• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKARTA) (2013-2016)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKARTA) (2013-2016)"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka

Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh : Harry Akbar

20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi

Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh : Harry Akbar 20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi

Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Program Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

SKRIPSI

Oleh : HARRY AKBAR

20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan Judul

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi kasus peran Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan Proporsi Ruang

Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh

HARRY AKBAR

20090520080

Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada:

Hari/Tanggal : Jumat/26 Agustus 2016

Tempat : Ruang Sidang Fisipol

Jam : 10.00 WIB

SUSUNAN TIM PENGUJI

KETUA

DR.Suranto,M.Pol

Penguji I Penguji II

DR.Titin Purwaningsih, S.IP M.Si DR.Inu Kencana Syafiie,M.Si

Mengetahui,

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

(5)

4

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya

Nama : Harry Akbar

Nomor Mahasiswa : 20090520080

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PERAN WALHI DALAM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran Walhi

Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota

Yogyakarta)” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya

tidak terdapat karya yang pernah ditulis orang lain kecuali bagian-bagian tertentu

yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan

karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak

benar, hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 06 Agustus 2016

Penulis

(6)

5

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

Rahmat dan Karunia-Nyapenulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat besrta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Kepada keluarganya para sahabatnya hingga kepada umatnya

hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dajukan untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana pada program Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta. Judul yang penulis

ajukan adalah “PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM PENGELOLAAN

LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran WALHI Yogyakarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta)”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis dengan senang hati menyampakan terima kasih yang sebesar besarnya

kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini.

1. Ibu DR.Titin Purwaningsih S.IP, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu

Pemerintahan, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Kepada bapak DR. Suranto, M.pol selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikitan untuk menuntun penulis dalam

(7)

6 3. Untuk Bapak DR. Inu Kencana Syafiie, M.Si selaku dosen penguji dalam

skripsi ini. Terimakasih atas saran dan masukannya.

4. Untuk ibu Rahmawati Husein. PhD. Atas penguji pada proposal skripsi ini.

Terimah kasih atas saran-saran dan rekomendasinya.

5. Kepada jajaran staff Tata Usaha jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Ning, Pak

Wisnu, dan mbak ummi, terimakasih yang sebesar-besarnya..

6. Untuk keluarga besarku MAPALA UMY, inti-intinyo bae, pokoknyo aku

ngucapke terimokasih nian. Gembul, Doled, Seleme, Jamal, Ilmi, Jangek

Acong, Caung. Untuk bang fahmi, Aak Mail, bang yudi,. Untuk abeng,

teman-teman DIKSAR 25 Legend, panitia Elbrus dan Kilimanjaro, dan

saudarara DIKSAR 24 dll.Dak mungkin ku sebutke satu-satu disini. Yang

jelas terimaksih Bang, mbak, dek kawan dan jess kuuu…. Kiiiiiiiiiikkkkk (Mari ngopi mari berprestasi).

(8)

7

MOTTO

“Sembahlah ALLAH & Janganlah Kamu Mempersekutukan-Nya Dengan Sesuatu

Apapun. Dan Berbuat Baiklah Kepada Kedua Orang Tua (Ibu dan Bapakmu)” (An-Nisa 4:36)

Tegar Dalam Iman Yakin Dalam Melangkah

Cakap Dalam Tindakan Wawasan Yang Menantang

(MAPALA UMY)

“Hormati Gurumu Sayangi Teman

(9)

8

HALAMAN PERSEMBAHAN

Atas izin dan ridho dari Allah SWT, saya mampu menyelesaikan proses penulisan

Skripsi ini. Untuk itu penulis mempersembahkan ini kepada yang terkasih dan

yang tersayang :

1. Untuk Bapak dan Mama terimakasih atas dukungan dan perhatiannya,

serta doa yang Ikhlas tanpa henti untuk hamba mampu menyelesaikan

Skripsi dan Studi S-I ini. Thanks you so much….

2. Untuk kedua saudaraku, kak tom dek puput, terimakasih atas

dukungannya. Akhirnya adikmu ini mampu menyelesaikan yang sudah

menjadi kewajibanku.

3. Dan untuk semua keluarga besarku yang sudah mendukung hamba untuk

menyelesaikan studi S-I ini

4. Untuk seseorang yang masih dirahasiakan.

(10)

9

SINOPSIS

Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan

Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang

diambil adalah bagaimana peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.

Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan

(11)

10

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ...v

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

SINOPSIS ... ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. PERUMUSAN MASALAH ... 11

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 11

D. KERANGKA DASAR TEORI ... 12

1. LSM Lingkungan ... 12

2. Kelompok Penekan ... 18

3. Ruang Terbuka Hijau RTH. ... 25

E. DEFINISI KONSEPSIONAL ... 32

F. DEFINISI OPERASIONAL ... 33

G. METODE PENELITIAN ... 34

1. Jenis Penelitian ... 34

2. Jenis data ... 35

3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 35

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ...39

A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta... 39

1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi ... 39

2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 44

(12)

11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...64

A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART ... 64

1. FunsiPemberdayaan ... 67

2. Fungsi Penghubung ... 79

3. Fungsi Subsider ... 93

B. Kendala Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat ... 96

BAB IV PENUTUP ...99

A. KESIMPULAN ... 99

B. SARAN ... 104

(13)

SINOPSIS

Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang diambil adalah bagaimana

peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.

Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ruang politikyang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan

diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok

masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah

dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing.Organisasi-organisasi sosial politik

termasuk LSM tumbuh dengan subur.LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi

yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan

pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari

kegiatannya.

LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis

organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi

politik yang berorientasi kekuasaan dan swasta yang berorientasi komersial.(private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh organisasi pada

dua sektor tersebut1 .

Secara konsepsional, LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak

mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini

menjadikan LSM dapat bergerak secara leluasa tanpa dibatasi olehikatan-ikatan motif politik dan

ekonomi.Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani

kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan

swasta.Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga

1

(15)

Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi

pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM,

terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah

bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan

berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan

rakyat.

Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan tekanan

pada pemerintah. Pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual,

dimana dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja

dan orientasi LSM2

. Keberadaan LSM sebagai sebuah institusi di luar sistem pemerintahan yang

turut serta dalam memajukan bangsa, sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat, baik secara

langsung dengan memberikan bantuan atau advokasi ke masyarakat maupun secara tidak

langsung melalui keterlibatannya dalam berbagai kegiatan yang membantu pemerintah atau

institusinya dalam membuat kebijakan publik. Salah satu aspek yang sering mendapat perhatian

oleh LSM dalam aktivitasnya adalah masalah kebijakan pemerintah daerah mengenai

pengelolaan lingkungan hidup, serta implementasi dari kebijakan tersebut di lapangan.

Ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang

meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi maupun

sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang

perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar - besarnya

kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang - Undang Dasar

2

(16)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yang menegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Tingkat kerusakan lingkungan hidup telah menimbulkan masalah–masalah sosial seperti pengabaian hak–hak asasi rakyat atas sumber–sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.Oleh karenannya, masalah lingkungan hidup harus didudukkan sebagai masalah

sosial.Sehingga gerakan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan

sosial yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat seperti buruh, petani, nelayan, guru, kaum

professional, pemuda/pemudi, remaja, dan setiap elemen lapisan masyarakat.

Undang – undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Dengan demikian pengertian lingkungan hidup

tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam adalah

semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses

alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.3

Sehingga secara

implisit dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia

ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam

yang ada harus diatur sedemikian rupa sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga sebagai

tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang mengenai hak atas lingkungan hidup yang

baik dan sehat.

3

(17)

Di era globalisasi sekarang ini, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia

telah menyebabkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat pula. KotaYogyakarta

sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang mulai memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat.

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990 – 2010) tingkat urbanisasi di Yogyakarta meningkat dari 44,4% hingga mencapai 70,2%.4

Dengan meningkatnya kepadatan penduduk di Kota

Yogyakarta tentunya diiringi pula dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang bagi

kemajuan Kota Yogyakarta yang sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap menurunnya

kualitas lingkungan sekitar.

Kota Yogyakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri sebagai sebuah ibukota Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dimana Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan

pusat perekonomian, Sehingga memungkinkan terdapat banyak peluang dan kesempatan yang

lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu Kota Yogyakarta juga sebagai destinasi

wisata yang merupakan salah satu faktor terjadinya kepadatan kota. Selama kurun waktu 2006 – 2012 tren wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal selalu mengalami

peningkatan5 .

Kota Yogyakarta memiliki luas 32,50 km² dengan jumlah penduduk sebanyak ± 738.909.

Dengan melihat jumlah populasi dan luas daerah kota Yogyakarta tentunya telah menunjukan

adanya suatu kepadatan. Jika pertumbuhan penduduk kota atau populasi sudah melebihi

kapasitas daya dukung lingkungan, semakin padat penduduk kota, kualitas lingkungan semakin

4

Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005 5

(18)

rendah6

. Dimana seperti yang sudah disebutkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan

mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.

Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan mengakibatkan

menurunnya kualitas lingkungan. Apabila suatu kota memiliki populasi melebihi daya tampung

maka akan terjadi suatu kondisi yang tidak seimbang, dimana kepadatan penduduk membawa

berbagai pencemaran yaitu pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran udara yang

disebabkan langsung oleh pola dan tingkah laku manusia yang mendiami daerah tersebut.

Pencemaran tersebut tentu selain berdampak buruk terhadap lingkungan juga berdampak buruk

terhadap manusianya sendiri, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung (dampak

jangka panjang).

Dari beberapa pencemaran lingkungan tersebut yang dirasakan langsung oleh masyarakat

dalam kegiatan sehari-hari adalah pencemaran udara. Pencemaran udara terjadi karena

terkontaminasinya udara dengan gas beracun seperti karbon dioksida, karbon monoksida,

metana, dll. Gas tersebut dihasilkan oleh aktivitas masyarakat seperti penggunaan kendaraan,

kegiatan perekonomian, penggunaan air conditioner, dan aktivitas rumah tangga. Dimana dampak dari pencemaran udara ini sangat beragam dari polusi udara, kenaikan suhu udara,

perubahan iklim dll.

Beberapa fenomena mengenai menurunnya kualitas lingkungan dan berbagai dampak

negatif lainnya dari proses pertumbuhan kota yang pesat selain menarik perhatian pemerintah

untuk terus berupaya meminimalisir dampak-dampak tersebut juga menjadi perhatian khusus

bagi beberapa LSM ataupun organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang lingkungan

6

(19)

untuk tetap memperhatikan hak-hak asasi manusia terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih

dan sehat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah lingkungan yang

timbul akibat aktivitas di perkotaan tersebut adalah keberadaaan Ruang Terbuka Hijau (RTH),

ruang terbuka hijau publik maupun ruang terbuka hijau privat. Seperti yang sudah diatur dalam

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.Pada UU tersebut Ruang

Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan bahwasanya RTH adalah sebagai area memanjang/jalur

dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,

baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam.RTH khususnya merupakan

komponen infrasturktur hijau perkotaan yang mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, dan

ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu keberadaan RTH dirasa memiliki

peranan penting sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi. UU No. 26 Tahun 2007 mengatur

bahwa proporsi RTH untuk wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota tersebut,

dimana 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat.

Untuk di kota Yogyakarta sendiri sebetulnya untuk jumlah RTH telah melebihi dari

angka 30% yaitu sebesar 31.65% dengan persentase untuk RTH publik sebesar 17.16%

sedangkan untuk RTH privat sebesar 14.49%. Akan tetapi apabila melihat peraturan yang sudah

ditetapkan keberadaan RTH publik belum mencukupi kuota minimal yang mengamanatkan

bahwasanya luasan minimal untuk RTH publik adalah sebesar 20%. Walaupun jumlah RTH

yang ada dapat tercukupi oleh RTH privat, namun keberadaan RTH publik sangatlah penting.

