• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup

Dalam dokumen SKRIP KARYA SENI SATYENG GURU (Halaman 18-0)

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Ruang Lingkup

Garapan tari putra halus ini dituangkan ke dalam bentuk tari kreasi namun tetap berpijak pada pola-pola tradisi yang sudah ada seperti gerak, iringan, kostum, serta elemen pendukung lainnya. Pada prinsipnya dalam penyajian gerak-gerak akan dikembangkan sehingga mempunyai ciri khas tersendiri. Berpijak pada konsep, tari kreasi ini berbentuk kelompok yang didukung oleh lima orang penari putri dengan diiringi gamelan Gong Kebyar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, bahwa gamelan ini dianggap mampu mendukung suasana dalam garapan ini.

Tari kreasi ini mengisahkan tentang perjalanan Ekalawya belajar memanah. Ditolaknya Ekalawya sebagai murid Rsi Drona tidak mematahkan semangatnya. Disaat Ekalawya merenungi nasibnya yang ditolak oleh Guru Rsi Drona, timbullah ide untuk membuat patung Rsi Drona, kemudian Ekalawya belajar dengan tuntunan spirit patung tersebut. Sampai suatu saat, ketika Rsi Drona mendengar ada seseorang ditengah hutan yang mampu menyaingi bahkan melebihi kekuatan Arjuna, seketika itu Rsi Drona pun pergi kehutan dan menghampiri Ekalawya. Rsi Drona takut Ekalawya akan mengalahkan kekuatan

Arjuna, oleh karenanya, Rsi Drona meminta Ekalawya untuk melakukan Dakshinayaitu sebuah persembahan dari murid kepada guru sebagai rasa hormatnya. Adapun yang dikehendaki Rsi Drona agar Ekalawya bersedia memotong ibu jari tangan kanannya untuk persembahan kepada guru Drona.

Struktur garapan ini dibagi menjadi lima bagian pokok yang terdiri dari bagian pertama, bagian kedua, bagian ketiga, bagian keempat dan bagian kelima.

Adapun struktur garapan tari kreasi ini antara lain :

Bagian pertama : flashback yang menggambarkan pertemuan Ekalawya dengan Rsi Drona. Pada bagian ini Ekalawya menyembah serta bermaksud memohon agar ia diterima menjadi murid.

Namun keinginannya tidak tercapai dan Ekalawya ditolak oleh Rsi Drona. Rasa kecewa, sedih dan gundah berkecamuk pada diri Ekalawya karena Rsi Drona telah menolaknya untuk menjadi murid. Suasana pada bagian ini, suasana ketika orang memohon, kemudian suasana sedih dan kecewa karena ditolak.

Bagian kedua : menggambarkan kegembiraan tokoh Ekalawya yang penuh semangat dan berambisi untuk menjadi seorang pemanah yang handal.

Bagian ketiga : menggambarkan kegundahan, tapi tidak begitu larut.

Kemudian muncul ide yang membuatnya semangat

kembali. Ide untuk membuat patung Rsi Drona dan belajar memanah dengan spirit patung tersebut.

Bagian keempat : menggambarkan tentang kegigihan Ekalawya belajar memanah. Hanya dengan spirit patung Drona, kemahiran Ekalawya semakin tak terkalahkan yang menyebabkan Rsi Drona gelisah. Gelisah karena takut Ekalawya akan mengalahkan Arjuna.

Bagian kelima : menggambarkan pertemuan Ekalawya denganRsi Drona dan memintanya untuk melakukan Dakshina yang ditandai dengan pemotongan Ibu Jari tangan kanan Ekalawya.

Perasaan yang gembira ketika ia melihat guru yang selama ini ia khayalkan berada di depannya namun pada akhirnya kekecewaan dan kebanggaan melanda diri Ekalawya.

Kecewa karena kehilangan ibu jari tangan kanannya.

Bangga karena ia menyerahkan ibu jari tersebut kehadapan gurunya sebagai tanda baktinya.

Kostum yang digunakan terinspirasi dari Tari Wiranjaya terutama pada bagian hiasan kepala yang hanya menggunakan petitis dan udeng. Pada garapan ini kostum tersebut lebih dikembangkan dan dikreasikan sehingga menjadi warna baru. Penggarap menggunakan dua motif warna dalam kostum yaitu warna merah marun dan warna emas, namun diluar itu ada penambahan warna untuk pemanis ketika dipentaskan diatas panggung yaitu warna orange dan hijau.

