• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.5.1. Perkembangan RTH dalam Tata Ruang Kota

Secara spasial, Kota Bogor mengawali perkembangan ruang kotanya dengan tiga pusat kota utama yaitu, masing-masing, yang berpusat pada Kerajaan Hindu Pajajaran di bagian Selatan (areal Lawang Gintung), selanjutnya berpusat pada perkebunan karet dan industri ban kepunyaan Inggris di bagian Utara (areal industri Good Year), dan berpusat pada pemerintah kolonial Belanda dibagian tengah (downtown dan istana) (Rachmawaty 1995, Widjaja 1991). Tiga bagian kota yang berbeda periode dan orientasi perkembangannya ini, sangat erat terkait dengan perkembangan ukuran dan kualitas RTH dimana masing-masing periode didominasi oleh kelompok tanaman fungsional yang berbeda, yaitu areal pertanian pangan (Kerajaan Pajajaran, awal perkembangan kota), perkebunan (kolonial Inggris), serta pertamanan kota (kolonial Inggris dan Belanda). Tabel 4 memperlihatkan perkembangan tata ruang kota pada tiap periode pemegang kekuasaan administrasi kota.

Pada tahun 1745, Bogor atau Buitenzorg didirikan oleh Belanda yang meniru kota-kota yang dibangun periode tersebut di Eropa yaitu yang diilhami oleh faham romantisme, yang berintikan ketertarikan manusia kembali pada alam. Kota kecil ini dibangun sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan serta dirancang dengan menggunakan kerimbunan pohon-pohon yang kokoh seperti kenari, mahoni, ki hujan dan flamboyan (Cahyono 1993; Rachmawaty 1995, Widjaja 1991).

Masa pemerintahan Inggris berlangsung dari tahun 1811-1817, dan pada masa ini, taman istana diperbesar oleh Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas S. Rafles, menjadi kebun koleksi yang mengelilingi istana. Pendirian kebun ini merupakan kegemaran orang Inggris saat itu, terutama dalam mengoleksi berba- gai jenis tanaman dan penelitian tanaman hasil bumi untuk perdagangan. Tahun 1817, kebun koleksi ini dijadikan Botanical Garden yang dirancang oleh C.G.L. Reinwardt dengan luas pada saat awal adalah 58 ha (Widjaja 1991).

Mulai tahun 1839, oleh Belanda, kota ini terus diperlebar dan mulai diba- ngun dengan menggunakan tata ruang kota yang bersifat konsentris, seperti kota-kota kecil Eropa abad 18, dengan istana dan kebun raya sebagai pusat kota (Savitri 1991). Daerah pusat kota dikelilingi oleh ruang-ruang fungsional yang tertata secara melingkar masing-masing untuk fungsi (1) perkantoran, perda- gangan dan jasa, pendidikan, (2) permukiman dan industri, dan di lingkaran ter- luar adalah (3) daerah hijau untuk fungsi ekonomi berupa daerah hijau (green-

belt) untuk daerah pertanian, lahan percobaan pertanian dan kehutanan, serta hutan lindung (Gambar 9). Bogor dijadikan pusat pemerintahan yang sederajat dengan kabupaten, dan dengan dibangunnya Botanical Garden pada abad 18, selanjutnya Bogor menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pertanian dan kedokteran hewan.

Pada awal pengalihan kekuasaan penjajahan dari Belanda ke Inggris, pemerintahan Inggris memperluas kawasan perkebunan kopi di bagian utara tepi kota yang sebelumnya dikuasai Belanda, dan mulai menanam karet untuk ke- butuhan bahan baku pembuatan ban Goodyear. Di lingkungan kawasan industri ini juga didirikan perumahan bagi para pekerja perkebunan dan pengolahan karet ini, yang dalam perkembangan kota selanjutnya merupakan ruang penyambung pembentuk perluasan kota. Gambar 10 juga memperlihatkan arah perubahan ruang Kota Bogor dalam tiga periode (1924, 1954, dan 1984) dimana pada setiap pertambahan ruang kota, Bogor tetap mempertahankan kebun raya sebagai pusat kota, dan pada Tabel 4 dapat dilihat deskripsi perkembangan kota ini.

