• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU."

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nur Endah Saputri NIM 13111241047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Anak-anak di dalam kelas kita mutlak lebih penting daripada pelajaran yang kita ajarkan kepada mereka (Meladee McCArty)

Kelolalah kelas, maka kelas dan anak didik akan menjadi bagian dari harimu.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kehadirat Allah Subhaanahu Wa Ta’alaa, karya ini saya

persembahkan teruntuk:

1. Ibunda Suratinah dan Ayahanda Muh Alip yang tidak henti-hentinya mendoakanku.

(7)

vii

PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU

Oleh

Nur Endah Saputri NIM 13111241047

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu. Penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B dipilih karena dilatarbelakangi oleh potensi yang dimiliki oleh kelompok B di TK AnakQu dalam mengelola kelasnya sehingga diharapkan dapat menjadi contoh untuk pengelolaan kelas pada TK lainnya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas kelompok B di TK AnakQu. Data dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan model analisis interaktif. Data-data hasil penelitian diuji kembali keabsahannya dengan menggunakan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, serta trianggulasi.

Hasil penelitian penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu adalah: 1) Persiapan dilakukan dengan merencanakan pembelajaran, mengatur waktu, mengatur ruang kelas, dan membangun iklim kelas. 2) Pelaksanaan dilakukan dengan mengatur peserta didik, menciptakan dan memelihara kondisi belajar, mengembalikan kondisi belajar, dan memecahkan masalah. 3) Evaluasi dilakukan dengan cara penelusuran, pengecekan, pencarian, dan penyimpulan. 4) Faktor pendukung penerapan pengelolaan kelas yaitu: anak mudah diberi pengarahan, suasana sekolah menunjang kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana mendukung pengelolaan kelas, serta adanya partner guru. Faktor penghambat penerapan pengelolaan kelas yaitu: perbedaan karakteristik anak, belum efektifnya cara preventif dalam pengaturan peserta didik, dan perbedaan pandangan dan pendapat guru dengan partner di kelas. 5) Cara mengatasi faktor penghambat yaitu dengan melakukan pendekatan kepada anak, mengajak anak membantu anak lain, mengingatkan anak kepada tata tertib yang sudah dibuat bersama, serta komunikasi dan sharing bersama partner guru.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan kasih sayang-Nya, serta telah memberi kesempatan pada penulis untuk dapat menyelesaikan Skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya ridho Allah SWT dan do’a beserta bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas sehingga dapat melancarkan studi saya.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan PAUD yang selalu memberikan motivasi padapenulis untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

4. Ibu Nelva Rolina, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu Eka Sapti Cahya Ningrum, M.M., M.Pd.sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi, serta telah memberikan motivasi beserta saran-saran kepada penulis.

5. Miss Catur Mufidatun, S.Pd. selaku kepala sekolah KB & TK AnakQu, Miss Ayu Endah Nur Prasetyaningrum S.Pd. dan Miss Yanu Ariyanti, S.Sos. selaku guru kelas Al-A’rof, serta Miss Aprilia Rezki Qurnialita, S.Pd. dan Miss Ani Kristanti, S.Pd.I. selaku guru kelas Adz-Dzaariyat, yang telah memberikan waktu, tempat, informasi, arahan, dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 6. Anak-anak kelompok B (Al-A’rof & Adz-Dzaariyat) TK AnakQu tahun ajaran

2016/2017 yang telah menerima kehadiran Miss Putri di kelas.

7. Orang tua (Suratinah & Muh Alip), kakak tersayang (Danang Hari Prabowo)

(9)
(10)

x A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengelolaan Kelas di TK ... 9

1. Pengertian Pengelolaan Kelas di TK... 9

2. Tujuan Pengelolaan Kelas di TK ... 10

3. Prinsip Pengelolaan Kelas di TK ... 12

4. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas di TK ... 15

5. Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK ... 19

6. Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas di TK ... 47

7. Evaluasi Pengelolaan Kelas di TK ... 52

(11)

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 72

1. Deskripsi Lembaga KB & TK AnakQu ... 72

2. Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 74

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Penerapan Pengelolaan Kelas pada kelompok B di TK AnakQu ... 92

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

1. Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 95

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 105

3. Cara Mengatasi Faktor Penghambat ... 106

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 108

B. Implikasi ... 109

C. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat dan Pengaruh Warna dalam Pengaturan Ruang Kelas …... 26 Tabel 2. Kisi-kisi Observasi ……… 66 Tabel 3. Penyediaan Ruang Kelas KB & TK AnakQu ………. 78 Tabel 4. Sarana Prasarana Pendukung Pengelolaan Kelas ……… 93

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Formasi Tradisional (Konvensional) ...27

Gambar 2. Formasi Auditorium ...27

Gambar 3. Formasi Chevron ...28

Gambar 4. Formasi Kelas Bentuk U ...28

Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan ...29

Gambar 6a. Formasi Konferensi (Guru berada di samping meja) 29 Gambar 6b. Formasi Konferensi (Guru berada di tengah-tengah kursi peserta didik) ...30

Gambar 6c. Formasi Konferensi (dengan ruang kosong di tengah) ...30

Gambar 7. Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings) ...30

Gambar 8. Formasi Tempat Kerja ...31

Gambar 9. Formasi Kelompok untuk Kelompok ...31

Gambar 10. Formasi Lingkaran ...31

Gambar 11. Formasi Peripheral ...32

Gambar 12. Skema Kerangka Berpikir ...61

Gambar 13. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif ...68

Gambar 14. KB & TK AnakQu nampak depan ...72

Gambar 15. Pengaturan Tempat Duduk Kelas Al-A’rof dan Adz-Dzaariyat ...79

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD pada hakikatnya ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak (Suyadi & Maulidya, 2013: 17). PAUD memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal melalui berbagai layanan PAUD. Undang-undang Nomor 137 tahun 2014 Pasal 1 ayat 11 menyebutkan bahwa satuan atau program PAUD adalah layanan PAUD yang dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan dalam bentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).

(15)

2

dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak.Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pemberian stimulus pada saat kegiatan pembelajaran. Pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan tahap perkembangan anak supaya pembelajaran dapat berjalanefektif.

Pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka(Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2002: 226).Pembelajaran yang efektif merupakan keinginan yang hendak dicapai oleh para pendidik. Persoalan yang muncul adalah bagaimana mencapai tujuan tersebut sehingga diperoleh hasil yang optimal bagi perkembangan anak. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan dan mengelola kelas yang menyenangkan bagi anak untuk melakukan berbagai aktivitas pembelajaran (Rusdinal & Elizar, 2005: 11). Oleh karena itu, pengelolaan kelas merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif.

(16)

3

internal yang berasal dari anak misalnya mengganggu konsentrasi teman, anak mengantuk, maupun anak ramai sendiri. Faktor internal yang berasal dari guru misalnya penggunaan pendekatan yang kurang sesuai, penguasaan guru terhadap bahan ajar yang disampaikan, kurangnya keluwesan dalam mengajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal terjadinya gangguandapat disebabkan oleh kondisi lingkungan belajar yang kurang kondusif dan penataan lingkungan belajar yang kurang rapi.