BAB II KAJIAN SUMBER

Mewujudkan karya seni yang bersifat ilmiah dan mengandung makna keilmuan tidak terlepas dari sumber dan informasi. Pencarian sumber yang dilakukan penggarap dalam menunjang garapan ini, bermula dari studi kepustakaan, membaca buku dan mencari sumber-sumber tertulis, wawancara dengan informan, serta menonton seni pertunjukan secara langsung maupun melalui video rekaman karya tari.

2.1. Sumber Literatur

Sumber literatur merupakan sumber tertulis yang memberikan informasi tentang penulisan, penjelasan, memperkuat ide penggarap, serta mendorong untuk menciptakan suatu karya baru yang berkwalitas. Adapun sumber literatur yang digunakan sebagai acuan dalam penggarapan karya ini adalah sebagai berikut :

Adiparva Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia oleh P. J. Zoetmulder, diterbitkan oleh Paramita Surabaya, 2006. Buku ini pada Bab XIV halaman 210, memberikan informasi tentang asal Ekalawya dan nama ayahnya serta dalam buku ini dijelaskan Ibu Jari kanannya yang terpotong. Buku ini bermanfaat untuk memperkuat cerita yang digunakan dalam garapan ini.

11  

Keutamaan Mahabharata oleh Wayan Nurkancana, diterbitkan oleh PT Pustaka Manikgeni, Denpasar, 2010. Buku ini pada bagian I (Adi Parwa), dengan judul Masa Berguru para Pandawa dan Korawa halaman 38, memberikan informasi tentang kesetian dan pengorbanan Ekalawya terhadap gurunya. Buku ini sebagai pembanding dari buku sebelumnya dan juga bermanfaat untuk memperkuat cerita yang digunakan dalam garapan ini karena alur cerita dalam buku ini sama dengan alur cerita dalam buku Adiparva Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia hanya saja dalam buku ini cerita lebih disingkat.

Mencipta Lewat Tari oleh Y. Sumandiyo Hadi, terjemahan dari buku Creating Throught Dance, oleh Alma M. Hawkins, diterbitkan oleh Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 1990. Buku ini menguraikan tentang Tari, terdapat pada halaman 1. Selain itu juga, buku ini menguraikan informasi tentang 3 tahapan dalam berkreativitas, yaitu tahap penjajagan, tahap percobaan, dan tahap pembentukan. Buku ini memberikan pengetahuan bahwa dalam berkreativitas untuk menciptakan suatu karya tari, melalui beberapa proses pembentukan hingga terwujudnya sebuah karya tari.

Sinopsis Tari Bali oleh I Wayan Dibia, diterbitkan oleh Sanggar Tari Bali Waturenggong, Denpasar, 1979. Pada buku ini dijelaskan bahwa tari kreasi juga sering disebut tari modern, mengingat cara penyajiannya sudah terlepas atau bebas dari pola tradisi, meskipun gerakannya masih ‘berbau’ tradisi. Pengertian ini dijadikan acuan dalam penggarapan tari kreasi yang pola geraknya masih berpijak pada tari tradisi.

Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali oleh I Wayan Dibia, diterbitkan oleh Bali Mangsi, Denpasar, 2012. Buku ini pada BAB II, halaman 7 dijelaskan bahwa ada beberapa karakter tari Bali yang dikenal masyarakat, yaitu tari putra yang terdiri dari tari putra keras dan tari putra halus, tari putri yang terdiri dari tari putri keras dan tari putri halus, serta tari bebancihan. Selain itu juga, tari Bali merupakan warisan budaya Hindu yang menyatukan gerak-gerak yang bersifat sakral dan teatrikal. Penjelasan ini perlu diketahui penggarap untuk memahami karakter serta memilah-milah gerakan yang diperlukan dalam garapan tari kreasi Satyeng Guru.

Pengantar Estetika, oleh Dharsono Sony Kartika dan Nanang Ganda Perwira, Penerbit : Rekayasa Sains, Bandung, 2004, halaman 3. Pada buku ini tepatnya di bagian pendahuluan halaman 3 dijelaskan tentang arti keindahan. Pada dasarnya keindahan merupakan sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan, keselarasan, kesetangkupan, keseimbangan, dan perlawanan. Selain itu juga pada halaman 9-11 di dalam buku ini di jelaskan tentang estetika dan seni. Buku ini memberikan inspirasi dan informasi terhadap penggarap tentang keindahan, hal-hal yang termasuk indah, yang bisa dikaitkan ke dalam garapan tari kreasi Satyeng Guru.

