian ini sedikit banyaknya mempunyai pengaruh bagi kehidupan masyarakat Desa parbuluan 1. Selain itu, fokus utama penelitian ini adalah mengungkapakan alasan-alasan peralihan mata pencaharian di Desa Parbuluan 1.

Desa Parbuluan 1 berada dalam Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 3100 Ha, yang terbagi atas 3 dusun, yaitu Dusun Simallopuk, Dusun Dalan Toba 1, dan Dusun Dalan Toba 2. Desa Parbuluan terletak pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2300 mm/tahun. Bentuk topografi berbukit, berudara sejuk dengan suhu minimal 13,7-15,7ºC dan dengan suhu maksimal 19,5-22,9ºC. Desa ini berpotensi menghasilkan kayu rimba, tanaman hortikultura.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sejarah sosial mempunyai bahan garapan yang sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah ekonomi, sehingga menjadi semacam sejarah sosial ekonomi.1 Begitu juga sejarah ekonomi yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan jalannya perkembangan ekonomi akan mempunyai sumbangan sewajarnya pada penetapan kebijakan perencanaan ekonomi, baik secara nasional maupun daerah.2

Demikian halnya dengan Desa Parbuluan, cara pemenuhan kebutuhan hidupnya selama dekade 1959-1998 bersumber dari Nilam, hasil hutan (kayu balok, dan rotan), dan tanaman palawija. Ketiga mata pencaharian ini mempunyai catatan tersendiri bagi kehidupan sosial ekonomi Desa Parbuluan. Tanaman Nilam mulai dikembangkan awal tahun 1959. Tanaman nilam merupakan tanaman holtikultura dan merupakan salah satu komoditi ekspor non migas.

Sosial ekonomi meliputi empat faktor yaitu pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lingkungan perumahan. Sosial ekonomi merupakan suatu gambaran tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang dengan pendekatan sosial. Dengan kata lain bahwa sosial ekonomi adalah suatu kondisi perekonomian suatu masyarakat yang tercermin dari kemampuannya dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3

1

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Mutiara Wacana, 1994. Hlm: 33.

2

Ibid, Hlm: 80.

3

(14)

Ketika itu harga 1 botol minyak nilam dapat membeli 1 ekor kuda. Uang yang digunakan adalah disebut hepeng bolak.4

Pada saat pengembangan tanaman Nilam, jumlah penduduk Desa Parbuluan masih berkisar 20 kepala rumah tangga. Ketika itu, jalan dari Sidikalang ke Dolok Sanggul masih tanah, sehingga kalau hujan turun jalan akan basah dan berlumpur. Masalah alat transportasi seperti mobil masih jarang orang yang punya, hanya 1 atau 2 orang saja itupun hanya milik seorang polisi yang disebut motor palakka.

Akan tetapi, pada saat itu belum ada niat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Hasil penjualan minyak nilam sebagian besar digunakan untuk membeli kuda, kerbau, dan lembu.

5

Kemudian setelah nilam, masyarakat Desa Parbuluan mencari mata pencaharian baru yakni mengolah hasil hutan berupa mengolah kayu menjadi balok dan mengambil rotan di sekitar bukit di Desa Parbuluan. Pengolahan kayu dilaksanakan dengan metode sederhana. Dalam mengolah hasil hutan ini masyarakat mengunakan kapak dan gergaji tangan serta kerbau sebagai alat bantu tranportasi. Kerbau juga digunakan untuk menarik balok kayu yang telah siap digergaji. Kayu-kayu balok hasil para petani ditarik ke tempat pengumpulan di sepanjang tepi jalan Aek Raru. Kayu olahan berupa balok seterusnya akan di beli oleh

agen-Pengembangan tanaman nilam sangat banyak menghadapi tantangan, diantaranya adalah harus membuka lahan baru seperti hutan. Karena di tanah yang sudah pernah ditanami sebelumnya produksinya bisa berkurang. Pada tahun 1976 Nilam mulai menurun produksinya, salah satu faktor penyebabnya adalah daunnya berguguran dan permintaan di pasar sudah mulai berkurang, akibatnya Nilam perlahan- lahan ditinggal masyarakat Desa parbuluan.

4

Hepeng Bolak merupakan istilah masyarakat Batak lokal di daerah Parbuluan untuk menyebut uang nominal Rp. 1.000 terbitan tahun 1955. Karena harga minyak Nilam yang tinggi masyarakat Parbuluan selalu mengistilahkan nilam dengan Hepeng Bolak.

5

(15)

agen kayu dari Sidikalang. Tentang rotan di Desa Parbuluan 1 diolah menggunakan pisau saja.

Pada masa mengolah balok ini kehidupan masyarakat Parbuluan 1 masih hampir sama dengan masa menanam Nilam. Perdagangan kayu di Desa Parbuluan 1 dapat di katakan semi barter. Agen biasanya berperan ganda dalam sistem ekonomi pedesaan, disini agen kayu tidak saja berperan sebagai pembeli hasil produksi petani, tetapi juga berfungsi sebagai pemodal bagi para penebang kayu hutan. Akibatnya penebang kayu sangat tergantung pada Agen, harga kayu sering kali dimonopoli oleh satu atau dua agen di satu desa. Karena peran ganda Agen kayu sering kali para penebang kayu hanya mendapatkan sedikit uang dari hasil penjualan kayunya hal ini disebabkan oleh harga kayu yang rendah dan uang hasil penjualan habis untuk menutupi utang pada agen kayu.

Kondisi ini kemudian semakin sulit ketika hasil penjualan kayu tidak sebanding dengan hasil yang diterima karena secara perlahan kayu hutan yang akan di tebang semakin jauh ke dalam hutan dan lokasinya semakin sulit. Pada kondisi ini hidup sebagai penebang kayu ini sangat memberatkan sehingga banyak warga yang mulai mecari alternatif mata pencaharian lain. Belajar dari daerah lain seperti daerah Karo, warga Parbuluan 1 mulai mengusahakan tanaman palawija. Secara perlahan tanaman palawija mulai menjadi tanaman yang menjanjikan perbaikan ekonomi warga.

(16)

memasarkan hasil produksinya ke daerah- daerah lain. Adapun daerah tujuan penjualannya adalah Siborong-borong, Sidempuan, dan Padang.

Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik menulis sejarah sosial ekonomi Desa Parbuluan 1 dengan judul “Dari Pertanian Nilam ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbuluan 1, Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi (1959-1998)“. Adapun alasan penulis mengambil judul tersebut berdasarkan kasus perubahan mata pencaharian penduduk secara temporal sangat menarik untuk diteliti karena perubahan dari Petani Nilam, ke penebang kayu dan kemudian beralih ke Petani Palawija memiliki keunikan tersendiri berdasarkan zamannya. Sedangkan tulisan ini dimulai sejak tahun 1959 karena tanaman nilam dikembangkan sejak tahun 1959, dimana pada saat itu belum ada perubahan dalam masyarakat Parbuluan 1. Sedangkan penulisan ini diakhiri tahun 1998 karena terhentinya ekspor tanaman palawija seperti kentang dan kol dari Desa Parbuluan 1 ke luar negeri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk mempermudah penulis menghasilkan penelitian yang objektif, maka penulis perlu membatasi masalah yang dibahas. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah tentang Dari Pertanian Nilam ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbuluan, Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi (1959-1998).

Adapun pokok permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi dan sistem pertanian di Desa Parbuluan 1 sebelum tahun 1959? 2. Mengapa terjadi peralihan mata pencaharian di Desa Parbuluan tahun 1959-1998? 3. Bagaimana pengaruh pertanian Nilam dan terhadap kehidupan sosial ekonomi di Desa

(17)

1.3Tujuan dan Manfaat

Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan dan manfaat yang dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan kondisi pertanian Nilam, mengelola balok, serta pertanian hortikultura di Desa Parbuluan 1 tahun 1959-1998.

2. Untuk menganalisis peralihan mata pencaharian di Desa Parbuluan 1 tahun 1959-1998.

3. Untuk menjelaskan pengaruh pertanian Nilam, mengelola balok, serta pertanian hortikutura terhadap kehidupan sosial ekonomi di Desa Parbuluan 1959-1998.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menambah wawasan tantang peralihan pertanian nilam ke pengelolaan balok dan ke pertanian hortikultura di Desa parbuluan, Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi. 2. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan dalam rangka

peningkatan kemakmuran petani yang berada di di daerah pedesaan seperti Desa Parbuluan.