Masyarakat tentu perlu disediakan fasilitas RTH publik, karena RTH privat tidak dapat diakses

(20)

Pada tahun 2013 persentase RTH publik di kota Yogyakarta mengalami peningkatan dari

tahun 2010 sebesar 0.06%. kota Yogyakarta masih perlu menambahkan 2.78% dari luas wilayah

Kota Yogyakarta untuk mencapai luasan ideal dari proporsi RTH Publik yang sudah ditentukan.

LBH Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya tantangan dalam pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang seringkali dihadapi oleh kabupaten/kota

adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan

RTH, belum adanya masterplan RTH dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

RTH7

. Untuk itu pemerintah kota Yogyakarta sendiri telah mengatur RTH publik dalam

PERWAL Nomor 5 Tahun 2007 akan tetapi masih sering dijumpai lokasi RTH yang berubah

fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima (PKL) maupun aktivitas lainnya. Apabila melihat dari

pentingnya peranan RTH, dan melihat permasalahan–permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan dan pembangunan kota yang pesat, tentunya luasan RTH harus lebih diperbanyak agar

lebih optimal menjadi penyeimbang ekologis lingkungan.

Seperti yang sudah dibahas di atas bahwasanya sektor pariwisata merupakan salah satu

penyebab dari kepadatan Kota. Saat ini Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata

yang sangat digemari, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah

kota Yogyakarta, dan pada akhirnya pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan yang

selalu mengedepankan masalah dampak positif atau manfaat besar yang akan diperoleh, mulai

dari penyediaan lapangan pekerjaan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat

pembangunan daerah tertinggal sampai dengan mengurangi kemiskinan, sehingga proses

perumusan kebijakan pemerintah adalah lebih kepada kemudahan dalam mengurus perizinan

pembangunan, jaminan keamanan investasi, kelonggaran pembayaran pajak maupun persyaratan

7

(21)

lingkungan yang tidak ketat. Hal ini terbukti setidaknya selama tahun 2012 terdapat 48 hotel

baru yang mengantongi izin IMB, dan untuk 2013 saja ada 16 permohonan izin pembangunan

hotel8 .

Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kelompok pemerhati lingkungan dalam hal

ini diwakili oleh LSM–LSM maupun organisasi–organisasi masyarakat yang berangkat dari idealisme untuk menjaga kualitas lingkungan hidup sehingga tetap harmonis dengan kehidupan

manusia. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan

adalah Walhi Yogyakarta yang dengan salah satu isu strategisnya adalah permasalahan tata

ruang. Secara intensif Walhi Yogyakarta selalu memantau perkembangan tata ruang di kota

Yogyakarta, khususnya ruang terbuka hijau. termasuk juga menjadi salah satu pihak yang selalu

memperhatikan peraturan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau, sekaligus

implementasi kebijakan tersebut di lapangan.

Berikut beberapa kegiatan Walhi Yogyakarta terkait permasalahan kebijakan pemerintah

terhadap tata ruang khusunya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta :

1. Diskusi dengan dinas-dinas terkait, dalam hal ini adalah BAPPEDA dan BLH tentang

daya tampung kota Yogyakarta yang sudah melebihi batas dari luasan wilayah perkotaan

yang tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas lingkungan melalui pengelolaan RTH di

kota Yogyakarta yang belum mencukupi kuota minimal yang sudah ditentukan9 .

8

Yogyakarta tambah 64 hotel baru,

http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua-tahun-yogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43

9

(22)

2. Memaksa pemerintah untuk mengeluarkan moratorium pemberian izin hotel, melihat dari

pembangunan hotel yang terus meningkat dapat mengurangi area yang seharusnya dapat

dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau.10

3. Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong

pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut11 .

Peranan Walhi Yogyakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta

adalah selain dari hal-hal yang sudah di tentukan diatas juga melakukan pendataan terkait

kawasan RTH dan juga melalui diskusi–diskusi bersama pemangku kebijakan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sekaligus melakukan pendampingan terhadap warga yang diharapkan

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang khususnya ruang

terbuka hijau oleh pemerintah di Kota yogyakarta

Berdasarkan pembahasan di atas mengenai keterlibatan kelompok pemerhati lingkungan

terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penataan tata ruang khususnya

ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta, skripsi ini akan memfokuskan analisis mengenai

fenomena peran Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan

ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota Yogyakarta sesuai dengan UU Penataan Ruang No

26 Tahun 2007.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah

sebagai berikut :

10

Ibid, Hal 17 11

(23)

Bagaimana peran WALHI Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka

hijau (RTH) oleh pemerintah Kota Yogyakarta?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui bagaimana peran Walhi Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan

Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian

- Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk kegiatan penelitian dikemudian

hari, khususnya dibidang penataan ruang.

- Diharapkan mampu memberikan solusi kepada pemangku kebijkan dalam

mengelola penataanruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.

D. KERANGKA DASAR TEORI 1. LSM Lingkungan

Pengertian LSM

Keberadaan lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia sangat berkaitan dengan

bentuk dan hubungannya dengan pemerintah, jumlahnya juga sangat beragam dan

berfariasi, karena konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat kompleks.

(24)

Masyarakat (LSM) atau yang umum dikenal dengan Non-Government Organization

(NGO) merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan – kalangan yang bersifat mandiri.Organisasi ini tidak menggantungkan diri kepada pemerintah atau negara

terutama dalam dukungan finansial.12

Tetapi di Indonesia terdapat juga LSM yang sulit

dilepaskan dari pemerintah, karena tidak jarang mereka justru menjadi lembaga yang

merupakan sarana mobilisasi politik untuk kepentingan pemerintah.

Menurut Ryker (1995), NGO dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok besar:

1) Government Organized NGOs or GONGs, yaitu NGU muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO

seperti ini berperan mensukseskan program pemerintah.

