• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI SATYENG GURU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIP KARYA SENI SATYENG GURU"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i  

SATYENG GURU

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Seni ( S1 )

OLEH :

NI WAYAN LIA CANDRA DEWI NIM : 200901032

PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

2013

(2)

SKRIP KARYA SENI SATYENG GURU

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Seni ( S1 )

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ni Nyoman Manik Suryani, SST., M.Si Ni Komang Sri Wahyuni, SST., M.Sn NIP. 195905211986032002 NIP. 196712151994032012

(3)

iii  

sarjana ( S-1 ) Institut Seni Indonesia Denpasar, pada :

Hari / Tanggal : Senin, 27 Mei 2013

Ketua : I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn ( ... ) NIP. 198612311996031007

Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum ( ... ) NIP. 19641231990021040

Dosen Penguji :

1. I Ketut Partha, SSKar., M.Si ( ... ) NIP. 195908051986031004

2. A. A. Ayu Mayun Artati, SST., M.Sn ( ... ) NIP. 196412271990032001

3. Tri Haryanto, Skar., M.Si ( ... ) NIP. 196207091992031004

Disahkan pada : ...

Mengetahui

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Tari

Institut Seni Indonesia Denpasar Fakultas Seni Pertunjukan

Dekan, Ketua,

I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn I Nyoman Cerita, SST., MFA NIP. 198612311996031007 NIP. 196112311991031008

(4)

Om Swastyastu,

Puji syukur penata panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penata dapat menyelesaikan penyusunan skrip karya tari kreasi yang berjudul Satyeng Guru ini tepat pada waktunya. Skrip karya ini secara umum merupakan deskripsi garapan yang penata buat untuk memenuhi persyaratan mencapai Gelar Sarjana Seni Strata Satu ( S-1 ).

Pada kesempatan ini, penata juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam mewujudkan karya ini. Maka, penata ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum, selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah menyediakan fasilitas untuk kelancaran akademik.

2. Bapak I Nyoman Cerita, SST., M.FA, selaku Ketua Jurusan Seni Tari yang telah membimbing selama melakukan kegiatan akademik.

3. Biro Akademik Institut Seni Indonesia Denpasar dan staf pegawai lainnya yang telah membantu penata dalam kelancaran akademik.

4. Ibu Ni Ketut Yuliasih, SST., M.Hum, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penata selama empat tahun dan dapat menyelesaikan perkuliahan.

5. Ibu Ni Nyoman Manik Suryani, SST., M.Si dan Ibu Ni Komang Sri Wahyuni, SST., M.Sn, selaku pembimbing tugas akhir yang telah membimbing dan mengarahkan penata dalam menempuh ujian tugas akhir, baik garapan maupun skrip karya.

(5)

v   garapan ini.

7. I Wayan Sudiarsa, yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penata dalam penggarapan iringan tari, sehingga proses penggarapan berjalan dengan lancar.

8. Ni Putu Tuntun Dhufany, Ni Luh Putu Eny Darmayani, Ni Putu Eka Laksmi Dewi, dan Ni Kadek Unikka Praasswari serta Komunitas Penggak Men Mersi yang telah meluangkan waktunya untuk mendukung garapan ini.

9. Orang tua dan keluarga besar penata yang telah memberikan dukungan moral dan material untuk kelancaran tugas akhir ini.

10. Teman-teman yang selalu memberikan doa dan dukungan moril kepada penata.

Penata mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan- kesalahan dalam penulisan karena kemampuan dan wawasan penata yang terbatas.

Selain itu penata juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi semua khususnya dalam bidang seni dan masyarakat pada umumnya.

Om Cantih, Cantih, Cantih, Om

Denpasar, Mei 2013 Penata  

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR FOTO ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Ide Garapan ... 5

1.3 Tujuan Garapan ... 6

1.4 Manfaat Garapan ... 7

1.5 Ruang Lingkup ... 8

BAB II KAJIAN SUMBER ... 11

2.1 Sumber Literatur ... 11

2.2 Sumber Audio-visual ... 14

2.3 Sumber Lisan ... 14

2.4 Sumber Internet ... 16

BAB III PROSES KREATIVITAS ... 17

3.1 Tahap Eksplorasi ( Penjajagan ) ... 17

(7)

vii  

BAB IV WUJUD GARAPAN ... 31

4.1 Deskripsi Garapan ... 31

4.2 Analisis Pola Struktur ... 32

4.3 Analisis Simbol ... 35

4.4 Analisis Estetis ... 43

4.5 Analisis Materi ... 44

4.5.1 Desain Koreografi ... 44

4.5.2 Ragam Gerak ... 46

4.5.3 Properti ... 58

4.6 Analisis Penyajian ... 59

4.6.1 Tempat Pertunjukan ... 60

4.6.2 Iringan ... 63

BAB V KESIMPULAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

     

(8)

Gambar 1 Denah Stage ... 61 Gambar 2 Arah Hadap Penari ... 62

(9)

ix  

Foto 1 Kostum Tampak Depan ... 38

Foto 2 Hiasan Kepala ... 40

Foto 3 Tata Rias Wajah ... 42

Foto 4 Properti ... 59

(10)

Tabel 1 Susunan Kegiatan Latihan ... 23 Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan ... 30 Tabel 3 Pola Lantai ... 48

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya adalah perkembangan dari generasi ke generasi yang diturunkan melalui sebuah warisan dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang. Ada tujuh unsur yang masuk dalam lingkup budaya, seperti agama, bahasa, hukum, sistem ekonomi, adat-istiadat, ilmu pengetahuan dan salah satu diantaranya adalah kesenian. Kesenian adalah suatu hal yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia yang dapat memberi rasa kesenangan dan kepuasan dengan penikmatan rasa indah.1 Hasil ciptaan itu bisa berupa seni lukis, seni patung, seni topeng, dan seni tari, baik dalam bentuk tradisi maupun moderen.

Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang paling dasar. Melalui media tubuhnya, manusia memikirkan, merasakan ketegangan, serta ritme-ritme alam sekitarnya, selanjutnya menggunakan tubuh sebagai instrumen. Ia mengekspresikan respon-respon perasaannya kepada alam sekitar, melalui struktur persepsi-persepsi dan perasaannya ia menciptakan tari.2 Seni Tari Bali, sebagai bagian dari warisan budaya Hindu, menyatukan gerak-gerak yang bersifat sakral dan yang teatrikal. Seni tari khususnya tari Bali memiliki karakteristik, struktur koreografi, nafas budaya serta fungsi yang berbeda sebagai hasil olah cipta, rasa, dan karsa.Berdasarkan karakternya tari-tarian Bali dapat dibedakan                                                                                                                          

1Djelantik. 1990. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung : MSPI, halaman 16.

2Alma M. Hawkins. 2003. Mencipta Lewat Tari, Terjemahan dari Creting Trough Dance oleh Y. Sumandiyo Hadi, Yogyakarta : Manthili, halaman 1.

(12)

menjadi dua, yaitu tari putra dan tari putri, serta ada juga karakter tari bebancihan.

Tari putra terdiri dari tari putra keras dan putra halus, begitu juga dengan tari putri yang terdiri dari tari putri keras dan tari putri halus. Tari bebancihan merupakan penari putri yang menarikan karakter putra.3

Proses olah cipta, rasa, dan karsa menghasilkan suatu keindahan yang berkualitas seperti, kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), dan perlawanan (contrast). Keindahan yang berkualitas mampu menghasilkan suatu daya kreativitas yang tinggi serta original.

Daya kreativitas seseorang mampu mengolah sesuatu yang telah ada menjadi sesuatu yang baru. Jika dihubungkan dengan dunia seni tari, hal ini dikatakan sebagai tari kreasi yang berkembang akhir-akhir ini. Tari kreasi merupakan ungkapan seni yang masih berpolakan tradisi, tarian-tarian yang diciptakan pada zaman moderen yang lebih menekankan pada penampilan baru, mengutamakan ungkapan estetis yang lebih bebas dan demokratis dari masyarakat moderen.4 Tari kreasi juga sering disebut tari modern, mengingat cara penyajiannya sudah terlepas atau bebas dari pola tradisi, meskipun gerakannya masih ‘berbau’ tradisi.5

Semenjak dibukanya sekolah kesenian (Kokar Bali) pada tahun 1963 dan ASTI Denpasar tahun 1967 yang sekarang menjadi ISI Denpasar, serta adanya Pesta Kesenian Bali (PKB) pertama di Taman Budaya Denpasar tahun 1979, banyak bermunculan karya tari kreasi dalam bentuk dan tema garap yang berbeda-                                                                                                                          

3I Wayan Dibia. 1979. Sinopsis Tari Bali, Denpasar : Sanggar Tari Bali Waturenggong, halaman 1.

4I Wayan Dibia. 2012. Ilen-Ilen Seni Pertunjukan Bali, Denpasar : Bali Mangsi, halaman 8-9.