3. Menambah literatur dalam penulisan sejarah pertanian.

1.4 Tinjauan Pustaka

(18)

David Harry Penny dalam The Transition from Subsistence to Comercial Family Farming in North Sumatra (1964) mengemukakan bahwa dalam pertanian dipengaruhi oleh

kebijakan pemerintah, peranan petani, serta tanaman yang dibudidayakan. Buku ini juga menjelaskan sebab-sebab dari peralihan itu sendiri seperti permintaan harga di pasaran, timbulnya penyakit pada tanaman sehingga membuat produksi berkurang. Buku ini berguna sebagai pembanding penyebab peralihan di daerah lain dengan Desa Parbuluan. Sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada daerah Parbuluan.

Desmika Sembiring dalam Pertanian Jeruk dan Dampaknya Bagi Masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995), Secara umum skripsi ini

bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang proses pertanian jeruk yang dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980 di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana dampak dari pertanian jeruk ini bagi masyarakat desa Tangkidik. Selanjutnya skripsi ini juga mengkaji dan menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setelah berkembangnya pertanian jeruk di desa ini. Tulisan ini juga menjelaskan sebab dari peralihan tanaman palawija ke tanaman jeruk. Masyarakat desa Tangkidik melakukan peralihan tanaman adalah untuk mengikuti perkembangan zaman dengan menambah penghasilan melalui tanaman jeruk.

Selanjutnya adalah hasil karya dari Astina Situmorang yang berjudul Dari Petani ke Budi Daya Ikan Di Desa Siogung-Ogung Kecamatan Pangururan Tahun 1990-2000. Skripsi

ini menjelaskan tentang . Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi budi daya ikan membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu tujuan utama masyarakat dari perubahan mata pencaharian adalah untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik.

(19)

Naibaho. Sebelum Tahun 1990, mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah bertani, yaitu petani padi, dan petani bawang. Dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami perubahan di awal tahun 1990. menjadi mata pencaharian sampingan masyarakat. Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi budi daya ikan membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu tujuan utama masyarakat dari perubahan mata pencaharian adalah untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis unutk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesa daripada hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Di dalam penelitian sejarah, setidaknya ada 4 hal yang perlu diperhatikan seperti di bawah ini:

Heuristik, adalah proses untuk mengumpulkan data-data. Tahap pertama adalah heuristik yaitu tahap pencarian sumber-sumber yang relevan dengan penelitian ini. Ada dua teknik yang digunakan dalam tahap ini yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan (library research),arsip, laporan dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Sumber ini diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dari Kantor Kepala Desa, serta Badan Penyuluhan Kabupaten Dairi.

(20)

Kritik, dibagi dalam dua bagian yakni: Langkah kedua adalah melakukan kritik terhadap sumber. Dalam tahap ini pada sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik ekstern maupun kritik intern.

Kritik Ekstern digunakan untuk menguji sebuah sumber informasi yang diteliti. Apakah asli atau sudah sebagian. Kritik intern adalah meneliti dan melihat isi dari bahan sejarah . hal ini berguna untuk melihat pernyataan yang dikaji benar-benar merupakan fakta sejarah. Kritik ekstern bertujuan untuk menentukan keabsahan data, sedangkan kritik intern bertujuan untuk menilai kelayakan data.

Interpretasi, merupakan tahap untuk menggambarkan fakta. Proses interpretasi dilakukan dengan beberapa tahap seperti:

1. Serialisasi, yakni merangkai fakta-fakta.

2. Kronologi, yaitu menyusun fakta berdasarkan urutan fakta.

3. Imajinasi, yaitu mencari jalinan dari berbagai pengalaman yang didapat dari fakta tersebut.

(21)

BAB 2

GAMBARAN UMUM DESA PARBULUAN 1

2.1 Letak Geografis

Desa Parbuluan 1 berada dalam Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah 3100 Ha, yang terbagi atas 3 dusun, yaitu Dusun Simallopuk, Dusun Dalan Toba 1, dan Dusun Dalan Toba 2.

Desa Parbuluan 1 terletak pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2300 mm/tahun. Bentuk topografi berbukit, berudara sejuk dengan suhu minimal 13,7-15,7ºC dan dengan suhu maksimal 19,5-22,9ºC.

Secara administrasi, Desa Parbuluan I memiliki batas-batas wilayah: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Parbuluan IV.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Parbuluan II.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.

Jarak Desa Parbuluan 1 dari ibukota Kecamatan Parbuluan 12 Km, dan jarak dari ibukota Kabupaten Dairi Sidikalang 30 Km dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Pada masa penelitian ini berlangsung telah ada sarana transportasi yang menghubungkan Desa Parbuluan dengan beberapa daerah seperti angkutan pedesaan yakni Terang Raya, Sitra, dan PSN, dan SAMPRI, Bintang Utara sepeda motor serta kendaraan pribadi. Angkutan pedesaan ini menghubungkan Desa Parbuluan dengan Sidikalang dan Medan serta Pekanbaru. Desa Parbuluan memiliki letak yang strategis dimana berada di daerah perlintasan dari Sidikalang ke Kabupaten lain. Misalnya Kabupaten Samosir serta

(22)

Curah hujan di daerah Parbuluan sangat membantu untuk bertani. Keadaan ini memungkinkan untuk bercocok tanam palawija seperti kol, kentang, bahkan tanaman nilam. Juga memiliki dataran rendah yang berada di sekitar pemukiman penduduk sehingga dapat digunakan untuk bercocok tanam.

2.2 Keadaan Penduduk

Sebagai desa yang mempunyai lahan pertanian yang luas, pada umumnya penduduk di Desa Parbuluan 1 bermata pencaharian sebagai petani (95%) dan hanya 5% yang bermata pencaharian di sektor lain antara lain sebagai pegawai negeri dan swasta, pedagang, dan lain lain.

Masyarakat desa Parbuluan 1 terdiri dari masyarakat Batak Toba, masyarakat Pakpak Dairi, masyarakat Karo, masyarakat Nias, dan masyarakat Simalungun. Masyarakat yang paling banyak adalah masyarakat Batak Toba. Pada zaman Belanda jumlah penduduk masyarakat Pakpak Dairi hampir sama jumlahnya dengan jumlah masyarakat Batak Toba. Oleh karena itu, masyarakat Pakpak Dairi pernah mengklaim bahwa Desa Parbuluan adalah termasuk wilayah masyarakat mereka. Akan tetapi raja adat yang pertama adalah dari etnis Batak Toba, maka lambat laun masyarakat Pakpak Dairi meninggalkan daerah ini. Etnis lain seperti Simalungun, Karo, dan Nias adalah termasuk perantau yang disebabkan oleh penempatan kerja oleh pemerintah dan mencoba bercocok tanam di daerah ini.

Pada umumnya masyarakat Batak selalu memiliki marga. Di Desa Parbuluan 1 marga yang paling banyak adalah Situmorang, Sinaga, dan Sihombing. Sedangkan marga lainnya adalah marga minoritas.

(23)

beribadah di Desa Parbuluan ada 5 unit, 1 adalah gereja khatolik dan 4 adalah gereja Protestan.

2.3 Latar Belakang Historis

Desa Parbuluan muncul setelah masuknya orang Batak Toba. Tetapi kapan perpindahan itu terjadi, tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi diperkirakan terbentuk tidak lebih dari tiga generasi. Sesuai dengan tradisi adat Batak Toba, perkiraan urutan generasi ke generasi berikutnya mempunyai arti tersendiri di dalam pelaksanaan adat istiadatnya. Dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda, memiliki nomor-nomor tersendiri sehingga generasi berikutnya dengan sendirinya bisa mengetahui urutan/keberadaanya. Urutan ini merupakan tolok ukur di dalam interaksi sosialnya.

Perpindahan penduduk ke Desa Parbuluan awalnya ketika pemuda marga Sinaga dan Situmorang yang tinggal di Samosir berladang ke Tele untuk mengambil kayu api, akan tetapi mereka tidak berhasil kembali ke kampung asalnya karena kondisi alam yang ganas membuat mereka bertahan di tempat tersebut. Kemudian mereka mendirikan sebuah rumah kecil (sopo). Lalu kedua marga inilah yang menjadi pemilik tanah dan kepala Kampung (Huta) awalnya di Desa Parbuluan.

