PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka
Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)
Oleh : Harry Akbar
20090520080
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi
Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)
Oleh : Harry Akbar 20090520080
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi
Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Program Studi Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
SKRIPSI
Oleh : HARRY AKBAR
20090520080
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Dengan Judul
PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi kasus peran Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan Proporsi Ruang
Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)
Oleh
HARRY AKBAR
20090520080
Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji
Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pada:
Hari/Tanggal : Jumat/26 Agustus 2016
Tempat : Ruang Sidang Fisipol
Jam : 10.00 WIB
SUSUNAN TIM PENGUJI
KETUA
DR.Suranto,M.Pol
Penguji I Penguji II
DR.Titin Purwaningsih, S.IP M.Si DR.Inu Kencana Syafiie,M.Si
Mengetahui,
KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
4
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya
Nama : Harry Akbar
Nomor Mahasiswa : 20090520080
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PERAN WALHI DALAM
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran Walhi
Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Yogyakarta)” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya
tidak terdapat karya yang pernah ditulis orang lain kecuali bagian-bagian tertentu
yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan
karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak
benar, hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Yogyakarta, 06 Agustus 2016
Penulis
5
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nyapenulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat besrta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kepada keluarganya para sahabatnya hingga kepada umatnya
hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dajukan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pada program Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta. Judul yang penulis
ajukan adalah “PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran WALHI Yogyakarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta)”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis dengan senang hati menyampakan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini.
1. Ibu DR.Titin Purwaningsih S.IP, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu
Pemerintahan, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Kepada bapak DR. Suranto, M.pol selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikitan untuk menuntun penulis dalam
6 3. Untuk Bapak DR. Inu Kencana Syafiie, M.Si selaku dosen penguji dalam
skripsi ini. Terimakasih atas saran dan masukannya.
4. Untuk ibu Rahmawati Husein. PhD. Atas penguji pada proposal skripsi ini.
Terimah kasih atas saran-saran dan rekomendasinya.
5. Kepada jajaran staff Tata Usaha jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Ning, Pak
Wisnu, dan mbak ummi, terimakasih yang sebesar-besarnya..
6. Untuk keluarga besarku MAPALA UMY, inti-intinyo bae, pokoknyo aku
ngucapke terimokasih nian. Gembul, Doled, Seleme, Jamal, Ilmi, Jangek
Acong, Caung. Untuk bang fahmi, Aak Mail, bang yudi,. Untuk abeng,
teman-teman DIKSAR 25 Legend, panitia Elbrus dan Kilimanjaro, dan
saudarara DIKSAR 24 dll.Dak mungkin ku sebutke satu-satu disini. Yang
jelas terimaksih Bang, mbak, dek kawan dan jess kuuu…. Kiiiiiiiiiikkkkk (Mari ngopi mari berprestasi).
7
MOTTO
“Sembahlah ALLAH & Janganlah Kamu Mempersekutukan-Nya Dengan Sesuatu
Apapun. Dan Berbuat Baiklah Kepada Kedua Orang Tua (Ibu dan Bapakmu)” (An-Nisa 4:36)
Tegar Dalam Iman Yakin Dalam Melangkah
Cakap Dalam Tindakan Wawasan Yang Menantang
(MAPALA UMY)
“Hormati Gurumu Sayangi Teman
8
HALAMAN PERSEMBAHAN
Atas izin dan ridho dari Allah SWT, saya mampu menyelesaikan proses penulisan
Skripsi ini. Untuk itu penulis mempersembahkan ini kepada yang terkasih dan
yang tersayang :
1. Untuk Bapak dan Mama terimakasih atas dukungan dan perhatiannya,
serta doa yang Ikhlas tanpa henti untuk hamba mampu menyelesaikan
Skripsi dan Studi S-I ini. Thanks you so much….
2. Untuk kedua saudaraku, kak tom dek puput, terimakasih atas
dukungannya. Akhirnya adikmu ini mampu menyelesaikan yang sudah
menjadi kewajibanku.
3. Dan untuk semua keluarga besarku yang sudah mendukung hamba untuk
menyelesaikan studi S-I ini
4. Untuk seseorang yang masih dirahasiakan.
9
SINOPSIS
Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang
diambil adalah bagaimana peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.
Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan
10
DAFTAR ISI
COVER ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
KATA PENGANTAR ...v
MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
SINOPSIS ... ix
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. PERUMUSAN MASALAH ... 11
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 11
D. KERANGKA DASAR TEORI ... 12
1. LSM Lingkungan ... 12
2. Kelompok Penekan ... 18
3. Ruang Terbuka Hijau RTH. ... 25
E. DEFINISI KONSEPSIONAL ... 32
F. DEFINISI OPERASIONAL ... 33
G. METODE PENELITIAN ... 34
1. Jenis Penelitian ... 34
2. Jenis data ... 35
3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 35
BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ...39
A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta... 39
1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi ... 39
2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 44
11
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...64
A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART ... 64
1. FunsiPemberdayaan ... 67
2. Fungsi Penghubung ... 79
3. Fungsi Subsider ... 93
B. Kendala Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat ... 96
BAB IV PENUTUP ...99
A. KESIMPULAN ... 99
B. SARAN ... 104
SINOPSIS
Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang diambil adalah bagaimana
peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.
Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Ruang politikyang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan
diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok
masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah
dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing.Organisasi-organisasi sosial politik
termasuk LSM tumbuh dengan subur.LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya.
LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis
organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi
politik yang berorientasi kekuasaan dan swasta yang berorientasi komersial.(private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh organisasi pada
dua sektor tersebut1 .
