• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK

BAB II KAJIAN TEOR

5. Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK

Sri Anitah Wiryawan & Noorhadi (Tri Mulyani, 2001: 24) menjelaskanbahwa kegiatan pengelolaan kelas terdiri dari pengaturan siswa dan pengaturan fisik kelas. Pendapat yang sama disampaikan oleh Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108-110) yang menjelaskan bahwa kegiatan manajemen kelas (pengelolaan kelas) meliputi dua kegiatan yang secara garis besar yaitu pengaturan fisik dan pengaturan siswa. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dalam pengelolaan kelas di TK meliputi pengaturan fisik dan pengatuan peserta didik.

a. Pengaturan Fisik

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108) memaparkan bahwa aktivitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar dengan baik. Pengelolaan kelas secara fisik dapat dilakukan dengan caraperencanaan pembelajaran, pengaturan waktu, penataan ruang kelas, dan membangun iklim kelas.

1) Perencanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan kurikulum operasional yang dijadikan acuan bagiguru dalam mengelola kegiatan bermain untuk mendukung anak dalam proses belajar. Menurut Fridberg (Masitoh, dkk., 2005: 137) perencanaan yang baik untuk anak usia dini khususnya anak TK adalah fleksibel, cukup mengakomodasi pembaharuan, kebutuhan anak, memanfaatkan

20

saat yang tepat untuk mengajar anak ketika minat mereka muncul. Perencanaan pembelajaran penting sebagai acuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran, mengarahkan guru untuk menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, mengarahkan guru untuk membangun sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dimiliki anak, serta mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran.

Standar proses perencanaan pembelajaran menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 harus memperhatikan pengembangan rencana pembelajaran, prinsip-prinsip perencanaan, dan pengorganisasian. Pengembangan rencana pembelajaran terdiri dari promes, RKM dan RKH.

a) Promes (Program Semester). Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester termasuk alokasi waktu setiap tema dengan menyesuaikan hari efektif kalender pendidikan.

b) RKM (Rencana Kegiatan Mingguan). Perencanaan program mingguan merupakan rencana kegiatan yang disusun untuk pembelajaran selama satu minggu. Pada akhir satu atau beberapa tema dapat dilaksanakan kegiatan puncak tema yang menunjukkan prestasi peserta didik.

c) RKH (Rencana Kegiatan Harian). RKH adalah unit perencanaan terkecil dibuat untuk digunakan dan memandu kegiatan dalam satu hari. RKH disusun berdasarkan RKM yang berisi kegiatan-kegiatan yang dipilih dari indikator yang direncanakan untuk satu hari sesuai dengan tema dan sub tema. RKH memuat identitas lembaga, tema/sub tema, kelompok usia, alokasi waktu, kegiatan belajar (pembukaan, inti, penutup), media, dan sumber belajar.

21

Prinsip-prinsip proses perencanaan pembelajaran meliputi:

a) Memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dankarakteristik anak.

b) Mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, danperlindungan. c) Pembelajaran dilaksanakan melalui bermain.

d) Kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap,berkesinambungan, dan bersifat pembiasaan.

e) Proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, danmenyenangkan.

f) Proses pembelajaran berpusat pada anak.

Pengorganisasian proses perencanaan pembelajaran meliputi: a) Pemilihan metode yang tepat dan bervariasi.

b) Pemilihan alat bermain dan sumber belajar yang ada di lingkungan.

c) Pemilihan teknik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yangdilaksanakan. 2) Pengaturan Waktu

Undang-Undang Nomor 137 Tahun 2014 Pasal 36 ayat 3 huruf c tentang standar pengelolaan menjelaskan bahwa pada TK (usia 4-6 Tahun) satu kali pertemuan minimal 180 menit dan frekuensi pertemuan minimal lima kali per minggu. Menurut Farida Yusuf, dkk. (2015: 23) pada kelompok usia 4-6 tahun membutuhkan waktu minimal layanan 15 jam per minggu atau 900 menit/ minggu (30 jam @ 30 menit). Oleh karena itu,satuan PAUD yang tidak dapat melakukan pembelajaran 900 menit/minggu wajib melaksanakan pembelajaran 540 menit dan

22

ditambah 360 menit pengasuhan terprogram atau digantikan dengan program belajar di rumah dengan bimbingan orang tua atau.