2) Donor Organized NGOs or DONGO, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga – lembaga donor, baikyang bersifat multimaterial maupun unilaterall. NGO ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lemabaga donor tersebut.

3) Autonomous or Independent NGOs, NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Biasanya NGO seperti ini sifatnya

independent secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat keras tentang

berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.

4) Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan NGO yang ada diluar negeri. Kehadiranya tentu mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut

beroperasi.13

12

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200 13

(25)

UU RI No.4 Tahun 1982 menyatakan bahwa LSM adalah: “Organisasi yang

tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan kemauan sendiri, ditengah masyarakat, dan

berminat serta bergerak dalam lingkungan hidup”14

David Korten15

(1987) melakukan generelisasi tentang LSM berdasarkan strategi

program pembangunan mereka. Koreten menyimpulkan bahwa strategi pembangunan

LSM dapat digolongkan menjadi tiga generasi:

1) Generasi pertama disebut generasi “bantuan” dan “kesejahteraan”, banyak diantara LSM pada generasi ini pada mulanya memusatkan perhatian kepada

masalah bencana alam dan keadaan pengungsi yang berkaitan dengan banjir,

kelaparan dan perang. Perhatian utamanya adalah memenuhi kebutuhan mendesak

melalui aksi langsung seperti distribusi pangan, pengiriman tim kesehatan, dan

penyediaan tempat penampungan.

2) Generasi kedua disebut local “skala kecil” dan “swadaya” LSM generasi ini muncul sebagai reaksi atas keterbatasan pendekatan bantuan dan kesejahteraan

sebagai strategi pembangunan. Yang membedakan dengan generasi pertama

adalah penekanannya pada swadaya local, dengan maksud bahwa

keuntungan-keuntungan dapat berlanjut pada periode bantuan LSM. Menurut definisinya,

strategi generasi kedua tidak berupaya menunjukan sebab-sebab

ketidakmemadaian penyedia layanan lainnya.

14

UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, 15

(26)

3) Generasi ketiga disebut “pembangunan system keberlanjutan”. Generasi ketiga adalah lapisan LSM yang mulai meninjau kembali isu strategi dasar yang

berkaitan dengan keberlanjutan, luasnya dampak, dan pemulihan biaya berulang.

Dengan banyaknya perspektif tentang LSM, penulis menyimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi yang dibentuk oleh

sejumlah warga negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap

persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.Lembaga Swadaya

Masyarakat seperti Walhi Yogyakarta termasuk dalam katagori Autonomous or Independent NGOs.Dengan pertimbangan bahwa walhi Yogyakarta adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, bersifat mandiri, yang tumbuh berkembang dan

mempunyai kepedulian terhadap persoalan sehari-hari yang ada dalam masyarakat,

khususnya di bidang lingkungan hidup.Selain itu juga Walhi Yogyakarta juga masuk

dalam kategori LSM generasi ketiga karena sudah mulai meninjau kembali isu strategi

dasar yang berkaitan dengan keberlanjutan.

Peran dan fungsi LSM

Adanya pendapat bahwa LSM adalah organisasi masyarakat yang dapat

digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah direncanakan,

sehingga muncullah konteks kemitraan antara pemerintah dan LSM. Walaupun tak bisa

dipungkiri adanya kesan negatifyang ditimbulkan LSM terutama yang banyak

berkembang di kalangan pejabat pemerintah.Keterlibatan LSM dalam pembangunan di

Negara-negara yang sedang berkembang telah mengubah citra pembangunannya.

(27)

pembangunan karena melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan seperti

perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan. Namun demikian, efektivitas LSM

sebagai wahana demokratisasi akan sangat tergantung pada sikap pemerintah terhdap

LSM dan perannya dalam pembangunan suatu negara. Hal ini menjadi sangat penting

karena pada saat ini keberadaan LSM tidak lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang

pembangunan tetapi juga aktif dlam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan

untuk menegakan demokrasi politik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Menururt Noeleen Hayzer, mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat

dimainkan LSM16

, yaitu :

1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerjasama baik

dalam suatu negara ataupun dengan lembaga – lembaga internasional lainnya. 3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.

Berkaitan dengan peranan LSM di Indonesia, ismail hadad menyatakan sebagai

organisasi kemasyarakatan LSM mempunyai fungsi diantaranya17 :

1) Fungsi yang bersifat komplementer dalam arti bahwa LSM dapat melakukan

kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat dalam bidang atau sektor apapun

yang belum termasuk dalam sektor pemerintah.

16

Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

17

(28)

2) Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan

untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program

pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah

menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

3) Fungsi penghubung atau perantara yakni lemabaga birokrasi dan pemerintah

belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya masyarakat tingkat

bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang disediakan

pemerintah, maka LSM dapat berperan untuk menghubungkan atau menjadi

perantara yang aktif antara masyarakat di tingkat bawah dengan pemerintah

ditingkat atas.

4) Sebagai motivator, yaitu menggali motivasi dan menumbuhkan kesadaran anggota

kelompok akan masalah yang mereka hadapi, akan potensi sumber daya yang

mereka miliki, serta proses untuk memperbaiki nasip dan membangun masa depan

yang lebih baik akan potensi dan swadaya mereka sendiri.

5) Sebagai komunikator, dimana LSM dapat mengamati mereka dan menyalurkan

aspirasi dan kebutuhan sasaran untuk bahan perumusan kebijaksanaan serta

perencanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka.

6) Sebagai dinamisator terutama dalam merintis strategi dan merintis metode

mengembangkan masyarakat setempat juga untuk memperkenalkan dan merintis

metode baru dibidang teknologi dan manajemen yang dibutuhkan oleh masyarakat

setempat.

Dari penjelasan mengenai peran dan fungsi LSM diatas, dapat diketahui bahwa

(29)

masyarakat tingkat bawah dan juga dapat bermain dalam dataran tingkat atas, yakni

melalui upaya – upaya lobi untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan Heyzer di atas maka

affan gaffar menggolongkan peranan lSM ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan

dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat bidang social, ekonomi dan

peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara

masyarakat dengan negara dan pemerintah18 .