Dilihat dari faktor terjadinya gangguan diatas, faktor internal yang berasal dari anak merupakan salah satu masalah pentingyang guru hadapi saat ini. Menurut Powell, Fixsen & Dunlap (2003: 1) perilaku anak jauh lebih bervariasi dan rumitdibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan guru menghadapi tantangan untuk mengelola perilaku mereka. Masalah perilaku yang paling umum pada usia prasekolah adalah impulsif, hiperaktif, dan agresif. Sekitar 10%-20% dari anak-anak prasekolah telah terbukti menunjukkan perilaku ini pada tingkat yang signifikan baik di rumah atau di prasekolah.

(17)

4

dilakukan guru dengan hasil tingkah laku murid yang diinginkan termasuk keberhasilan murid dan sikap-sikap mereka (Rusdinal & Elizar, 2005: 11). Oleh karena itu, agar suasana kelas menjadi kondusif, perilaku positif yang diharapkan dari anak meningkat, dan perilaku yang tidak diinginkan dapat diperkecil, maka guru perlu mengelola kelas secara profesional.

Pentingnya pengelolaan kelas di atas menunjukkan bahwa suatu proses belajar mengajar akan berhasil apabila guru dapat mengelola kelas dengan baik.Jika kelas dapat dikelola dengan baik dan menjadi kelas yang kondusif, maka guru akan dengan mudah mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Menurut Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006: 173) masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Tugas yang cukup sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, terlebih lagi tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik. Saat mengelola kelas guru harus memperhatikan prinsip, pendekatan, dan komponen apa saja yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Semua kegiatan tersebut merupakan suatu pengelolaan yang tidak mudah dilakukan oleh guru karena guru membutuhkan pengelolaan yang cermat, teliti, dan teratur.

(18)

5

yang bersifat aktif, agresif, dan energetik dapat memicu terjadinya gangguan tersebut. Kebiasaan setiap anak dari rumah yang berbeda-beda juga turut menjadi pemicu terjadinya gangguan di kelas. Gangguan yang muncul sangat bervariasi setiap harinya. Gangguan yang muncul di kelas diantaranya adalah anak ramai sendiri, anak tidak memperhatikan guru, anak mengganggu temannya, anak sering pindah tempat duduk dan sebagainya. Walaupun guru sudah memperingatkan pada awal pembelajaran, namun gangguan tersebut masih sering terjadi. Pemecahan masalahnya pun berbeda-beda menyesuaikan gangguan yang muncul. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam mengelola kelas. Meskipun demikian guru bersikap optimis terhadap penanganan masalah-masalah yang muncul.

Kelebihan di KB & TK AnakQu secara fisik adalah lingkungan belajar dirancang menarik dengan warna-warna yang cerah. Sekolah tersebut juga mendesain sekolah selayaknya di rumah sehingga suasana yang tercipta lebih santai, nyaman, dan menyenangkan. Pemilihan fasilitas kelas sangat diperhatikan dengan mementingkan kenyamanan dan keamanan anak. Hal tersebut dibuktikan dengan pemilihan lantai kayu di kelas, menggunakan meja dan kursi yang sesuai ukuran dengan anak, pemilihan alat permainan dan media pembelajaran yang menarik, serta penataan fasilitas yang rapi.

(19)

6

dalam masa school readiness. School readiness atau kesiapan sekolah merupakan masa dimana anak sudah siap untuk mengikuti perubahan/transisi kegiatan dari sekolah ke jenjang pendidikan selanjutnya. Anak yang berada di kelompok B merupakan anak yang berusia 5-6 tahun. Pada usia tersebut, mereka sedang melakukan persiapan untuk memasuki Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu, pengelolaan kelas pada kelompok B akan menjadi penelitian yang menarik untuk mengetahui bagaimana guru melakukan pengelolaan kelas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Karakteristik anak yang bersifat aktif, agresif, dan energetik memicu terjadinya gangguan di kelas.

2. Tindakan preventif (pencegahan) dari guru belum efektif.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi masalah pada penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu?

E. Tujuan Penelitian

(20)

7

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan serta wawasan keilmuan bagi ilmu pendidikan guru pendidikan anak usia dini khususnya pada mata kuliah strategi pembelajaran anak usia dini. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan kelas di TK.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengetahui acuan tentang pengelolaan kelas di TK sehingga dapat menjadi bahan referensi dalam meningkatkan kualitas penerapan pengelolaan kelas di sekolah terkait. Penerapan pengelolaan kelas pada penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi contoh untuk TK lainnya.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai pengelolaan kelas khususnya pengelolaan kelas di TK ataupun topik penelitian lain yang berkaitan dengan pengelolaan kelas.

G. Definisi Operasional

(21)

8

1. Pengelolaan kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang dilakukan guru dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengelolaan kelas secara fisik maupun peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Secara lebih khusus, kegiatan persiapan dapat dilakukan dengan pengelolaan kelas secara fisik yaituperencanaan pembelajaran, pengaturan waktu, penataan ruangan kelas, dan membangun iklim kelas. Pelaksanaan pengelolaan kelas saat pembelajaran dilakukan dengan pengaturan peserta didik, penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar, pengembalian kondisi belajar, serta pemecahan masalah. Evaluasi pengelolaan kelas dilakukan dengan penelusuran, pengecekan, pencarian, dan penyimpulan.

(22)

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengelolaan Kelas di TK

1. Pengertian Pengelolaan Kelas di TK

Secara istilah, pengelolaan kelas berasal dari bahasa inggris “Classroom

Management”. Classroom berarti kelas sedangkan management berarti kepemimpinan, ketatalaksanaan, penguasaan maupun pengurusan. Secara sederhana, pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kepemimpinan ataupun ketatalaksanaan guru dalam praktek penyelenggaraan kelas (Tri Mulyani, 2001: 5). Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga siswa dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar (Sunaryo, 1989: 49). Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Moh. Uzer Usman (2011: 97) yang menjelaskan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

(23)

10

belajar melalui pengaturan anak, sarana, kegiatan, dan waktu. Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Rusdinal & Elizar (2005: 10) bahwa pengelolaan kelas di TK merupakan suatu usaha yang dilakukan guru secara sistematis yang dimulai dari merencanakan aktivitas pembelajaran, menyiapkan sarana pendukung, mengatur waktu aktivitas anak, menata ruang kelas, serta membangun iklim kelas yang kondusif bagi pembelajaran anak secara efektif.Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas di TK merupakan suatu usaha guru dalam merencanakan pembelajaran, serta menciptakan, mengkondisikan, dan mengembalikan suasana belajar mengajar apabila terjadi gangguan dengan cara pengaturan fisik kelas maupun dengan pengaturan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.

2. Tujuan Pengelolaan Kelas di TK

Pengelolaan kelas pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2011: 111). Secara khusus, Syaiful Bahri Djamarah (2005: 147-148) menjelaskan bahwa pengelolaan kelas mempunyai tujuan yang baik untuk anak didik maupun guru , yaitu:

a. Untuk Anak Didik

1) Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri. 2) Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.

3) Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada kegiatan yang diadakan.

b. Untuk Guru

(24)

11

2) Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada anak didik.

3) Mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak didik yang mengganggu.

4) Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat diguanakan dalam hubungannya dengan masalah tingkah laku anak didik yang muncul di dalam kelas.

Suharsimi Arikunto (Rusdinal & Elizar, 2005: 13) menjelaskan bahwa tujuan pengelolaan kelas di TK adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Ungkapan tertib tersebut bukanlah suasana kaku dan tegang dalam melaksanakan aktivitas, melainkan tertib berarti adanya keteraturan yang didasarkan oleh adanya perencanaan dan pengorganisasian kelas secara sistematis. Keadaan inilah yang menghasilkan perilaku tertib yang didukung oleh rasa gembira, senang, termotivasi yang dimiliki anak untuk berinteraksi dengan lingkungan belajarnya.

Pendapat lain disampaikan oleh Djauhar Sidiq, dkk. (2006: 53) yang menjelaskan tujuan dari pengelolaan kelas di TK yaitu:

a. Mendorong anak mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya.

b. Membantu anak untuk mengerti tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu arahan, peringatan bukan kemarahan. Untuk itu guru TK dituntut mampu untuk mengkomunikasikannya ke anak, guru perlu memilih kata-kata yang tepat serta mimik muka dan tatapan mata harus menampilkan keramahan.

c. Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas dan tingkah laku yang wajar.

(25)

12

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan sehingga anak merasa nyaman serta dapat tumbuh dan berkembang secara positif sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tujuan pengelolaan kelas di TK secara khusus yaitu: a. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang kondusif.

b. Mengatur berbagai penggunaan fasilitas belajar.

c. Membina dan membimbing anak sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.

d. Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.

e. Mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi terwujudnya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Prinsip Pengelolaan Kelas di TK

Dalam suatu kelas terdapat berbagai permasalahan yang sering timbul baik dari segi pembelajaran, guru, anak, maupun fasilitas. Guna mengurangi permasalahan tersebut, guru haruslah memiliki prinsip pengelolaan kelas. Menurut J.J. Hasibuan & Moedjiono (2012: 83) terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, yaitu:

a. Kehangatan dan keantusiasan.

b. Penggunaan bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah belajar siswa.

c. Perlu dipertimbangkan penggunaan variasi media, gaya mengajar, dan pola interaksi.

d. Diperlukan keluwesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya untuk mencegah gangguan-gangguan yang timbul.

e. Penekanan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal negatif.

(26)

13

Moh. Uzer Usman (2011, 97-98) juga mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pengelolaan kelas meliputi (a) kehangatan dan keantusiasan, (b) tantangan, (c) bervariasi, (d) keluwesan, (e) penekankan pada hal-hal positif, dan (f) penanaman disiplin diri. Pendapat yang sama disampaikan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 73-85) yang menyebutkan bahwa prinsip pengelolaan kelas meliputi (a) hangat dan antusias, (b) tantangan, (c) bervariasi, (d) keluwesan, (e) penekanan pada hal-hal positif, dan (f) penanaman disiplin diri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pengelolaan kelas di TK meliputi:

a. Hangat dan antusias

Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugas dan aktivitasnya dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. Sikap hangat akan terlihat apabila guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan peserta didik. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah tidak segan menyapa anak terlebih dahulu, berjabat tangan dengan anak, berkomunikasi aktif dengan anak, dan memperlakukan anak sebagai manusia sederajat.

b. Tantangan

(27)

14 c. Bervariasi

Variasi gaya mengajar dapat dilakukan dengan variasi intonasi suara, variasi gerak, anggota badan, dan variasi posisi guru dalam mengajar di kelas, variasi pola interaksi belajar, serta variasi dalam menggunakan metode, alat, dan media pengajaran. Variasi gaya mengajar merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.

d. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, maupun tidak mengerjakan tugas.

e. Penekanan pada hal-hal positif

Pada dasarnya didalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif daripada fokus pada tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.

f. Penanaman disiplin diri

(28)

15

melaksanakan disiplin diri sendiri, dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Dalam kedisiplinan anak, khususnya disiplin anak di TK banyak aspek yang berkaitan diantaranya adalah menyangkut peran orang tua dan guru dalam pendisiplinan anak, penyesuaian diri anak dan penerimaan lingkungan pada anak.

Prinsip-prinsip pengelolaan kelas tersebut digunakan agar suasana di kelas serta interaksi yang terjadi antara guru dengan anak maupun anak dengan anak dapat berjalan dengan baik. Kondisi kelas yang efektif akan menimbulkan suasana yang menyenangkan serta menghindari timbulnya rasa bosan pada anak. Selain itu, berbagai prinsip pengelolaan kelas mampu menciptakan rasa nyaman bagi anak selama mengikuti proses pembelajaran sehingga guru akan lebih mudah dalam pengelolaan kelasnya.

4. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas di TK

Interaksi di dalam kelas yang terjadi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, tergantung pada pendekatan yang digunakan guru dalam mengelola kelas. Pendekatan dalam pengelolaan kelas menurut Maman Rachman (1998/1999: 49-80)yaitu (a) pendekatan otoriter, (b) pendekatan intimidasi, (c) pendekatan permisif, (d) pendekatan buku masak, (e) pendekatan instruksional, (f) pendekatan pengubahan tingkah laku, (g) pendekatan iklim sosio-emosional, (h) pendekatan proses kelompok, (i) pendekatan eklektik, dan (j) pendekatan pluralistik.

(29)

16

pengelolaan kelas terdiri dari (a) pendekatan kekuasaan, (b) pendekatan ancaman, (c) pendekatan kebebasan, (d) pendekatan resep (cookbook), (e) pendekatan pengajaran, (f) pendekatan pengubahan tingkah laku, (g) pendekatan sosioemosional, (h) pendekatan proses kelompok, dan (i) pendekatan elektis atau pluralistik. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pengelolaan kelas TK meliputi:

a. Pendekatan Kekuasaan (otoriter)

Dalam konteks pengelolaan kelas, kekuasaan terwujud melalui kemampuan guru dalam mengatur anak untuk taat patuh terhadap norma atau aturan-aturan yang terdapat di dalam kelas yang dapat menjadikan anak memiliki kedisiplinan diri.

b. Pendekatan Ancaman (intimidasi)

Pengontrolan tingkah laku anak didik dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera pada anak.

c. Pendekatan Kebebasan (permisif)

Pendekatan ini digunakan dengan tujuan agar mampu memberikan serta meningkatkan perasaan bebas pada anak sehingga siswa akan lebih leluasa dalam mengikuti pembelajaran serta berani dalam mengungkapkan pendapat. Terdapat beberapa batasan dalam pendekatan kebebasan yaitu:

(30)

17

2) anak diperbolehkan melakukan apa saja di kelas selama apa yang dilakukannya tidak menyimpang ataupun melanggar aturan-aturan kelas yang telah disepakati bersama, dan