(24)

2.4 Keadaan Tanah dan Pemilikan Tanah

Desa Parbuluan memiliki luas sekitar 3100 ha. Penggunaan tanah di Desa Parbuluan I meliputi tanah sawah, tanah kering, bangunan dan lainya. Luas wilayah Desa Parbuluan menurut penggunaannya, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 1. Penggunaan Tanah di Desa Parbuluan

NO Jenis Tanaman Luas/ha

1 Pemukiman 54

2 Perladangan 1963

3 Tidak dikelola 628

4 Hutan/Padang Rumput 455

Jumlah 3100

Sumber: Kantor Kepala Desa Parbuluan 1998

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat penggunaan lahan terluas adalah untuk tanah perladangan (1963 Ha) dan penggunaan lahan terkecil adalah untuk tanah pemukiman (10 Ha). Hal ini disebabkan mereka mebuka hutan sebagian besar fungsinya untuk dijadikan lahan pertanian.

(25)

2.5 Struktur Sosial Budaya

Masyarakat Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak, memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan nenek moyang. Struktur dan sistem sosial tersebut mengatur tata hubungan sesama anggota masyarakat, baik yang merupakan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga, maupun beda marga serta masyarakat umum. Struktur sosial yang dimiliki masyarakat Batak Toba pada hakikatnya berdasarkan garis keturunan bapak (patrilineal) yang memiliki tiga unsur struktur sosial yang lebih dikenal dengan sebutan Dalihan na tolu.

Dalihan na tolu adalah bentuk sistem kekerabatan Suku Batak Toba. Dalihan

merupakan tungku batu untuk meletakkan kuali di perapian, Jadi dalihan na tolu artinya tungku yang tiga, sebagai lambang kiasan aturan dan sikap hidup Suku Batak Toba sehari-hari dalam hubungan sosial dalam adat batak. Inilah yang dipilih leluhur suku batak sebagai falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk menjaga keseimbangan tersebut harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu. Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut adalah seperti di bawah ini:

1. Somba Marhula-hula (hormat kepada Hula-hula). Hula-hula adalah kelompok keluarga

pihak marga istri, pihak pemberi istri. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan.

(26)

3. Manat mardongan tubu/sabutuha, teman semarga, kaum kelompok yang satu marga (dongan=teman, sabutuha=satu perut). Suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat.

Inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati (masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong.

Dalihan na tolu adalah suatu bentuk nilai budaya Batak. Hal ini yang menyebabkan

diperlukannya pemahaman mengenai dalihan na tolu oleh setiap individu dalam masyarakat Batak Toba. Sistem kekerabatan juga memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan individu ataupun individu dengan masyarakat lingkungannya. Dari sistem ini biasanya bersumber masalah lain dalam sistem kemasyarakatan, seperti sistem daur hidup, kesatuan hidup setempat dan stratifikasi sosial.

Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak Toba berdiam di daerah pedesaan yang disebut huta (kampung). Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Marga (klan) tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga yang membentuk sebuah klan kecil. Klan kecil tadi merupakan kerabat patrilineal (garis keturunan ayah) yang masih berdiam dalam satu kawasan areal yang menciptakan sosial budaya.

Sebaliknya klen besar yang anggotanya sudah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu :

(a) perbedaan tingkat umur,

(27)

Pada umumnya perkawinan Batak Toba adalah monogami. Tetapi karena faktor keturunan laki-laki dianggap penting membawa garis keturunan, maka apabila sebuah keluarga di dalam perkawinan belum mempunyai anak laki-laki sering sekali terjadi poligami yang tujiuannya agar garis keturunan yetap berlanjut. Perkawinan sangat erat kaitannya dengan keluarga, sedang perceraian sangat jarang terjadi dan sejauh mungkin diusahakan jangan sampai terjadi. Hal ini terjadi karena adat.

Bila seorang istri yang diceraikan suaminya cenderung tidak akan mempunyai hubungan lagi dengan keluarga laki-laki baik anak sendiri, maupun keluarga lain. Berpoligami sebenarnya sangat tidak diinginkan di dalam status sosial pada masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan seharihari orang yang berpoligami itu selalu kurang mendapat penghargaan dari masyarakat sekitar dan juga status sosialnya dianggap kurang baik.

Pandangan masyarakat Batak Toba bahwa anak (laki-laki dan perempuan) merupakan harta yang paling berharga baginya di dalam keluarga. Hal ini dapat di lihat dari semboyan di masyarakatnya yaitu anakhonki do hamoraon di au (anak adalah kekayaan yang dimiliki).

(28)

BAB 3

KONDISI MATA PENCAHARIAN DESA PARBULUAN 1 (1959-1998)

Selama 39 tahun penduduk Desa Parbuluan telah mengandalkan 3 sumber mata pencaharian. Ketiganya adalah pertanian nilam, mengolah hasil hutan, dan menanam tanaman holtikultura. Berikut pemaparan ketiga mata pencaharian Desa Parbuluan 1.

3.1 Pertanian Nilam

Pertanian Nilam di Desa parbuluan dimulai sejak tahun 1959 yang awalnya ditanam oleh Parhullang. Kemudian Parhullang tadi memberikan bibit kepada Gustav sinaga yang jumlahnya sekuntum tangan. Bibit nilam ini kemudian ditanam Gustav pada lahan seluas 1 rante sebagai percobaan . Untuk penanamanya dibuat tidak mempunyai jarak hanya ditanam asal-asalan saja. Akan tetapi, rupanya cara seperti ini dapat menurunkan kualitas minyak nilam.

Hasil minyak nilam dari 1 rante tersebut adalah sekitar 3 ons. Harga 1 ons bisa mencapai dua ratus ribu. Dengan melihat kondisi seperti itu, masyarakat desa Parbuluan mulai mencari bibit ke Gustav sinaga dengan syarat harus menyisakan bibit untuk beliau. Cara memperoleh bibit tersebut adalah berupa stek yang diambil dari induk nilam tersebut . Kemudian mulailah masyarakat Desa parbuluan menanam nilam.6

Sebelum melakukan penanaman nilam masyarakat terlebih dahulu harus membuka hutan. Tanah hutan diperlukan karna mengandung unsur hara yang tinggi atau subur. Jadi, bila dilakukan penanaman maka masyarakat tidak perlu memberi pupuk cukup humus tanah hutan tersebut. Hal lain yang membuat demikian adalah sebab pupuk pada waktu belum ada dijumpai di desa Parbuluan. Ada beberapa alat yang digunakan dalam membuka hutan seperti kapak yang fungsinya untuk menebang kayu dan cangkul untuk mengolah tanah, selain itu kayu yang runcing yang fungsinya untuk membuat lubang tanaman. Penanaman nilam di

6

(29)

Desa Parbuluan membutuhkan tanah yang lembab pada masa pertumbuhannya. Oleh karena itu, penanaman dilakukan pada awal musim hujan.

Petani Desa parbuluan 1 kurang menerapkan teknis usaha tani nilam yang sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan petani belum tersedia modal serta alat-alat pertanian seperti pupuk dan mesin penebang kayu. Oleh karena itu, untuk menghemat biaya, waktu, resiko yang berat, petani memilih penanaman nilam secara langsung tanpa mengadakan pembibitan.

Pemeliharaan tanaman nilam di Desa Parbuluan meliputi pemupukan, penyulaman, penyiangan, pemangkasan, pembumbunan. Hasil yang maksimal tergantung bagaimana cara pemeliharaan tanaman yang efektif yang dapat membuat umur produktif tanaman sampai 3 tahun. Dengan kata lain bahwa kunci kesuksesan adalah tergantung pada kesungguhan melakukan pemeliharaan tanaman. Hal ini merupakan langkah baru untuk meningkatakan produksi nilam karena setiap penanaman nilam wajib membuka hutan lagi.

Pada awal pengembangannya tanaman nilam di Desa Parbuluan belum mengandalkan penggunaan pupuk. Akan tetapi, lambat laun mulai menggunakan pupuk karena unsur hara tanah mulai berkurang. Pemupukan dilakukan dalam bentuk pupuk organik (kompos, pupuk kandang) dan pupuk anorganik (NPK, KCL, TSP dan sebagainnya). Proses pemupukan secara optimal pada tanaman nilam dilakukan dua kali. Pemupukan pertama dilakukan sebelum tanam, atau pupuk dasar dan pemupukan selanjutnya saat tanaman berumur sekitar 2 bulan. Kebutuhan ini tergantung pada kondisi dan tingkat kesuburan tanah yang akan ditanam. Pemupukan ini dapat dilakukan dengan penebaran keseluruh area budidaya atau hanya pada lubang-lubang tanaman saja. Waktu pemupukan dilakukan minimal 1 minggu sebelum tanam.