Secara konsepsional, LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak
mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini
menjadikan LSM dapat bergerak secara leluasa tanpa dibatasi olehikatan-ikatan motif politik dan
ekonomi.Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani
kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan
swasta.Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga
1
Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi
pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM,
terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah
bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan
berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan
rakyat.
Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan tekanan
pada pemerintah. Pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual,
dimana dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja
dan orientasi LSM2
. Keberadaan LSM sebagai sebuah institusi di luar sistem pemerintahan yang
turut serta dalam memajukan bangsa, sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat, baik secara
langsung dengan memberikan bantuan atau advokasi ke masyarakat maupun secara tidak
langsung melalui keterlibatannya dalam berbagai kegiatan yang membantu pemerintah atau
institusinya dalam membuat kebijakan publik. Salah satu aspek yang sering mendapat perhatian
oleh LSM dalam aktivitasnya adalah masalah kebijakan pemerintah daerah mengenai
pengelolaan lingkungan hidup, serta implementasi dari kebijakan tersebut di lapangan.
Ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi maupun
sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang
perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar - besarnya
kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang - Undang Dasar
2
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yang menegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Tingkat kerusakan lingkungan hidup telah menimbulkan masalah–masalah sosial seperti pengabaian hak–hak asasi rakyat atas sumber–sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.Oleh karenannya, masalah lingkungan hidup harus didudukkan sebagai masalah
sosial.Sehingga gerakan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan
sosial yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat seperti buruh, petani, nelayan, guru, kaum
professional, pemuda/pemudi, remaja, dan setiap elemen lapisan masyarakat.
Undang – undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Dengan demikian pengertian lingkungan hidup
tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam adalah
semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses
alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.3
Sehingga secara
implisit dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam
yang ada harus diatur sedemikian rupa sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga sebagai
tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang mengenai hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
3
Di era globalisasi sekarang ini, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia
telah menyebabkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat pula. KotaYogyakarta
sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang mulai memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990 – 2010) tingkat urbanisasi di Yogyakarta meningkat dari 44,4% hingga mencapai 70,2%.4
Dengan meningkatnya kepadatan penduduk di Kota
Yogyakarta tentunya diiringi pula dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang bagi
kemajuan Kota Yogyakarta yang sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap menurunnya
kualitas lingkungan sekitar.
Kota Yogyakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri sebagai sebuah ibukota Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dimana Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan
pusat perekonomian, Sehingga memungkinkan terdapat banyak peluang dan kesempatan yang
lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu Kota Yogyakarta juga sebagai destinasi
wisata yang merupakan salah satu faktor terjadinya kepadatan kota. Selama kurun waktu 2006 – 2012 tren wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal selalu mengalami
peningkatan5 .
Kota Yogyakarta memiliki luas 32,50 km² dengan jumlah penduduk sebanyak ± 738.909.
Dengan melihat jumlah populasi dan luas daerah kota Yogyakarta tentunya telah menunjukan
adanya suatu kepadatan. Jika pertumbuhan penduduk kota atau populasi sudah melebihi
kapasitas daya dukung lingkungan, semakin padat penduduk kota, kualitas lingkungan semakin
4
Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005 5
rendah6
. Dimana seperti yang sudah disebutkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan
mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.
Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan mengakibatkan
menurunnya kualitas lingkungan. Apabila suatu kota memiliki populasi melebihi daya tampung
maka akan terjadi suatu kondisi yang tidak seimbang, dimana kepadatan penduduk membawa
berbagai pencemaran yaitu pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran udara yang
disebabkan langsung oleh pola dan tingkah laku manusia yang mendiami daerah tersebut.
Pencemaran tersebut tentu selain berdampak buruk terhadap lingkungan juga berdampak buruk
terhadap manusianya sendiri, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung (dampak
jangka panjang).
Dari beberapa pencemaran lingkungan tersebut yang dirasakan langsung oleh masyarakat
dalam kegiatan sehari-hari adalah pencemaran udara. Pencemaran udara terjadi karena
terkontaminasinya udara dengan gas beracun seperti karbon dioksida, karbon monoksida,
metana, dll. Gas tersebut dihasilkan oleh aktivitas masyarakat seperti penggunaan kendaraan,
kegiatan perekonomian, penggunaan air conditioner, dan aktivitas rumah tangga. Dimana dampak dari pencemaran udara ini sangat beragam dari polusi udara, kenaikan suhu udara,
perubahan iklim dll.
Beberapa fenomena mengenai menurunnya kualitas lingkungan dan berbagai dampak
negatif lainnya dari proses pertumbuhan kota yang pesat selain menarik perhatian pemerintah
untuk terus berupaya meminimalisir dampak-dampak tersebut juga menjadi perhatian khusus
bagi beberapa LSM ataupun organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang lingkungan
6
untuk tetap memperhatikan hak-hak asasi manusia terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih
dan sehat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah lingkungan yang
timbul akibat aktivitas di perkotaan tersebut adalah keberadaaan Ruang Terbuka Hijau (RTH),
ruang terbuka hijau publik maupun ruang terbuka hijau privat. Seperti yang sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.Pada UU tersebut Ruang
Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan bahwasanya RTH adalah sebagai area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam.RTH khususnya merupakan
komponen infrasturktur hijau perkotaan yang mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, dan
ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu keberadaan RTH dirasa memiliki
peranan penting sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi. UU No. 26 Tahun 2007 mengatur
bahwa proporsi RTH untuk wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota tersebut,
dimana 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat.
Untuk di kota Yogyakarta sendiri sebetulnya untuk jumlah RTH telah melebihi dari
angka 30% yaitu sebesar 31.65% dengan persentase untuk RTH publik sebesar 17.16%
sedangkan untuk RTH privat sebesar 14.49%. Akan tetapi apabila melihat peraturan yang sudah
ditetapkan keberadaan RTH publik belum mencukupi kuota minimal yang mengamanatkan
bahwasanya luasan minimal untuk RTH publik adalah sebesar 20%. Walaupun jumlah RTH
yang ada dapat tercukupi oleh RTH privat, namun keberadaan RTH publik sangatlah penting.