3) anak bebas berekspresi dengan cara apapun selama tidak mengganggu anak lainnya dan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di kelas.

d. Pendekatan resep/buku masak(cook book)

Pendekatan resep (cook book) dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang beransumsi bahwa kelas dapat dikelola dengan baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas yang dibuat dan disepakati bersama-sama. Aturan terkait erat dengan kesepakatan, kebijakan, dan prosedur.

e. Pendekatan Pengajaran (instruksional)

Pendekatan pengajaran dapat diartikan sebagai cara pandang yang beranggapan bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan kegiatan mengajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum mengajar seorang guru harus membuat perencanaan pengajaran yang matang sebelum masuk kelas dan pada saat mengajar di kelas seorang guru harus melaksanakan kegiatan mengajar sesuai dengan apa yang telah direncanakannya.

f. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku

(31)

18

atau melontarkan kalimat sindiran. Dengan begitu, diharapkan perilaku anak yang positif dapat berkembang dan perilaku anak yang negatif dapat berkurang.

g. Pendekatan Sosio-Emosional

Pendekatan sosio-emosional dapat diartikan sebagai cara pandang yang menganggap bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik serta antar peserta didik. Di sini guru adalah kunci terhadap pembentukan hubungan pribadi dan peranannya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat.

h. Pendekatan Proses Kelompok

Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial dan proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agat pengembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam berlajar.

i. Pendekatan Elektis (eklektik) dan Pluralistik

(32)

19

5. Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK

Sri Anitah Wiryawan & Noorhadi (Tri Mulyani, 2001: 24) menjelaskanbahwa kegiatan pengelolaan kelas terdiri dari pengaturan siswa dan pengaturan fisik kelas. Pendapat yang sama disampaikan oleh Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108-110) yang menjelaskan bahwa kegiatan manajemen kelas (pengelolaan kelas) meliputi dua kegiatan yang secara garis besar yaitu pengaturan fisik dan pengaturan siswa. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dalam pengelolaan kelas di TK meliputi pengaturan fisik dan pengatuan peserta didik.

a. Pengaturan Fisik

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108) memaparkan bahwa aktivitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar dengan baik. Pengelolaan kelas secara fisik dapat dilakukan dengan caraperencanaan pembelajaran, pengaturan waktu, penataan ruang kelas, dan membangun iklim kelas.

1) Perencanaan Pembelajaran

(33)

20

saat yang tepat untuk mengajar anak ketika minat mereka muncul. Perencanaan pembelajaran penting sebagai acuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran, mengarahkan guru untuk menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, mengarahkan guru untuk membangun sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dimiliki anak, serta mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran.

Standar proses perencanaan pembelajaran menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 harus memperhatikan pengembangan rencana pembelajaran, prinsip-prinsip perencanaan, dan pengorganisasian. Pengembangan rencana pembelajaran terdiri dari promes, RKM dan RKH.

a) Promes (Program Semester). Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester termasuk alokasi waktu setiap tema dengan menyesuaikan hari efektif kalender pendidikan.

b) RKM (Rencana Kegiatan Mingguan). Perencanaan program mingguan merupakan rencana kegiatan yang disusun untuk pembelajaran selama satu minggu. Pada akhir satu atau beberapa tema dapat dilaksanakan kegiatan puncak tema yang menunjukkan prestasi peserta didik.

(34)

21

Prinsip-prinsip proses perencanaan pembelajaran meliputi:

a) Memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dankarakteristik anak.

b) Mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, danperlindungan. c) Pembelajaran dilaksanakan melalui bermain.

d) Kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap,berkesinambungan, dan bersifat pembiasaan.

e) Proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, danmenyenangkan.

f) Proses pembelajaran berpusat pada anak.

Pengorganisasian proses perencanaan pembelajaran meliputi: a) Pemilihan metode yang tepat dan bervariasi.

b) Pemilihan alat bermain dan sumber belajar yang ada di lingkungan.

c) Pemilihan teknik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yangdilaksanakan. 2) Pengaturan Waktu

(35)

22

ditambah 360 menit pengasuhan terprogram atau digantikan dengan program belajar di rumah dengan bimbingan orang tua atau.

Soemiarti Patmonodewo (2003: 162) menjelaskan bahwa waktu untuk melakukan aktivitas bagi anak perlu sedemikian rupa, fleksibel dan mengacu pada karakteristik anak. Jadwal kegiatan belajar disesuaikan dengan lamanya berada di sekolah. Guru sebaiknya mengenal bagaimana pola reaksi anak, bagaimana kecepatan reaksi anak, berapa lama waktu istirahat yang dibutuhkan anak, serta memperhatikan kebutuhan anak supaya dapat menyusun jadwal yang baik. Jadwal kegiatan belajar sebaiknya disusun berdasarkan hal-hal seperti anak belum dapat mengemukakan urutan kegiatan berdasarkan waktu tetapi mereka akan mampu mengemukaakan urutan kegiatan berdasarkan urutan yang dialaminya, misalnya bermain, belajar, pesta ulang tahun, dan seterusnya. Menurut Khanifatul (2013: 9) dalam pembelajaran, yaitu RPP, seorang guru merumuskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, lengkap dengan alokasi waktu, mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Berikut ini merupakan alokasi waktu untuk setiap model pembelajaran:

a) Model pembelajaran klasikal: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

b) Model pembelajaran sudut: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

(36)

23

d) Model pembelajaran area: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ±30 menit.

e) Model pembelajaran sentra: kegiatan sebelum masuk kelas ±10 menit, kegiatan pembukaan ±20 menit, transisi ±10 menit, kegiatan inti ±90 menit (pijakan pengalaman sebelum bermain ±15 menit, pijakan pengalaman selama bermain ±60 menit, pijakan pengalaman setelah bermain ±15 menit), makan bersama ±10 menit, dan kegiatan penutup ±10 menit).

3) Pengaturan Ruang Kelas

Kelas yang baik merupakan lingkungan belajar yang bersifat menantang dan merangsang anak untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan kepada anak dalam mencapai tujuan belajarnya (Rusdinal & Elizar, 2005: 47). Oleh karena itu, guru sebagai pengelola kelas yang sekaligus pengelola lingkungan belajar anak, harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori belajar dan dapat memahami anak dengan segala aspek perkembangannya sehingga memungkinkan terciptanya situasi pembelajaran yang kondusif. Pengaturan ruang kelas TK menurut Rusdinal & Elizar (2005: 68-81) meliputi penyediaan ruang, pengaturan tempat duduk, pengaturan perabot dan alat pemainan, serta pembagian ruangan.

a) Penyediaan Ruang yang Memadai

(37)

24

penataan dan pengelolaan ruangan di TK yaitu penataan arah ruangan, ukuran ruangan, lantai, atap dan langit-langit, serta penataan dinding dan pemilihan warna ruangan.