RTH periode awal (kolonial)

RTH pengembangan (pasca kemerdekaan)

Jalur jalan

Sabuk hijau (pasca kemerdekaan)

Unit taman

Taman lingkungan

Gambar 10. Diagram dan pola perubahan tata ruang kota kota Bogor Tabel 4. Sejarah perkembangan kota dan RTH kota

Faktor pembentuk

Masa prakolonial Masa Kolonial Masa

pascakolonial

> 1990-an 1. Luas kota Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data 11 850 ha 2. Batas

kota

Batas alami antara S Cisadane dan S Ciliwung, tebing Cipaku

Kota dibagi 2: Kota Kaler (Selatan) dan

Kota Kidul (Utara)

Batas administratif: Utara : Cipakan- cilan Selatan : Tajur Barat : Cisadane Timur : Ciawi Batas administratif: Utara : Ciomas Selatan : Tajur Barat : Cisadane Timur : Ciawi 3. Pemerin- tahan

Kerajaan Kolonial Eropa Republik Indonesia Republik Indonesia 4. Pusat aktifitas Kompleks istana Alun-alun Sekitar istana Downtown

Tidak jelas Tersebar 5. Tata ruang Pemukiman Perdagangan Pertahanan Pemukiman Perkantoran Perdagangan Pertanian Pertahanan Pemukiman Perkantoran Perdagangan Pendidikan Penelitian Industri Pemukiman Perdagangan Pendidikan Penelitian Industri Wisata 6.Penduduk <50 000 jiwa 150 000 jiwa 271 841 jiwa >650 000 jiwa 7. Sosio-

budaya

Hindu Sunda, Barat, China, Arab

Menuju budaya modern

Memasuki budaya modern

8. Ekonomi Perladangan tradi- sional

Perkebunan (perdagangan) Kota peristirahatan (wisata)

Perdagangan Beragam, termasuk industri wisata 9. Vegetasi ciri kota Beringin Penataan sosial Kenari, mahoni, ki hujan (pepohonan besar) Penataan romantisme, Garden city Tidak khusus hanya pemeliharaan RTH sebelumnya Penataan mengikuti masa sebelumnya “Sesuai trend” Penataan

“Kota dalam Taman”

Sumber: Olahan data dari Rachmawati (1995) dan Widjaja (1991).

3.5.2. Keadaan RTH Saat Ini

Berdasarkan potensi sumberdaya alam dan sejarah perkembangan kota, Bogor diarahkan menjadi Kota Dalam Taman. Pola tata ruang kota cenderung bersifat

konsentris dengan mempertahankan kebun raya sebagai pusat kota. Kebun raya ditetapkan sebagai induk pertamanan kota berdasarkan pertimbangan lokasi, ukuran, dan daya tarik wisata; selanjutnya RTH lain tersebar kearah luar kota (Nurdin 1999). Diagram bentuk dan susunan RTH kota saat ini dapat dilihat pada Gambar 8. RTH yang bertema kolonial (tropisch indisch) dengan sebagian besar bentuk, struktur, dan jenis-jenis pohonnya yang spesifik masih terjaga baik di dalam kota.

RTH Kotamadya Bogor, menurut Bappeda (1996) sampai tahun 2005 akan diperluas sampai mencapai 40% atau ± 3 555 ha, dari luas kota 11 850 ha., dengan persebaran yang mengikuti pola yang telah ditetapkan. Pada tahun 1999, berdasarkan pengukuran planimetris dari peta RUTR Kodya Bogor dan verifikasi di lapangan didapatkan luas dan proporsi RTH kota dimana luas dan keberadaan RTH sebesar 40.37% tetap dipertahankan; selain untuk menjaga citra kota sebagai kota wisata dan kota pendidikan dalam bidang pertanian, dan hal ini juga sejalan dengan peraturan dalam Inmendagri No. 14 Tahun 1988.

Pembangunan kota secara fisik diarahkan ke bagian Timur dan Utara kota karena ke bagian Barat dan Selatan yang tidak memungkinkan secara fisik yaitu areal perbukitan. Tetapi karena kurang terkendalinya pengembangan fisik kota, keterbatasan lahan, dan masih lemahnya penerapan hukum maka terjadi per- sebaran dan luas RTH yang belum memadai.