Estetika Sebuah Pengantaroleh A.A Made Djelantik, diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Bandung, halaman 15 dan halaman 52.

Buku ini menyebutkan bahwa dalam sebuah karya seni mengandung tiga aspek dasar, yakni : wujud atau rupa, bobot atau isi, penampilan atau penyajian serta dalam kesenian, suatu cerita mengandung sebuah ide atau gagasan yang perlu disampaikan kepada penikmatnya.

2.2 Sumber Audio-Visual

Disamping sumber tertulis, penggarap juga menonton beberapa vidio pertunjukan tari yang dijadikan sumber dan memberi inspirasi kepada penggarap untuk menyempurnakan garapan tari kreasi yang diciptakan ini. Sumber vidio tersebut antara lain : menonton beberapa pertunjukan ujian akhir kakak kelas yang membuat tari putra halus, seperti tari kreasi Murtining Satya oleh Ni Wayan Eka Yanti dan tari kreasi Karna Antaka oleh Ni Ketut Purnariastuti. Kedua garapan tari tersebut menggunakan properti panah. Dari menonton beberapa garapan, telah memberikan inspirasi pada penggarap terutama pada bagian gerakan memanah.

Adapun vidio lainnya seperti vidio Hiphop Dance yang penggarap dapatkan di situs youtube, Internet. Penggarap mendapatkan inspirasi pola lantai dan permainan alternite dari vidio tersebut.

2.3 Sumber Lisan

Sumber lisan merupakan hasil dari perbincangan penggarap dengan beberapa informan. Pada tanggal 1 Oktober 2012 penggarap bertemu dengan I Ketut Narmada, seorang koreografer muda asal Celuk, Gianyar. Pak Ketut memberikan inspirasi tentang beberapa cerita yang bagus dan menarik untuk digarap dan dijadikan sebuah karya tari. Cerita-cerita yang diberikan yaitu cerita Srikandi dengan menggunakan properti panah, cerita Drupadi ketika ia di jadikan bahan taruhan, dan cerita Ekalawya ketika berguru dengan patung. Ketiga cerita tersebut dipertimbangkan dari karakter masing-masing tokoh dalam cerita tersebut dan akhirnya penggarap memilih kisah tokoh Ekalawya ketika ia belajar memanah

dengan patung, kemudian cerita tersebut dijadikan acuan dalam proses penggarapan tari kreasi Satyeng Guru.

Selanjutnya diskusi penggarap lakukan dengan Ibu Tjok. Istri Putra Padmini yang pada saat itu menjadi pembimbing di kelas koreografi VI. Hal yang dibahas mengenai konsep dan struktur garapan. Beliau menyarankan agar penggarap benar-benar memperhitungkan tentang musik dan pendukung tari yang akan mendukung tarian ini. Aksen-aksen musik yang digunakan harus diperhitungkan agar sesuai dengan alur cerita yang dibawakan dan penjiwaan penari terhadap gerak yang digunakan harus betul-betul dijiwai. Juga disarankan pada saat pemilihan gerak, pola lantai, dan variasi gerak perlu diperhitungkan.

Perbincangan juga dilakukan penggarap dengan seorang dosen di ISI Denpasar yang bernama bapak I Made Sidia yang membahas tentang judul karya.

Bapak Made Sidia memberikan beberapa judul yang bisa digunakan untuk garapan ini. Selain dengan Bapak Made Sidia, penggarap juga melakukan perbincangan dengan seorang sastrawan yang juga merupakan alumnus ISI Denpasar Jurusan Pedalangan yaitu Bapak I Gede Anom Ranuara yang biasa disapa Guru Anom. Hal yang penggarap bahas dengan Guru Anom masih berkaitan dengan judul garapan. Beliau menyempurnakan judul yang diberikan oleh bapak Made Sidia kepada penggarap dan juga memberikan informasi tentang arti judul Satyeng Guru tersebut.

Selain itu juga penggarap melakukan diskusi dengan Ibu Ni Nyoman Manik Suryani terkait dengan garapan tari kreasi Satyeng Guru ini. Ibu Manik

adalah seorang dosen tari di ISI Denpasar, selain menjadi dosen beliau juga seorang koreografer. Beliau pernah menggarap tari dengan cerita Ekalwya ketika ujian sarjana muda. Banyak informasi yang didapat penggarap dari Bu Manik tentang tokoh Ekalwya dan sumber literatur yang terkait dengan kisah Ekalawya.