5I Wayan Dibia. 1979. Sinopsis Tari Bali, Denpasar : Sanggar Tari Bali Waturenggong Denpasar, halaman 4.

(13)

beda. Dari pengalaman penggarap dilapangan dengan menyaksikan atau menonton beberapa pertunjukan tari Bali, penggarap tertarik dengan beberapa pertunjukan tari Bali dalam bentuk kelompok dengan karakter putra halus, seperti tari Wisyaning Wakya oleh Raka Sukma Dewi, Karna Antaka oleh Ni Ketut Purnariastuti, Murtining Satya oleh Ni Wayan Eka Yanti dan masih banyak lagi contoh yang lainnya. Sebagian dari karya-karya yang ditampilkan mengambil sumber dari buku Mahabharata.

Berpijak dari hal tersebut di atas dan pengalaman penggarap yang lebih nyaman dalam menarikan tari yang berkarakter putra halus, maka penggarap mencoba mentransformasikan ide yang tersirat dalam pikiran penggarap ke dalam sebuah karya tari kreasi yang pola garapannya masih berpijak pada pola-pola tradisi. Tari kreasi ini menggambil cerita Mahabharata yaitu kisah Ekalawya yang belajar memanah dari patung Rsi Drona. Cerita tersebut digarap juga didasari dari melihat fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sekarang ini terutama pada pendidikan salah satu contohnya seperti murid melecehkan gurunya.

Penggarap berharap tari kreasi ini mampu menyampaikan sebuah pesan, dimana kesetiaan dan hormat seorang murid terhadap gurunya. Tari ini juga menunjukkan belajar tidaklah harus didampingi oleh guru, melainkan kita bisa belajar sendiri asalkan ada keinginan dan kemauan untuk bisa menjadi apa yang kita inginkan.

Hal inilah yang merangsang penggarap sehingga timbul ide untuk membuat sebuah karya tari dengan cerita Ekalawya sebagai acuannya. Garapan ini menonjolkan tokoh Ekalawya sebagai seorang siswa yang setia, selalu menghormati gurunya, serta terlihat sosok yang mandiri, belajar sendiri tanpa

(14)

pengawasan guru. Garapan ini juga menonjolkan keseriusan, kegigihan Ekalawya belajar memanah, dan pengorbanan yang dilakukan Ekalawya sebagai tanda bakti terhadap gurunya. Sebelumnya cerita ini sudah pernah di garap oleh Ibu Ni Nyoman Manik Suryani dengan judul Ekalawya, sebagai persyaratan tugas akhir sarjana muda.

Cerita di atas dituangkan ke dalam tari kelompok dengan mengadopsi gerak-gerak tari tradisi. Gerak-gerak itu kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan karakter tari putra halus. Garapan ini didukung oleh lima orang penari putri yang diharapkan mampu memperkaya pola lantai dan mampu membuat dinamika gerak seperti permainan level, alternite, serta pola yang tidak beraturan sesuai dengan harapan penggarap.

Musik iringan yang digunakan adalah Gamelan Gong kebyar, karena nuansa musik gong kebyar mampu memberikan inspirasi kepada penggarap untuk menuangkan gerak-gerak tari kedalam konsep garapan. Selain dapat mendukung suasana-suasana yang diinginkan penggarap, Gamelan Gong Kebyar juga mampu mengekspresikan karakter kebyaryaitu keras, lincah, cepat, agresif, mengejutkan, muda, enerjik, gelisah, semangat, optimis, serius, dan penuh emosi.6 Garapan tari kreasi ini menggunakan durasi waktu kurang lebih 11 menit 40 detik.

Garapan ini bertemakan kesetian yang berjudul Satyeng Guru. Satyeng terdiri dari dua kata yaitu satya dan ing. Satya yang berarti kesetiaan, kejujuran, taat, tulus hati, berbudi luhur, sedangkan ing merupakan kata sandangan yang

                                                                                                                         

6I Wayan Senen. 2002. Wayan Beratha Pembaharu Gambelan Gong Kebyar, Yogyakarta : Terawang Pres. p. 10.

(15)

berarti pada atau kepada. Jadi dapat disimpulkan arti dari judul Satyeng Guru adalah kesetiaan seorang murid kepada gurunya.7

Satyeng Guru dipilih menjadi judul garapan ini karena terlihat adanya kesetiaan dalam diri Ekalawya terhadap Rsi Drona, walaupun ia ditolak sebagai murid karena berasal dari golongan nisada(pemburu), Ekalawya tetap menganggap Rsi Drona sebagai gurunya bahkan sampai rela mengorbankan Ibu Jari tangan kanannya untuk menghormati Rsi Drona.

1.2. Ide Garapan

Ide merupakan gambaran dari konsep garap yang belum tertuang ke dalam garapan, masih tersimpan di dalam pikiran. Ide merupakan hasil pemikiran atau konsep, pendapat atau pandangan tentang sesuatu. Dalam kesenian ada suatu cerita yang mengandung ide atau gagasan yang perlu disampaikan kepada penikmatnya.8

Ide garapan ini muncul ketika penggarap membaca sebuah artikel di google dalam “Wayang.wordpress.com/2010/07/21/bambang-ekalaya-palgunadi”.

Fenomena pendidikan, seseorang yang giat belajar tanpa guru, berbakti kepada guru sampai rela berkorban untuk gurunya jarang bisa kita temui saat ini.

Terinspirasi dari fenomena tersebut, memotivasi penggarap untuk mengangkat tokoh Ekalawya ke dalam sebuah karya tari kreasi. Dikisahkan ketika Ekalawya ingin belajar memanah kepada Rsi Drona, ditolaknya karena Ekalawya berasal                                                                                                                          

7I Gede Anom Ranuara, (wawancara, Minggu, 20 april 2013), Denpasar : Kesiman.

8Djelantik. 2004. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung : MSPI, halaman 52.

(16)

dari golongan nisada (pemburu) anak dari Sang Hiranyadhanuh. Hal itu tidak membuatnya patah semangat, karena hasrat untuk belajar sangat kuat, maka Ekalawya membuat sebuah patung Rsi Drona yang dijadikan sebagai guru dalam belajar memanah. Setiap akan mulai belajar Ekalawya selalu menyembah patung untuk meminta petunjuk dan memohon ilmu, Ekalawya terus berlatih dengan menatapi patung Rsi Drona. Suatu ketika, disaat Ekalawya sedang berlatih Rsi Drona datang menghampirinya dan memintanya untuk melakukan Dhaksina jika memang benar Ekalawya muridnya, maka Ekalawya pun melakukannya sebagai tanda bakti kepada Rsi Drona, Ekalawya memotong Ibu Jari kanannya sesuai permintaan Rsi Drona.

Garapan ini mengangkat tema kesetiaan, karena terlihat adanya pengorbanan seorang murid terhadap gurunya, yang rela melakukan apapun demi rasa bhaktinya terhadap guru. Cerita ini juga bisa dijadikan sebagai panutan pendidikan karakter bangsa dewasa ini, dimana seorang murid wajib untuk menghormati dan menghargai gurunya. Tari kreasi ini menggunakan properti panah. Selain itu, penggarap juga berkeinginan untuk memainkan kamen yang digunakan sebagai kostum agar terlihat bentuk kreativitas dari penggarap.

1.3. Tujuan Garapan 1.3.1. Tujuan Umum

• Memperkaya khasanah budaya di bidang seni tari, dengan mewujudkan garapan yang bertumpu pada pola-pola tradisi dan dipadukan dengan pola baru, sehingga mampu memancing kreativitas penggarap untuk menghasilkan karya yang baru.

(17)

• Menumbuh-kembangkan kesenian tradisional melalui tema kesetiaan dengan menampilkan karakter putra halus, bijaksana, dan setia dari tokoh Ekalawya.

• Ingin mewujudkan tari kreasi dengan warna baru yang mengangkat tokoh Ekalawya yang mampu memberikan panutan kepada masyarakat, bahwa seorang murid seharusnya tekun dalam hal menuntut ilmu dan selalu menghormati gurunya.

1.3.2. Tujuan Khusus

• Mencoba untuk mentransformasikan tokoh Ekalawya sebagai sumber ide penggarap ke dalam bentuk tari kreasi tanpa meninggalkan pola-pola tradisi yang ada.

• Ingin menyampaikan pesan yang tersirat dalam karya, agar dapat dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan di masyarakat.

• Sebagai suatu bentuk tanggung jawab dari hasil pembelajaran selama mengikuti perkuliahan di Instutut Seni Indonesia Denpasar.

• Untuk melatih dan menambah wawasan penggarap dalam penciptaaan sebuah karya tari.

1.4. Manfaat Garapan

• Dapat dijadikan sebagai pedoman serta cerminan dalam kehidupan bermasyarakat, karena nilai kesantunan dengan kesetiaan tercermin dalam tokoh Ekalawya.