Soemiarti Patmonodewo (2003: 162) menjelaskan bahwa waktu untuk melakukan aktivitas bagi anak perlu sedemikian rupa, fleksibel dan mengacu pada karakteristik anak. Jadwal kegiatan belajar disesuaikan dengan lamanya berada di sekolah. Guru sebaiknya mengenal bagaimana pola reaksi anak, bagaimana kecepatan reaksi anak, berapa lama waktu istirahat yang dibutuhkan anak, serta memperhatikan kebutuhan anak supaya dapat menyusun jadwal yang baik. Jadwal kegiatan belajar sebaiknya disusun berdasarkan hal-hal seperti anak belum dapat mengemukakan urutan kegiatan berdasarkan waktu tetapi mereka akan mampu mengemukaakan urutan kegiatan berdasarkan urutan yang dialaminya, misalnya bermain, belajar, pesta ulang tahun, dan seterusnya. Menurut Khanifatul (2013: 9) dalam pembelajaran, yaitu RPP, seorang guru merumuskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, lengkap dengan alokasi waktu, mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Berikut ini merupakan alokasi waktu untuk setiap model pembelajaran:

a) Model pembelajaran klasikal: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

b) Model pembelajaran sudut: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

c) Model pembelajaran kelompok: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

23

d) Model pembelajaran area: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ±30 menit.

e) Model pembelajaran sentra: kegiatan sebelum masuk kelas ±10 menit, kegiatan pembukaan ±20 menit, transisi ±10 menit, kegiatan inti ±90 menit (pijakan pengalaman sebelum bermain ±15 menit, pijakan pengalaman selama bermain ±60 menit, pijakan pengalaman setelah bermain ±15 menit), makan bersama ±10 menit, dan kegiatan penutup ±10 menit).

3) Pengaturan Ruang Kelas

Kelas yang baik merupakan lingkungan belajar yang bersifat menantang dan merangsang anak untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan kepada anak dalam mencapai tujuan belajarnya (Rusdinal & Elizar, 2005: 47). Oleh karena itu, guru sebagai pengelola kelas yang sekaligus pengelola lingkungan belajar anak, harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori belajar dan dapat memahami anak dengan segala aspek perkembangannya sehingga memungkinkan terciptanya situasi pembelajaran yang kondusif. Pengaturan ruang kelas TK menurut Rusdinal & Elizar (2005: 68-81) meliputi penyediaan ruang, pengaturan tempat duduk, pengaturan perabot dan alat pemainan, serta pembagian ruangan.

a) Penyediaan Ruang yang Memadai

Idealnya ruang kelas yang dipakai sebagai tempat pembelajaran di TK adalah ruangan yang dibangun secara khusus sehingga bangunan ruang kelas yang ada telah disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak usia TK. Rita Mariyana (2005: 42) menjelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip umum dalam

24

penataan dan pengelolaan ruangan di TK yaitu penataan arah ruangan, ukuran ruangan, lantai, atap dan langit-langit, serta penataan dinding dan pemilihan warna ruangan.

- Arah ruangan. Ruangan kelas yang tampil menghadap ke arah datangnya cahaya yang masuk ke ruangan tersebut serta udara segar membuat anak dapat bernapas lega dan bebas. Namun, jika letak arah ruangan tidak tepat, maka permasalahan tersebut dapat dikurangi dengan pewarnaan dinding kelas dengan cat warna yang lebih terang dan lembut.

- Ukuran ruangan. Ruang kelas hendaknya memiliki ukuran yang memadai sehingga memungkinkan anak-anak dapat bermain dengan bebas. Menurut Sudono dan Rachman (Rusdinal & Elizar, 2005: 68) ukuran ruang kelas untuk TK adalah 7mx8m bujur sangkar. Ukuran ruang kelas tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh jumlah anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Jika ruangan yang tersedia terlalu kecil, pihak sekolah dan guru perlu untuk mendesain, mengatur, dan memindahkan perabot sesuai dengan waktu penggunaannya. Sedangkan menurut Rita Mariyana (2005: 43) ukuran ruangan kelas untuk anak usia 4-6 tahun berukuran 120-180 cm² per anak akan lebih mencukupi. Namun ada pula pakar yang menganggap cukup untuk ukuran 105 cm² digunakan di TK, selama ruangan tersebut terpisah dari bak cuci tangan, loker dan lemari kabinet.