2.4 Sumber Internet

Wayang.wordpress.com/2010/07/21/bambang-ekalaya-palgunadi. Koleksi google dalam situs internet. Web ini mengulas tentang Bambang Ekalawiya versi Mahabharata, dalam web ini mengisahkantentang ditolaknya Ekalawya sebagai murid, belajar dibawah bayangan patung Sang Guru serta pengorbanan seorang murid. Dalam penggarapan tari kreasi Satyeng Guru sumber ini sangat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui suasana yang terjadi pada setiap bagian yang ada dalam garapan tari putra halus ini.

Residena.com/artikel/2012/31/mengenal-warna-dan-maknanya. Koleksi google dalam situs internet. Web ini memberikan informasi tentang makna warna merah maroon, emas, oranye, dan hijau yang digunakan penggarap dalam kostum garapan tari kreasi Satyeng Guru.

       

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Menciptakan sebuah karya seni dalam bentuk apapun, menurut Y.

Sumandiyo Hadi dalam bukunya Mencipta Lewat Tari, lebih lanjut dikatakan penggarapan sebuah karya tari yang baik harus melalui proses yang bertahap, antara lain : Eksplorasi (penggalian, penjajagan, atau pencarian), Improvisasi (percobaan), dan Forming (pembentukan).9

Garapan tari kreasi Satyeng Guru yang ditampilkan dalam ujian Tugas Akhir (TA) ini merupakan karya lanjutan dari kelas koreografi VI. Proses penggarapan karya ini dimulai dari bulan Agustus tahun 2012. Penggarapan karya ini dimaksudkan sebagai prasyarat ujian seni tari untuk mendapatkan nilai koreografi VI. Selanjutnya penggarap mengembangkan garapan ini untuk tugas akhir (TA). Garapan ini diproses kurang lebih selama 8 bulan dimulai dari kelas koreografi VI.

3.1 Tahap Eksplorasi (penggalian, penjajagan/pencarian)

Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan sebuah karya, tahap untuk berfikir, berimajinasi, merasakan, dan merespon kehidupan yang ada disekitar kita. Pada tahap ini penggarap melakukan perenungan, diskusi untuk mematangkan konsep, membaca beberapa sumber yang dianggap perlu sebagai

                                                                                                                         

9Alma M. Hawkins. 2003. Mencipta Lewat Tari, Terjemahan dari Craeting Trough Dance oleh Y. Sumandiyo Hadi, Yogyakarta : Manthili, halaman 24-40.

17  

penguat konsep, menonton seni pertunjukan dalam bentuk audio visual, serta menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan informasi yang pasti. Selain itu yang dilakukan adalah mempersiapkan diri baik itu secara fisik maupun mental. Selanjutnya menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang terbentuknya tari kreasi Satyeng Guru serta kesiapan dari segi material yang akan dihabiskan.

Tidak kalah pentingnya adalah, mencari pendukung garapan dengan mendatangi kelas-kelas praktek tari untuk melihat kemampuan tari adik kelas, melakukan pendekatan dengan adik kelas pada jam-jam istirahat, dan meminta kesediaannya sebagai pendukung garapan. Dari hasil pendekatan tersebut dipilih empat orang penari putri dan pendukung garapan ini adalah lima orang termasuk penggarap. Di dalam pemilihan pendukung ada beberapa kriteria yang ditentukan penggarap, antara lain :

• Postur tubuh sangat diperhitungkan dengan maksud mencari yang sesuai dengan penggarap. Keseragaman postur tubuh ketika dipentaskan diatas panggung terlihat rapi, sama rata dan menarik.

• Mencari karakter yang sesuai dengan keinginan penggarap untuk mempermudah penjiwaan tari dalam garapan ini.

• Serta mencari pendukung yang mempunyai loyalitas untuk membantu penggarap di dalam menggarap tari kreasi Satyeng Guru.

Memilih pendukung tari dalam kenyataan tidaklah semudah apa yang diucapkan.

Penggarap sangat sulit menemukan pendukung yang sesuai dengan kriteria yang

telah ditentukan. Mencari pendukung tari yang benar-benar bersedia meluangkan waktunya untuk mendukung tidaklah mudah. Penggarap sempat kelelahan dalam pencarian pendukung, namun pada akhirnya penggarap berhasil memilih empat orang penari putri yang bersedia mendukung garapan ini.