Masyarakat tentu perlu disediakan fasilitas RTH publik, karena RTH privat tidak dapat diakses
Pada tahun 2013 persentase RTH publik di kota Yogyakarta mengalami peningkatan dari
tahun 2010 sebesar 0.06%. kota Yogyakarta masih perlu menambahkan 2.78% dari luas wilayah
Kota Yogyakarta untuk mencapai luasan ideal dari proporsi RTH Publik yang sudah ditentukan.
LBH Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya tantangan dalam pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang seringkali dihadapi oleh kabupaten/kota
adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan
RTH, belum adanya masterplan RTH dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
RTH7
. Untuk itu pemerintah kota Yogyakarta sendiri telah mengatur RTH publik dalam
PERWAL Nomor 5 Tahun 2007 akan tetapi masih sering dijumpai lokasi RTH yang berubah
fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima (PKL) maupun aktivitas lainnya. Apabila melihat dari
pentingnya peranan RTH, dan melihat permasalahan–permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan dan pembangunan kota yang pesat, tentunya luasan RTH harus lebih diperbanyak agar
lebih optimal menjadi penyeimbang ekologis lingkungan.
Seperti yang sudah dibahas di atas bahwasanya sektor pariwisata merupakan salah satu
penyebab dari kepadatan Kota. Saat ini Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata
yang sangat digemari, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah
kota Yogyakarta, dan pada akhirnya pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan yang
selalu mengedepankan masalah dampak positif atau manfaat besar yang akan diperoleh, mulai
dari penyediaan lapangan pekerjaan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat
pembangunan daerah tertinggal sampai dengan mengurangi kemiskinan, sehingga proses
perumusan kebijakan pemerintah adalah lebih kepada kemudahan dalam mengurus perizinan
pembangunan, jaminan keamanan investasi, kelonggaran pembayaran pajak maupun persyaratan
7
lingkungan yang tidak ketat. Hal ini terbukti setidaknya selama tahun 2012 terdapat 48 hotel
baru yang mengantongi izin IMB, dan untuk 2013 saja ada 16 permohonan izin pembangunan
hotel8 .
Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kelompok pemerhati lingkungan dalam hal
ini diwakili oleh LSM–LSM maupun organisasi–organisasi masyarakat yang berangkat dari idealisme untuk menjaga kualitas lingkungan hidup sehingga tetap harmonis dengan kehidupan
manusia. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan
adalah Walhi Yogyakarta yang dengan salah satu isu strategisnya adalah permasalahan tata
ruang. Secara intensif Walhi Yogyakarta selalu memantau perkembangan tata ruang di kota
Yogyakarta, khususnya ruang terbuka hijau. termasuk juga menjadi salah satu pihak yang selalu
memperhatikan peraturan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau, sekaligus
implementasi kebijakan tersebut di lapangan.
Berikut beberapa kegiatan Walhi Yogyakarta terkait permasalahan kebijakan pemerintah
terhadap tata ruang khusunya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta :
1. Diskusi dengan dinas-dinas terkait, dalam hal ini adalah BAPPEDA dan BLH tentang
daya tampung kota Yogyakarta yang sudah melebihi batas dari luasan wilayah perkotaan
yang tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas lingkungan melalui pengelolaan RTH di
kota Yogyakarta yang belum mencukupi kuota minimal yang sudah ditentukan9 .
8
Yogyakarta tambah 64 hotel baru,
http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua-tahun-yogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43
9
2. Memaksa pemerintah untuk mengeluarkan moratorium pemberian izin hotel, melihat dari
pembangunan hotel yang terus meningkat dapat mengurangi area yang seharusnya dapat
dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau.10
3. Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong
pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut11 .
Peranan Walhi Yogyakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta
adalah selain dari hal-hal yang sudah di tentukan diatas juga melakukan pendataan terkait
kawasan RTH dan juga melalui diskusi–diskusi bersama pemangku kebijakan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sekaligus melakukan pendampingan terhadap warga yang diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang khususnya ruang
terbuka hijau oleh pemerintah di Kota yogyakarta
Berdasarkan pembahasan di atas mengenai keterlibatan kelompok pemerhati lingkungan
terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penataan tata ruang khususnya
ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta, skripsi ini akan memfokuskan analisis mengenai
fenomena peran Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan
ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota Yogyakarta sesuai dengan UU Penataan Ruang No
26 Tahun 2007.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah
sebagai berikut :
10
Ibid, Hal 17 11
Bagaimana peran WALHI Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka
hijau (RTH) oleh pemerintah Kota Yogyakarta?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui bagaimana peran Walhi Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.
2. Manfaat Penelitian
- Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk kegiatan penelitian dikemudian
hari, khususnya dibidang penataan ruang.
- Diharapkan mampu memberikan solusi kepada pemangku kebijkan dalam
mengelola penataanruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.
D. KERANGKA DASAR TEORI 1. LSM Lingkungan
Pengertian LSM
Keberadaan lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia sangat berkaitan dengan
bentuk dan hubungannya dengan pemerintah, jumlahnya juga sangat beragam dan
berfariasi, karena konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat kompleks.
Masyarakat (LSM) atau yang umum dikenal dengan Non-Government Organization
(NGO) merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan – kalangan yang bersifat mandiri.Organisasi ini tidak menggantungkan diri kepada pemerintah atau negara
terutama dalam dukungan finansial.12
Tetapi di Indonesia terdapat juga LSM yang sulit
dilepaskan dari pemerintah, karena tidak jarang mereka justru menjadi lembaga yang
merupakan sarana mobilisasi politik untuk kepentingan pemerintah.