(18)

• Dapat membangkitkan daya kreativitas, melatih kecakapan, dan keterampilan dalam bidang seni, khususnya menggarap suatu karya seni.

• Memberikan pengalaman berkreativitas yang diwujudkan dalam bentuk garapan tari.

1.5. Ruang Lingkup

Garapan tari putra halus ini dituangkan ke dalam bentuk tari kreasi namun tetap berpijak pada pola-pola tradisi yang sudah ada seperti gerak, iringan, kostum, serta elemen pendukung lainnya. Pada prinsipnya dalam penyajian gerak- gerak akan dikembangkan sehingga mempunyai ciri khas tersendiri. Berpijak pada konsep, tari kreasi ini berbentuk kelompok yang didukung oleh lima orang penari putri dengan diiringi gamelan Gong Kebyar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, bahwa gamelan ini dianggap mampu mendukung suasana dalam garapan ini.

Tari kreasi ini mengisahkan tentang perjalanan Ekalawya belajar memanah. Ditolaknya Ekalawya sebagai murid Rsi Drona tidak mematahkan semangatnya. Disaat Ekalawya merenungi nasibnya yang ditolak oleh Guru Rsi Drona, timbullah ide untuk membuat patung Rsi Drona, kemudian Ekalawya belajar dengan tuntunan spirit patung tersebut. Sampai suatu saat, ketika Rsi Drona mendengar ada seseorang ditengah hutan yang mampu menyaingi bahkan melebihi kekuatan Arjuna, seketika itu Rsi Drona pun pergi kehutan dan menghampiri Ekalawya. Rsi Drona takut Ekalawya akan mengalahkan kekuatan

(19)

Arjuna, oleh karenanya, Rsi Drona meminta Ekalawya untuk melakukan Dakshinayaitu sebuah persembahan dari murid kepada guru sebagai rasa hormatnya. Adapun yang dikehendaki Rsi Drona agar Ekalawya bersedia memotong ibu jari tangan kanannya untuk persembahan kepada guru Drona.

Struktur garapan ini dibagi menjadi lima bagian pokok yang terdiri dari bagian pertama, bagian kedua, bagian ketiga, bagian keempat dan bagian kelima.

Adapun struktur garapan tari kreasi ini antara lain :

Bagian pertama : flashback yang menggambarkan pertemuan Ekalawya dengan Rsi Drona. Pada bagian ini Ekalawya menyembah serta bermaksud memohon agar ia diterima menjadi murid.

Namun keinginannya tidak tercapai dan Ekalawya ditolak oleh Rsi Drona. Rasa kecewa, sedih dan gundah berkecamuk pada diri Ekalawya karena Rsi Drona telah menolaknya untuk menjadi murid. Suasana pada bagian ini, suasana ketika orang memohon, kemudian suasana sedih dan kecewa karena ditolak.

Bagian kedua : menggambarkan kegembiraan tokoh Ekalawya yang penuh semangat dan berambisi untuk menjadi seorang pemanah yang handal.

Bagian ketiga : menggambarkan kegundahan, tapi tidak begitu larut.

Kemudian muncul ide yang membuatnya semangat

(20)

kembali. Ide untuk membuat patung Rsi Drona dan belajar memanah dengan spirit patung tersebut.

Bagian keempat : menggambarkan tentang kegigihan Ekalawya belajar memanah. Hanya dengan spirit patung Drona, kemahiran Ekalawya semakin tak terkalahkan yang menyebabkan Rsi Drona gelisah. Gelisah karena takut Ekalawya akan mengalahkan Arjuna.

Bagian kelima : menggambarkan pertemuan Ekalawya denganRsi Drona dan memintanya untuk melakukan Dakshina yang ditandai dengan pemotongan Ibu Jari tangan kanan Ekalawya.

Perasaan yang gembira ketika ia melihat guru yang selama ini ia khayalkan berada di depannya namun pada akhirnya kekecewaan dan kebanggaan melanda diri Ekalawya.

Kecewa karena kehilangan ibu jari tangan kanannya.

Bangga karena ia menyerahkan ibu jari tersebut kehadapan gurunya sebagai tanda baktinya.

Kostum yang digunakan terinspirasi dari Tari Wiranjaya terutama pada bagian hiasan kepala yang hanya menggunakan petitis dan udeng. Pada garapan ini kostum tersebut lebih dikembangkan dan dikreasikan sehingga menjadi warna baru. Penggarap menggunakan dua motif warna dalam kostum yaitu warna merah marun dan warna emas, namun diluar itu ada penambahan warna untuk pemanis ketika dipentaskan diatas panggung yaitu warna orange dan hijau.

(21)

BAB II KAJIAN SUMBER

Mewujudkan karya seni yang bersifat ilmiah dan mengandung makna keilmuan tidak terlepas dari sumber dan informasi. Pencarian sumber yang dilakukan penggarap dalam menunjang garapan ini, bermula dari studi kepustakaan, membaca buku dan mencari sumber-sumber tertulis, wawancara dengan informan, serta menonton seni pertunjukan secara langsung maupun melalui video rekaman karya tari.

2.1. Sumber Literatur

Sumber literatur merupakan sumber tertulis yang memberikan informasi tentang penulisan, penjelasan, memperkuat ide penggarap, serta mendorong untuk menciptakan suatu karya baru yang berkwalitas. Adapun sumber literatur yang digunakan sebagai acuan dalam penggarapan karya ini adalah sebagai berikut :

Adiparva Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia oleh P. J. Zoetmulder, diterbitkan oleh Paramita Surabaya, 2006. Buku ini pada Bab XIV halaman 210, memberikan informasi tentang asal Ekalawya dan nama ayahnya serta dalam buku ini dijelaskan Ibu Jari kanannya yang terpotong. Buku ini bermanfaat untuk memperkuat cerita yang digunakan dalam garapan ini.

11  

(22)

Keutamaan Mahabharata oleh Wayan Nurkancana, diterbitkan oleh PT Pustaka Manikgeni, Denpasar, 2010. Buku ini pada bagian I (Adi Parwa), dengan judul Masa Berguru para Pandawa dan Korawa halaman 38, memberikan informasi tentang kesetian dan pengorbanan Ekalawya terhadap gurunya. Buku ini sebagai pembanding dari buku sebelumnya dan juga bermanfaat untuk memperkuat cerita yang digunakan dalam garapan ini karena alur cerita dalam buku ini sama dengan alur cerita dalam buku Adiparva Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia hanya saja dalam buku ini cerita lebih disingkat.

Mencipta Lewat Tari oleh Y. Sumandiyo Hadi, terjemahan dari buku Creating Throught Dance, oleh Alma M. Hawkins, diterbitkan oleh Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, 1990. Buku ini menguraikan tentang Tari, terdapat pada halaman 1. Selain itu juga, buku ini menguraikan informasi tentang 3 tahapan dalam berkreativitas, yaitu tahap penjajagan, tahap percobaan, dan tahap pembentukan. Buku ini memberikan pengetahuan bahwa dalam berkreativitas untuk menciptakan suatu karya tari, melalui beberapa proses pembentukan hingga terwujudnya sebuah karya tari.

Sinopsis Tari Bali oleh I Wayan Dibia, diterbitkan oleh Sanggar Tari Bali Waturenggong, Denpasar, 1979. Pada buku ini dijelaskan bahwa tari kreasi juga sering disebut tari modern, mengingat cara penyajiannya sudah terlepas atau bebas dari pola tradisi, meskipun gerakannya masih ‘berbau’ tradisi. Pengertian ini dijadikan acuan dalam penggarapan tari kreasi yang pola geraknya masih berpijak pada tari tradisi.

(23)

Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali oleh I Wayan Dibia, diterbitkan oleh Bali Mangsi, Denpasar, 2012. Buku ini pada BAB II, halaman 7 dijelaskan bahwa ada beberapa karakter tari Bali yang dikenal masyarakat, yaitu tari putra yang terdiri dari tari putra keras dan tari putra halus, tari putri yang terdiri dari tari putri keras dan tari putri halus, serta tari bebancihan. Selain itu juga, tari Bali merupakan warisan budaya Hindu yang menyatukan gerak-gerak yang bersifat sakral dan teatrikal. Penjelasan ini perlu diketahui penggarap untuk memahami karakter serta memilah-milah gerakan yang diperlukan dalam garapan tari kreasi Satyeng Guru.

Pengantar Estetika, oleh Dharsono Sony Kartika dan Nanang Ganda Perwira, Penerbit : Rekayasa Sains, Bandung, 2004, halaman 3. Pada buku ini tepatnya di bagian pendahuluan halaman 3 dijelaskan tentang arti keindahan. Pada dasarnya keindahan merupakan sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan, keselarasan, kesetangkupan, keseimbangan, dan perlawanan. Selain itu juga pada halaman 9- 11 di dalam buku ini di jelaskan tentang estetika dan seni. Buku ini memberikan inspirasi dan informasi terhadap penggarap tentang keindahan, hal-hal yang termasuk indah, yang bisa dikaitkan ke dalam garapan tari kreasi Satyeng Guru.