2. Kelompok Penekan

Istilah kelompok penekan pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1962

yang berasal dari ungkapan Amerika “Preassure Group”.Kelompok penekan ini berusaha

mempengaruhi orang-orang yang memegang dan menjalankan kekuasaan, bukan untuk

menempatkan orang-orang mereka sendiri dalam posisi yang memegang kekuasaan,

setidaknya tidak secara resmi meletakan orang-orang mereka. Tetapi

kelompok-kelompok penekan tertentu sebenarnya mempunyai wakil-wakil mereka di pemerintahan

dan di badan-badan legislatif, tetapi hubungan antara individu-individu dengan

kelompok yang mereka wakili tetap rahasia atau sangat hati-hati19

. Stuart Gerry Brown,

seorang ahli dari Universitas Syiracuse, mengemukakan bahwa yang dimaksud kelompok

penekan adalah

any group or organization which by persuasion, propaganda, or other means,

regular attempt to influence and shape the policies government”.20

18

Ibid,Hal.52.

19

Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara. 1984. Hal.119.

20

(30)

Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan kelompok

penekan adalah kelompok atau organisasi dengan cara persuasif dan propaganda, atau

cara lainnya dengan usaha untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan

pemerintah. Dengan batasan pengertian tersebut di atas bahwa organisasi manapun baik

politik maupun non politik ketika melakukan tekanan politik berupa tujuan tertentu atau

kepentingan tertentu, maka dapat dikatakan sebagai kelompok penekan.

Dengan mengambil literature tentang politik di Inggris, Peter Willet,21

membedakan kelompok penekan dalam dua tipe :

a. Kelompok Seksional

1. Kelompok Seksional Ekonomi

Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah perusahaan-perusahaan atau

firma, perdagangan, lembaga keuangan dan agrikultur.Biasanya kelompok ini

mempunyai akses langsung kepada pemerintah dan selalu sukses dalam mencapai

tujuannya, khusunya pada bidang kebijakan ekonomi.

2. Asosiasi Profesional

Kategori yang kedua dari kelompok seksional ini adalah mereka yang

tergabung dalam kelompok yang mempunyai keahlian khusus didalam profesi

mereka, seperti dokter, pengacara, guru dan lain – lain. Biasanya kelompok ini berjuang dengan kekuatan moral mereka untuk mendapatkan dukungan dan

perhatian pemerintah.

3. Perkumpulan hiburan

21

(31)

Kelompok ini biasanya mempunyai jaringan yang transnasional untuk

menambah tingkat pengunjung.Mereka melibatkan dirinya dalam hubungan yang

special dengan poilitik dunia.Mereka mempunyai komitmen yang kuat untuk menjaga

kebiajakan politik untuk mencapai tujuannya.Sehingga sebagian dari kelompok ini

membentuk organisasi non pemerintah yang sifatnya internasional.

b. Kelompok Promosional

1. Agen–agen kesehjateraan sosial

Agen-agen kesejahteraaan sosial yang menjalankan programnya dan

berusaha dalam pengumpulan dana untuk memperjuangkan kepentingan social.

Seperti pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial yang lainnya.

2. Organisasi keagamaan

Organisasi keagamaan biasanya memperjuangkan nilai-nilai secara

menyeluruh. Di beberapa negara terdapat anggapan bahwa organisasi keagamaan

tidak akan terlibat dalam politik. Tetapi di Negara-negara yang lain, ditemukan

adanya indikasi yang komprehensif akan keterlibatan organisasi terhadap politik.

Kebanyak organisasi keagamaan yang terlibat kedunia politik mempunyai

pengaruh yang tinggi dan sangat substansial dalam proses-proses politik.Yang

termasuk organisasi ini misalnya organisasi agama Islam atau Kristen sebagai

agama masyarakat, mempunyai pengaruh kuat yang menyebar di beberapa negara

(32)

3. Perkumpulan-Perkumpulan Komunal

Kelompok ini ada di masyarakat yang didasari adanya kesamaan etnis atau

kesamaan daerah.Mereka memperjuangkan identitas atau status dari

kelompoknya.Salah satu contohnya adalah Welsh Language Society, yang

memperjuangkan digunakannya bahasa Wells.

4. Partai Politik

Dalam analisa teoritis, mengenai partai politik dibedakan dengan

kelompok penekan.Akan tetapi partai politik biasanya merubah fungsinya untuk

mempengaruhi kebijakan tertentu. Bahkan partai besar ketika mereka berada di

oposisi, sementara pemilihan selanjutnya masih lama, mereka mempunyai strategi

untuk menggunakan tekanan terhadap pemerintah yang sama dengan cara yang

digunakan oleh kelompok penekan. Sehingga dengan cara lain partai sama dengan

kelompok penekan dengan akses yang istimewa dari pemerintah.

5. Kelompok Dengan Isu Spesifik

Kategori terakhir dari kelompok penekanan promorsional ini adalah

mereka yang tergabung dalam kelompok yang mendukung terhadap perjuangan

perubahan social dengan isu-isu particular dan mencoba untuk merubah kebijakan

pemerintah. Kelompok ini berkonsentrasi pada pengaruh opini public dan media

massa. Dalam terminologi tentang kelompok penekan, kelompok dengan isu

spesifik inilah yang siap untuk digunakan sebagai terminology kelompok

(33)

Dengan melihat kriteria – kriteria diatas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi Yogyakarta, termasuk kedalam kategori kelompok promosional yang merupakan

agen-agen kesejahteraan social dan bisa juga dikategorikan sebagai kelompok dengan isu isu spesifik.

Hal ini dikarenakan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Walhi Yogyakarta adalah organisasi mandiri dan berusaha mengumpulkan dana untuk

kepentingan pemberdayaan masyarakat.

b) Dalam melakukan program kerjanya, Walhi Yogyakarta selalu memperjuangkan hak-hak

rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.