- Lantai. Para pendiri dan guru TK diharapkan telah memikirkan dalam mengatur arena bermain dan lantai sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi resiko kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi (Rita

25

Mariyana, 2005: 44). Salah satu alternatif mengatasi lantai licin adalah dengan menggunakan karpet. Penggunaan karpet juga dapat mengurangi jumlah meja dan kursi yang diperlukan, membuat lantai menjadi lebih halus, mengurangi resiko kerusakan akibat benda yang terjatuh serta dapat mengurangi keributan dan suara gaduh di kelas. Namun terdapat beberapa persoalan yang sering timbul yaitu kesulitan memindahkan lemari, meja atau kursi, kesulitan menggunakan mainan beroda, dan sulit membersihkan tumpahan cairan. Pengaturan lantai yang lain adalah permukaan lantai sengaja dibuat tidak datar (naik dan dicekungkan). Namun jika permukaan tersebut sengaja dibangun dan dipermanenkan, penggunaan menjadi kurang fleksibel. Pengaturan lantai juga dapat menggunakan lantai kayu. Kelebihan dari lantai kayu adalah mampu menyerap panas dan bersifat hangat, bersifat alami dan tampak mewah, lebih aman dan mengurangi resiko cidera, serta pemasangan lebih mudah (www.arafuru.com).

- Atap dan langit-langit. Struktur bangunan atap TK yang ideal adalah memiliki ketinggian yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi peralatan dan media pembelajaran yang memiliki ketinggian yang beragam. Ketinggian atap yang dianjurkan adalah 3-3,3 m.

- Penataan dinding dan pemilihan warna ruangan. Dinding dapat dimanfaatkan untuk tempat memajang karya anak atau display. Dinding juga dapat ditata dengan berbagai variasi sehingga dapat memberikan kesan estetis dan menyenangkan bagi yang melihatnya (Rita Mariyana, 2005: 47). Permukaan dinding dapat ditutupi dengan berbagai jenis bahan selain cat. Lapisan dinding

26

dari bahan-bahan penyerap yang halus dapat mengurangi atau menyerap bunyi. Dalam pemilihan warna dinding, intensitas cahaya merupakan satu kriteria penting yang harus diperhatikan. Sifat-sifat warna yang dapat dimanfaatkan dalam penataan dan pemilihan warna dinding kelas menurut Bassano (Rita Mariyana, 2005: 48) sebagai berikut:

Tabel 1. Sifat dan pengaruh warna

Warna Sifat dan Pengaruh yang ditimbulkan

Merah Kekuatan fisik, kepemimpinan, kemandirian Oranye Harga diri, keberanian, keterbukaan

Kuning Tertutup, pemikir, emosional, berintelektual bagus Hijau Keseimbangan, ketenangan

Biru Dingi, ketenangan, kedamaian, ketuhanan, alamiah Nila Intuitif, berdedikasi, pembersih, kemampuan mengingat

Ungu Dedikasi, pasrah kepada jalan pelayanan, kesadaran akan kesatuan ilahiah

b) Mengatur Tempat Duduk Secara Fleksibel

Tempat duduk dapat mempengaruhi peserta didik dalam mencapai keberhasilan belajarnya. Tempat duduk sebaiknya menyesuaikan postur tubuh peserta didik dan tidak berukuran besar agar mudah diubah-ubah posisinya sesuai keinginan dan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan tempat duduk seperti ukuran bentuk kelas, jumlah peserta didik dalam kelas, jumlah peserta didik dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas, serta komposisi peserta didik dalam kelompok Guru sebagai manajer kelas sebaiknya mengetahui berbagai formasi pengaturan tempat duduk (Novan Ardy Wiyani, 2013: 134).