Estetika Sebuah Pengantaroleh A.A Made Djelantik, diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Bandung, halaman 15 dan halaman 52.

Buku ini menyebutkan bahwa dalam sebuah karya seni mengandung tiga aspek dasar, yakni : wujud atau rupa, bobot atau isi, penampilan atau penyajian serta dalam kesenian, suatu cerita mengandung sebuah ide atau gagasan yang perlu disampaikan kepada penikmatnya.

(24)

2.2 Sumber Audio-Visual

Disamping sumber tertulis, penggarap juga menonton beberapa vidio pertunjukan tari yang dijadikan sumber dan memberi inspirasi kepada penggarap untuk menyempurnakan garapan tari kreasi yang diciptakan ini. Sumber vidio tersebut antara lain : menonton beberapa pertunjukan ujian akhir kakak kelas yang membuat tari putra halus, seperti tari kreasi Murtining Satya oleh Ni Wayan Eka Yanti dan tari kreasi Karna Antaka oleh Ni Ketut Purnariastuti. Kedua garapan tari tersebut menggunakan properti panah. Dari menonton beberapa garapan, telah memberikan inspirasi pada penggarap terutama pada bagian gerakan memanah.

Adapun vidio lainnya seperti vidio Hiphop Dance yang penggarap dapatkan di situs youtube, Internet. Penggarap mendapatkan inspirasi pola lantai dan permainan alternite dari vidio tersebut.

2.3 Sumber Lisan

Sumber lisan merupakan hasil dari perbincangan penggarap dengan beberapa informan. Pada tanggal 1 Oktober 2012 penggarap bertemu dengan I Ketut Narmada, seorang koreografer muda asal Celuk, Gianyar. Pak Ketut memberikan inspirasi tentang beberapa cerita yang bagus dan menarik untuk digarap dan dijadikan sebuah karya tari. Cerita-cerita yang diberikan yaitu cerita Srikandi dengan menggunakan properti panah, cerita Drupadi ketika ia di jadikan bahan taruhan, dan cerita Ekalawya ketika berguru dengan patung. Ketiga cerita tersebut dipertimbangkan dari karakter masing-masing tokoh dalam cerita tersebut dan akhirnya penggarap memilih kisah tokoh Ekalawya ketika ia belajar memanah

(25)

dengan patung, kemudian cerita tersebut dijadikan acuan dalam proses penggarapan tari kreasi Satyeng Guru.

Selanjutnya diskusi penggarap lakukan dengan Ibu Tjok. Istri Putra Padmini yang pada saat itu menjadi pembimbing di kelas koreografi VI. Hal yang dibahas mengenai konsep dan struktur garapan. Beliau menyarankan agar penggarap benar-benar memperhitungkan tentang musik dan pendukung tari yang akan mendukung tarian ini. Aksen-aksen musik yang digunakan harus diperhitungkan agar sesuai dengan alur cerita yang dibawakan dan penjiwaan penari terhadap gerak yang digunakan harus betul-betul dijiwai. Juga disarankan pada saat pemilihan gerak, pola lantai, dan variasi gerak perlu diperhitungkan.

Perbincangan juga dilakukan penggarap dengan seorang dosen di ISI Denpasar yang bernama bapak I Made Sidia yang membahas tentang judul karya.

Bapak Made Sidia memberikan beberapa judul yang bisa digunakan untuk garapan ini. Selain dengan Bapak Made Sidia, penggarap juga melakukan perbincangan dengan seorang sastrawan yang juga merupakan alumnus ISI Denpasar Jurusan Pedalangan yaitu Bapak I Gede Anom Ranuara yang biasa disapa Guru Anom. Hal yang penggarap bahas dengan Guru Anom masih berkaitan dengan judul garapan. Beliau menyempurnakan judul yang diberikan oleh bapak Made Sidia kepada penggarap dan juga memberikan informasi tentang arti judul Satyeng Guru tersebut.

Selain itu juga penggarap melakukan diskusi dengan Ibu Ni Nyoman Manik Suryani terkait dengan garapan tari kreasi Satyeng Guru ini. Ibu Manik

(26)

adalah seorang dosen tari di ISI Denpasar, selain menjadi dosen beliau juga seorang koreografer. Beliau pernah menggarap tari dengan cerita Ekalwya ketika ujian sarjana muda. Banyak informasi yang didapat penggarap dari Bu Manik tentang tokoh Ekalwya dan sumber literatur yang terkait dengan kisah Ekalawya.

2.4 Sumber Internet

Wayang.wordpress.com/2010/07/21/bambang-ekalaya-palgunadi. Koleksi google dalam situs internet. Web ini mengulas tentang Bambang Ekalawiya versi Mahabharata, dalam web ini mengisahkantentang ditolaknya Ekalawya sebagai murid, belajar dibawah bayangan patung Sang Guru serta pengorbanan seorang murid. Dalam penggarapan tari kreasi Satyeng Guru sumber ini sangat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui suasana yang terjadi pada setiap bagian yang ada dalam garapan tari putra halus ini.

Residena.com/artikel/2012/31/mengenal-warna-dan-maknanya. Koleksi google dalam situs internet. Web ini memberikan informasi tentang makna warna merah maroon, emas, oranye, dan hijau yang digunakan penggarap dalam kostum garapan tari kreasi Satyeng Guru.

       

(27)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Menciptakan sebuah karya seni dalam bentuk apapun, menurut Y.

Sumandiyo Hadi dalam bukunya Mencipta Lewat Tari, lebih lanjut dikatakan penggarapan sebuah karya tari yang baik harus melalui proses yang bertahap, antara lain : Eksplorasi (penggalian, penjajagan, atau pencarian), Improvisasi (percobaan), dan Forming (pembentukan).9

Garapan tari kreasi Satyeng Guru yang ditampilkan dalam ujian Tugas Akhir (TA) ini merupakan karya lanjutan dari kelas koreografi VI. Proses penggarapan karya ini dimulai dari bulan Agustus tahun 2012. Penggarapan karya ini dimaksudkan sebagai prasyarat ujian seni tari untuk mendapatkan nilai koreografi VI. Selanjutnya penggarap mengembangkan garapan ini untuk tugas akhir (TA). Garapan ini diproses kurang lebih selama 8 bulan dimulai dari kelas koreografi VI.

3.1 Tahap Eksplorasi (penggalian, penjajagan/pencarian)

Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan sebuah karya, tahap untuk berfikir, berimajinasi, merasakan, dan merespon kehidupan yang ada disekitar kita. Pada tahap ini penggarap melakukan perenungan, diskusi untuk mematangkan konsep, membaca beberapa sumber yang dianggap perlu sebagai

                                                                                                                         

9Alma M. Hawkins. 2003. Mencipta Lewat Tari, Terjemahan dari Craeting Trough Dance oleh Y. Sumandiyo Hadi, Yogyakarta : Manthili, halaman 24-40.

17  

(28)

penguat konsep, menonton seni pertunjukan dalam bentuk audio visual, serta menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan informasi yang pasti. Selain itu yang dilakukan adalah mempersiapkan diri baik itu secara fisik maupun mental. Selanjutnya menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang terbentuknya tari kreasi Satyeng Guru serta kesiapan dari segi material yang akan dihabiskan.

Tidak kalah pentingnya adalah, mencari pendukung garapan dengan mendatangi kelas-kelas praktek tari untuk melihat kemampuan tari adik kelas, melakukan pendekatan dengan adik kelas pada jam-jam istirahat, dan meminta kesediaannya sebagai pendukung garapan. Dari hasil pendekatan tersebut dipilih empat orang penari putri dan pendukung garapan ini adalah lima orang termasuk penggarap. Di dalam pemilihan pendukung ada beberapa kriteria yang ditentukan penggarap, antara lain :

• Postur tubuh sangat diperhitungkan dengan maksud mencari yang sesuai dengan penggarap. Keseragaman postur tubuh ketika dipentaskan diatas panggung terlihat rapi, sama rata dan menarik.

• Mencari karakter yang sesuai dengan keinginan penggarap untuk mempermudah penjiwaan tari dalam garapan ini.

• Serta mencari pendukung yang mempunyai loyalitas untuk membantu penggarap di dalam menggarap tari kreasi Satyeng Guru.

Memilih pendukung tari dalam kenyataan tidaklah semudah apa yang diucapkan.

Penggarap sangat sulit menemukan pendukung yang sesuai dengan kriteria yang

(29)

telah ditentukan. Mencari pendukung tari yang benar-benar bersedia meluangkan waktunya untuk mendukung tidaklah mudah. Penggarap sempat kelelahan dalam pencarian pendukung, namun pada akhirnya penggarap berhasil memilih empat orang penari putri yang bersedia mendukung garapan ini.