- Arah ruangan. Ruangan kelas yang tampil menghadap ke arah datangnya cahaya yang masuk ke ruangan tersebut serta udara segar membuat anak dapat bernapas lega dan bebas. Namun, jika letak arah ruangan tidak tepat, maka permasalahan tersebut dapat dikurangi dengan pewarnaan dinding kelas dengan cat warna yang lebih terang dan lembut.

- Ukuran ruangan. Ruang kelas hendaknya memiliki ukuran yang memadai sehingga memungkinkan anak-anak dapat bermain dengan bebas. Menurut Sudono dan Rachman (Rusdinal & Elizar, 2005: 68) ukuran ruang kelas untuk TK adalah 7mx8m bujur sangkar. Ukuran ruang kelas tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh jumlah anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Jika ruangan yang tersedia terlalu kecil, pihak sekolah dan guru perlu untuk mendesain, mengatur, dan memindahkan perabot sesuai dengan waktu penggunaannya. Sedangkan menurut Rita Mariyana (2005: 43) ukuran ruangan kelas untuk anak usia 4-6 tahun berukuran 120-180 cm² per anak akan lebih mencukupi. Namun ada pula pakar yang menganggap cukup untuk ukuran 105 cm² digunakan di TK, selama ruangan tersebut terpisah dari bak cuci tangan, loker dan lemari kabinet.

(38)

25

Mariyana, 2005: 44). Salah satu alternatif mengatasi lantai licin adalah dengan menggunakan karpet. Penggunaan karpet juga dapat mengurangi jumlah meja dan kursi yang diperlukan, membuat lantai menjadi lebih halus, mengurangi resiko kerusakan akibat benda yang terjatuh serta dapat mengurangi keributan dan suara gaduh di kelas. Namun terdapat beberapa persoalan yang sering timbul yaitu kesulitan memindahkan lemari, meja atau kursi, kesulitan menggunakan mainan beroda, dan sulit membersihkan tumpahan cairan. Pengaturan lantai yang lain adalah permukaan lantai sengaja dibuat tidak datar (naik dan dicekungkan). Namun jika permukaan tersebut sengaja dibangun dan dipermanenkan, penggunaan menjadi kurang fleksibel. Pengaturan lantai juga dapat menggunakan lantai kayu. Kelebihan dari lantai kayu adalah mampu menyerap panas dan bersifat hangat, bersifat alami dan tampak mewah, lebih aman dan mengurangi resiko cidera, serta pemasangan lebih mudah (www.arafuru.com).

- Atap dan langit-langit. Struktur bangunan atap TK yang ideal adalah memiliki ketinggian yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi peralatan dan media pembelajaran yang memiliki ketinggian yang beragam. Ketinggian atap yang dianjurkan adalah 3-3,3 m.

(39)

26

dari bahan-bahan penyerap yang halus dapat mengurangi atau menyerap bunyi. Dalam pemilihan warna dinding, intensitas cahaya merupakan satu kriteria penting yang harus diperhatikan. Sifat-sifat warna yang dapat dimanfaatkan dalam penataan dan pemilihan warna dinding kelas menurut Bassano (Rita Mariyana, 2005: 48) sebagai berikut:

Tabel 1. Sifat dan pengaruh warna

Warna Sifat dan Pengaruh yang ditimbulkan

Merah Kekuatan fisik, kepemimpinan, kemandirian Oranye Harga diri, keberanian, keterbukaan

Kuning Tertutup, pemikir, emosional, berintelektual bagus Hijau Keseimbangan, ketenangan

Biru Dingi, ketenangan, kedamaian, ketuhanan, alamiah Nila Intuitif, berdedikasi, pembersih, kemampuan mengingat

Ungu Dedikasi, pasrah kepada jalan pelayanan, kesadaran akan kesatuan ilahiah

b) Mengatur Tempat Duduk Secara Fleksibel

(40)

27

Macam-macam formasi pengaturan tempat duduk menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 134-145) sebagai beikut:

- Formasi Tradisional (Konvensional)

Gambar 1. Formasi Tradisional (Konvensional)

Pada formasi tradisional para peserta didik duduk berpasang-pasangan dalam satu meja dengan satu kursi panjang atau dua kursi. Tempat duduk pada formasi ini berderet memanjang ke belakang. Formasi ini cocok digunakan untuk metode ceramah.

- Formasi Auditorium

Gambar 2. Formasi Auditorium

(41)

28 - Formasi Chevron

Gambar 3. Formasi Chevron

Formasi chevron membuat interaksi guru dengan peserta didik dan antar peserta didik lebih intensif sehingga peserta didik dapat menjalani kegiatan belajar mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus. Formasi ini cocok digunakan guru jika hendak menyampaikan materi dengan metode ceramah interaktid, tanya jawab, dan diskusi kelompok.

- Formasi Kelas Bentuk U

Gambar 4. Formasi Kelas Bentuk U

(42)

29 - Formasi Meja Pertemuan

Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan

Formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Formasi meja pertemuan ini sangat baik jika digunakan dalam kegiatan belajar secara kolektif/berkelompok di dalam kelas.

- Formasi Konferensi

Gambar 6a. Formasi Konferensi (guru berada di samping meja)

(43)

30

Gambar 6b. Formasi Konferensi (guru berada di tengah-tengah kursi peserta didik)

Formasi konferensi juga bisa diubah atau dimodifikasi dengan menempatkan guru di tengah-tengah kursi peserta didik sehingga memungkinkan guru untuk berperan serta dalam kegiatan diskusi yang dibahas oleh peserta didik.

Gambar 6c. Formasi Konferensi (dengan ruang kosong di tengah)

Formasi konferensi juga dapat dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa meja kemudian ditengah-tengah meja tersebut dikosongkan.

- Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings)

(44)

31 - Formasi Tempat Kerja

Gambar 8. Formasi Tempat Kerja

Formasi ini sangat tepat jika dilakukan di dalam laboratorium yang mana peserta didik duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas.

- Formasi Kelompok untuk Kelompok

Gambar 9. Formasi Kelompok untuk Kelompok

Formasi ini menempatkan beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (menggabungkan beberapa meja) sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan formasi ini memungkinkan guru melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau observasi pada kegiatan berkelompok.

- Formasi Lingkaran

(45)

32

Formasi lingkaran ini merupakan pengaturan tempat duduk yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dalam satu kelompok yang mana guru sebagai seorang manajer kelas memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar tersebut.

- Formasi Peripheral

Gambar 11. Formasi Peripheral

Jika seorang guru menginginkan peserta didiknya memiliki tempat untuk menulis, guru dapat menggunakan formasi tempat duduk peripheral, yaitu meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar kursi secara melingkar saat guru menginginkan diskusi kelompok.