Setelah mendapatkan pendukung tari penggarap melanjutkan untuk mencari seorang penata iringan yang akan mengiringi garapan ini. Penggarap mencoba mendekati saudara I Wayan Sudiarsa alumnus ISI Denpasar untuk dimintai kesediaannya membuat iringan tari. Sebagai bahan pertimbangan penggarap menyampaikan ide, tema, serta konsep garapan yang akan diwujudkan.

Selama tahap pencarian ini, penggarap juga tidak melupakan hal penunjang lainnya seperti konstum (busana) dan properti panah. Kostum yang akan digunakan untuk mendukung tokoh Ekalawya dari segi bentuknya dirancang oleh penggarap, namun penggarap meminta bantuan seseorang untuk mentranformasikan keinginan penggarap. Penggarap betul-betul memikirkan kostum baik itu dari warna dan aksesorisnya agar sesuai untuk mendukung karakter Ekalawya.

3.2 Tahap Improvisasi (Percobaan)

Tahap ini mulai dilakukan penggarap dari bulan Oktober 2012. Diawali dengan melakukan nuasen di Pura Nareswara ISI Denpasar dan di Merajan Puri Agung Kesiman (tempat latihan iringan). Nuasen dilakukan pada hari Senin, 08 Oktober 2012 untuk memohon restu Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar segala yang dilakukan berjalan sesuai rencana tanpa halangan serta mendapatkan hasil

yang memuaskan. Pada hari yang bersamaan dengan nuasen, penabuh juga memulai latihannya, diawali dengan mencari gending flashback. Penabuh mengambil jadwal latihan 3x seminggu yaitu hari senin, rabu, dan minggu.

Seiring berjalannya waktu, ketika penata iringan menuangkan gending pada bagian I, sambil mendampingi penabuh latihan penggarap mulai mencari-cari gerakan yang sesuai dengan konsep bagian I. Setelah mendapatkan motif gerak yang sesuai, barulah dituangkan kepada pendukung tari. Latihan penari dilakukan pada hari yang berbeda dengan latihan iringan, meskipun demikian setiap latihan penabuh penggarap selalu mendampinginya.

Banyak halangan yang unik dan mengasyikan dilalui penggarap selama proses percobaan dan ini dijadikan pengalaman agar tidak terulang kembali.

Beberapa contoh yaitu kurangnya komunikasi antara penggarap dan penabuh.

Ketika hari minggu jadwal yang sudah ditetapkan untuk mengadakan latihan, ternyata penabuh tidak latihan. Penggarap sudah menyiapkan 30 bungkus nasi campur untuk konsumsi penabuh, namun pada akhirnya penabuh tidak jadi latihan dan penggarap tidak diberitahu. Akhirnya nasi yang tadinya direncanakan untuk konsumsi penabuh dijual kembali dengan harga lebih murah, dari yang mulanya berharga Rp. 5000,- per bungkus dijual kembali dengan harga Rp. 3000,- per bungkus. Tentunya hal itu dapat merugikan penggarap, namun penggarap menjalaninya dengan sabar dan iklas agar terasa ringan walau sebenarnya berat.

Contoh lainnya, ketika latihan garapan tari ada pendukung yang tidak hadir, hal itu juga mengganggu proses percobaan dalam menuangkan pola lantai menjadi

terhambat, karena membentuk pola lantai harus dengan 5 penari atau sesuai kebutuhan garapan.

3.3 Tahap Forming (Pembentukan)

Tahap ini merupakan tahap yang paling penting, tahap terakhir atau tahap penyelesaian dalam proses kreativitas. Pada tahap ini, diadakan latihan dengan seluruh pendukung untuk menuangkan gerak-gerak yang telah ditata pada tahap percobaan. Penuangan dilakukan bertahap agar pendukung lebih mudah untuk menghafalkan gerakan dan tidak kelabakan. Aksen-aksen gerak begitu juga dengan rasa gerak terus dicari untuk memberikan dinamika dan identitas dalam garapan. Hal ini juga dilakukan untuk penyatuan antara rasa gerak dengan musik iringan, rasa gerak antar penari harus dilatih dengan baik hingga menghasilkan karya yang memuaskan dan penyampaian pesan dapat dibaca oleh penikmatnya.

Pada tahap ini terbentuklah :

• Bagian I (flashback), seperti diuraikan pada struktur garapan, menggambarkan tentang permohonan Ekalawya untuk menjadi murid Drona. Adegan ini diawali dengan suasana yang tenang, namun diakhiri dengan suasana sedih dan kecewa karena Ekalawya ditolak oleh Drona.