Setelah mendapatkan pendukung tari penggarap melanjutkan untuk mencari seorang penata iringan yang akan mengiringi garapan ini. Penggarap mencoba mendekati saudara I Wayan Sudiarsa alumnus ISI Denpasar untuk dimintai kesediaannya membuat iringan tari. Sebagai bahan pertimbangan penggarap menyampaikan ide, tema, serta konsep garapan yang akan diwujudkan.

Selama tahap pencarian ini, penggarap juga tidak melupakan hal penunjang lainnya seperti konstum (busana) dan properti panah. Kostum yang akan digunakan untuk mendukung tokoh Ekalawya dari segi bentuknya dirancang oleh penggarap, namun penggarap meminta bantuan seseorang untuk mentranformasikan keinginan penggarap. Penggarap betul-betul memikirkan kostum baik itu dari warna dan aksesorisnya agar sesuai untuk mendukung karakter Ekalawya.

3.2 Tahap Improvisasi (Percobaan)

Tahap ini mulai dilakukan penggarap dari bulan Oktober 2012. Diawali dengan melakukan nuasen di Pura Nareswara ISI Denpasar dan di Merajan Puri Agung Kesiman (tempat latihan iringan). Nuasen dilakukan pada hari Senin, 08 Oktober 2012 untuk memohon restu Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar segala yang dilakukan berjalan sesuai rencana tanpa halangan serta mendapatkan hasil

(30)

yang memuaskan. Pada hari yang bersamaan dengan nuasen, penabuh juga memulai latihannya, diawali dengan mencari gending flashback. Penabuh mengambil jadwal latihan 3x seminggu yaitu hari senin, rabu, dan minggu.

Seiring berjalannya waktu, ketika penata iringan menuangkan gending pada bagian I, sambil mendampingi penabuh latihan penggarap mulai mencari-cari gerakan yang sesuai dengan konsep bagian I. Setelah mendapatkan motif gerak yang sesuai, barulah dituangkan kepada pendukung tari. Latihan penari dilakukan pada hari yang berbeda dengan latihan iringan, meskipun demikian setiap latihan penabuh penggarap selalu mendampinginya.

Banyak halangan yang unik dan mengasyikan dilalui penggarap selama proses percobaan dan ini dijadikan pengalaman agar tidak terulang kembali.

Beberapa contoh yaitu kurangnya komunikasi antara penggarap dan penabuh.

Ketika hari minggu jadwal yang sudah ditetapkan untuk mengadakan latihan, ternyata penabuh tidak latihan. Penggarap sudah menyiapkan 30 bungkus nasi campur untuk konsumsi penabuh, namun pada akhirnya penabuh tidak jadi latihan dan penggarap tidak diberitahu. Akhirnya nasi yang tadinya direncanakan untuk konsumsi penabuh dijual kembali dengan harga lebih murah, dari yang mulanya berharga Rp. 5000,- per bungkus dijual kembali dengan harga Rp. 3000,- per bungkus. Tentunya hal itu dapat merugikan penggarap, namun penggarap menjalaninya dengan sabar dan iklas agar terasa ringan walau sebenarnya berat.

Contoh lainnya, ketika latihan garapan tari ada pendukung yang tidak hadir, hal itu juga mengganggu proses percobaan dalam menuangkan pola lantai menjadi

(31)

terhambat, karena membentuk pola lantai harus dengan 5 penari atau sesuai kebutuhan garapan.

3.3 Tahap Forming (Pembentukan)

Tahap ini merupakan tahap yang paling penting, tahap terakhir atau tahap penyelesaian dalam proses kreativitas. Pada tahap ini, diadakan latihan dengan seluruh pendukung untuk menuangkan gerak-gerak yang telah ditata pada tahap percobaan. Penuangan dilakukan bertahap agar pendukung lebih mudah untuk menghafalkan gerakan dan tidak kelabakan. Aksen-aksen gerak begitu juga dengan rasa gerak terus dicari untuk memberikan dinamika dan identitas dalam garapan. Hal ini juga dilakukan untuk penyatuan antara rasa gerak dengan musik iringan, rasa gerak antar penari harus dilatih dengan baik hingga menghasilkan karya yang memuaskan dan penyampaian pesan dapat dibaca oleh penikmatnya.

Pada tahap ini terbentuklah :

• Bagian I (flashback), seperti diuraikan pada struktur garapan, menggambarkan tentang permohonan Ekalawya untuk menjadi murid Drona. Adegan ini diawali dengan suasana yang tenang, namun diakhiri dengan suasana sedih dan kecewa karena Ekalawya ditolak oleh Drona.

• Bagian II (pepeson), dalam adegan ini menampilkan suasana yang bersemangat, penuh ambisi, yang menggambarkan karakter tokoh Ekalawya.

• Bagian III (pengawak), munculnya suasana gundah yang menyebabkan Ekalawya bingung, namun pada akhirnya ia menemukan ide untuk

(32)

membuat patung Drona dan dihormati sebagai gurunya dalam belajar memanah.

• Bagian IV (pengecet), menggambarkan kegembiraan Ekalawya dengan semangat dan ketekunan yang tinggi dalam belajar memanah sambil menatap patung Drona.

• Bagian V (pekaad), menggambarkan suasana tegang, pada bagian ini terjadi pertemuan antara Ekalawya dan Drona yang diakhiri dengan melakukan Dhaksina (mempersembahkan ibu jari)oleh Ekalawya.

Selama proses penggarapan terdapat banyak hambatan, diantaranya adalah : pengaturan waktu latihan yang berubah-ubah karena pendukung mempunyai tugas dan kegiatan yang lain diluar mendukung garapan ini. Dalam waktu yang bisa dibilang singkat harus menyelesaikan garapan ini dengan baik. Menyamakan kualitas gerak dan ekspresi dari kelima penari tidaklah mudah dan membutuhkan banyak waktu untuk latihan.

Selain adanya hambatan, ada pula yang mendukung kelancaran proses penggarapan tari kreasi Satyeng Guru antara lain :

- Loyalitas dari para pendukung tari dan karawitan baik dari segi waktu, tenaga, dan pikiran banyak membantu untuk mewujudkan garapan ini.

- Dukungan moral, material, dan spiritual dari keluarga dan teman-teman yang memotifasi penggarap untuk lebih semangat guna menyelesaikan tugas akhir ini yang diwujudkan dengan sebuah garapan tari kreasi baru.

(33)

Berikut ini adalah jadwal dari proses penjelajahan, percobaan, dan pembentukan tari kreasi Satyeng Guru perlu diketahui karya ini merupakan lanjutan dari kelas koreografi VI sehingga sisa waktu yang masih digunakan untuk pembentukan dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing.

Tabel 1.

Susunan Kegiatan Latihan Tari Kreasi Satyeng Guru

Tgl/Bln/Thn Kegiatan Hasil yang dicapai 15/ 02 / 2013 Pertemuan dengan

pendukung tari membahas tentang konsep dan struktur garapan.

Berjalan sesuai rencana dikarenakan semua pendukung bisa hadir, namun kehadiran pendukung sedikit terlambat dengan jam yang sudah disepakati.

Dalam pertemuan ini ada sedikit masalah, salah satu pendukung tiba- tiba ingin mengundurkan diri untuk mendukung. Alasannya dia takut menghambat proses latihan karena dia sedikit ada waktu untuk garapan ini.

Seringnya dia pulang kampung untuk mengerjakan tugas PKM dan adanya banyak tugas dikelas membuat dia takut tidak bisa mengikuti latihan.

Dalam hal ini perlu ketenangan untuk menyelesaikan masalah, tidak boleh terburu-buru dan gegabah. Akhirnya dengan pertimbangan yang matang dia tetap ikut mendukung, penggarap yang akan menyesuaikan waktu latihan dengan kegiatan yang dilakukannya agar penggarap tidak banyak menyita dan mengganggu waktunya.

21/ 02/ 2013 Latihan garapan tari bagian I (flashback)

Memcari dan langsung menyusun gerak pada bagian I. Hasil yang didapat belum maksimal karena masih kotor dan kurangnya fokus pendukung menghambat proses penuangan gerakan.

(34)

24/ 02/ 2013 Latihan garapan bagian I

Memantapkan gerakan yang dicari pada latihan sebelumnya. Pertemuan ini ada salah satu pendukung yang tidak bisa hadir dikarenakan ada kegiatan lain yang dia lakukan dan itu menghambat proses latihan dalam pencarian pola lantai yang jelas.

26/ 02/ 2013 Latihan garapan bagian II ( pepeson )

Mencari perubahan gerakan pepeson.

Berjalan sesuai rencana kelima pendukung hadir dan waktu latihan lebih cepat karena semua fokus dalam pencarian gerak maupun pola lantai, hanya saja pola lantai belum terlihat bersih.