Menurut Ryker (1995), NGO dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok besar:
1) Government Organized NGOs or GONGs, yaitu NGU muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO
seperti ini berperan mensukseskan program pemerintah.
2) Donor Organized NGOs or DONGO, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga – lembaga donor, baikyang bersifat multimaterial maupun unilaterall. NGO ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lemabaga donor tersebut.
3) Autonomous or Independent NGOs, NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Biasanya NGO seperti ini sifatnya
independent secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat keras tentang
berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.
4) Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan NGO yang ada diluar negeri. Kehadiranya tentu mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut
beroperasi.13
12
Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200 13
UU RI No.4 Tahun 1982 menyatakan bahwa LSM adalah: “Organisasi yang
tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan kemauan sendiri, ditengah masyarakat, dan
berminat serta bergerak dalam lingkungan hidup”14
David Korten15
(1987) melakukan generelisasi tentang LSM berdasarkan strategi
program pembangunan mereka. Koreten menyimpulkan bahwa strategi pembangunan
LSM dapat digolongkan menjadi tiga generasi:
1) Generasi pertama disebut generasi “bantuan” dan “kesejahteraan”, banyak diantara LSM pada generasi ini pada mulanya memusatkan perhatian kepada
masalah bencana alam dan keadaan pengungsi yang berkaitan dengan banjir,
kelaparan dan perang. Perhatian utamanya adalah memenuhi kebutuhan mendesak
melalui aksi langsung seperti distribusi pangan, pengiriman tim kesehatan, dan
penyediaan tempat penampungan.
2) Generasi kedua disebut local “skala kecil” dan “swadaya” LSM generasi ini muncul sebagai reaksi atas keterbatasan pendekatan bantuan dan kesejahteraan
sebagai strategi pembangunan. Yang membedakan dengan generasi pertama
adalah penekanannya pada swadaya local, dengan maksud bahwa
keuntungan-keuntungan dapat berlanjut pada periode bantuan LSM. Menurut definisinya,
strategi generasi kedua tidak berupaya menunjukan sebab-sebab
ketidakmemadaian penyedia layanan lainnya.
14
UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, 15
3) Generasi ketiga disebut “pembangunan system keberlanjutan”. Generasi ketiga adalah lapisan LSM yang mulai meninjau kembali isu strategi dasar yang
berkaitan dengan keberlanjutan, luasnya dampak, dan pemulihan biaya berulang.
Dengan banyaknya perspektif tentang LSM, penulis menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi yang dibentuk oleh
sejumlah warga negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap
persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.Lembaga Swadaya
Masyarakat seperti Walhi Yogyakarta termasuk dalam katagori Autonomous or Independent NGOs.Dengan pertimbangan bahwa walhi Yogyakarta adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, bersifat mandiri, yang tumbuh berkembang dan
mempunyai kepedulian terhadap persoalan sehari-hari yang ada dalam masyarakat,
khususnya di bidang lingkungan hidup.Selain itu juga Walhi Yogyakarta juga masuk
dalam kategori LSM generasi ketiga karena sudah mulai meninjau kembali isu strategi
dasar yang berkaitan dengan keberlanjutan.
Peran dan fungsi LSM
Adanya pendapat bahwa LSM adalah organisasi masyarakat yang dapat
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah direncanakan,
sehingga muncullah konteks kemitraan antara pemerintah dan LSM. Walaupun tak bisa
dipungkiri adanya kesan negatifyang ditimbulkan LSM terutama yang banyak
berkembang di kalangan pejabat pemerintah.Keterlibatan LSM dalam pembangunan di
Negara-negara yang sedang berkembang telah mengubah citra pembangunannya.
pembangunan karena melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan seperti
perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan. Namun demikian, efektivitas LSM
sebagai wahana demokratisasi akan sangat tergantung pada sikap pemerintah terhdap
LSM dan perannya dalam pembangunan suatu negara. Hal ini menjadi sangat penting
karena pada saat ini keberadaan LSM tidak lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang
pembangunan tetapi juga aktif dlam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
untuk menegakan demokrasi politik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Menururt Noeleen Hayzer, mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat
dimainkan LSM16
, yaitu :
1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerjasama baik
dalam suatu negara ataupun dengan lembaga – lembaga internasional lainnya. 3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.
Berkaitan dengan peranan LSM di Indonesia, ismail hadad menyatakan sebagai
organisasi kemasyarakatan LSM mempunyai fungsi diantaranya17 :
1) Fungsi yang bersifat komplementer dalam arti bahwa LSM dapat melakukan
kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat dalam bidang atau sektor apapun
yang belum termasuk dalam sektor pemerintah.
16
Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.
17
2) Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan
untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program
pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah
menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.
3) Fungsi penghubung atau perantara yakni lemabaga birokrasi dan pemerintah
belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya masyarakat tingkat
bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang disediakan
pemerintah, maka LSM dapat berperan untuk menghubungkan atau menjadi
perantara yang aktif antara masyarakat di tingkat bawah dengan pemerintah
ditingkat atas.
4) Sebagai motivator, yaitu menggali motivasi dan menumbuhkan kesadaran anggota
kelompok akan masalah yang mereka hadapi, akan potensi sumber daya yang
mereka miliki, serta proses untuk memperbaiki nasip dan membangun masa depan
yang lebih baik akan potensi dan swadaya mereka sendiri.
5) Sebagai komunikator, dimana LSM dapat mengamati mereka dan menyalurkan
aspirasi dan kebutuhan sasaran untuk bahan perumusan kebijaksanaan serta
perencanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka.