27

Macam-macam formasi pengaturan tempat duduk menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 134-145) sebagai beikut:

- Formasi Tradisional (Konvensional)

Gambar 1. Formasi Tradisional (Konvensional)

Pada formasi tradisional para peserta didik duduk berpasang-pasangan dalam satu meja dengan satu kursi panjang atau dua kursi. Tempat duduk pada formasi ini berderet memanjang ke belakang. Formasi ini cocok digunakan untuk metode ceramah.

- Formasi Auditorium

Gambar 2. Formasi Auditorium

Pada formasi ini posisi tempat duduk peserta didik berderet memanjang ke samping. Formasi ini memungkinkan semua peserta didik untuk mudah melihat pergerakan guru. Hal ini menjadikan guru menjadi orang yang menjadi pusat perhatian peserta didik.

28 - Formasi Chevron

Gambar 3. Formasi Chevron

Formasi chevron membuat interaksi guru dengan peserta didik dan antar peserta didik lebih intensif sehingga peserta didik dapat menjalani kegiatan belajar mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus. Formasi ini cocok digunakan guru jika hendak menyampaikan materi dengan metode ceramah interaktid, tanya jawab, dan diskusi kelompok.

- Formasi Kelas Bentuk U

Gambar 4. Formasi Kelas Bentuk U

Formasi ini menjadikan guru orang yang paling aktif bergerak dinamis ke segala arah serta langsung berinteraksi secara berhadap-hadapan dengan peserta didiknya. Formasi kelas bentuk U sangat tepat dilakukan dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan diskusi, presentasi, dan kerja tim. Formasi kelas bentuk U juga dapat diterapkan di kelas TK untuk demonstrasi dan kegiatan berdiskusi.

29 - Formasi Meja Pertemuan

Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan

Formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Formasi meja pertemuan ini sangat baik jika digunakan dalam kegiatan belajar secara kolektif/berkelompok di dalam kelas.

- Formasi Konferensi

Gambar 6a. Formasi Konferensi (guru berada di samping meja)

Pada formasi ini, meja yang digunakan adalah meja panjang yang didekatkan satu per satu dalam bentuk memanjang sehingga terbentuk kumpulan meja berbentuk persegi panjang. Kemudian para peserta didik duduk di kursi yang mengelilingi meja. Formasi ini sangat bagus digunakan ketika guru hendak menggunakan metode diskusi, debat aktif, dan tim kuis.

30

Gambar 6b. Formasi Konferensi (guru berada di tengah-tengah kursi peserta didik)

Formasi konferensi juga bisa diubah atau dimodifikasi dengan menempatkan guru di tengah-tengah kursi peserta didik sehingga memungkinkan guru untuk berperan serta dalam kegiatan diskusi yang dibahas oleh peserta didik.

Gambar 6c. Formasi Konferensi (dengan ruang kosong di tengah)

Formasi konferensi juga dapat dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa meja kemudian ditengah-tengah meja tersebut dikosongkan.

- Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings)

Gambar 7. Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings) Apabila ruangan cukup besar, guru dapat menggabungkan formasi kelas bentuk U dan formasi meja pertemuan. Guru dapat menempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok secara berjauhan sehingga kelompok satu tidak mengganggu kelompok yang lain.

31 - Formasi Tempat Kerja

Gambar 8. Formasi Tempat Kerja

Formasi ini sangat tepat jika dilakukan di dalam laboratorium yang mana peserta didik duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas.

- Formasi Kelompok untuk Kelompok

Gambar 9. Formasi Kelompok untuk Kelompok

Formasi ini menempatkan beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (menggabungkan beberapa meja) sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan formasi ini memungkinkan guru melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau observasi pada kegiatan berkelompok.

- Formasi Lingkaran

32

Formasi lingkaran ini merupakan pengaturan tempat duduk yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dalam satu kelompok yang mana guru sebagai seorang manajer kelas memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar tersebut.

- Formasi Peripheral

Gambar 11. Formasi Peripheral

Jika seorang guru menginginkan peserta didiknya memiliki tempat untuk menulis, guru dapat menggunakan formasi tempat duduk peripheral, yaitu meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar kursi secara melingkar saat guru menginginkan diskusi kelompok.