(30)

tingkat keseragaman pertumbuhan nilam. Penyulaman dekerjakan kurang lebih satu bulan sesudah penanaman. Karena pada saat itu sudah tampak bibit yang mati.

Penyiangan dilakukan setelah tanaman nilam berumur 2 bulan. Pada saat ini tanaman nilam biasannya telah mencapai ketinggian 25-35 cm dan mempunyai cabang sampai 20 cm. Penyiangan dilakukan agar tanaman nilam tidak terganggu oleh tanaman gulma serta hama dan penyakit tanaman. Termasuk di dalamnya proses pengambilan makanan dan sinar matahari. Kegiatan dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanis (alat pertanian seperti cangkul, sabit) dan secara herbisida (kimiawi), pembersihan gulma maupun tanaman pengganggu tidak merusak tanaman nilamnya.

Pemangkasan dilakukan minimal satu kali per periode panen yaitu pada saat panen. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat pangkas yang tajam. Tanaman yang dipangkas tidak boleh tergoyang terlalu keras. Penjagaan terhadap batang dan perakaran tanaman juga diperhatikan.

Pemangkasan terhadap tanaman juga meninggalkan 1-2 batang nilam muda untuk perangsangan pertumbuhan tunas selanjutnya. Memangkas habis tidak boleh dilakukan bila tanaman nilam akan diteruskan pemeliharaan selanjutnya. Pola pemangkasan yang baik membuat umur produktif tanaman nilam sampai 3 tahun atau 10 kali panen. Selain itu, pemangkasan yang dilakukan para petani juga dapat mengurangi kelembapan dalam tanaman sehingga dapat menghindari serangan dan penyakit tanaman.

(31)

dengan tanah. Dengan pembumbunan ini, maka akan terbentuk rumpun tanaman nilam yang padat dengan anaknya.

Tanaman nilam yang tumbuh dan terpelihara dengan baik, sudah dapat dipanen pada umur 6 sampai 8 bulan setelah penanaman. Pemanenan dilakukan dengan memangkas atau memotong cabang-cabang, ranting-ranting dan daun-daun tanaman nilam. Sebaiknya pada setiap panen dibiarkan satu cabang tumbuh untuk mempercepat tumbuhnya tunas baru.

Untuk teknis pemanenan atau pemetikan daun nilam biasanya masyarakat Desa Parbuluan dilakukan pada saat pagi hari atau dapat juga dilakukan menjelang malam hari. Satu hal yang perlu untuk diperhatikan bahwa mereka melakukan pemetikan daun dilakukan pada siang hari. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga daun agar tetap mengandung minyak atsiri yang tinggi.

Untuk pemanenan masyarakat Desa Parbuluan 1 biasannya memperhatikan penanganan pasca panen.Alat yang digunakan untuk panenan tanaman nilam adalah sabit, gunting, atau parang yang tajam. Fungsinya adalah untuk memotong tangkai nilam.

Pada panen pertama, bagian yang boleh dipangkas dari tanaman nilam adalah cabang-cabang dari tingkat dua ke atas, sedangkan cabang-cabang-cabang-cabang dari tingkat pertama ditinggalkan. Setelah selesai pemanenan pertama, pekerjaan selanjutnya adalah pembumbunan atau menumbut cabang pertama tadi. Pembumbunan cabang tersebut sistem pemindahan vegetasi tanpa pemindahan areal.

(32)

ini harus dibalik 2-3 kali sehari selama 3-4 hari, sehingga diperoleh kadar air bahan 15%. Setelah itu sudah dapat dimulai disuling.

Pengeringan yang terlalu cepat atau terlalu lambat dapat membuat masalah baru.. Pengeringan yang terlalu cepat dapat menyebabkan daun terlalu rapuh dan sulit untuk disuling. Sedangkan pengeringan yang terlalu lambat menyebabkan daun menjadi lembab dan mudah diserang jamur, dan dapat membuat mutu minyak yang dihasilkan akan menurun.

Penyulingan nilam di desa Parbuluan biasanya dilakukan siang dan malam hari. Artinya dalam 1 hari bisa dilakukan 2 kali pengukusan. Akan tetapi dalam 1 minggu pengukusan hanya dilakukan 8 kali karena 2 hari lagi adalah untuk mengambil kayu bakar. Peralatan yang digunakan adalah seperti drum, kapak, dan kayu bakar. Drum fungsinya untuk tempat air dimasak, kapak digunakan untuk mengambil kayu bakar, sementara kayu bakar adalah untuk memanaskan air di dalam drum tersebut. Pengukusan ini biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga terdekat dan sebagai gantinya adalah dengan menyumbangkan tenaga setelah satu keluarga sudah siap mengukus. Bagi ibu-ibu yang mengukus nilam tersebut terlebih dahulu harus menitipkan anak-anaknya bagi keluarga yang tinggal di desa sebab mereka mengukus berada di hutan. Sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu orang yang dituakan meletakkan persembahan di atas batu dan di bawah pohon besar berupa nitak gurgur 7

Pemasaran adalah salah satu hal penting dalam produksi pertanian nilam di Desa Parbuluan. Pemasaran nilam tersebut biasanya dijual ke Toke Cina di Sidikalang yang lebih

supaya dijaga oleh penghuni hutan tersebut dari marabahaya.

Dari drum tersebut akan keluar uap, kemudian dialirkan lewat pipa yang terhubung dengan pendingin. Uap berubah menjadi air. Air yang sesungguhnya merupakan campuran air dan minyak itu akan menetes di ujung pipa dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya, dilakukan proses pemisahaan sehingga diperoleh minyak nilam murni.

7

(33)

dahulu dikumpulkan di Desa Parbuluan. Kemudian dari Sidikalang dikirim ke luar negeri. Pemasaran pada tingkat petani tersebut dijual ke pengumpul atau pengusaha pemilik kilang minyak nilam, para petani menjual produknya dalam dua produk yaitu:

1) penjualan daun kering dari petani kepada para pemilik kilang dan selanjutnya pemasaran minyak atsiri dilakukan oleh pemilik kilang;

2) penjualan minyak nilam oleh petani setelah diolah di kilang kepada para pengumpul lokal. Harga pada masing-masing tingkatan ditentukan oleh harga tingkatan ke 3 yaitu harga penjualan ekspor. Para pengumpul/lokal biasanya memperoleh informasi harga dengan mengadakan penawaran kepada beberapa eksportir dan menjual kepada penawaran tertinggi. Sistem pemasaran yang terbuka ini, akan menguntungkan para pemasok lokal namun belum tentu menguntungkan petani karena informasi harga ekspor ke petani tidak pernah sampai ke mereka.

Sebagai bahan baku minyak wewangian, minyak nilam ini diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Swiss, Jerman, Singapura, Inggris, Jepang, India, Spanyol, Hongkong, Malaysia, Italia dan Argentina.

Menjelang tahun 1975 tanaman nilam mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena daunnya berguguran. Gejala Penyakit Di lapangan, penyakit layu bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri dengan kematian tanaman dalam waktu singkat. Sehingga keadaan ini menurunkan produksi nilam. Oleh karena itu, masyarakat mulai mengolah kayu balok sebagai mata pencahariannya dan perlahan-lahan meninggalkan tanaman nilam.

3.2 Pengolahan Hasil Hutan 3.2.1 Mengolah Kayu Balok

(34)

Bila melalui ijin terlebih dahulu yang bersangkutan harus mengajukan permohonan baru setelah ditanggapi maka ada ketentuan yang harus dipenuhi seperti membayar iuran yang disebut dengan bunga kayu. Biasannya Dinas kehutanan memberikan hutan seluas 100 ha sekali permohonan ijin dan iurannya dikenakan sebesar 100 ribu rupiah dan berlaku hanya 1 tahun saja. Bila ingin memperpanjang untuk tahun berikutnya harus mengurusnya kembali.

8

• Persiapan dan pembersihan tumbuhan bawah. Tujuannya adalah untuk

mempermudah kegiatan penebangan dan mencegah terjadinya kecelakaan selama kegiatan penebangan.