6) Sebagai dinamisator terutama dalam merintis strategi dan merintis metode
mengembangkan masyarakat setempat juga untuk memperkenalkan dan merintis
metode baru dibidang teknologi dan manajemen yang dibutuhkan oleh masyarakat
setempat.
Dari penjelasan mengenai peran dan fungsi LSM diatas, dapat diketahui bahwa
masyarakat tingkat bawah dan juga dapat bermain dalam dataran tingkat atas, yakni
melalui upaya – upaya lobi untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan Heyzer di atas maka
affan gaffar menggolongkan peranan lSM ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan
dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat bidang social, ekonomi dan
peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara
masyarakat dengan negara dan pemerintah18 .
2. Kelompok Penekan
Istilah kelompok penekan pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1962
yang berasal dari ungkapan Amerika “Preassure Group”.Kelompok penekan ini berusaha
mempengaruhi orang-orang yang memegang dan menjalankan kekuasaan, bukan untuk
menempatkan orang-orang mereka sendiri dalam posisi yang memegang kekuasaan,
setidaknya tidak secara resmi meletakan orang-orang mereka. Tetapi
kelompok-kelompok penekan tertentu sebenarnya mempunyai wakil-wakil mereka di pemerintahan
dan di badan-badan legislatif, tetapi hubungan antara individu-individu dengan
kelompok yang mereka wakili tetap rahasia atau sangat hati-hati19
. Stuart Gerry Brown,
seorang ahli dari Universitas Syiracuse, mengemukakan bahwa yang dimaksud kelompok
penekan adalah
“any group or organization which by persuasion, propaganda, or other means,
regular attempt to influence and shape the policies government”.20
18
Ibid,Hal.52.
19
Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara. 1984. Hal.119.
20
Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan kelompok
penekan adalah kelompok atau organisasi dengan cara persuasif dan propaganda, atau
cara lainnya dengan usaha untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan
pemerintah. Dengan batasan pengertian tersebut di atas bahwa organisasi manapun baik
politik maupun non politik ketika melakukan tekanan politik berupa tujuan tertentu atau
kepentingan tertentu, maka dapat dikatakan sebagai kelompok penekan.
Dengan mengambil literature tentang politik di Inggris, Peter Willet,21
membedakan kelompok penekan dalam dua tipe :
a. Kelompok Seksional
1. Kelompok Seksional Ekonomi
Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah perusahaan-perusahaan atau
firma, perdagangan, lembaga keuangan dan agrikultur.Biasanya kelompok ini
mempunyai akses langsung kepada pemerintah dan selalu sukses dalam mencapai
tujuannya, khusunya pada bidang kebijakan ekonomi.
2. Asosiasi Profesional
Kategori yang kedua dari kelompok seksional ini adalah mereka yang
tergabung dalam kelompok yang mempunyai keahlian khusus didalam profesi
mereka, seperti dokter, pengacara, guru dan lain – lain. Biasanya kelompok ini berjuang dengan kekuatan moral mereka untuk mendapatkan dukungan dan
perhatian pemerintah.
3. Perkumpulan hiburan
21
Kelompok ini biasanya mempunyai jaringan yang transnasional untuk
menambah tingkat pengunjung.Mereka melibatkan dirinya dalam hubungan yang
special dengan poilitik dunia.Mereka mempunyai komitmen yang kuat untuk menjaga
kebiajakan politik untuk mencapai tujuannya.Sehingga sebagian dari kelompok ini
membentuk organisasi non pemerintah yang sifatnya internasional.
b. Kelompok Promosional
1. Agen–agen kesehjateraan sosial
Agen-agen kesejahteraaan sosial yang menjalankan programnya dan
berusaha dalam pengumpulan dana untuk memperjuangkan kepentingan social.
Seperti pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial yang lainnya.
2. Organisasi keagamaan
Organisasi keagamaan biasanya memperjuangkan nilai-nilai secara
menyeluruh. Di beberapa negara terdapat anggapan bahwa organisasi keagamaan
tidak akan terlibat dalam politik. Tetapi di Negara-negara yang lain, ditemukan
adanya indikasi yang komprehensif akan keterlibatan organisasi terhadap politik.
Kebanyak organisasi keagamaan yang terlibat kedunia politik mempunyai
pengaruh yang tinggi dan sangat substansial dalam proses-proses politik.Yang
termasuk organisasi ini misalnya organisasi agama Islam atau Kristen sebagai
agama masyarakat, mempunyai pengaruh kuat yang menyebar di beberapa negara
3. Perkumpulan-Perkumpulan Komunal
Kelompok ini ada di masyarakat yang didasari adanya kesamaan etnis atau
kesamaan daerah.Mereka memperjuangkan identitas atau status dari
kelompoknya.Salah satu contohnya adalah Welsh Language Society, yang
memperjuangkan digunakannya bahasa Wells.
4. Partai Politik
Dalam analisa teoritis, mengenai partai politik dibedakan dengan
kelompok penekan.Akan tetapi partai politik biasanya merubah fungsinya untuk
mempengaruhi kebijakan tertentu. Bahkan partai besar ketika mereka berada di
oposisi, sementara pemilihan selanjutnya masih lama, mereka mempunyai strategi
untuk menggunakan tekanan terhadap pemerintah yang sama dengan cara yang
digunakan oleh kelompok penekan. Sehingga dengan cara lain partai sama dengan
kelompok penekan dengan akses yang istimewa dari pemerintah.