27/ 02/ 2013 Bimbingan I Perbaikan proposal yang telah diajukan untuk Tugas Akhir. Dalam pertemuan ini pembimbing I

menyarankan agar tulisan proposal yang diajukan segera diperbaiki. Hal itu mampu membantu dalam

mempermudah pembuatan skrip karya, karena tinggal menambahkan

kekurangan pada proposal dan kata- kata proposal lebih dikembangkan untuk digunakan didalam skrip karya.

28/02/2013 Latihan garapan bagian II dan III (pengawak)

Memantapkan hasil yang didapat dari latihan sebelumnya dan melanjutkan dengan mencari perubahan gerakan pengawak. Adanya dua penari yang tidak hadir membuat penggarap susah menentukan pola lantai dan hal ini juga membuat penggarap bekerja dua kali, karena dipertemuan berikutnya

penggarap harus mengajari kembali apa yang telah dicari pada saat pertemuan ini.

03/ 03/ 2013 Latihan garapan bagian III

Menyelesaikan bagian III dan langsung memantapkan gerakan bagian III.

Latihan ini berjalan sesuai rencana

(35)

dengan latihan yang panjang

dikarenakan pencarian gerak. Kadang hal ini membuat pendukung maupun penggarap jenuh apalagi tidak ada ide gerakan yang didapatkan penggarap.

06/ 03/ 2013 Bimbingan skrip karya Bab I

Pada bimbingan ini mendapatkan banyak perbaikan dan penambahan kata yang tidak sesuai. Pada BAB I Pendahuluan, paragraf kedua kaliamat pertama disempurnakan oleh

pembimbing. Beliau juga menyarankan untuk lebih sering membaca tulisan yang dibuat agar kesalahan kata maupun kalimat dapat terlihat.

08/ 03/ 2013 Bimbingan skrip karya Bab I dan II

Perbaikan bimbingan sebelumnya dan menyerahkan bab II. Pada bimbingan ini, pembimbing menyarankan agar penggarap mencari buku yang mengacu pada cerita yang dijadikan acuan pada garapan ini agar lebih jelas dan lebih yakin. Disarankan untuk mencari buku Adiparva.

15/ 03/ 2013 Bimbingan Karya Melakukan bimbingan bagian I dengan hasil tidak ada perubahan yang

dilakukan hanya saja perlu ketegasan dalam gerak untuk memperkuat aksen.

Seperti pose Rsi Drona yang diatas trap, harus yakin dan memperlihatkan bahwa itu adalah Rsi Drona.

30/ 03/ 2013 Latihan garapan bagian IV

Perbaikan hasil bimbingan dan

melakukan pencarian gerak perubahan bagian IV. Latihan ini tidak berjalan lancar, ditengah-tengah proses latihan ada dua orang pendukung yang pulang lebih awal karena ada suatu kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Hal ini membuat lesu penggarap namun disemangati kembali oleh pendukung yang lain dan pencarian gerak bagian IV tetap dilakukan hanya dengan tiga orang penari.

(36)

09/ 04/ 2013 Bimbingan skrip karya Bab III

Mendapatkan hasil perbaikan kalimat dan ada beberapa kata yang salah ketik.

Terdapat pada halaman 18, halaman 22 pada bagian V, serta tabel kegiatan latihan.

10/ 04/ 2013 Bimbingan karya bagian I, II, dan III

- Mengurangi gerak yang tidak sesuai dan menambah gerak yang sesuai.

Seperti transisi untuk mencari garis lurus kesamping agar kelihatan penari tidak terburu-buru dalam mengambil gerakan.

- Gerakan gandang-gandang kurang tegas.

- Kurang kompak

- Salah satu pendukung harus digenjot lagi karena masih terlihat gerak-gerak putri pada gerakannya.

- Volume gerak lebih diperbesar. Seperti gerakan pada bagian kedua (pepeson), pengembangan gerak terunajaya.

- Pola lantai perlu lebih diperjelas. Garis- garis pola lantai masih belum terlihat seperti pola 2 didepan 3 dibelakang, 1 didepan 3 ditengah 1 dibelakang. Jadi semua pola lantai harus terlihat jelas garis-garis yang ingin disampaikan.

12/ 04/ 2013 Bimbingan skrip karya Bab III

Perbaikan kalimat dan kata-kata serta kesalahan pada ketikan.

16/ 04/ 2013 Latihan garapan

bagian V Mencari dan memantapkan hasil latihan sebelumnya. Hasil yang didapat adalah pembentukan gerak dan suasana pada ending.

21/ 04/ 2013 Latihan garapan keseluruhan

Pemantapan ekspresi. Menyamakan ekspresi dan gerak sudah terlihat lebih kompak. Garis-garis pola lantai sudah terlihat lebih jelas dari sebelumnya.

22/ 04/ 2013 Latihan garapan keseluruhan

Pada awalnya penggarap

merencanakan latihan dilakukan dengan tiga pendukung karena satu pendukung sedang fokus untuk

(37)

persiapan UN. Namun secara mendadak salah satu penari

membatalkan untuk bisa ikut latihan sehingga latihan berjalan dengan tiga orang termasuk penggarap. Hal ini membuat penggarap jengkel dan kesal.

27/ 04/ 2013 Latihan iringan Mengingat kembali iringan yang sudah diciptakan untuk garapan tari Satyeng Guru. Gending bagian I sampai III sudah dikuasai pada pertemuan pertama ini, gending bagian IV dan V masih diingat dan dicari.

30/ 04/ 2013 Latihan garapan Pemantapan gerak dan ekspresi. Dua orang pendukung tidak hadir membuat garapan terlihat kotor dan

ketidakhadiran dua orang ini cukup menghambat dalam penyamaan ekspresi dan gerak. Penyatuan rasa gerak harus dengan penari yang

lengkap agar rasa gerak diantara penari menjadi satu (menyatu).

01/ 05/ 2013 Latihan iringan Perubahan iringan pada bagian IV dan V. Adanya penambahan iringan pada bagian V.

02/ 05/ 2013 Bimbingan karya - Gerak pada bagian IV perlu dikembangkan lagi ketika gerakan memanah.

- Pola lantai masih belum jelas, masih kacau terutama pada bagian IV.

- Perlu adanya latihan yang lebih untuk menyamakan rasa gerak.

04/ 05/ 2013 Latihan iringan dan tari

Menyatukan rasa antara iringan tari dengan gerak tari. Pertama kalinya latihan bersama iringan belum mendapatnya hasil yang diinginkan.

Penabuh masih melakukan banyak kesalahan sehingga membuat penari menjadi tidak fokus dan konsen dalam latihan.

(38)

05/ 05/ 2013 Latihan garapan Penyatuan gerak terhadap panggung pertunjukan dan tata cahaya. Latihan pertama ini masih terlihat banyak kesalahan karena masih penyesuaian.

07/ 05/ 2013 Latihan garapan Merasakan kenyamanan kostum yang akan digunakan. Dari latihan ini ada beberapa kostum yang harus diperbaiki karena mengganggu gerakan penari.

Pada latihan ini ada salah satu penari tidak bisa datang untuk latihan karena sakit. Penggarap sangat khawatir akan kondisi penari. Hal ini membuat penggarap tidak konsen dan terlihat beban karena memikirkan banyak hal, serta penggarap menjadi sulit untuk mengontrol emosi. Untungnya, pendukung tari yang lainnya mampu memahami karakter penggarap, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pertengkaran antara penggarap dan pendukung tari.

08/ 05/ 2013 Latihan iringan dan tari

Penyatuan rasa antara gerak dengan iringan pada latihan ini sudah ada perubahan dan mulai ada penyatuan rasa.

Adanya beberapa penabuh yang tidak bisa hadir cukup mengganggu

prosesnya latihan namun latihan tetap berjalan.

09/ 05/ 2013 Latihan garapan tari Penari sudah mulai terbiasa dengan panggung pertunjukan, ekpresi penari juga mulai terlihat, dan penggunaan properti garapan juga mulai dilakukan supaya penari terbiasa. Pada latihan ini semua penari hadir dan semua penuh semangat yang membuat penggarap menjadi bersemangat.

14/ 05/ 2013 Gladi bersih Dari gladi ini banyak masukan untuk perbaikan yang didapat seperti pada bagian IV dan V dalam garapan ini masih bisa dikembangkan dan disempurnakan lagi.

(39)

15/ 05/ 2013 Latihan pemantapan dan perbaikan

Ada satu orang penari yang tidak bisa hadir. Latihan tetap berlanjut dengan empat orang penari. Dalam latihan ini penari lebih yakin terhadap arah hadap dan ekspresi dalam garapan, karena latihan ini untuk memperkuat dan mempertegas ekspresi.

17/ 05 /2013 Latihan dengan

kostum Penari kembali melakukan latihan dengan kostum yang akan digunakan.