Mengolah kayu bagi masyarakat Desa Parbuluan dimulai sekitar tahun 1975. Mata Pencaharian ini merupakan yang baru setelah meninggalkan tanaman nilam. Dalam mengolah kayu ini, setiap jam 5 pagi masyarakat Desa Parbuluan berangkat jam 5 pagi untuk mengambil kayu di hutan dan pada sore harinya hasil pengolahan kayu yang sudah menjadi balok akan diangkut dengan kerbau sampai dimana motor palakka dapat melaluinya.. Dalam mengolah kayu menjadi balok ini ada beberapa proses yang dilakukan masyarakat.

Kayu balok ini berfungsi sebagai bahan baku untuk membuat rumah ataupun untuk membuat perahu. Terkait dengan perahu, Masyarakat Desa Parbuluan 1 menjualnya ke daerah Pangururan (Ibukota Kabupaten Toba Samosir sekarang).

Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien. Tujuan penebangan adalah untuk mendapatkan bahan baku untuk keperluan industri perkayuan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas baik.

Sebelum melakukan penebangan pohon terdapat 3 cara yang biasanya dilakukan masyarakat Desa Parbuluan, yaitu :

8

(35)

• Penentuan arah rebah. Tujuannya adalah untuk menghindari si penebang dari

kecelakaan.

• Pembuatan takik rebah dan takik balas. Hal ini juga kerap harus memperhatikan

arah angin

Arah rebah pohon adalah hal mutlak yang harus diperhatikan. Sebelum penebangan dimulai perlu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan ditebang dan pohon yang tidak boleh ditebang. Pada umumnya pohon yang ditebang adalah pohon yang sudah besar.

Terdapat beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah rebah pohon, yaitu :

• Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon (normal

atau miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yang mempengaruhi rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan banir.

• Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di

sekitar pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).

• Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin kencang, maka

semua kegiatan harus dihentikan.

(36)

• Sedapat mungkin menghindari arah rebah yang banyak dijumpai rintangan, seperti :

batu-batuan, tunggak, pohon roboh dan parit.

• Jika pohon terletak di lereng atau tebing, maka arah rebah diarahkan ke puncak

lereng.

• Diusahakan menuju tempat yang tegakan tinggalnya relatif sedikit.

• Arah rebah diupayakan disesuaikan dengan arah penyaradan kayu atau ke arah yang

memudahkan penyaradan kayu.

• Pada daerah yang datar, arah rebah pohon disesuaikan dengan bentuk tajuk dan posisi

pohon.

Selain menentukan arah rebah pohon, perlu juga diperhatikan arah keselamatan bagi penebang. Apabila sebatang pohon akan ditebang, luas daerah berbahaya diperkirakan 2 x tinggi pohon yang bersangkutan. Demi menjamin keselamatan penebang, maka daerah yang aman berada pada sudut 45 derajad di kiri dan kanan garis lurus arah rebah pohon yang ditentukan.

Selain arah rebah pohon, faktor yang menentukan keberhasilan penebangan adalah pembuatan takik rebah dan takik balas. Takik rebah dan takik balas ini yang akan menentukan arah robohnya pohon. Sebelum takik rebah dibuat, untuk pohon-pohon yang mempunyai banir perlu dilakukan pemotongan (pengeprasan) banir, yaitu memotong banir sehingga diameter pangkal mendekati diameter batang kayu. Tujuan dari pengeprasan banir adalah untuk memudahkan pembuatan takik rebah dan takik balas.

Dalam pembuatan takik rebah dan takik balas masyarakat Desa Parbuluan masih menggunakan alat alat konvensional (gergai tangan, kapak) dan peralatan mekanis (gergaji rantai). Secara umum urutan pembuatan takik rebah dan takik balas adalah sebagai berikut :

(37)

Takik rebah terdiri dari 2 bagian utama, yaitu alas takik dan atap takik. Alas takik dibuat terlebih dahulu dengan kedalaman berkisar antara 1/5 – 1/3 diameter pohon . Setelah pembuatan alas takik, selanjutnya membuat atap takik dengan sudut 45 dari alas takik, hasilnya berupa potongan yang disebut dengan mulut takik.

 Membuat takik balas.

Tinggi takik balas diperkirakan 1/10 diameter pohon dari garis perpanjang alas takik. Takik balas dibuat dengan cara memotong pohon secara horizontal pada ketinggian di atas sampai kayu engsel.

 Kayu engsel.

Kayu engsel merupakan bagian kayu antara takik balas dan takik rebah. Kayu ini lebarnya kurang lebih 1/10 diameter. Fungsi dari kayu engsel adalah sebagai kemudi dalam mengarahkan rebahnya pohon.

Cara pembuatan takik rebah dengan menggunakan gergaji rantai untuk kayu yang berdiameter besar berbeda dengan cara pembuatan takik rebah untuk kayu yang berdiameter kecil. Pohon kecil yang dimaksud disini adalah diameter pohon lebih kecil dari panjang bilah gergaji yang digunakan, sedangkan kayu besar adalah jika diameter pohon lebih besar dari panjang bilah gergaji yang digunakan. Pada kegiatan penjarangan umumnya penebangan dilakukan tanpa membuat takik rebah seperti di atas, tetapi cukup dengan memotong pohon secara horisontal hingga pohon yang bersangkutan rebah.

(38)

Peralatan Penebangan

 Peralatan non mekanis

Gergaji

Dalam mengolah kayu menjadi balok masyarakat Desa Parbuluan 1 masih menggunakan gergaji tangan dan hanya beberapa orang yang memiliki mesin penebang kayu. Gergaji itu memerlukan 2 orang dalam pemakaiannya.

Kapak

Kapak yang dipakai adalah berbobot 1200 gram buatan jerman sering juga disebut kapak Jerman. Selain itu, masyarakat Desa Parbuluan juga menggunakan kapak yang beratnya kurang 1200 gram atau biasa disebut kapak Cina, karna buatan Cina . Kapak ini biasanya bermata satu. Alat ini biasanya digunakan untuk pengeprasan banir, membuat mulut takik, membersihkan cabang dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemukul baji.

Baji

Baji adalah suatu alat berbentuk segi empat dengan mata yang tidak tajam, bagian punggungnya lebih tebal dari bagian matanya. Alat ini dapat dibuat dari kayu, plastik, besi atau aluminium. Kegunaan dari baji antara lain adalah untuk membentu mengarahkan rebahnya pohon dan menghindari agar gergaji tidak terjebpit.

Kikir

Fungsi dari kikir adalah untuk menajamkan dan merawat gigi gergaji. Bentuk kikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kikir bulat dan kikir segitiga.

 Peralatan mekanis.

(39)

Gergaji rantai digunakan untuk membuat takik rebah dan takik balas, dan untuk memotong bagian-bagian kayu lainnya, baik dalam kegiatan pembersihan cabang, penebangan maupun pembagian batang. Pada dasarnya gergaji terdiri dari 3 bagian utama, yaitu mesin penggerak, bilah pemadu (penghantar) dan rantai gergaji.

Pada masa pengolahan kayu ini jenis gergaji yang banyak digunakan adalah gergaji buatan Eropa. Gergaji rantai buatan Eropa ini merupakan gergaji yang relatif ringan dan kecil, sehingga relatif sesuai untuk ukuran tubuh orang Asia. Pada saat ini model yang paling umum adalah gergaji yang terbuat dari bahan ringan, kekuatan mesin berkisar antara 10 – 12 HP dan panjang bilah penghantarnya antara 24 – 30 inchi.

Dalam hal keselamatan, masyarakat Desa Parbuluan 1 belum menggunakan perlengkapan seperti sekarang ini. Perlengkapan tersebut antara lain :

1. Jaket (pakaian) khusus yang dirancang untuk kegiatan pemotongan kayu. 2. Celana panjang

3. Sepatu lapangan 4. Helm pengaman 5. Pelindung muka 6. Penutup telinga 7. Sarung tangan

Dalam aturan penebangan pohon tersebut, masyarakat biasanya menebang pohon yang sudah bisa dipanen, sebab dalam melakukan pekerjaan ini sangat menguras banyak energi. Kadangkala tidak semua pohon yang memiliki standar panen ditebang, pohon tersebut adalah yang dianggap masyarakat keramat. Apabila pohon ini ditebang, maka bisa membahayakan si penebang tersebut.

