• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. KERANGKA DASAR TEORI

3. Ruang Terbuka Hijau RTH

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Namun tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk.

Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan yang termasuk ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.dalam hal ini, proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi :23 1. Kawasan hijau pertamanan kota

2. Kawasan Hijau hutan kota

23

3. Kawasan hijau rekreasi kota 4. Kawasan hijau kegiatan olahraga 5. Kawasan hijau pemakaman

Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTH–KP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Intruksi menteri dalam negri No 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut :

1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 M². Taman ini merupakan taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.

2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 M². Taman ini untuk menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan lainnya.

3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 M³. Taman ini untuk melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohon-pohon besar sebagai peneduhnya.

4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2. RTH inisudah dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota.

5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 M². Taman ini berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga dan fasilitas pendukung lainnya.

Besaran RTH yang disyaratkan INMENDAGRI ini diharapkan bisa memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas :

1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.

2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup.

3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman.

4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.

5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara maupun di air engan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.

6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.

7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya.

8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.

Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:24

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.

2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah:25

1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo- topografinya.

2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi. 3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual

4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat

5. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

A. Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan

24

Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

25

Masyarakat Civil (Civil Society) merupakan elemen penting dalam setiap kebijakan- kebijakan yang di buat oleh pemerintah khususnya tentang Tata Ruang. Selain sebagai partner

dialogis masyarakat Civil (Civil Society) juga merupakan penentu dari pada pelaksanaan kebijakan. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwasanya pembangunan Tata ruang ataupun yang ada dalam bagian Tata ruang selain memperhatikan faktor lingkungan sekitar juga harus memperhatikan fungsi penunjang lainnya seperti fungsi ekonomi, dan sosial masyarakat sekitar.

Pada UU No 26 Tahun 2007 pada Pasal 60 tentang Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat disebutkan bahwasanya setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang26

. Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang.

Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat27

. Peran masyarakat dilakukan dengan menyampaikan laporan atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan dengan mengamati dan memeriksa keseuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

Ruang Terbuka Hijau selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai, bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara,

26

Pasal 60 Tentang Hak dan Kewajiban dan Peran Masyarakat UU on 26 Tahun 2007 27

pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur bangunan28

. Yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan Masyarakat dalam pelaksanaannya seperti yang sudah disebutkan diatas.

Dokumen terkait