5. Kelompok Dengan Isu Spesifik
Kategori terakhir dari kelompok penekanan promorsional ini adalah
mereka yang tergabung dalam kelompok yang mendukung terhadap perjuangan
perubahan social dengan isu-isu particular dan mencoba untuk merubah kebijakan
pemerintah. Kelompok ini berkonsentrasi pada pengaruh opini public dan media
massa. Dalam terminologi tentang kelompok penekan, kelompok dengan isu
spesifik inilah yang siap untuk digunakan sebagai terminology kelompok
Dengan melihat kriteria – kriteria diatas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi Yogyakarta, termasuk kedalam kategori kelompok promosional yang merupakan
agen-agen kesejahteraan social dan bisa juga dikategorikan sebagai kelompok dengan isu isu spesifik.
Hal ini dikarenakan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a) Walhi Yogyakarta adalah organisasi mandiri dan berusaha mengumpulkan dana untuk
kepentingan pemberdayaan masyarakat.
b) Dalam melakukan program kerjanya, Walhi Yogyakarta selalu memperjuangkan hak-hak
rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.
Metode kerja yang digunakan oleh kelompok penekan terdiri atas dua tingkat.Pertama,
mereka secara langsung menekan organ-organ pemerintah, seperti menteri-menteri, anggota
parlemen, dan pejabat-pejabat tinggi. Kedua, mereka melancarkan pengaruhnya secara tidak
langsung kepada masyarakat guna membentuk pendapat umum yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pejabat pemerintah, yang biasanya menaruh perhatian pada pendapat umum.22
a. Tindakan langsung pada tingkat kekuasaan
Terdapat dua jenis aktivitas dalam tindakan langsung pada kekuasaan.Pertama adalah
aktivitas terbuka, diakui, dan bahkan kadang–kadang terlihat sekali oleh orang banyak.Meliputi pertama–tama suatu tuntutan untuk memenuhi janji yang dibuat oleh calon kelompok penekan di waktu pemilihan umum. Kemudian, penulisan surat berupa ancaman
pada para wakil rakyat sehari sebelum debat-debat penting di parlemen. Akhirnya tindakan
langsung pada tingkat kekuasaan yang paling terbuka adalah dengan cara mengirim utusan ke
kelompok–kelompok parlemen, ke komisi-komisi pemerintahan dan para menteri negara.
22
Kedua, tindakan tersembunyi dilakukan dengan cara, pertama-tama terdiri atas
tekanan yang dilancarkan dalam halnya pembiayaan dan pemberi bantuan kepada partai
politik. Kemudian dengan cara kontak-kontak pribadi dengan pembuat undang-undang dan
para menteri cabinet, atau pendekatan kepada kepala badan-badan pemerintah yang
kesemuanya dilakukan dengan cara lobbying dan dilakukan dengan cara tidak resmi lebih
aktif dilakukan dengan sangat efektif
b. Tindakan tak langsung di masyarakat
1) Propaganda
Dengan cara propaganda, kelompok penekan menyebarkan berita dan informasi
yang diubah kearah yang dikehendaki mereka. Berita dan informasi tersebut tidak saja
dibagikan kepada para pejabat pemerintah dalam bentuk laporan – laporan dan anlisa yang merupakan laporan-laporan riset yang hati-hati, tetapi juga kepada rakyat umum.
Pelaksanaannya dilakukan dengan dua cara. Pertama-tama dilakukan kepada anggotanya
sendiri untuk menggalang solidaritas dan kepercayaan kepada pemimpin organisasinya.
Hal ini adalah cara yang efektif dalam organisasi massa yang besar.
Kemudian propaganda kelompok penekan dilakukan melalui poster-poster,
siaran-siaran, surat kabar, dan kampanye melalui advertensi untuk menghimbau
masyarakat secara langsung
2) Kekerasan
Suatu usaha untuk mengambil alih kekuasaan dengan kekerasan bukanlah satu
dari cara yang lazim yang digunakan oleh kelompok penekan. Hal tersebut lebih
mendekati revolusi atau coup d’etat.Sebaliknya suatu bentuk kekerasan berkembang
untuk mempengaruhi pendapat umum, dan pada waktu yang bersamaan, untuk memaksa
pemerintah menyerah pada tuntutan mereka dengan menciptakan situasi yang tidak dapat
ditolerir.
3. Ruang Terbuka Hijau RTH.
Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada
KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa
sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Namun
tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat
terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti
pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus
Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang
terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang
terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka
hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh pemerintah
daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin
pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum, yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain, adalah taman kota,
taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan
yang termasuk ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.dalam hal ini, proporsi 30% merupakan
ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan
sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya
akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi :23
1. Kawasan hijau pertamanan kota
2. Kawasan Hijau hutan kota
23
3. Kawasan hijau rekreasi kota
4. Kawasan hijau kegiatan olahraga
5. Kawasan hijau pemakaman
Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan (RTH–KP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi dan estetika.
Intruksi menteri dalam negri No 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah
perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut :
1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 M². Taman ini merupakan
taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu
rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.
2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 M². Taman ini untuk
menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan
lainnya.
3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 M³. Taman ini untuk
melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga
pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di
musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif
sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur
4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2. RTH inisudah
dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan
baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota.
5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 M². Taman ini
berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga
dan fasilitas pendukung lainnya.
Besaran RTH yang disyaratkan INMENDAGRI ini diharapkan bisa
memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas :
1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat
dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.
2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air
dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman
penutup.
3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses
fotosintesis dan respirasi tanaman.
4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik
matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.
5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara
maupun di air engan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan
menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.
6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat
tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama
7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada
lingkungan sekitarnya.
8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan
tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.
Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:24
1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan
lingkungan perkotaan.
2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi
kepentingan masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah:25
1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun
persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai
geo-topografinya.
2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.
3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual
4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat
5. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan
lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.
A. Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan
24
Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.