(40)

supaya tenaga kerbau yang mengangkutnya masih penuh. Kemudian toke tersebut membayar kayu balok tersebut dengan berupa kebutuhan pokok, seperti beras, gula dan sembako lainnya. Kayu balok ini mempunyai ukuran 20x20 inci dan Toke yang dipercayai masyarakat menjualnya ke markas koramil di Sidikalang. Dan dari situlah kemudian menyebar ke daerah lain.

Masa pengolahan kayu ini hanya berlangsung selama 10 tahun. Kemudian datanglah masyarakat karo memperkenalkan tanaman holtikultura seperti Kol dan kentang yang cocok juga dibudidayakan di Desa Parbuluan. Perlahan-lahan mengolah kayu balok ditinggalkan karena dianggap sangat menguras tenaga dan mulai beralih ke tanaman holtikultura.

3.2.2 Rotan

Mengolah Rotan Berbeda halnya dengan mengambil kayu di hutan, aktivitas ini tidak memerlukan permohonan ijin dari Dinas kehutanan. Masyarakat bebas untuk mengambilnya tergantung kesanggupannya. Kegunaan dari rotan adalah untuk dijadikan bahan baku kerajinan tangan seperti kursi ataupun perabot rumah tangga lainnya. Pekerjaan ini dilakukan oleh kaum ibu-ibu mulai pagi sampai sore hari dimana sebelumnya mereka sudah membawa bekal untuk melakukan pekerjaan ini.

Rotan tumbuhnya berumpun, berumah dua, ramping, tingginya dapat mencapai 42 cm. Garis tengah batang 4 mm, bila berpelepah daun dapat mencapai 10 mm. Di Desa Parbuluan 1 masyarakat tidak perlu membudidayakannya karena sudah tersedia di hutan. Tumbuhan ini biasannya menghendaki lahan kering dengan iklim basah dan tanah bertekstur liat. Curah hujan minimum 2000 mm/tahun dan bulan kering berkisar 1-3 bulan. Pada umumnya rotan dapat dipanen setelah berumur 7-10 tahun dan kemudian dapat dipanen kembali setiap 2 tahun.

(41)

dan kaum perempuan bertugas mengambil rotan. Mereka berangkat setiap jam 5 pagi dan pulang ketika matahari sudah mulai terbenam. Akan tetapi kaum laki-laki sengaja bermalam bersama di hutan karna mengingat jauhnya jarak dari perkampungan mereka. Dalam hal ini mereka sudah membawa bekal yang cukup untuk menginap di hutan. Sementara kaum ibu wajib pulang untuk mengurus anak mereka yang di rumah.

Panen rotan dimulai dengan cara memotong batang yang sudah tua. Ketuaan batang ditandai dengan terkelupasnya pelepah daun pada batang rotan tersebut. Batang yang telah dipotong kemudian ditarik perlahan-lahan sampai dijumpai bagian batang yang pelepahnya masih melekat dengan kuat. Selanjutnya batang rotan dilingkarkan pada pohon terdekat dan dengan kuat dan cepat ditarik sehingga pelepah daun yang masih tersisa dapat terlepas. Kemudian batang dibersihkan dari daun-daunnya. Untuk rotan yang bergaris tengah besar, batangnya dipotong sepanjang 2-3 m, sedangkan yang bergaris tengah kecil dipotong sepanjang 5-7 m.

Kualitas rotan biasannya ditentukan berdasarkan penampakan luar seperti kilapan, warna yag merata di seluruh permukaan batang, serta ada tidaknya cacat pada rotan tersebut. Di Desa Parbuluan 1 rotan mempunyai permukaan yang kuning mengkilat dengan lingkaran agak kelam di sekitar buku-bukunya. Rotan ini sendiri dijual ke daerah Samosir dan juga Medan yang langsung dijemput oleh toke rotan. Rotan tersebut bisa dijual perkilo 500 rupiah dan diikat dalam satu ikatan besar yang bisa mencapai berat 60 kiloan. Dalam mengambilnya di tengah hutan sangat susah karna banyak kulit luarnya sangat tajam dan seringkali membuat tangan yang memanen terluka.

3.3 Membudidayakan Tanaman Holtikultura

(42)

asalnya dari tanah Karo. Lambat laun, tanaman ini ditanam secara bergantian. Terdapat beberapa proses yang dibudayakan masyarakat Desa parbuluan dalam mengolah tanaman holtikultura ini.

3.3.1 Kentang

Lokasi penanaman kentang yang paling baik adalah tanah datar karena hama dan penyakit berkurang. Kegiatan persiapan lahan tanaman kentang hingga siap tanam mereka lakukan melalui beberapa tahap. Tahap awal dari kegiatan tersebut adalah perencanaan yang meliputi penentuan arah bedengan, terutama pada lahan berbukit, pembuatan selokan, pemeliharaan tanaman dan pemupukan.

Tahap berikutnya adalah pengolahan tanah dengan cara pembajakan atau pencangkulan (Mangobbak) 9

Dalam mempersiapkan bibit perlu dilaksanakan pemeliharaan terhadap bibit sebelum dilaksanakan penanaman, dalam hal ini dilakukan seleksi untuk membuang yang rusak atau sedalam kurang lebih 30 cm hingga gembur, kemudian diistirahatkan selama 1–2 minggu. Pengolahan tanah dapat diulangi sekali lagi hingga tanah benar–benar gembur sambil meratakan tanah dengan garu atau cangkul untuk memecah bongkahan tanah berukuran besar.

Pemupukan dasar adalah tahapan terakhir dari kegiatan persiapan lahan. Pupuk dasar yang terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik diberikan sebelum tanam. Pupuk organik diberikan pada permukaan bedengan kira–kira satu minggu sebelum tanam. Pemberian pupuk organik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan dicampurkan dengan tanah bedengan sampai kedalaman 20 cm ketika penggemburan tanah terakhir dan dengan diberikan pada lubang tanam. Pupuk anorganik yang berupa TSP diberikan sebagai pupuk dasar sebanyak 300 kg sampai 350 kg per hektar bersamaan dengan pemberian pupuk organik. Kebutuhan pupuk organik mencapai 20–30 ton per hektar.

9

(43)

sakit secara visual atau terlihat oleh mata telanjang sehingga akan diperoleh bibit yang berkualitas baik dan dapat berproduksi tinggi serta memberikan keuntungan yang cukup, bibit kentang bermutu harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Bibit bebas hama dan penyakit

b. Bibit tidak tercampur varietas lain atau klon lain (murni)

c. Ukuran umbi 30–45 gram berdiameter 35–45 mm (bibit kelas 1) dan 45–60 gram berdiameter 45–55 mm (bibit kelas 2) atau umbi belah dengan berat minimal 30 gram

d. Umbi bibit tidak cacat dan kulitnya kuat

Ciri umbi bibit yang siap tanam adalah telah melampaui istirahat atau masa dormansi selama 4 bulan sampai 6 bulan dan telah bertunas sekitar 2 cm. penanaman umbi bibit yang masih dalam masa dormansi atau belum bertunas pertumbuhannya akan lambat dan produktivitasnya rendah.

Umbi bibit yang disimpan terlalu lama sampai pertumbuhan tunasnya panjang harus dilakukan perompesan lebih dulu yang dikerjakan sebelum masa tanam. Jika tidak dilakukan perompesan, tanaman akan tumbuh lemah.

Waktu tanam yang sesuai sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Waktu tanam yang paling baik di daerah dataran tinggi adalah pada kondisi cerah. Khusus di dataran menengah waktu tanam yang paling baik adalah musim kemarau agar pada saat pembentukan umbi kentang keadaan suhu malam hari paling rendah.

Penanaman bibit kentang yang paling baik biasannya dilakukan pada pagi atau sore hari. Penanaman pada siang hari dapat menyebabkan kelayuan sehingga tanaman terhambat pertumbuhannya, bahkan tanaman menjadi mati.

(44)

Penanaman bibit kentang yang paling sederhana yaitu dengan cara umbi bibit diletakkan dalam alur tepat di tengah–tengah dengan posisi tunas menghadap keatas dan jarak antara umbi bibit dalam alur adalah 25– 30 cm. Khusus di dataran menengah, jarak tanam diatur 50–30 cm untuk sistem bedengan atau 60–70 cm x 30 cm untuk sistem guludan.