Metode kerja yang digunakan oleh kelompok penekan terdiri atas dua tingkat.Pertama,

mereka secara langsung menekan organ-organ pemerintah, seperti menteri-menteri, anggota

parlemen, dan pejabat-pejabat tinggi. Kedua, mereka melancarkan pengaruhnya secara tidak

langsung kepada masyarakat guna membentuk pendapat umum yang pada gilirannya akan

mempengaruhi pejabat pemerintah, yang biasanya menaruh perhatian pada pendapat umum.22

a. Tindakan langsung pada tingkat kekuasaan

Terdapat dua jenis aktivitas dalam tindakan langsung pada kekuasaan.Pertama adalah

aktivitas terbuka, diakui, dan bahkan kadang–kadang terlihat sekali oleh orang banyak.Meliputi pertama–tama suatu tuntutan untuk memenuhi janji yang dibuat oleh calon kelompok penekan di waktu pemilihan umum. Kemudian, penulisan surat berupa ancaman

pada para wakil rakyat sehari sebelum debat-debat penting di parlemen. Akhirnya tindakan

langsung pada tingkat kekuasaan yang paling terbuka adalah dengan cara mengirim utusan ke

kelompok–kelompok parlemen, ke komisi-komisi pemerintahan dan para menteri negara.

22

(34)

Kedua, tindakan tersembunyi dilakukan dengan cara, pertama-tama terdiri atas

tekanan yang dilancarkan dalam halnya pembiayaan dan pemberi bantuan kepada partai

politik. Kemudian dengan cara kontak-kontak pribadi dengan pembuat undang-undang dan

para menteri cabinet, atau pendekatan kepada kepala badan-badan pemerintah yang

kesemuanya dilakukan dengan cara lobbying dan dilakukan dengan cara tidak resmi lebih

aktif dilakukan dengan sangat efektif

b. Tindakan tak langsung di masyarakat

1) Propaganda

Dengan cara propaganda, kelompok penekan menyebarkan berita dan informasi

yang diubah kearah yang dikehendaki mereka. Berita dan informasi tersebut tidak saja

dibagikan kepada para pejabat pemerintah dalam bentuk laporan – laporan dan anlisa yang merupakan laporan-laporan riset yang hati-hati, tetapi juga kepada rakyat umum.

Pelaksanaannya dilakukan dengan dua cara. Pertama-tama dilakukan kepada anggotanya

sendiri untuk menggalang solidaritas dan kepercayaan kepada pemimpin organisasinya.

Hal ini adalah cara yang efektif dalam organisasi massa yang besar.

Kemudian propaganda kelompok penekan dilakukan melalui poster-poster,

siaran-siaran, surat kabar, dan kampanye melalui advertensi untuk menghimbau

masyarakat secara langsung

2) Kekerasan

Suatu usaha untuk mengambil alih kekuasaan dengan kekerasan bukanlah satu

dari cara yang lazim yang digunakan oleh kelompok penekan. Hal tersebut lebih

mendekati revolusi atau coup d’etat.Sebaliknya suatu bentuk kekerasan berkembang

(35)

untuk mempengaruhi pendapat umum, dan pada waktu yang bersamaan, untuk memaksa

pemerintah menyerah pada tuntutan mereka dengan menciptakan situasi yang tidak dapat

ditolerir.

3. Ruang Terbuka Hijau RTH.

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada

KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa

sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Namun

tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat

terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti

pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus

(36)

Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang

penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara

alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang

terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang

terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka

hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh pemerintah

daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin

pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan

dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat

secara umum, yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain, adalah taman kota,

taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan

yang termasuk ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik

masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.dalam hal ini, proporsi 30% merupakan

ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan

sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya

akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta

sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi :23

1. Kawasan hijau pertamanan kota

2. Kawasan Hijau hutan kota

23

(37)

3. Kawasan hijau rekreasi kota

4. Kawasan hijau kegiatan olahraga

5. Kawasan hijau pemakaman

Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang

Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan

Perkotaan (RTH–KP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi dan estetika.

Intruksi menteri dalam negri No 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah

perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut :

1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 M². Taman ini merupakan

taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu

rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.

2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 M². Taman ini untuk

menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan

lainnya.

3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 M³. Taman ini untuk

melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga

pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di

musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif

sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur

(38)

4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2. RTH inisudah

dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan

baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota.

5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 M². Taman ini

berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga

dan fasilitas pendukung lainnya.

Besaran RTH yang disyaratkan INMENDAGRI ini diharapkan bisa

memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas :

1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat

dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.

2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air

dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman

penutup.

3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses

fotosintesis dan respirasi tanaman.

4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik

matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.

5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara

maupun di air engan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan

menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.

6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat

tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama

(39)

7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada

lingkungan sekitarnya.

8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan

tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.

Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:24

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan

lingkungan perkotaan.

2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi

kepentingan masyarakat.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah:25

1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun

persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai

geo-topografinya.

2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.

3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual

4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat

5. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan

lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

A. Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan

24

Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

25

(40)

Masyarakat Civil (Civil Society) merupakan elemen penting dalam setiap kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah khususnya tentang Tata Ruang. Selain sebagai partner

dialogis masyarakat Civil (Civil Society) juga merupakan penentu dari pada pelaksanaan kebijakan. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwasanya pembangunan Tata ruang ataupun

yang ada dalam bagian Tata ruang selain memperhatikan faktor lingkungan sekitar juga harus

memperhatikan fungsi penunjang lainnya seperti fungsi ekonomi, dan sosial masyarakat sekitar.

Pada UU No 26 Tahun 2007 pada Pasal 60 tentang Hak, Kewajiban, dan Peran

Masyarakat disebutkan bahwasanya setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang,

menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian

yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai

dengan rencana tata ruang26

. Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan

bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang.

Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan

penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang

dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan

dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat27

. Peran masyarakat dilakukan dengan

menyampaikan laporan atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang

dilakukan dengan mengamati dan memeriksa keseuaian antara penyelenggaraan penataan ruang

dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

Ruang Terbuka Hijau selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai,

bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara,

26

Pasal 60 Tentang Hak dan Kewajiban dan Peran Masyarakat UU on 26 Tahun 2007 27

(41)

pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur bangunan28

. Yang

pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan

Masyarakat dalam pelaksanaannya seperti yang sudah disebutkan diatas.

E. DEFINISI KONSEPSIONAL

1. LSM lingkungan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga Negara yang

bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan

lingkungan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kelompok penekan adalah beberapa kelompok atau organisasi yang menggunakan cara

persuasif, propaganda, atau cara lainnya dengan teratur untuk mempengaruhi dan

membentuk kebijaksanaan pemerintah.

3. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu atau organisasi

dalam masyarakat.

4. Ruang terbuka Hijau merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk

menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan,

yang pengawasannya melibatkan masyarakat.

28

(42)

F. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi ini merupakan variable-variabel yang sudah dibahas dalam definisi konsep dan

kerangka dasar teori. Untuk itu definisi operasional yang diajukan adalah peran walhi

Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka

Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi dan peranan LSM dalam bidang non politik

melalui pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan peranan dalam bidang politik,

yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah29 .

Mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan LSM Lingkungan :

1) Fungsi Pemberdayaan Masyarakat

- Melindungi dan membela kepentingan masyarakat.

- Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

- Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan

lingkungan disekitarnya

2) Fungsi Penghubung

- Membangun Lembaga Pemerintah

- Advokasi

- Melakukan investigasi

- Melakukan kampanye secara meluas dan menyeluruh

- Membangun critical mass sebagai wujud dari pentingnya Lingkungan hidup

-3) Fungsi subsider

Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan

untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program

29

(43)

pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah

menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian pada hakekatnya merupakan wahan untuk menentukan kebenaran atau

lebih membenarkan kebenaran.Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan dari rumusan

permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode penelitian

deskriptif.Penelitian deskriptif merupakan istilah yang umum dan mencakup beberapa

tekhnik deskriptif, diantaranya penelitian yang menuturkan, mengkalsifikasikan dan

menganalisa data serta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada saat

sekarang dengan menggunakan teknik interview, dokumentasi dan studi pustaka.30

Untuk mengetahui bagaimana ketersediaan Ruang terbuka hijau di Kota

Yogyakarta, maka perlu dilakukan analisis yang mendalam terkait identifikasi bagaimana

peran walhi Yogyakarta dalam mengawasi ketersediaan Ruang terbuka hijau oleh

pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Jenis data

Secara garis besar sumber data dalam penelitian ini dapat dibagai menjadi 2 (dua)

jenis, antara lain sebagai berikut :

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber – sumber yang memberi data secara langsung dari tangan pertama.Dalam hal ini kepala atau direktur beserta para staf Walhi

Yogyakarta dan pemerintah Kota Yogyakarta.

30

(44)

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu semua informasi yang diperoleh tidak secara langsung,

tetapi melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun

yang terkait didalamnya) di dalam unit analisa yang dijadikan obyek penelitian.

Meliputi profil serta arsip sejarah tentang Walhi Yogyakarta, anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga, dan arsip beberapa kasus yang terkait dengan penelitian.

3. Tekhnik Pengumpulan Data a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu oleh

pewawancara yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara yang menjawab

pertanyaan tersebut.31

. dalam menggunakan metode ini harus memperhatikan 4 titik

kunci yang ingin diwawancarai, mendapatkan akses dan mengatur wawancara,

melakukan wawancara dan menganalisis hasil. Dalam kegiatan penelitian ini yang

menjadi narasumber adalah Direktur serta staf Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Masyarakat dan pegawai dari kantor BLH dan BAPPEDA Kota Yogyakarta.

b. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya

terdiri atas penjelasan tertulis dengan sengaja untuk menyusun atau meneruskan

keterangan mengenai peristiwa32

. hasil dokumentasi yang ingin didapatkan dalam

kegiatan penelitian ini adalah hasil atau laporan dari media massa dari usaha WALHI

DIY dalam menjalankan kegiatan advokasinya terkait Ruang terbuka hijau di Kota

Yogyakarta

31

Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung. Remaja rosda karya. 1994. Hal 135 32

(45)

4. Unit Analisia data

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka unit analisanya adalah

direktur dengan anggota Walhi Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.

5. Teknik Analisa data

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola,

mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain33 .

Penelitian yang kaya data tidak akan berarti sama sekali jika data tersebut tidak

[image:45.612.147.470.413.580.2]

dirangkai dalam struktur makna yang logis34 .

Gambar I.1Komponen Analisis Data Model Interaktif(Interactive Model)

Sumber: diadopsi dari Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992, dalam Agus Salim, 2006:22)

33

Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 34

Alim, Agus. 2006 Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

(46)

Proses analisa data kualitatif tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut :

a) Pengumpulan data, yaitu pencarian data penelitian di lapangan yang dilakukan

oleh peneliti sesuai dengan metode yang telah ditentukan

b) Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh dilapangan studi.

c) Penyajian data, yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan

untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

d) Penarikan kesimpulan dan verivikasi, dari proses pengumpulan data, peneliti

mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keteraturan

atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas, dan

proposisi. Jika penelitian masih berlangsung, maka setiap kesimpulan yang

(47)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai gambaran dari lokasi penelitian, selain

dari Walhi Yogyakarta yang merupakan sebagai fokus utama dalam penelitian, Kota

Yogyakarta juga merupakan bagian dari variabel-variabel penunjang dari kegiatan

penelitian. Bagian ini hanya membahas pokok-pokok penting yang mempengaruhi kebijakan

pembangunan khususnya Ruang terbuka Hijau, yang ditinjau dari analisis terhadap kondisi

geografis daerah, luas wilayah menurut batas administrasi pemerintahan

Kabupaten/Kota/Kecamatan/Desa dan Kelurahan dan komposisi Ruang Terbuka Hijau saat

ini.