25
Masyarakat Civil (Civil Society) merupakan elemen penting dalam setiap kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah khususnya tentang Tata Ruang. Selain sebagai partner
dialogis masyarakat Civil (Civil Society) juga merupakan penentu dari pada pelaksanaan kebijakan. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwasanya pembangunan Tata ruang ataupun
yang ada dalam bagian Tata ruang selain memperhatikan faktor lingkungan sekitar juga harus
memperhatikan fungsi penunjang lainnya seperti fungsi ekonomi, dan sosial masyarakat sekitar.
Pada UU No 26 Tahun 2007 pada Pasal 60 tentang Hak, Kewajiban, dan Peran
Masyarakat disebutkan bahwasanya setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang,
menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian
yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang26
. Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan
bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang.
Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan
penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang
dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan
dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat27
. Peran masyarakat dilakukan dengan
menyampaikan laporan atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang
dilakukan dengan mengamati dan memeriksa keseuaian antara penyelenggaraan penataan ruang
dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.
Ruang Terbuka Hijau selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai,
bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara,
26
Pasal 60 Tentang Hak dan Kewajiban dan Peran Masyarakat UU on 26 Tahun 2007 27
pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur bangunan28
. Yang
pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan
Masyarakat dalam pelaksanaannya seperti yang sudah disebutkan diatas.
E. DEFINISI KONSEPSIONAL
1. LSM lingkungan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga Negara yang
bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan
lingkungan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kelompok penekan adalah beberapa kelompok atau organisasi yang menggunakan cara
persuasif, propaganda, atau cara lainnya dengan teratur untuk mempengaruhi dan
membentuk kebijaksanaan pemerintah.
3. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu atau organisasi
dalam masyarakat.
4. Ruang terbuka Hijau merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk
menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan,
yang pengawasannya melibatkan masyarakat.
28
F. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi ini merupakan variable-variabel yang sudah dibahas dalam definisi konsep dan
kerangka dasar teori. Untuk itu definisi operasional yang diajukan adalah peran walhi
Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi dan peranan LSM dalam bidang non politik
melalui pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan peranan dalam bidang politik,
yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah29 .
Mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan LSM Lingkungan :
1) Fungsi Pemberdayaan Masyarakat
- Melindungi dan membela kepentingan masyarakat.
- Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
- Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan
lingkungan disekitarnya
2) Fungsi Penghubung
- Membangun Lembaga Pemerintah
- Advokasi
- Melakukan investigasi
- Melakukan kampanye secara meluas dan menyeluruh
- Membangun critical mass sebagai wujud dari pentingnya Lingkungan hidup
-3) Fungsi subsider
Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan
untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program
29
pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah
menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.
G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
Penelitian pada hakekatnya merupakan wahan untuk menentukan kebenaran atau
lebih membenarkan kebenaran.Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan dari rumusan
permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode penelitian
deskriptif.Penelitian deskriptif merupakan istilah yang umum dan mencakup beberapa
tekhnik deskriptif, diantaranya penelitian yang menuturkan, mengkalsifikasikan dan
menganalisa data serta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada saat
sekarang dengan menggunakan teknik interview, dokumentasi dan studi pustaka.30
Untuk mengetahui bagaimana ketersediaan Ruang terbuka hijau di Kota
Yogyakarta, maka perlu dilakukan analisis yang mendalam terkait identifikasi bagaimana
peran walhi Yogyakarta dalam mengawasi ketersediaan Ruang terbuka hijau oleh
pemerintah Kota Yogyakarta.
2. Jenis data
Secara garis besar sumber data dalam penelitian ini dapat dibagai menjadi 2 (dua)
jenis, antara lain sebagai berikut :
a. Sumber Primer
Sumber primer yaitu sumber – sumber yang memberi data secara langsung dari tangan pertama.Dalam hal ini kepala atau direktur beserta para staf Walhi
Yogyakarta dan pemerintah Kota Yogyakarta.
30
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yaitu semua informasi yang diperoleh tidak secara langsung,
tetapi melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun
yang terkait didalamnya) di dalam unit analisa yang dijadikan obyek penelitian.
Meliputi profil serta arsip sejarah tentang Walhi Yogyakarta, anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga, dan arsip beberapa kasus yang terkait dengan penelitian.
3. Tekhnik Pengumpulan Data a. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu oleh
pewawancara yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara yang menjawab
pertanyaan tersebut.31
. dalam menggunakan metode ini harus memperhatikan 4 titik
kunci yang ingin diwawancarai, mendapatkan akses dan mengatur wawancara,
melakukan wawancara dan menganalisis hasil. Dalam kegiatan penelitian ini yang
menjadi narasumber adalah Direktur serta staf Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Masyarakat dan pegawai dari kantor BLH dan BAPPEDA Kota Yogyakarta.
b. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya
terdiri atas penjelasan tertulis dengan sengaja untuk menyusun atau meneruskan
keterangan mengenai peristiwa32
. hasil dokumentasi yang ingin didapatkan dalam
kegiatan penelitian ini adalah hasil atau laporan dari media massa dari usaha WALHI
DIY dalam menjalankan kegiatan advokasinya terkait Ruang terbuka hijau di Kota
Yogyakarta
31
Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung. Remaja rosda karya. 1994. Hal 135 32
4. Unit Analisia data
Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka unit analisanya adalah
direktur dengan anggota Walhi Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.
5. Teknik Analisa data
Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola,
mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain33 .
Penelitian yang kaya data tidak akan berarti sama sekali jika data tersebut tidak
[image:45.612.147.470.413.580.2]dirangkai dalam struktur makna yang logis34 .