Bappeda Kotamadya Bogor (1996), mendistribusikan ketersediaan RTH berdasarkan zonasi kota, yaitu:

(1) di pusat kota yang meliputi kawasan perkantoran, permukiman, dan kebun raya

(2) di kawasan permukiman dan industri (3) di kawasan permukiman dan perdagangan dan selanjutnya membagi RTH menjadi 10 bentuk yaitu

(1) kebun raya (2) pertamanan kota

(3) taman lingkungan permukiman (4) kebun dan pekarangan (5) lapangan untuk berolah raga (6) areal untuk pemakaman (7) jalur hijau jalan

(9) RTH area industri

(10) area pertanian dan hutan

3.5.3. Pengelolaan RTH Kota

Struktur organisasi dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bogor (Lampiran 1) yang memiliki dan mengelola RTH kota, secara langsung maupun tidak langsung, adalah:

(1) Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan (3) Dinas Peternakan

(4) Dinas Pekerjaan Umum

(5) Badan Pengelola. Gelanggang Olah raga dan Remaja (6) Perusahaan Daerah Air Minum.

Disamping RTH yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemda Kotamadya Bogor, RTH lainnya juga dimiliki dan dikelola oleh lembaga- lembaga pemerintah pusat (seperti Kebun Raya, komplek istana Presiden, dan lahan-lahan percoba-an/penelitian pertanian dan kehutanan) dan juga dimiliki oleh perseorangan atau perusahaan (seperti Perusahaan Goodyear, berbagai real estat yang terdapat disekitar kawasan pembangunan terutama di tepi kota, pengelola padang golf). RTH ini dikelola sendiri dengan pertimbangan dari Pemda Kodya melalui Dinas Tata Kota dan juga Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.

4. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan dalam wilayah administratif Kotamadya Bogor, Jawa Barat (Gambar 7). Seleksi Kota Bogor sebagai kota penelitian berlatar belakang:

(a) Kota ini mempunyai ruang terbuka hijau (RTH) yang telah relatif mantap dan “stabil” dalam bentuk dan fungsi, dan juga karena di- dukung oleh sebagian besar elemen tanaman pengisinya yang telah mencapai pertumbuhan dewasa bahkan banyak pohon yang berumur puluhan tahun. Kondisi ini dapat menggambarkan bentuk fisik dan jasa lingkungan yang dapat/telah dihasilkan oleh RTH ini.

(b) Kota ini diidentifikasikan sebagai “Kota dalam Taman” (Garden city) yang berorientasi wisata dan juga sebagai kota ilmiah (bidang perta- nian, biologi, lingkungan) sehingga berkonsekuensi untuk memiliki pe- nataan RTH yang relatif baik dan fungsional.

(c) Diarahkannya kota ini sebagai kota untuk permukiman (dormitory town) bagi penduduk yang bekerja di kota-kota sekitarnya cenderung akan mempertinggi intensitas pembangunan fasilitas sosial ekonomi (seperti pasar, sekolah, rumah sakit, jalur lalu lintas) yang selanjutnya juga akan mempertinggi peluang pengalihan penggunaan lahan alami/ ruang terbuka (open spaces) menjadi lahan terbangun. Dampak se- lanjutnya yaitu terjadinya degradasi kualitas lingkungan kota terutama penurunan tingkat kenyamanan dan visual alami kota

(d) Lanskap Kota Bogor walaupun mempunyai tingkat scenic amenity yang tinggi tetapi rawan terhadap beberapa bahaya lanskap (land- scape hazards) seperti longsor, banjir, dan pencemaran. Tingkat kerawanan ini diperparah dengan terbatasnya luas kota sehingga nature endownment berbentuk RTH yang telah ada dalam kota harus dipertahankan keberadaannya dengan kondisi terbaiknya.

Pelaksanaan prasurvei dan pengumpulan data lapangan dilakukan mulai Februari 1999 sampai dengan Juni 1999. Proses analisis data serta penulisan hasil penelitian berbentuk disertasi diselesaikan pada bulan Juni 2000.

4.2. Batasan dan Asumsi Penelitian

Dokumen terkait