(46)

33

tempat. Oleh karena itu, pengaturan tempat duduk anak TK harus dilakukan secara fleksibel artinya guru harus mempunyai pertimbangan yang jelas kapan anak harus duduk dikursi yang dilengkapi dengan meja atau kapan anak duduk di lantai, berapa lama dan untuk melakukan kegiatan apa (Rusdinal & Elizar, 2005: 71). Pengaturan tempat duduk yang fleksibel akan memungkinkan adanya variasi tempat yang disediakan untuk anak dalam melakukan aktivitas belajar.

c) Pengaturan Perabot dan Alat Permainan

Perabot dan alat permainan sangat dibutuhkan di TK guna mendukung penerapan konsep bermain sambil belajar yang merupakan aktivitas yang disenangi dan digemari oleh anak-anak usia TK. Segala perabot dan alat permainan yang ada di TK hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang menyenangkan dan menarik serta dapat membantu proses pembelajaran secar efektif. Penempatan alat permainan hendaknya mempertimbangkan aspek kemudahan untuk dimanfaatkan oleh anak. Ini berarti alat-alat permainan ditempat dekat dengan anak sehingga pada saat melakukan aktivitas, anak dapat memperoleh alat dengan mudah dan teratur.

d) Pembagian Ruangan

(47)

34

sehingga proses pembelajaran yang dialkukan tetap berorientasi pada perkembangan anak.

4) Penciptaan Iklim Kelas

Penciptaan iklim kelas merupakan usaha guru untuk menciptakan suasana kelas yang serasi dan bebas dari gangguan sehingga anak merasa aman dan senang untuk belajar (Rusdinal & Elizar, 2005: 115). Iklim kelas atau suasana kelas yang baik ditandai dengan hubungan yang baik antara guru dan anak maupun antara anak dengan anak. Bentuk kegiatan untuk mengembangkan hubungan baik antara guru dan anak dapat dilakukan dengan menunjukkan sikap terbuka, memahami kesulitan anak, melindungi anak, bersikap hangat, dan menerima anak sebagaimana adanya. Kegiatan guru untuk menciptakan hubungan anak dengan anak cukup beragam dan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan menciptakan suatu interaksi belajar misalnya meminta anak untuk menyelesaikan tugas secara berkelompok. Selain itu guru dapat pula menanamkan sikap yang penuh keakraban, tolong menolong sesama teman, tenggang rasa terhadap keadaan orang lain, mengendalikan emosi, menerima teman apa adanya dengan menjauhkan rasa benci, dendan dan permusuhan antara satu anak dengan anak lainnya.

(48)

35

yang demokratis merupakan unsur utama dalam pengelolaan kelas. Suasana yang demokratis tersebut ditandai dengan adanya peranan guru sebagai fasilitator dan mempunyai hubungan pribadi yang baik dengan anak-anak dan membimbing perkembangannya. Beberapa kegiatan guru dalam pembinaan suasana demokratis di kelas dapat dilakukan dengan kegiatan berikut (Rusdinal & Elizar, 2005: 117-120):

a) Berbicara dengan suara ramah. Guru yang ramah menampilkan wajah yang cerah, mudah tersenyum dan bicara dengan suara yang lemah lembut, serta tidak menyinggung perasaan anak dan tidak membuat anak tertekan. Sikap dari penampilan guru yang demikian disenangi anak sehingga anak merasa tidak takut berhadapan, mau bercerita dan bertanya kepadanya, serta bergairah untuk mengikuti pembelajaran dan bereksplorasi.

b) Membimbing anak. Guru harus menyadari bahwa tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Ada anak yang cepat belajar, lambat belajar, memiliki kemampuan rata-rata, dan ada pula anak yang mempunyai pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut. Cara yang dapat dilakukan guru dalam membimbing anak yang memiliki rasa takut yang berlebihan adalah dengan menuntun anak dalam bermain, bercerita, bernyanyi, dan menciptakan situasi agar anak dapat diterima oleh kawan-kawannya.

(49)

36

belajar, seperti menolong anak meraut pensilnya, membukakan tabung minum, merapikan bajunya, dan banyak pertolongan lainnya.

d) Memecahkan tanggung jawab. Dalam memecahkan tanggung jawab pada anak, guru harus memperhatikan terlebih dahulu tingkat kemandirian anak. Tingkat kemandirian anak TK dapat dilihat dari segi fisik dan psikologis. Contoh kemandirian anak dari segi fisik yaitu memakai baju sendiri, memasang tali sepatu, atau makan sendiri. Contoh kemandirian anak dari segi psikologis adalah tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, menyimpan alat permainan ke tempatnya setelah digunakan, atau membuang sampah pada tempatnya.

b. Pengaturan Peserta Didik

(50)

37 1) Tindakan Preventif (Pencegahan)

Tindakan preventif (pencegahan) adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang mengganggu kondisi optimalnya pembelajaran. Tindakan preventif merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, misalnya dengan mengajak siswa untuk tetap terkondisikan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Rusdinal & Elizar (2005: 178) sikap dan tindakan guru yang preventif adalah (1) sikap terbuka, (2) sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, (3) sikap empati, (4) sikap demokratis, (5) mengarahkan anak pada tujuan kelompok, (6) menghasilkan aturan kelompok yang disepakati bersama, (7) memperjelas komunikasi, dan (8) menunjukkan kehadiran.

Prosedur dalam dimensi pencegahan adalah langkah-langkah yang harus direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prosedur tindakan pencegahan ini diarahkan pada pelayanan perkembangan tuntutan dan kebutuhan peserta didik secara individual maupun kelompok yang dapat berupa kegiatan, contohnya berupa informasi. Berikut merupakan prosedur dimensi pencegahan (Maman Rachman, 1998/1999: 96-99):

a) Peningkatan kesadaran diri sebagai guru: implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa.

b) Peningkatan kesadaran peserta didik: dengan memberitahukan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan peserta didik, serta menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik. c) Sikap polos dan tulus dari guru: sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan

(51)

38

d) Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan: dengan melakukan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik, mengenal berbagai pendekatan pengelolaan kelas, serta mempelajari pengalaman guru lainnya.

e) Menciptakan kontrak sosial: perumusan tata tertib dan sanksi untuk mengatur kehidupan kelas harus dibicarakan atau disetujui oleh guru dan peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan preventif (pencegahan) dalam pengaturan peserta didik meliputi:

a) Peningkatan kesadaran diri sebagai guru: implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa. Sikap dan tindakan guru yang dapat diterapkan antara lain:

- Sikap demokratis. Dalam pembinaan suasana demokratis hendaknya terlihat dari sikap guru yang berusaha menempatkan perannya sebagai pengarah, dan pembimbing dalam proses pembelajaran. Berbicara dengan suara ramah, membimbing anak, menggunakan kata-kata ajakan, menolong anak dan membagi tanggung jawab secara bersama, adalah beberapa contoh upaya guru menciptakan suasana demokratis.

- Menunjukkan kehadiran. Dalam hal ini guru perlu menunjukkan pada anak bahwa ia hadir di kelas, tidak hanya secara fisik tetapi juga mental. Berkaitan dengan hal ini, guru hendaknya sadar serta tanggap terhadap perhatian anak, keterlibatan anak sehingga dapat diketahui mana anak yang acuh atau kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

(52)

39

dorongan peserta didik, serta menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.

c) Sikap polos dan tulus dari guru: sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan dan atau keluhan para siswa. Sikap dan tindakan guru yang dapat diterapkan antara lain:

- Sikap terbuka, yaitu sikap guru yang penting untuk menunjukkan keakraban hubungannya dengan anak. Dengan menciptakan suasana keterbukaan, anak akan merasa bebas dan leluasa untuk mengemukakan pendapatnya serta penuh keyakinan bahwa guru akan selalu mendengarkan dan memperhatikan pendapatnya.

- Sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia. Sikap menerima apa adanya merupakan pernyataan sayang, merasa diterima berarti merasa di sayang. Anak tidak akan merasa rendah diri dan malu, karena guru memperlakukannya dengan cara yang tidak membeda-bedakan.

- Sikap empati. Sikap empati mencegah timbulnya rasa malu dan takut pada anak, serta dapat pula membangun keberanian anak.

- Memperjelas komunikasi. Guru diharapkan dapat memperjelas komunikasi yang dilakukan anak, karena tidak semua anak dapat berkomunikasi dengan baik. Dalam hal ini guru dapat mengulangi apa yang diucapkan anak dengan maksud mempertegas maksud anak.

(53)

40

berbagai pendekatan pengelolaan kelas, serta mempelajari pengalaman guru lainnya.

e) Menciptakan kontrak sosial: perumusan tata tertib dan sanksi untuk mengatur kehidupan kelas harus dibicarakan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Dalam hal ini guru mengusahakan membuat aturan secara bersama dengan anak yang dapat mengikat anak menjadi kelompok yang padu di dalam kelas. Jika ada anak yang tidak menyetujui aturan yang akan digunakan dalam kelompok, akan mengurangi daya ikat aturan tersebut bagi kelompok. Apabila anak tidak dapat diminta partisipasinya dalam pembuatan aturan kelompok, maka minimal aturan yang ditetapkan itu disetujui oleh anak. Aturan yang akan diterapkan pada anak hendaknya dibuat dengan jelas, sederhana dan singkat, sehingga tidak ada kesalahpahaman.

2) Tindakan Korektif

(54)

41

a) Dimensi tindakan: dimensi tindakan merupakan tindakan yang seharusnya segera diambil oleh guru pada saat terjadi gangguan terhadap kondisi optimal pembelajaran. Menurut Cowley (2010: 46) terdapat sepuluh strategi yang dapat dipahami dan diterapkan, yaitu:

(1) tunggu hingga suasana hening, (2) gunakan isyarat,

(3) berikan mereka “pilihan”,

(4) bersikap logis tetapi jangan berdebat dengan mereka, (5) belajar untuk “membaca dan merespon”,

(6) gunakan pernyataan, bukan pertanyaan, dan hargai kepatuhan, (7) gunakan pengulangan,

(8) tetapkan target dan batasan waktu, (9) gunakan humor, serta

(10)tempatkan diri anda dalam posisi mereka.

(55)

42

Pendapat yang sama disampaikan oleh Maman Rachman (1998/1999: 99-101) yang menjelaskan bahwa prosedur dimensi penyembuhan (kuratif) meliputi:

(1) Mengidentifikasi masalah: guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam kelas. berdasarkan masalah tersebut, guru mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.

(2) Menganalisis masalah: menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan tersebut. setelah ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan tersebut, guru melanjutkan usahanya dengan menentukan alternatif penanggulangan atau penyembuhan.

(3) Menilai alternatif-alternatif pemecahan: menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah berdasar sejumlah alternatif yang telah tersusun. Memilih dalam arti menentukan alternatif mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan peserta didik tersebut.

(4) Mendapat balikan: menilai keberhasilan pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan.

Rusdinal & Elizar (2005: 182-183) menjelaskan lebih spesifik bahwa teknik kuratif dalam pengaturan peserta didik dapat dilakukan dengan:

(1) penguatan negatif, (2) penghapusan, (3) penghukuman,

(4) pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran, (5) pemasabodohan terhadap pelanggaran anak,

(6) pemberian tugas yang memerlukan keberanian (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai),

(7) pemberian tugas yang menuntut kekuatan fisik (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai),

(8) penghilangan respon, ekspresi wajah tetap wajar (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku membalas dendam),

(9) penyalahan anak secara tidak langsung, dan menunjukkan segi-segi keberhasilan (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku ketidak mampuan),

(10)peningkatan partisipasi anak dalam beraktivitas, (11) meratakan partisipasi anak,

(12) pengurangan ketegangan, dan

(56)

43

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan kuratif dalam pengaturan peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi masalah: mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.

(2) Menganalisis masalah: menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan tersebut.

(3) Menilai alternatif-alternatif pemecahan: menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah berdasar sejumlah alternatif yang telah tersusun. Alternatif pemecahan tersebut meliputi:

- Penguatan negatif. Guru yang melakukan penguatan negatif akan berusaha untuk mengurangi atau selanjutnya menghilangkan suatu stimulus yang tidak menyenangkan, agar anak terdorong kembali untuk berperilaku yang sama sebagai akibat dari pengurangan atau penghilangan stimulus tersebut. - Penghapusan. Kegiatan ini kebalikan dari penguatan, khususnya penguatan positif. Dalam penguatan positif tingkah laku anak dipertahankan, sedangkan dalam penghapusan, tingkah laku anak dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

(57)

44

tetapi guru harus dengan hati-hati mencatat akibat-akibat dari hukuman itu.

- Pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran. Dalam hal ini guru dalam menghadapi masalah perilaku anak, tidak bersikap marah atau tidak menyalahkan anak, tetapi memelihara situasi yang telah diciptakan.

- Pemasabodohan terhadap pelanggaran anak. Bersikap masa bodoh dimaksudkan tidak membedakan respon dari perilaku anak yang ingin menguasai. Jika guru memberikan respon justru menjadi faktor penguat bagi anak untuk bertingkah laku yang harus dihentikan.

- Pemberian tugas yang memerlukan keberanian dan menuntut kekuatan fisik (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai). Hal ini dilakukan guru agar anak yang berperilaku menguasai merasa dipandang dan dihargai karena kekuatan dan keberaniannya, dengan demikian anak merasa puas dan tidak mencari perhatian lain yang bisa mengganggu proses pembelajaran.

(58)

45

- Penyalahan anak secara tidak langsung, dan menunjukkan segi-segi keberhasilan (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku ketidak mampuan). Dalam hal ini guru harus menyadari bahwa anak punya potensi. Anak butuh dorongan dan kesempatan untuk mewujudkan kemampuannya, tidak selamanya anak akan gagal dan salah. Oleh karena itu, guru sebaiknya tidak menyalahkan anak secara langsung, jika anak berbuat salah. Berikan penghargaan jika anak menunjukkan suatu keberhasilan, dengan demikian anak diharapkan terdorong untuk lebih meningkatkan usahanya dalam mewujudkan kemampuannya dalam pembelajaran.

- Peningkatan dan perataan partisipasi anak dalam beraktivitas. Guru dapat melakukannya dengan memberi dorongan kepada anak yang kurang berpartisipasi, sedangkan bagi anak yang terlalu aktif berpartisipasi, guru perlu membatasinya dengan cara yang tidak mematikan motivasi anak untuk berpartisipasi aktif.