Formasi tempat duduk yang dapat diterapkan di TK adalah formasi yang memperhatikan karakteristik anak TK yaitu formasi tradisional, formasi bentuk U, formasi konferensi, formasi meja pertemuan, formasi pengelompokkan terpisah, serta formasi lingkaran. Tempat duduk untuk anak TK dapat memanfaatkan kursi dan meja atau pula memakai lantai sebagai tempat duduk dalam melakukan aktivitas belajar. Anak-anak pada masa kanak-kanak tidak bisa dikondisikan untuk duduk di kursi dalam waktu yang lama. Mereka cenderung menghabiskan waktu untuk beraktivitas di lantai atau selalu bergerak dengan berpindah-pindah

33

tempat. Oleh karena itu, pengaturan tempat duduk anak TK harus dilakukan secara fleksibel artinya guru harus mempunyai pertimbangan yang jelas kapan anak harus duduk dikursi yang dilengkapi dengan meja atau kapan anak duduk di lantai, berapa lama dan untuk melakukan kegiatan apa (Rusdinal & Elizar, 2005: 71). Pengaturan tempat duduk yang fleksibel akan memungkinkan adanya variasi tempat yang disediakan untuk anak dalam melakukan aktivitas belajar.

c) Pengaturan Perabot dan Alat Permainan

Perabot dan alat permainan sangat dibutuhkan di TK guna mendukung penerapan konsep bermain sambil belajar yang merupakan aktivitas yang disenangi dan digemari oleh anak-anak usia TK. Segala perabot dan alat permainan yang ada di TK hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang menyenangkan dan menarik serta dapat membantu proses pembelajaran secar efektif. Penempatan alat permainan hendaknya mempertimbangkan aspek kemudahan untuk dimanfaatkan oleh anak. Ini berarti alat-alat permainan ditempat dekat dengan anak sehingga pada saat melakukan aktivitas, anak dapat memperoleh alat dengan mudah dan teratur.

d) Pembagian Ruangan

Tidak ada suatu konsep yang pasti untuk menyusun suatu ruangan kelas secara permanen karena penataan ruang kelas dilakukan dengan memperhatikan minat, kebutuhan dan perkembangan anak. Perlu kekreativan guru sehingga dapat ditemukan suatu situasi benar-benar kondusif untuk bermain dan belajar bagi anak-anak. Ruangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara kreatif dan fleksibel

34

sehingga proses pembelajaran yang dialkukan tetap berorientasi pada perkembangan anak.

4) Penciptaan Iklim Kelas

Penciptaan iklim kelas merupakan usaha guru untuk menciptakan suasana kelas yang serasi dan bebas dari gangguan sehingga anak merasa aman dan senang untuk belajar (Rusdinal & Elizar, 2005: 115). Iklim kelas atau suasana kelas yang baik ditandai dengan hubungan yang baik antara guru dan anak maupun antara anak dengan anak. Bentuk kegiatan untuk mengembangkan hubungan baik antara guru dan anak dapat dilakukan dengan menunjukkan sikap terbuka, memahami kesulitan anak, melindungi anak, bersikap hangat, dan menerima anak sebagaimana adanya. Kegiatan guru untuk menciptakan hubungan anak dengan anak cukup beragam dan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan menciptakan suatu interaksi belajar misalnya meminta anak untuk menyelesaikan tugas secara berkelompok. Selain itu guru dapat pula menanamkan sikap yang penuh keakraban, tolong menolong sesama teman, tenggang rasa terhadap keadaan orang lain, mengendalikan emosi, menerima teman apa adanya dengan menjauhkan rasa benci, dendan dan permusuhan antara satu anak dengan anak lainnya.