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi hal–hal sebagai berikut :

Pada awal pertumbuhan diperlukan ketersediaan air yang memadai. Pengairan harus rutin sekali seminggu atau tiap hari, tergantung cuaca dan keadaan air. Waktu pengairan yang paling baik adalah biasannya pagi hari atau sore hari saat udara dan penguapan tidak terlalu tinggi dan penyinaran matahari tidak terlalu terik. Cara pengairan adalah dengan sistem dileb (digenangi) hingga air basah, kemudian air dibuang melalui saluran pembuangan air

Bibit yang tumbuh abnormal atau mati harus segera diganti atau disulam dengan bibit yang baru. Waktu atau periode penyulaman maksimum 15 hari setelah tanam. Cara penyulaman ialah dengan mengambil bibit yang mati, kemudian meletakkan umbi bibit yang baru dan menimbunnya sedalam kurang lebih 7,5 cm. Penyulaman dilakukan pagi atau sore hari.

Penyiangan (manggisgis) dilakukan segera setelah terlihat adanya pertumbuhan rumput dengan memperhitungkan pula bila selesai kegiatan ini akan dilanjutkan dengan pembumbunan (manambori). Waktu penyiangan umumnya saat tanaman kentang berumur 1 bulan. Cara menyiangi adalah mencabuti atau membersihkan rumput dengan alat bantu tangan atau kored. Penyiangan dilakukan secara berhati–hati agar tidak merusak perakaran tanaman kentang. Penyiangan sebaiknya dilakukan pada daerah kira– kira 15 cm disekitar tanaman .

(45)

kedua dilakukan setelah umur 40 hari setelah tanam atau 10 hari setelah pembumbunan pertama.

Tujuan pembumbunan ialah memberi kesempatan agar stolon dan umbi berkembang dengan baik, memperbaiki drainase tanah, mencegah umbi kentang yang terbentuk terkena sinar matahari dan mencegah serangan hama. Cara pembumbunan adalah menimbun bagian pangkal tanaman dengan tanah sehingga terbentuk guludan–guludan. Ketebalan pembumbunan pertama kira – kira 10 cm, pembumbunan kedua juga kira-kira 10 cm sehingga ketinggian pembumbunan mencapai kira–kira 20 cm.

Pemberian pupuk susulan dilakukan dengan menyebar pupuk itu di sekeliling tanaman pada jarak 10 cm dari batang tanaman dengan dosis sekitar 10–20 g per tanaman atau diberikan pada barisan diantara tanaman kurang lebih 20–25 cm kemudian segera menimbunnya dengan tanah sambil membumbun.

3.3.2 Kubis

Kol atau kubis merupakan tanaman sayur famili Brassicaceae berupa tumbuhan berbatang lunak yang dikenal sejak jaman purbakala (2500-2000 SM) dan merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan masyarakat Yunani Kuno.

Mulanya kol merupakan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh liar disepanjang pantai laut Tengah, di karang-karang pantai Inggris, Denmark dan pantai Barat Prancis sebelah Utara. Kol mulai ditanam di kebun-kebun Eropa kira-kira abad ke 9 dan dibawa ke Amerika oleh imigran Eropa serta ke Indonesia abad ke 16 atau 17. Pada awalnya kol ditanam untuk diambil bijinya.

(46)

Di bidang kesehatan, dapat digunakan sebagai pencegah dan obat sariawan, penyakit beri-beri, penyakit Xerophthalmia, radang syaraf, lemahnya otot-otot, luka-luka pada tepi mulut, dermatitis bibir menjadi merah dan radang lidah, kandungan niacin dapat mencegah penyakit palagra dan pembentuk tulang dan gigi.

Pembibitan biasannya dilakukan Masyarakat Desa Parbuluan 1 berada di belakang rumah. Bibit ini juga dibuat pagar supaya tidak diganggu oleh hewan peliharaan mereka sekaligus untuk mempermudah dalam perawatan. Perawatan dimaksud adalah dengan menyiramnya pada pagi dan sore hari.

Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat.

b) Benih harus bebas hama dan penyakit.

c) Benih harus murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta bersih dari kotoran.

d) Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat. e) Mempunyai daya kecambah 80%.

f) Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.

Penyiapan benih dimaksudkan untuk mempercepat perkecambahan benih dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Cara-cara penyiapan adalah sebagai berikut:

1. Sterilisasi benih, dengan merendam benih dalam larutan fungisida dengan dosis yang dianjurkan atau dengan merendam benih dalam air panas 55 derajat C selama 15-30 menit.

(47)

3. Rendam benih selama ± 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih cepat berkecambah.

Benih harus disemai dan dibumbun sebelum dipindah tanam ke lapangan. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau langsung di bumbung (koker). Bumbung dapat dibuat dari daun pisang, kertas makanan berplastik atau polybag kecil.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi persemaian antara lain: (1) tanah tidak mengandung hama dan penyakit atau faktor-faktor lain yang merugikan; (2) lokasi mendapat penyinaran cahaya matahari cukup; dan (3) dekat dengan sumber air bersih.

Penyemaian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Penyemaian di bedengan

(48)

2. Penyemaian di bumbung (koker atau polybag)

Biasanya dengan menanam benih langsung ke lahan. Kelebihannya adalah waktu, biaya dan tenaga lebih hemat, tetapi kelemahannya adalah perawatan yang lebih intensif.

1.Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung cuaca.

2.Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul 10.00 dan sore mulai pukul 15.00. Diluar waktu diatas, cahaya matahari terlalu panas dan kurang menguntungkan bagi bibit.

3.Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap mengganggu pertumbuhan bibit, dilakukan dengan mencabuti rumput-rumput/gulma lainnya yang tumbuh disela-sela tanaman pokok.

4.Dilakukan pemupukan larutan urea dengan konsentrasi 0,5 gram/liter dan penyemprotan pestisida ½ dosis jika diperlukan.

5.Hama yang menyerang biji yang belum tumbuh dan tanaman muda adalah semut, siput, bekicot, ulat tritip, ulat pucuk, molusca dan cendawan. Sedangkan, penyakit adalah penyakit layu. Pencegahan dan pemberantasan digunakan Insektisida dan fungisida seperti Furadan 3 G, Antrocol, Dithane, Hostathion dan lain-lain.

Pemindahan dilakukan bila bibit telah mempunyai perakaran yang kuat. Bibit dari benih/biji siap ditanam setelah berumur 6 minggu atau telah berdaun 5-6 helai, sedangkan bibit dari stek dapat dipindahkan setelah berumur 28 hari.

Pemindahan bibit dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(49)

ditepuk-tepuk perlahan hingga bibit keluar. Bila bibit disemai pada bumbung daun pisang atau daun kelapa, bibit dapat ditanam bersama bumbungnya.

2. Sistem putaran, caranya tanah disiram dan bibit dengan diambil beserta tanahnya 2,5-3 cm dari batang dengan kedalaman 5 cm.

Tanah biasannya digemburkan dan dibalik dengan dicangkul atau dibajak sedalam 40-50 cm, dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan diberi pupuk dasar. Setelah itu, dibiarkan terkena sinar matahari selama 1-2 minggu untuk memberi kesempatan oksidasi gas-gas beracun dan membunuh sumber-sumber patogen.`

Bedengan dibuat dengan arah Timur-Barat, lebar 80-100 cm, tinggi 35 cm dan panjang tergantung keadaan lahan. Lebar parit antar bedengan ± 40 cm (parit pembuangan air PPA 60 cm) dengan kedalaman 30 cm (PPA 60 cm). Fungsi untuk menaikkan pH tanah dan mencegah kekurangan unsur hara makro maupun mikro. Dosis pengapuran bergantung kisaran angka pH-nya, umumnya antara 1-2 ton kapur per hektar. Jenis kapur yag digunakan antara lain: Captan (calcit) dan Dolomit.

Bedengan siap tanam biasannya diberi pupuk dasar yang banyak mengandung unsur Nitrogen dan Kalium, yaitu Za, Urea, TSP dan KCl masing-masing 250 kg, serta Borax atau Borate 10-20 kg/ha. Pemberian pupuk kandang dilakukan sebanyak 0,5 kg per tanaman.