- Pengurangan ketegangan. Guru diharapkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan ketegangan tersebut.

- Penyelesaian pertentangan antar pribadi atau antar kelompok. Guru diharapkan dapat mengamati secara seksama kondisi hubungan antara anak dan berusaha mengatasi pertentangan-pertentangan yang ditemukan. (4) Mendapat balikan: menilai keberhasilan pelaksanaan dari alternatif pemecahan

(59)

46

Konflik antar peserta didik memang tak terhindarkan. Meskipun guru telah berhasil melanjutkan kembali proses belajar mengajar namun konflik antar peserta didik belum tentu selesai. Menurut Dianne Miller Nielsen (2008: 159-160) langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mendekati anak yang terlibat. Kehadiran guru dapat membantu anak merasa aman dan nyaman untuk memecahkan konflik. Apabila anak saling melukai, guru sebaiknya menghentikan tindakan tersebut sesegera mungkin. Kemudian, doronglah anak untuk mengungkapkan perasaan kecewa dari kedua belah pihak. Mintalah pada anak untuk menceritakan masalahnya. Sebaiknya posisi tubuh dengan anak adalah sejajar dan mintalah pada anak untuk mengusulkan solusi permasalahan. Ajaklah mereka untuk saling berhadapan dan memperdengarkan sudut masing-masing. Pembahasan ini sangat sulit dilakukan anak karena anak usia dini cenderung bersifat egosentris dan memiliki kesulitan dalam melihat masalah dari perspektif orang lain.

(60)

47

masalah bagi anak. Tujuannya adalah untuk membantu anak mempelajari cara menyesuaikan diri dengan orang lain.

6. Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas di TK

Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta (2) keterampilan yang berkaitan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal (E. Mulyasa, 2006: 91). Pendapat yang sama disampaikan oleh Djauhar Sidiq, dkk. (2006: 54) dan Moh. Uzer Usman (2011: 98-100) bahwa komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta (2) keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

a. Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal

(61)

48

Keterampilan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal sebagai berikut:

1) Menunjukkan sikap tanggap

Tanggap merupakan tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan anak dalam tugas-tugas di kelas. Melalui

perbuatan sikap tanggap tersebut, anak akan merasa bahwa “guru hadir bersama

dengan mereka” dan “tau apa yang mereka perbuat” (Withitness). Menurut Moh. Uzer Usman (2011: 98-99) kesan tersebut dapat ditunjukkan dengan cara sebagai berikut:

- Memandang kelas secara seksama: memandang secara seksama dapat mengundang dan melibatkan siswa dalam kontak pandangan serta interaksi antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untukbercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan. - Gerak mendekati: gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil atau

individu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas siswa. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam, atau memberi kritikan dan hubungan.

- Memberikan pernyataan: pernyataan guru terhadap sesuatu yang dikemukakan siswa sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. Akan tetapi, haruslah dihindari hal-hal yang menunjukkan dominasi guru, misalnya dengan komentas atau pernyataan yang mengandung ancaman.

- Memberikan reaksi terhadap gangguan serta kekacauan anak. Apabila ada siswa yang menimbulkan gangguan atau menunjukkan ketakacuhan, guru dapat memberikan reaksi dalam bentuk teguran. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran yang tepat pula sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.

2) Membagi perhatian

(62)

49

Novan Ardy Wiyani (2013: 93) membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara:

- Visual: mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok anak atau seorang anak secara individual.

- Verbal: guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas seorang anak sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

3) Memusatkan perhatian kelompok

Kegiatan siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu ke waktu guru mampu memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005: 151-155) hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara berikut:

- Memberi tanda: dalam memulai proses belajar mengajar guru memusatkan pada perhatian kelompok terhadap suatu tugas dengan memberi beberapa tanda, misalnya menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan objek, pertanyaan, atau topic, dengan memilih anak didik secara random untuk meresponnya.

- Pertanggungjawaban: setiap anak didik sebagai anggota kelompok harus bertanggung jawab terhadap kegiatan sendiri, maupun kegiatan kelompoknya. Misalnya dengan meminta kepada anak untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberikan tanggapan.

- Pengarahan dan petunjuk jelas: pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun kepada individu dengan bahsa dan tujuan yang jelas.

- Penghentian: apabila terjadi gangguan tingkah laku anak, guru dapat menghentikan gangguan tersebut secara verbal. Cara lainnya adalah guru dan anak membuat persetujuan mengenai prosedur dan aturan yang merupakan bagian dari pelaksanaan rutin proses belajar mengajar, sehingga menghentikan gangguan dengan peringatan.

- Penguatan: penggunaan penguatan untuk mengubah tingkah laku merupakan strategi remedial untuk mengatasi anak didik yang terus mengganggu atau yang tidak melakukan tugas. Penggunaan penguatan positif digunakan ketika anak telah menghentikan gangguan atau ketika anak tidak mengganggu.

(63)

50

- Kecepatan (pacing): terdapat dua kesalahan kecepatan yang harus dihindari apabila kecepatan yang tepat mau dipertahankan yaitu bertele-tele dan pengulangan penjelasan yang tidak perlu.

4) Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas

Hal ini berhubungan dengan cara guru dalam memberikan petunjuk agar jelas dan singkat dalam pelajaran sehingga tidak terjadi kebingungan pada diri anak. Pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun kepada individu dengan bahasa dan tujuan yang jelas.

5) Menegur

Apabila terjadi tingkah laku anak yang mengganggu kelas atau kelompok dalam kelas, hendaknya guru menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif adalah yang memenuhi syarat menurut pendapat Moh Uzer Usman (2011: 99) yaitu:

- Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang.

- Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.

- Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan. 6) Memberi penguatan

Gambar

Tabel 1. Sifat dan pengaruh warna
Gambar 2. Formasi Auditorium
Gambar 3. Formasi Chevron
Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran sains melalui metode bermain pada anak kelompok B di TK Aisyiyah Tunggulsari

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik motorik melalui permainan bola pada anak didik Kelompok B TK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang penerapan metode story telling pada kemampuan membaca permulaan di Kelompok B3 TK Budi Mulia 2 Pandeansari

Peningkatan Kemampuan Mengenal Angka Melalui Media Kartu Angka Pada Anak Kelompok B TK DWP Klampok Benjeng. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang upaya

Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan pengaruh pembelajaran literasi sains terhadap kemampuan berpikir logis pada kelompok b di TK Plus Al Hikmah. Metode

Saran untuk perkembangan pengelolaan kelas secara daring pada anak usia dini dalam masa pandemi di TK Harun Al-Rasyid kota kendari dimana guru harus mengembangan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan metode mind map untuk meningkatkan kemampuan bercerita pada anak kelompok B 2 TK AL-Fatah Karanganyar Tahun Ajaran 2015/2016 yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk perilaku tantrum pada anak TK Rahmat Al-Falah kelompok B Palangka Raya. Fokus penelitian ini adalah bagaimana perilaku