• Bagian II (pepeson), dalam adegan ini menampilkan suasana yang bersemangat, penuh ambisi, yang menggambarkan karakter tokoh Ekalawya.

• Bagian III (pengawak), munculnya suasana gundah yang menyebabkan Ekalawya bingung, namun pada akhirnya ia menemukan ide untuk

membuat patung Drona dan dihormati sebagai gurunya dalam belajar memanah.

• Bagian IV (pengecet), menggambarkan kegembiraan Ekalawya dengan semangat dan ketekunan yang tinggi dalam belajar memanah sambil menatap patung Drona.

• Bagian V (pekaad), menggambarkan suasana tegang, pada bagian ini terjadi pertemuan antara Ekalawya dan Drona yang diakhiri dengan melakukan Dhaksina (mempersembahkan ibu jari)oleh Ekalawya.

Selama proses penggarapan terdapat banyak hambatan, diantaranya adalah : pengaturan waktu latihan yang berubah-ubah karena pendukung mempunyai tugas dan kegiatan yang lain diluar mendukung garapan ini. Dalam waktu yang bisa dibilang singkat harus menyelesaikan garapan ini dengan baik. Menyamakan kualitas gerak dan ekspresi dari kelima penari tidaklah mudah dan membutuhkan banyak waktu untuk latihan.

Selain adanya hambatan, ada pula yang mendukung kelancaran proses penggarapan tari kreasi Satyeng Guru antara lain :

- Loyalitas dari para pendukung tari dan karawitan baik dari segi waktu, tenaga, dan pikiran banyak membantu untuk mewujudkan garapan ini.

- Dukungan moral, material, dan spiritual dari keluarga dan teman-teman yang memotifasi penggarap untuk lebih semangat guna menyelesaikan tugas akhir ini yang diwujudkan dengan sebuah garapan tari kreasi baru.

Berikut ini adalah jadwal dari proses penjelajahan, percobaan, dan pembentukan tari kreasi Satyeng Guru perlu diketahui karya ini merupakan lanjutan dari kelas koreografi VI sehingga sisa waktu yang masih digunakan untuk pembentukan dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.

Tabel 1.

Susunan Kegiatan Latihan Tari Kreasi Satyeng Guru

Tgl/Bln/Thn Kegiatan Hasil yang dicapai 15/ 02 / 2013 Pertemuan dengan semua pendukung bisa hadir, namun kehadiran pendukung sedikit terlambat dengan jam yang sudah disepakati.

Dalam pertemuan ini ada sedikit masalah, salah satu pendukung tiba-tiba ingin mengundurkan diri untuk mendukung. Alasannya dia takut menghambat proses latihan karena dia sedikit ada waktu untuk garapan ini.

Seringnya dia pulang kampung untuk mengerjakan tugas PKM dan adanya banyak tugas dikelas membuat dia takut tidak bisa mengikuti latihan.

Dalam hal ini perlu ketenangan untuk menyelesaikan masalah, tidak boleh terburu-buru dan gegabah. Akhirnya dengan pertimbangan yang matang dia tetap ikut mendukung, penggarap yang akan menyesuaikan waktu latihan dengan kegiatan yang dilakukannya agar penggarap tidak banyak menyita dan mengganggu waktunya.

21/ 02/ 2013 Latihan garapan tari bagian I (flashback)

Memcari dan langsung menyusun gerak pada bagian I. Hasil yang didapat belum maksimal karena masih kotor dan kurangnya fokus pendukung menghambat proses penuangan gerakan.

24/ 02/ 2013 Latihan garapan bagian I

Memantapkan gerakan yang dicari pada latihan sebelumnya. Pertemuan ini ada salah satu pendukung yang tidak bisa hadir dikarenakan ada kegiatan lain yang dia lakukan dan itu menghambat proses latihan dalam pencarian pola lantai yang jelas.

26/ 02/ 2013 Latihan garapan bagian II ( pepeson )

Mencari perubahan gerakan pepeson.

Berjalan sesuai rencana kelima pendukung hadir dan waktu latihan lebih cepat karena semua fokus dalam pencarian gerak maupun pola lantai, hanya saja pola lantai belum terlihat bersih.

27/ 02/ 2013 Bimbingan I Perbaikan proposal yang telah diajukan untuk Tugas Akhir. Dalam pertemuan ini pembimbing I

menyarankan agar tulisan proposal

menyarankan agar tulisan proposal

Dalam dokumen SKRIP KARYA SENI SATYENG GURU (Halaman 18-0)

Dokumen terkait