Gambar I.1Komponen Analisis Data Model Interaktif(Interactive Model)
Sumber: diadopsi dari Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992, dalam Agus Salim, 2006:22)
33
Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 34
Alim, Agus. 2006 Teori dan Paradigma Penelitian Sosial
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Proses analisa data kualitatif tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut :
a) Pengumpulan data, yaitu pencarian data penelitian di lapangan yang dilakukan
oleh peneliti sesuai dengan metode yang telah ditentukan
b) Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh dilapangan studi.
c) Penyajian data, yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan
untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
d) Penarikan kesimpulan dan verivikasi, dari proses pengumpulan data, peneliti
mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keteraturan
atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas, dan
proposisi. Jika penelitian masih berlangsung, maka setiap kesimpulan yang
BAB II
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai gambaran dari lokasi penelitian, selain
dari Walhi Yogyakarta yang merupakan sebagai fokus utama dalam penelitian, Kota
Yogyakarta juga merupakan bagian dari variabel-variabel penunjang dari kegiatan
penelitian. Bagian ini hanya membahas pokok-pokok penting yang mempengaruhi kebijakan
pembangunan khususnya Ruang terbuka Hijau, yang ditinjau dari analisis terhadap kondisi
geografis daerah, luas wilayah menurut batas administrasi pemerintahan
Kabupaten/Kota/Kecamatan/Desa dan Kelurahan dan komposisi Ruang Terbuka Hijau saat
ini.
1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi
Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 Ha atau 32,50 Km2 (1,02% dari
luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan jarak terjauh dari utara ke
selatan kurang lebih 7,50 km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,60 Km. Secara
administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun
Warga (RW) dan 2.524 Rukun Tetangga (RT). Penggunaan lahan paling banyak
diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.103,27 Ha dan sebagian kecil berupa
lahan kosong seluas 20,20 Ha. Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang
wilayahnya paling luas yaitu 812,00 Ha atau sebesar 24,98% dari luas Kota Yogyakarta,
sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Pakualaman
masing-masing kecamatan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai
[image:48.612.40.518.172.722.2]berikut :
Tabel II.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kota Yogyakarta
NO Kecamatan Kelurahan Luas Area (km2) Jumlah RW Jumlah RT
1. MANTRIJERON 1.Gedongkiwo
2.Suryodiningra tan 3.Mantrijeron 0.90 0.85 0.86 2.61 18 17 20 55 86 69 75 230
2. KRATON 1.Patehan
2.Panembahan 0.40 0.66 10 18 44 78 3. MERGANGSAN 1.Brontokusum
an 2.Keparakan 3.Wirogunan 0.93 0.53 0.85 2.31 23 13 24 60 83 57 76 216
4. UMBULHARJO 1.Giwangan
2.Sorosutan 3.Pandeyan 4.Warungboto 5.Tahunan 6.Muja Muju 7.Semak 1.26 1.68 1.38 0.83 0.78 1.53 0.66 8.12 13 16 12 9 11 12 10 83 42 63 46 38 48 55 34 326
5. KOTAGEDE 1.Prenggan
2.Purbayan 3.Rejowinangu n 0.99 0.83 1.25 3.07 13 14 13 40 57 58 49 164 6. GONDOKUSUMAN 1.Baciro
2.Demangan 3.Klitren 4.Kotabaru 5.Terban 1.06 0.74 0.68 0.71 0.80 3.99 21 12 16 4 12 65 88 44 63 21 59 27 7. DANUREJAN 1.Suryatmajan
2.Tegalpanggun g 3.Bausasran 0.28 0.35 0.47 1.10 15 16 12 43 45 66 49 160 8. PAKUALAMAN 1.Purwokinanti
2.Gunungketur 0.30 0.33 0.63 10 9 19 47 36 83 9. GONDOMANAN 1.Prawirodirjan
10. NGAMPILAN 1.Notoprajan 2.Ngampilan 0.37 0.45 0.82 8 13 21 50 70 120 11. WIROBRAJAN 1.Patangpuluha
n 2.Wirobrajan 3.Pakuncen 0.44 0.67 0.65 1.76 10 12 12 34 51 58 56 165 12. GEDONGTENGEN 1.Pringgokusu
man 2.Sosromendura n 0.46 0.50 0.96 23 14 37 89 55 144
13. JETIS 1.Bumijo
2.Gowongan 3.Cokrodiningr atan 0.58 0.46 0.66 1.70 13 13 11 37 56 52 60 167 14. TEGALREJO 1.Tegalrejo
2.Bener 3.Kricak 4.Karangwaru 0.82 0.57 0.82 0.57 2.91 12 7 13 14 46 46 25 61 56 188
Jumlah 45 32,50 614 2.524
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta (2014)
Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan
dengan batas wilayah sebagai berikut:
Batas sebelah Utara : Kabupaten Sleman
Batas sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
Batas sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
Batas sebelah Barat : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
Letak geografis Kota Yogyakarta di antara 110° 24’ 19” dan 110° 28’ 53” Bujur
Timur, 7° 49’ 26” dan 7° 15’ 24” Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas
permukaan laut. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 km dan dari Barat ke
Dengan kedudukan tersebut, secara umum Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis
antara lain sebagai ibukota Propinsi dan pusat kegiatan regional yang mencakup kawasan
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Bagian Selatan. Posisi ini membentuk pola aktifitas,
potensi dan permasalahan yang khas sebagai wilayah yang bersifat terbuka dengan mobilitas
yang tinggi.Posisi sebagai pusat dari semua aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan
keseluruhan dari aspek urusan dan kewenangan pemerintahan mendorong Kota Yogyakarta
menuju kepada ciri-ciri masyarakat perkotaan (urban society) yang mengandalkan pada
sektor-sektor pelayanan dan jasa ketimbang sektor-sektor manufaktur dan produksi bersk