Semua penari khawatir dalam

penggunaan kamen lelancingan dengan motif berbeda antara tampak depan dan belakang sehingga terlihat masih kotor.

Jadi masih perlu adanya latihan menggunakan kamen lelancingan dan simpingnya.

19/ 05/ 2013 Latihan Latihan ringan untuk mengingat dan memantapkan. Latihan ini lebih baik dari latihan-latihan sebelumnya, karena penari terlihat lebih kompak dan lebih terlihat adanya ekspresi. Dalam latihan ini ada salah satu penari tidak bisa mengikuti latihan karena ada pembinaan ke Negara.

21/ 05/ 2013 Pemantapan garapan Latihan untuk pemantapan keseluruhan dan hasil yang diinginkan hampir mendekati.

22/ 05/ 2013 TA ( Tugas Akhir ) Mementaskan garapan yang sudah digarap selama ini. Hasilnya cukup memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan penggarap.

(40)

Tabel. 2

Tabel Jadwal PelaksanaanTari Kreasi Satyeng Guru

Tahap-tahap Kegiatan

Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tahap eksplorasi Tahap improvisasi Tahap pembentukan O I X

Keterangan :

: Tahap eksplorasi, tahap-tahap untuk mematangkan ide maupun konsep yang akan dituangkan.

: Tahap improvisasi mencari gerak yang pas dengan ide yang akan dituangkan.

: Tahap pembentukan, tahap-tahap menyusun gerak yang telah didapat.

: Bimbingan.

O : Gladi kotor

I : Gladi bersih

X : Ujian TA

(41)

 

BAB IV

WUJUD GARAPAN

Wujud mengacu pada suatu kenyataan yang nampak (dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak, yang abstrak, yang hanya bisa dibayangkan, seperti suatu yang diceritakan atau dibaca dalam buku.10 Proses akhir dalam penggarapan karya tari adalah wujud garapan. Sebuah karya yang utuh memerlukan wujud garapan yang tertata dan berpola, di dalam wujud juga dapat ditemukan wujud-wujud khusus yang detail, seperti wujud kain yang digunakan, wujud gelungan, dan hiasan serta properti yang digunakan.

4.1 Deskripsi Garapan

Satyeng Guru merupakan tari kreasi yang berpatokan pada pola-pola tradisi yang dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan garapan, seperti pada gerak, kostum, properti, maupun iringannya. Garapan ini merupakan garapan kelompok yang didukung oleh 5 orang penari putri dengan karakter tari putra halus.

Tari kreasi Satyeng Guru bertemakan kesetiaan dengan menggunakan cerita sebagai acuannya. Cerita yang diangkat dalam garapan ini diambil dari buku Mahabharata (Adiparva Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia) bab XIV halaman 210, bagian yang menggambarkan tentang kegigihan tokoh Ekalawya belajar memanah walau ia ditolak oleh Rsi Drona. Semangatnya tidak berkurang                                                                                                                          

10A.A.M. Djelantik. 2004. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Halaman 17.

(42)

sampai ia bisa menjadi pemanah yang handal. Oleh karena keinginan Ekalawya ditolak Rsi Drona, Ekalawya belajar memanah hanya melalui spirit patung Rsi Drona. Suatu ketika Rsi Drona datang dan bangga melihat keahlian Ekalawya memanah. Rsi Drona takut dan meyakini bahwa Ekalawya mampu menyaingi bahkan mengalahkan Arjuna dalam kemahiran memanah. Rsi Drona akhirnya meminta Ekalawya untuk melakukan Dakshina, supaya Ekalwya memotong ibu jari tangan kanannya dan diserahkannya kepada Rsi Drona. Persembahan Ekalawya sebagai murid kepada gurunya merupakan tanda terimakasih karena telah menyelesaikan pendidikan ilmu memanah. Tanpa ragu lagi Ekalawya memotong ibu jari tangan kanannya.

Durasi waktu yang akan digunakan dalam tari kreasi Satyeng Guru kurang lebih 11 menit 40 detik, disajikan di panggung procenium Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Adapun faktor pendukung yang berhasil diolah adalah cerita, gerak, properti, struktur, desain pola lantai, busana, dan tata rias, panggung, tata lampu/cahaya, serta iringan.

4.2 Analisis Pola Struktur

Struktur dari suatu karya seni adalah menyangkut keseluruhan dari konsep karya yang akan di garap. Bagian-bagian yang tersusun dalam struktur karya tari saling berkaitan untuk mencapai sebuah karya yang sempurna dalam bentuk garapan. Ada tiga unsur estetik mendasar dalam struktur setiap karya seni yang diciptakan. Ketiga unsur tersebut adalah keutuhan (unity), penonjolan

(43)

(dominance), dan keseimbangan (balance).11Struktur yang digunakan dalam tari kreasi Satyeng Guru ada 5 struktur. Diantaranya adalah bagian I, bagian II, bagian III, bagian IV, dan bagian V. Kelima struktur tersebut didalamnya sudah mengandung ketiga unsur estetika yang telah disebutkan. Berikut akan dipaparkan suasana yang terdapat dalam setiap bagian di garapan tari kreasi Satyeng Guru.

Bagian I (Flashback)

Menggambarkan pertemuan Ekalawya dengan Rsi Drona. Pada bagian ini kegembiraanEkalawyadapat menghadap dan menyembah Rsi Dronaserta memohon agar ia diterima menjadi murid. Namun, keinginannya tidak tercapai dan Ekalawya ditolak oleh Rsi Drona. Rasa kecewa, sedih dan gundah berkecamuk pada diri Ekalawya karena RsiDrona telah menolaknya. Pada bagian ini digambarkan seorang penari berada di atas trap yang berperan sebagai Rsi Drona, empat penari masuk dari arah pojok kiri depan dengan berjalan jangkang.

Seorang penari yang paling depan sebagai tokoh Ekalawya menghadap dengan menyembah Rsi Drona serta memohon agar Ekalawya diterima sebagai muridnya.

Tiga orang penari dibelakangnya sebagai bayang-bayang Ekalawya hanya berpose menunduk. Latar yang digunakan pada bagian pertama ini adalah gapura yang ada di Panggung Natya Mandala.

Bagian II (Pepeson)

Menggambarkan kegembiraan tokoh Ekalawya yang penuh semangat dan berambisi untuk menjadi seorang pemanah yang handal. Tokoh Ekalawya                                                                                                                          

11A.A.M. Djelantik. 2004. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Halaman 37.

(44)

digambarkan sebagai kesatria yang mahir dalam hal memanah. Kelima penari bergerak rampak dan ada juga beberapa bagian ditambahkan variasi pola lantai, desain gerak, serta adanya gerakan yang dilakukan secara bergantian agar tidak terlihat menoton. Pada bagian ini menggunakan layar hitam dengan maksud mencerminkan keberanian, keteguhan, dan kekuatan.

Bagian III (Pengawak)

Menggambarkan kegundahan Ekalawya, karena ditolak Rsi Drona sebagai muridnya. Kemudian Ekalawya membuat simbol Rsi Drona yang berwujud patung Drona yang digambarkan oleh seorang penari. Semangat dan disiplin Ekalawya menimba ilmu sangat tinggi walaupun hanya dengan spirit patung Drona. Pada bagian ini terlihat kembali adanya penokohan, karena seorang penari terpisah tempatnya dengan penari yang lainnya. Selain itu terlihat juga adanya simbol patung yang tunjukan penari. Seorang penari memerankan tokoh Ekalawya, seorang sebagai patung Rsi Drona, dan tiga orang penari masuk ke wings untuk mempersiapkan properti yang akan digunakan. Pada bagian ini menggunakan latar putih dengan permainan tata cahaya dengan menggunakan gobo yaitu pelat metal yang dicetak membentuk pola atau motif tertentu dan digunakan untuk membuat lukisan sinar cahaya.

Bagian IV (Pengecet)

Menggambarkan tentang kegigihan Ekalawya belajar memanah. Suasana yang gembira dan penuh semangat ketika ia sedang berlatih. Kelima penari kembali bergerak rampak, namun pada bagian ini penari sudah mulai

(45)

menggunakan dan memainkan properti. Adanya gerak-gerak alternite pada bagian ini dilakukan agar suasana tidak menoton. Pada bagian ini juga menggunakan layar putih dengan menampilkan gobo yang bermotif anak panah serta juga memainkan cahaya lampu dengan gassmoke yang digunakan.

Bagian V (Pekaad)

Menggambarkan pertemuan Ekalawya dengan Rsi Drona, dan memintanya untuk melakukan Dakshina (persembahan) yang ditandai denganpemotongan ibu jari tangan kanan Ekalawya.Pada awalnya kegembiraan dan kesenangan terlihat ketika Ekalawya melihat Rsi Drona dan menghampirinya, namun pada akhirnya kesedihan melanda diri Ekalawya karena ibu jari kanannya terpotong yang menyebabkan ia menjadi kesatria yang cacat. Pada bagian terakhir ini kembali terlihat adanya penokohan. 1 penari sebagai Drona, 1 penari sebagai Ekalawya, dan 3 penari lainnya sebagai bayang-bayangan Ekalawya. Pada bagaian ini latar yang digunakan adalah putih dengan permainan gobo dengan motif panah.