Penciptaan iklim kelas yang kondusif untuk kegiatan belajar anak di TK juga diciptakan melalui upaya guru dalam menerapkan kepemimpinannnya. Pola kepemimpinan yang diharapkan untuk anak adalah pola kepemimpinan yang demokratis. Hal tersebut mengacu pada pendapat Dreikurs & Cassel dalam Hasibuan (Rusdinal & Elizar, 2005: 117) bahwa dalam pengelolaan kelas suasana

35

yang demokratis merupakan unsur utama dalam pengelolaan kelas. Suasana yang demokratis tersebut ditandai dengan adanya peranan guru sebagai fasilitator dan mempunyai hubungan pribadi yang baik dengan anak-anak dan membimbing perkembangannya. Beberapa kegiatan guru dalam pembinaan suasana demokratis di kelas dapat dilakukan dengan kegiatan berikut (Rusdinal & Elizar, 2005: 117- 120):

a) Berbicara dengan suara ramah. Guru yang ramah menampilkan wajah yang cerah, mudah tersenyum dan bicara dengan suara yang lemah lembut, serta tidak menyinggung perasaan anak dan tidak membuat anak tertekan. Sikap dari penampilan guru yang demikian disenangi anak sehingga anak merasa tidak takut berhadapan, mau bercerita dan bertanya kepadanya, serta bergairah untuk mengikuti pembelajaran dan bereksplorasi.

b) Membimbing anak. Guru harus menyadari bahwa tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Ada anak yang cepat belajar, lambat belajar, memiliki kemampuan rata-rata, dan ada pula anak yang mempunyai pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut. Cara yang dapat dilakukan guru dalam membimbing anak yang memiliki rasa takut yang berlebihan adalah dengan menuntun anak dalam bermain, bercerita, bernyanyi, dan menciptakan situasi agar anak dapat diterima oleh kawan-kawannya.

c) Menolong anak. Anak usia dini masih memerlukan bimbingan dan pertolongan terutama dalam pembelajaran dan dalam mengembangakan hubungan emosional yang sehat dengan teman sebaya. Guru dapat menolong anak dengancara membantu anak dalam segala permasalahannya dalam

36

belajar, seperti menolong anak meraut pensilnya, membukakan tabung minum, merapikan bajunya, dan banyak pertolongan lainnya.

d) Memecahkan tanggung jawab. Dalam memecahkan tanggung jawab pada anak, guru harus memperhatikan terlebih dahulu tingkat kemandirian anak. Tingkat kemandirian anak TK dapat dilihat dari segi fisik dan psikologis. Contoh kemandirian anak dari segi fisik yaitu memakai baju sendiri, memasang tali sepatu, atau makan sendiri. Contoh kemandirian anak dari segi psikologis adalah tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, menyimpan alat permainan ke tempatnya setelah digunakan, atau membuang sampah pada tempatnya.

b. Pengaturan Peserta Didik

Pengaturan peserta didik ini berkaitan dengan pemberian stimulus dalam membangkitkan dan mempertahankan kondisi motivasi peserta didik untuk secara sadar berperan aktif dan terlibat dalam kegiatan belajar di kelas (Novan Ardy Wiyani, 2013: 60). Dalam hal ini fungsi guru tetap memiliki proporsi yang besar untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memandu setiap aktivitas yang harus dilakukan anak. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya. Pengelolaan kelas dengan pengaturan peserta didik dilakukan apabila adanya gangguan di kelas dan guru berusaha untuk mengembalikannya supaya suasana kelas tetap kondusif. Kegiatan pengelolaan kelas dalam mengatur anak dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu tindakan preventif (pencegahan) dan tindakan korektif sesuai pendapat Entang & Raka Joni (Tri Mulyani, 2001: 83).

37 1) Tindakan Preventif (Pencegahan)

Tindakan preventif (pencegahan) adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang mengganggu kondisi optimalnya pembelajaran. Tindakan preventif merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, misalnya dengan mengajak siswa untuk tetap terkondisikan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Rusdinal & Elizar (2005: 178) sikap dan tindakan guru yang preventif adalah (1) sikap terbuka, (2) sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, (3) sikap empati, (4) sikap demokratis, (5) mengarahkan anak pada tujuan kelompok, (6) menghasilkan aturan kelompok yang disepakati bersama, (7) memperjelas komunikasi, dan (8) menunjukkan kehadiran.

Prosedur dalam dimensi pencegahan adalah langkah-langkah yang harus direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prosedur tindakan pencegahan ini

Dokumen terkait