1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 Ha atau 32,50 Km2 (1,02% dari

luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan jarak terjauh dari utara ke

selatan kurang lebih 7,50 km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,60 Km. Secara

administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun

Warga (RW) dan 2.524 Rukun Tetangga (RT). Penggunaan lahan paling banyak

diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.103,27 Ha dan sebagian kecil berupa

lahan kosong seluas 20,20 Ha. Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang

wilayahnya paling luas yaitu 812,00 Ha atau sebesar 24,98% dari luas Kota Yogyakarta,

sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Pakualaman

(48)

masing-masing kecamatan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai

[image:48.612.40.518.172.722.2]

berikut :

Tabel II.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kota Yogyakarta

NO Kecamatan Kelurahan Luas Area (km2) Jumlah RW Jumlah RT

1. MANTRIJERON 1.Gedongkiwo

2.Suryodiningra tan 3.Mantrijeron 0.90 0.85 0.86 2.61 18 17 20 55 86 69 75 230

2. KRATON 1.Patehan

2.Panembahan 0.40 0.66 10 18 44 78 3. MERGANGSAN 1.Brontokusum

an 2.Keparakan 3.Wirogunan 0.93 0.53 0.85 2.31 23 13 24 60 83 57 76 216

4. UMBULHARJO 1.Giwangan

2.Sorosutan 3.Pandeyan 4.Warungboto 5.Tahunan 6.Muja Muju 7.Semak 1.26 1.68 1.38 0.83 0.78 1.53 0.66 8.12 13 16 12 9 11 12 10 83 42 63 46 38 48 55 34 326

5. KOTAGEDE 1.Prenggan

2.Purbayan 3.Rejowinangu n 0.99 0.83 1.25 3.07 13 14 13 40 57 58 49 164 6. GONDOKUSUMAN 1.Baciro

2.Demangan 3.Klitren 4.Kotabaru 5.Terban 1.06 0.74 0.68 0.71 0.80 3.99 21 12 16 4 12 65 88 44 63 21 59 27 7. DANUREJAN 1.Suryatmajan

2.Tegalpanggun g 3.Bausasran 0.28 0.35 0.47 1.10 15 16 12 43 45 66 49 160 8. PAKUALAMAN 1.Purwokinanti

2.Gunungketur 0.30 0.33 0.63 10 9 19 47 36 83 9. GONDOMANAN 1.Prawirodirjan

(49)

10. NGAMPILAN 1.Notoprajan 2.Ngampilan 0.37 0.45 0.82 8 13 21 50 70 120 11. WIROBRAJAN 1.Patangpuluha

n 2.Wirobrajan 3.Pakuncen 0.44 0.67 0.65 1.76 10 12 12 34 51 58 56 165 12. GEDONGTENGEN 1.Pringgokusu

man 2.Sosromendura n 0.46 0.50 0.96 23 14 37 89 55 144

13. JETIS 1.Bumijo

2.Gowongan 3.Cokrodiningr atan 0.58 0.46 0.66 1.70 13 13 11 37 56 52 60 167 14. TEGALREJO 1.Tegalrejo

2.Bener 3.Kricak 4.Karangwaru 0.82 0.57 0.82 0.57 2.91 12 7 13 14 46 46 25 61 56 188

Jumlah 45 32,50 614 2.524

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta (2014)

Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan

dengan batas wilayah sebagai berikut:

Batas sebelah Utara : Kabupaten Sleman

Batas sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul

Batas sebelah Selatan : Kabupaten Bantul

Batas sebelah Barat : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul

Letak geografis Kota Yogyakarta di antara 110° 24’ 19” dan 110° 28’ 53” Bujur

Timur, 7° 49’ 26” dan 7° 15’ 24” Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas

permukaan laut. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 km dan dari Barat ke

(50)

Dengan kedudukan tersebut, secara umum Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis

antara lain sebagai ibukota Propinsi dan pusat kegiatan regional yang mencakup kawasan

Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Bagian Selatan. Posisi ini membentuk pola aktifitas,

potensi dan permasalahan yang khas sebagai wilayah yang bersifat terbuka dengan mobilitas

yang tinggi.Posisi sebagai pusat dari semua aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan

keseluruhan dari aspek urusan dan kewenangan pemerintahan mendorong Kota Yogyakarta

menuju kepada ciri-ciri masyarakat perkotaan (urban society) yang mengandalkan pada

sektor-sektor pelayanan dan jasa ketimbang sektor-sektor manufaktur dan produksi bersk

Gambar

Gambar I.1Komponen Analisis Data Model Interaktif(Interactive Model)
Tabel II.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kota Yogyakarta
Tabel II.3 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Yogyakarta Tahun 2013 – 2014
Gambar II.1 Struktur Organisasi WALHI DIY 2013 - 2017
+5

Referensi

Dokumen terkait

5 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota

Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, yang telah memberikan informasi yang berguna bagi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum/Skripsi. Bapak Magaliasih, Staf

PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENGAWASAN KEGIATAN USAHA LAUNDRY SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI..

Dalam peneli an ini yang menjadi objek peneli an adalah penerapan Peraturan Walikota Yogyakarta Tentang Permohonan Pengadaan dan Pemanfaatan Tanah Untuk Ruang Terbuka Hijua Publik

Di tempat tersebut, penulis akan melakukan wawancara dengan pejabat instansi pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar dan Dinas Pengelolaan Lingkungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana responsibilitas Badan Lingkungan Hidup (BLH) dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Surakarta,

Dalam peneli an ini yang menjadi objek peneli an adalah penerapan Peraturan Walikota Yogyakarta Tentang Permohonan Pengadaan dan Pemanfaatan Tanah Untuk Ruang Terbuka Hijua Publik

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Yogyakarta, dengan cara melakukan pengujian emisi secara berkala terhadap kendaraan bermotor, melakukan sosialisasi