4.3 Analisis Simbol

Penggarap ingin menyampaikan pesan yang tersirat dalam garapan ini, maka diperlukan beberapa simbol untuk mempermudah penggarap dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan. Tari kreasi Satyeng Guru menggunakan beberapa simbol baik melalui gerak maupun kostum. Simbol- simbol gerak yang digunakan seperti pada gerak yaitu: metetangkilan, gerakan duduk dibawah dengan tangan seperti memberi hormat. Simbol ini digunakan pada saat flascback (bagian pertama), ketika Ekalawya memohon pada Drona

(46)

untuk menjadi muridnya. Ulau-ulap sebagai simbol gerakan memanggil. Simbol nuding digunakan pada bagian kelima ketika Drona meminta Ekalawya untuk melakukan Dhaksina. Simbol memanah yaitu gerak yang menunjukkan ketangkasan Ekalawya dalam memainkan senjata panahnya, hal itu menunjukkan Ekalawya sebagai seorang ksatria. Gerak yang menunjukkan kegagahan dan kewibawaan disimbolkan dengan gerak-gerak yang tegas, keras, dan berpindah- pindah dari pola satu ke pola yang lainnya dan dibantu dengan aksen pada iringan musik. Selain itu, dalam garapan ini juga menggunakan simbol pada panggung pertunjukan yaitu C, LS, RS, URS, UCS, ULS, DRS, DCS, dan DLS.

Ada beberapa simbol lain yang digunakan dalam garapan tari kreasi Satyeng Guru ini. Simbol tersebut terlihat pada pola lantai, arah hadap penari, dan notasi iringan. Adapun simbol-simbol tersebut adalah :

= Penari

= Lintasan penari ke segala arah penari

= Layar warna putih

= Layar warna hitam

= Arah perputaran

= Ndang

= Nding

= Ndong

= Ndung

= Ndeng 1

3 4 7 5

(47)

Kostum merupakan salah satu bagian yang penting untuk menunjang suatu pementasan karya tari. Pemilihan kostum tidak boleh dilakukan sembarangan, harus dipersiapkan, diperhitungkan dengan matang dan disesuaikan dengan konsep yang digunakan dalam garapan. Warna dalam kostum dapat membantu menonjolkan karakter dari karya tari maupun tokoh yang diperankan. Pemilahan warna kostum dalam karya tari kreasi Satyeng Guru adalah perpaduan antara warna merah marun dan emas, serta ditambahkan warna orange dan hijau sebagai pemanis ketika dipertunjukkan di atas panggung. Warna merah marun merupakan warna campuran antara merah dan hitam. Warna ini dapat membentuk suasana yang tegas. Warna emas memiliki daya pantul paling tinggi dibandingkan dengan warna lain, mengandung nilai tinggi seperti emas, kehangatan, pencerahan, dan intelektual.

(48)

Foto 1. Kostum tampak depan

2  

4  

6  

8  

9  

11  

1   3  

6  

5  

7  

10  

(49)

Keterangan :

1. Badong merupakan hiasan leher yang digunakan penari. Pada tari kreasi Satyeng Guru ini badong dibuat dari kulit dan sedikit dikreasikan, seperti yang terlihat pada foto, dibuat garis yang menyambungkan antara badong dengan ampok-ampok.

2. Simping merupakan hiasan bahu yang digunkan penari. Tari Kreasi Satyeng Guru menggunakan simping berwarna orange dengan makna memberi kesan yang kuat, menarik, kegembiraan, serta kehangatan.

3. Baju, dalam tari kreasi Satyeng Guru baju yang digunakan berbentuk asimetri dan salah satu bagiannya tidak menggunakan lengan. Baju dalam garapan ini berwarna merah marun, campuran antara warna merah dan hitam yang memberikan kesan tegas.

4. Angkin, digunakan sebagai hiasan badan dengan warna emas yang memberikan kesan kehangatan dan pencerahan.

5. Ampok-ampok merupakan hiasan pinggang dengan bahan kulit.

6. Gelang kana atas dan bawah merupakan hiasan tangan yang terbuat dari kulit dengan lapisan kain.

7. Kamen prada merupakan kostum yang menutupi bagian bawah penari dari pinggang sampai diatas lutut. Kamen yang digunakan dalam garapan ini menggunakan warna yang dikombinasikan seperti warna merah marun, oranye, hijau, dan emas.

8. Kancut kulit merupakan pengembangan dari kancut kain.

(50)

9. Rempel merupakan kain yang dilipat-lipat, digunakan untuk menutupi bagian yang kosong pada bagian kamen.

10. Kamen lelancingan merupakan kamen yang dipasang disamping kiri dengan menggunakan dua warna yaitu merah marun dan hijau. Dalam garapan ini kamen lelancingan dimainkan oleh penari.

11. Gelang kaki merupakan hiasan kaki dengan bahan kain yang berwarna hijau yang ditambah dengan kulit.

Foto 2. Bagian hiasan kepala

1  

2  

4  

5  

6   7  

8   3  

(51)

Keterangan :

1. Garuda mungkur merupakan hiasan kepala bagian belakang.

2. Rambut, dalam tari kreasi Satyeng Guru rambut penari disasak untuk melengkapi bagian yang kosong serta membuat gelungan itu terlihat alami.

3. Prakapatmerupakan hiasan dipinggir kiri dan kanan petitis yang terbuat dari kulit dan mote.

4. Rumbing merupakan asesoris untuk memperindah telinga penari

5. Capit urang dihiasi dengan cukli merupakan ciri khas dari tokoh Ekalawya dalam pewayangan.

6. Udengmerupakan kain yang diikat dikepala. Pada umumnya udeng digunakan oleh orang Bali pada saat upacara adat. Kemudian kegunaan udeng berkembang sampai menjadi kostum dalam sebuah tarian. Udeng yang digunakan untuk kostum biasanya lebih cerah dan penuh warna serta dihiasi dengan prada yang penuh motif.

7. Petitismerupakan hiasan kepala bagian depan tepatnya diletakkan dibagian jidat penari.

8. Wigadalah rambut palsu. Garapan ini menggunakan wig dengan rambut yang kriwel pada bagian bawahnya.

Tata rias wajah yang digunakan tari kreasi Satyeng Guru adalah tatarias wajah putra halus yang disimbolkan dengan bentuk alis putra, make up dibuat agar terlihat gagah layaknya menyerupai rias putra. Rias ini dipilih karena garapan ini menunjukkan karakter putra halus.

(52)

Foto 3. Tata rias wajah

Keterangan make up yang digunakan :

• Alas bedakmerupakan riasan dasar yang paling penting dalam menggunakan make up. Dilakukan pada bagian awal saat pertama mulainya berias.

• Bedak merah,bentuknya seperti tepung halus, digunakan setelah memakai alas bedak untuk menyamarkan noda dan memperhalus wajah.

• Merah pipidigunakan untuk mewarnai pipi dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah.

• Eyeshadowmerupakan kosmetik yang diterapkan pada bagian mata, digunakan untuk memberikan warna pada kelopak mata. Tari Satyeng Guru menggunakan eyeshadow berwarnakuning, merah, biru, serta coklat untuk membuat shading pada bagian hidung.

• Pensil alismerupakan alat yang digunakan untuk mempertebal dan membentuk alis penari sesuai dengan karakter yang dibawakan.

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Korelasi antara gambaran neutrofil toksik pada hapusan darah tepi dengan sindrom respons inflamasi sistemik pada anak.. Dengan ini menyatakan bahwa

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat ketelitian interpretasi struktur geologi pada daerah penelitian dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh

diketahui bahwa subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian menjadi prioritas pengembangan pertama di Kabupaten Wonogiri, subsektor tersebut merupakan

Penelitian terdahulu meneliti pengaruh variabel Earning per Share (EPS) dan Price to Book Value (PBV) terhadap harga saham, sedangkan penelitian sekarang meneliti pengaruh

atau terdiri dari orang tua, kaum muda, dan sebagainya. Mengenai kelompok tua dan muda, Aristoteles dengan tepat mengemukakan pendapatnya “ kaum muda sangat optomis, sangat

Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan mengenai perancangan implementasi yang dibuat, sehingga akan menghasilkan suatu sistem informasi manajemen persediaan

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui hubungan secara parsial antara pengetahuan, keterampilan, motivasi, jarak tempat tinggal, dan fasilitas dengan kinerja

dengan istilah yang mewakilinya, 4) Ketidakmampuan untuk mengingat suatu kondisi yang cukup bagi suatu objek untuk dinyatakan dengan istilah yang mewakili konsep