Penentuan pola tanam tanaman sangat bergantung kesuburan tanah dan varietas tanaman dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Pola penanaman ada dua yaitu larikan dan teratur seperti pola bujur sangkar; pola segi tiga sama sisi; pola segi empat dan pola barisan (barisan tunggal dan barisan ganda). Pola segi tiga sama sisi dan bujur sangkar tergolong baik karena didapatkan jumlah tanaman lebih banyak

(50)

1. Waktu tanam yang baik dilaksanakan pada pagi hari antara pukul 06.00-10.00 atau sore hari antara pukul 15.00-17.00, karena pengaruh sinar matahari dan temperatur tidak terlalu tinggi.

2. Memilih bibit yang segar dan sehat (tidak terserang penyakit ataupun hama).

3. Bila bibit disemai pada bumbung daun pisang atau, ditanam bersama dengan bumbungnya, bila disemai pada polybag plastik maka dikeluarkan terlebih dahulu dengan cara membalikkan polybag dengan batang bibit dijepit antara telunjuk dan jari tengah, kemudian polybag ditepuk-tepuk secara perlahan hingga bibit keluar dari polybag.

4. Bila disemai dalam bedengan diambil dengan solet (sistem putaran), caranya menggambil bibit beserta tanahnya sekitar 2,5-3 cm dari batang sedalam 5 cm.

5. Bibit segera ditanam pada lubang dengan memberi tanah halus sedikit-demi sedikit dan tekan tanah perlahan agar benih berdiri tegak.

6. Siram bibit dengan air sampai basah benar.

Penjarangan dilakukan saat pemindahan bibit ke lahan, yaitu saat bibit berumur 6 minggu atau telah berdaun 5-6 helai (semaian biji) atau berumur 28 hari (semaian stek). Bila bibit disemai pada bumbung maka penjarangan tidak dilakukan. Sedangkan penyulaman hampir tidak dilakukan karena umur tanaman yang pendek (2-3 bulan).

Penyiangan dilakukan bersama dengan penggemburan tanah sebelum pemupukan atau bila terdapat tumbuhan lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam karena dapat merusak sistem perakaran tanaman, bahkan pada akhir penanaman sebaiknya tidak dilakukan.

(51)

Perempelan cabang/tunas-tunas samping dilakukan seawal mungkin untuk menjaga tanaman induk agar pertumbuhan sesuai harapan, sehingga zat makanan terkonsentrasi pada pembentukan bunga seoptimal mungkin.

Pemupukan susulan I dilakukan dengan urea 1gram per tanaman melingkari tanaman dengan jarak 3 cm disaat tanaman kelihatan hidup untuk mendorong pertumbuhan. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 10-14 hari dengan dosis 3-5 gram, dengan jarak 7-8 cm. Pemupukan ketiga dilakukan pada umur 3-4 minggu dengan dosis 5 gram pada jarak 7-8 cm. Bila pertumbuhan belum optimal dapat dilakukan pemupukan lagi pada umur 8 minggu.

Waktu pemberian air sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada musim kemarau, pengairan perlu dilakukan 1-2 hari sekali, terutama pada fase awal pertumbuhan dan pembentukan bunga.

Untuk pencegahan, penyemprotan dilakukan sebelum hama menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali dengan dosis ringan. Untuk penanggulangan, penyemprotan dilakukan sedini mungkin dengan dosis tepat, agar hama dapat segera ditanggulangi.

Jenis dan dosis pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat beragam tergantung dengan hama yang dikendalikan dan tingkat populasi hama tersebut.

Pemeliharaan Lain

Hal-hal yang penting dalam merawat tanaman adalah:

1. Menghindari pelukan pada tanaman karena luka pada tanaman merupakan salah satu jalan yang efektif dalam penularan penyakit dan sangat disukai oleh hama. 2. Dalam pemupukan, pupuk tidak boleh mengenai tanaman dan harus selalu diikuti

dengan penyiraman. Panen

 Ciri dan Umur Panen

(52)

a) Krop kubis mengeras dengan cara menekan krop kubis. b) Daun berwarna hijau mengkilap.

c) Daun paling luar sudah layu.

d) Besar krop kubis telah terlihat maksimal

Pemetikan yang kurang baik akan menimbulkan kerusakan mekanis yang menyebabkan krop kubis terinfeksi patogen sehingga mudah pembusukan. Langkah-langkah dalam memetik kubis:

a) memilih kubis yang telah tua dan siap dipetik.

b) Memetik kubis dengan menggunakan pisau yang tajam dan bersih. Pemotongan dilakukan pada bagian pangkal batang kubis.

c) Urutan pemetikan adalah dimulai dengan kubis yang sehat baru kemudian dilakukan pemetika pada kubis yang telah terkena infeksi patogen.

Kol merupakan tanaman sekali panen, sehingga periode panen sama dengan periode tanam. Produksi kubis bergantung dengan varietas. Secara umum per tanaman menghasilkan 0,75-4 Kg, daerah tadah hujan dengan pemeliharaan semi intensif 25-35 ton per hektar dan dengan pemeliharan intensif 85 ton per hektar.

Setelah dipetik, kubis dikumpulkan pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung agar laju respirasi berkurang sehingga didapatkan kubis yang tinggi kwalitas dan kwantitasnya. Pengumpulan dilakukan dengan hati-hati dan jangan ditumpuk dan dilempar-lempar.

Penyortiran untuk memisahkan krop kubis baik dan bermutu dari yang kurang baik atau rusak, seperti retak, lecet dan kerusakan lainnya.

(53)

keseragaman ukuran, kepadatan krop, kadar kotoran maksimum, kecacatan kubis maksimum dan panjang batang kubis maksimum.

Penyimpanan kubis harus memperhatikan varietas kubis, suhu, kelembaban dan kadar air. Pada suhu 32-35 derajat F dan kelembaban udara 92-95%, kubis dapat disimpan 4-6 bulan (kubis kadar air tinggi) dan 12 bulan (kubis kadar air rendah) dengan kehilangan berat sebesar 10%. Di Desa Parbuluan penyimpanan kubis disimpan di gudang yang terbuat dari kayu.

Pengemasan kol ini banyak dilakukan oleh kaum ibu-ibu. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terlebih dahulu kol tersebut dikurangi daun yang rusak (dikopek). Baru dipangkal kol tersebut ditaruh kapur. Tujuannya adalah supaya kol tidak mudah busuk. Kemudian kubis disajikan dalam bentuk untuh dan segar dikemas dalam keranjang bambu yang berpenyangga dengan berat netto 10 kg, 5 kg atau 20 kg, atau kotak karton dengan berat netto 10-20 kg. Pengemasan produk biasanya dilakukan dengan polyetiline yang diberi lubang-lubang kecil. Kemasan krop ini kemudian dimasukkan ke dalam doos karton atau keranjang plastik.

Selain itu, pengemasan juga dilakukan dengan koran bekas dan dalam pengangkutan kemasan perlu dimasukkan ke dalam kotak atau peti kayu dengan kapasitas 25-30 kg/peti. Selain itu, kubis juga biasannya disimpan ke dalam keranjang yang terbuat dari bambu. Dan setelah itu diangkut dengan Truk Fuso untuk diekspor ke Malaysia dan Singapura melalui Tanah Karo. Dan kegiatan ini dilakukan oleh kaum lelaki.

Gambar

Tabel 1. Penggunaan Tanah di Desa Parbuluan

Referensi

Dokumen terkait

Selain penggunaan bahasa yang bersifat formal, dalam penulisan unsur-unsurnya surat juga harus mematuhi kaidah penulisan bahasa yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan..

Kepada teman-teman penulis Koyud, Kak Ridah, Bu Entin (orang-orang lama MIDI), terima kasih atas segala dukungan dan semangat serta menemani penyelesaian

CI 100 juga memberikan perlindungan yang lebih lama (hingga usia 100 tahun) dengan usia masuk yang lebih panjang (usia 5-70 tahun), survival period 7 hari untuk semua

Perumusan tujuan pengembangan Kurikulum di SMK Negeri 1 dan SMK Al Huda Kota Kediri meliputi hubungan antara tujuan institusional (lembaga pendidikan) dan

Pengaruh pembelajaran kitab kuning terhadap sikap sabar murid di Madrasah Islami Nurul Khufad Darut a’limil Qur’an Banggle 01, Kanigoro, Blitar. Hasil analisis uji hipotesis

Agar hewan peliharaan kita tidak mudah terkena penyakit maka harus diberikan... a.Vaksin

perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab , peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari

PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |