• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

B. SARAN

1. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Lebih mengembangkan kemauan politik rakyat dengan cara bersama-sama masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak atas kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat.

b. Lebih aktif dan kritis dalam kaitannya terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama yang menyangkut masalah kelestarian lingkungan.

c. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam setiap kegiatan advokasinya, sehingga dirasa akan lebih efektif dalam melakukan kegiatan penuntutan kebijakn maupun peraturan yang dirasa belum berpihak kepada masyarakat dan lingkungan.

d. Penguatan kaderisasi di Walhi Yogyakarta. 2. Pemerintah Kota Yogyakarta

a. Kebijakan terkait masalah lingkungan memang merupakan suatu permasalahan yang harus didudukan bersama, bukan hanya oleh pemerintah yang mungkin melihat bahwa suatu pembangunan lebih memberikan dampak positif kepada ekonomi dibandingkan terhadap lingkungan.

b. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat ataupun organisasi-organisasi non pemerintah yang mungkin dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan dikawasan perkotaan khususnya ruang terbuka hijau.

DAFTAR PUSTAKA

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200

Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan IlmuPemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

Alim, Agus. 2006 Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

Buletin Toe-Goe, Hal 7, Edisi : Oktober – Desember 2013

David Korten dalam Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Social:Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, Hal. 117-119

Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung. Remaja rosda karya. 1994. Hal 135

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005)/

Eko Budiharjo dan Djoko Sujarto, kota berkelanjutan, penerbit PT.ALUMNI hal 91

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005),

Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan

Hadiwinata S Bob, “The Politics of NGOS Ni Indonesia: Developing Democracy Ana

Managing a movement”, Routledge Curzon, New York, Disunting oleh Bonnie

Setyawan, Global JusticeIsbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 164.

Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat DiEra Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), h. 130

Kutanegara, Pande Made.Kebijakan Kependudukan Dan Daya Dukung Lingkungan Kota Yogyakarta. PSKK Universitas Gadjah Mada

Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi,LP3ES, Jakarta, 2002.

Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara. 1984.

Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ryker dalam Afan Gaffar, Politik Indonesia: transisi menuju Demokrasi. Hal. 205 - 206

Stuart Gerry Brown dalam ceppy Haricahyono, ilmu politik dan perspektifnya,

Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991

Winarno Surachman, Dasar dan Teknik Research. CV Tarsito, Bandung, 1972

Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan MasyarakatKampungBadak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007)

Peter Willet, Pressure Group in the global system, New york, St. martin Press

Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005 Berdasarkan data BPS 2010, 2011, 2012

Menurut naskah akademisi RUU PSDA versi 19 November 2002

UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003

Rilis BLH DIY 06 Oktober 2014 : (Tantangan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau: Konversi lahan dan regulasi)

Yogyakarta tambah 64 hotel baru,

http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama- dua tahun-yogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43

www.walhi.or.id

A. LATAR BELAKANG

Undang – undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Dengan demikian pengertian lingkungan hidup tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.1Sehingga secara implisit dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus diatur sedemikian rupa sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga sebagai tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Di era globalisasi sekarang ini, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia telah menyebabkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat pula. KotaYogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang mulai memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990 – 2010) tingkat urbanisasi di Yogyakarta meningkat dari 44,4% hingga mencapai 70,2%.2 Dengan meningkatnya kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta tentunya diiringi pula dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang bagi kemajuan Kota Yogyakarta yang sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap menurunnya kualitas lingkungan sekitar.

1

Menurut naskah akademisi RUU PSDA versi 19 November 2002 2

Kota Yogyakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri sebagai sebuah ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dimana Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, Sehingga memungkinkan terdapat banyak peluang dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu Kota Yogyakarta juga sebagai destinasi wisata yang merupakan salah satu faktor terjadinya kepadatan kota. Selama kurun waktu 2006 – 2012 tren wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal selalu mengalami peningkatan3.

Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang seringkali dihadapi oleh kabupaten/kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya masterplan RTH dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH4. Untuk itu pemerintah kota Yogyakarta sendiri telah mengatur RTH publik dalam PERWAL Nomor 5 Tahun 2007 akan tetapi masih sering dijumpai lokasi RTH yang berubah fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima (PKL) maupun aktivitas lainnya. Apabila melihat dari pentingnya peranan RTH, dan melihat permasalahan–permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan dan pembangunan kota yang pesat, tentunya luasan RTH harus lebih diperbanyak agar lebih optimal menjadi penyeimbang ekologis lingkungan.

Saat ini Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat digemari, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah kota Yogyakarta, dan pada akhirnya pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan yang selalu mengedepankan masalah dampak positif atau manfaat besar yang akan diperoleh, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan daerah tertinggal

3

Berdasarkan data BPS 2010, 2011, 2012 4

sampai dengan mengurangi kemiskinan, sehingga proses perumusan kebijakan pemerintah adalah lebih kepada kemudahan dalam mengurus perizinan pembangunan, jaminan keamanan investasi, kelonggaran pembayaran pajak maupun persyaratan lingkungan yang tidak ketat. Hal ini terbukti setidaknya selama tahun 2012 terdapat 48 hotel baru yang mengantongi izin IMB, dan untuk 2013 saja ada 16 permohonan izin pembangunan hotel5.

Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kelompok pemerhati lingkungan dalam hal ini diwakili oleh LSM–LSM maupun organisasi–organisasi masyarakat yang berangkat dari idealisme untuk menjaga kualitas lingkungan hidup sehingga tetap harmonis dengan kehidupan manusia. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan adalah Walhi Yogyakarta yang dengan salah satu isu strategisnya adalah permasalahan tata ruang. Secara intensif Walhi Yogyakarta selalu memantau perkembangan tata ruang di kota Yogyakarta, khususnya ruang terbuka hijau. termasuk juga menjadi salah satu pihak yang selalu memperhatikan peraturan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau, sekaligus implementasi kebijakan tersebut di lapangan.

Berikut beberapa kegiatan Walhi Yogyakarta terkait permasalahan kebijakan pemerintah terhadap tata ruang khusunya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta :

1. Diskusi dengan dinas-dinas terkait, dalam hal ini adalah BAPPEDA dan BLH tentang daya tampung kota Yogyakarta yang sudah melebihi batas dari luasan wilayah perkotaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas lingkungan melalui pengelolaan RTH di kota Yogyakarta yang belum mencukupi kuota minimal yang sudah ditentukan6.

5

Yogyakarta tambah 64 hotel baru,

http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua-tahun-yogya-tambah-64- hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43

6

2. Memaksa pemerintah untuk mengeluarkan moratorium pemberian izin hotel, melihat dari pembangunan hotel yang terus meningkat dapat mengurangi area yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau.7

3. Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut8.

Peranan Walhi Yogyakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta adalah selain dari hal-hal yang sudah di tentukan diatas juga melakukan pendataan terkait kawasan RTH dan juga melalui diskusi–diskusi bersama pemangku kebijakan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sekaligus melakukan pendampingan terhadap warga yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota yogyakarta

Berdasarkan pembahasan di atas mengenai keterlibatan kelompok pemerhati lingkungan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penataan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta, skripsi ini akan memfokuskan analisis mengenai fenomena peran Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota Yogyakarta sesuai dengan UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007.

7Ibid,

Hal 17 8Ibid

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran WALHI Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) oleh pemerintah Kota Yogyakarta?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui bagaimana peran Walhi Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian

- Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk kegiatan penelitian dikemudian hari, khususnya dibidang penataan ruang.

- Diharapkan mampu memberikan solusi kepada pemangku kebijkan dalam mengelola penataanruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.

D. KERANGKA DASAR TEORI 1. LSM Lingkungan

Pengertian LSM

Keberadaan lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia sangat berkaitan dengan bentuk dan hubungannya dengan pemerintah, jumlahnya juga sangat beragam dan berfariasi, karena konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat kompleks. Sehingga tidaklah mudah untuk mengidentifikasi dan memahaminya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang umum dikenal dengan Non-Government Organization (NGO) merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan – kalangan yang bersifat mandiri.Organisasi ini tidak menggantungkan diri kepada pemerintah atau negara terutama dalam dukungan finansial.9Tetapi di Indonesia terdapat juga LSM yang sulit dilepaskan dari pemerintah, karena tidak jarang mereka justru menjadi lembaga yang merupakan sarana mobilisasi politik untuk kepentingan pemerintah.

Peran dan fungsi LSM

Menururt Noeleen Hayzer, mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat dimainkan LSM10, yaitu :

1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang

sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. 2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerjasama baik

dalam suatu negara ataupun dengan lembaga – lembaga internasional lainnya. 3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.

9

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200 10

Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

Berkaitan dengan peranan LSM di Indonesia, ismail hadad menyatakan sebagai organisasi kemasyarakatan LSM mempunyai fungsi diantaranya11:

1) Fungsi yang bersifat komplementer dalam arti bahwa LSM dapat melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat dalam bidang atau sektor apapun yang belum termasuk dalam sektor pemerintah.

2) Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

3) Fungsi penghubung atau perantara yakni lemabaga birokrasi dan pemerintah belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya masyarakat tingkat bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, maka LSM dapat berperan untuk menghubungkan atau menjadi perantara yang aktif antara masyarakat di tingkat bawah dengan pemerintah ditingkat atas.

4) Sebagai motivator, yaitu menggali motivasi dan menumbuhkan kesadaran anggota kelompok akan masalah yang mereka hadapi, akan potensi sumber daya yang mereka miliki, serta proses untuk memperbaiki nasip dan membangun masa depan yang lebih baik akan potensi dan swadaya mereka sendiri.

5) Sebagai komunikator, dimana LSM dapat mengamati mereka dan menyalurkan aspirasi dan kebutuhan sasaran untuk bahan perumusan kebijaksanaan serta perencanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka.

11

6) Sebagai dinamisator terutama dalam merintis strategi dan merintis metode mengembangkan masyarakat setempat juga untuk memperkenalkan dan merintis metode baru dibidang teknologi dan manajemen yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat.

Dari penjelasan mengenai peran dan fungsi LSM diatas, dapat diketahui bahwa LSM dapat memainkan peranan pada dataran arus bawah melalui pemberdayaan masyarakat tingkat bawah dan juga dapat bermain dalam dataran tingkat atas, yakni melalui upaya – upaya lobi untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan Heyzer di atas maka affan gaffar menggolongkan peranan lSM ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat bidang social, ekonomi dan peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah12.

2. Ruang Terbuka Hijau RTH.

a) Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh

12Ibid,Hal.52.

pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat..

b) Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan

Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang. Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat13.

E. DEFINISI KONSEPSIONAL

1. LSM lingkungan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga Negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan lingkungan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kelompok penekan adalah beberapa kelompok atau organisasi yang menggunakan cara persuasif, propaganda, atau cara lainnya dengan teratur untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan pemerintah.

3. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu atau organisasi dalam masyarakat.

4. Ruang terbuka Hijau merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan, yang pengawasannya melibatkan masyarakat.

13

F. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi ini merupakan variable-variabel yang sudah dibahas dalam definisi konsep dan kerangka dasar teori. Untuk itu definisi operasional yang diajukan adalah peran walhi Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan LSM Lingkungan :

1) Fungsi Pemberdayaan Masyarakat

- Melindungi dan membela kepentingan masyarakat. - Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

- Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan disekitarnya

2) Fungsi Penghubung

- Membangun Lembaga Pemerintah - Advokasi

- Melakukan investigasi

- Melakukan kampanye secara meluas dan menyeluruh

- Membangun critical mass sebagai wujud dari pentingnya Lingkungan hidup

3) Fungsi subsider

Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian pada hakekatnya merupakan wahan untuk menentukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran.Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif merupakan istilah yang umum dan mencakup beberapa tekhnik deskriptif, diantaranya penelitian yang menuturkan, mengkalsifikasikan dan menganalisa data serta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada saat sekarang dengan menggunakan teknik interview, dokumentasi dan studi pustaka.14

2. Jenis data

Secara garis besar sumber data dalam penelitian ini dapat dibagai menjadi 2 (dua) jenis, antara lain sebagai berikut :

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber – sumber yang memberi data secara langsung dari tangan pertama.Dalam hal ini kepala atau direktur beserta para staf Walhi Yogyakarta dan pemerintah Kota Yogyakarta.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu semua informasi yang diperoleh tidak secara langsung, tetapi melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun yang terkait didalamnya) di dalam unit analisa yang dijadikan obyek penelitian. Meliputi profil serta arsip sejarah tentang Walhi Yogyakarta, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan arsip beberapa kasus yang terkait dengan penelitian.

14

3. Tekhnik Pengumpulan Data a. Teknik Wawancara

Dalam menggunakan metode ini harus memperhatikan 4 titik kunci yang ingin diwawancarai, mendapatkan akses dan mengatur wawancara, melakukan wawancara dan menganalisis hasil. Dalam kegiatan penelitian ini yang menjadi narasumber adalah Direktur serta staf Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta, Masyarakat dan pegawai dari kantor BLH dan BAPPEDA Kota Yogyakarta.

b. Teknik Dokumentasi

Hasil dokumentasi yang ingin didapatkan dalam kegiatan penelitian ini adalah hasil atau laporan dari media massa dari usaha WALHI DIY dalam menjalankan kegiatan advokasinya terkait Ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta

4. Unit Analisia data

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka unit analisanya adalah direktur dengan anggota Walhi Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.

5. Teknik Analisa data

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain15. Penelitian yang kaya data tidak akan berarti sama sekali jika data tersebut tidak dirangkai dalam struktur makna yang logis16.

15

Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 16

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG

TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART

Dalam bab ini akan dibahas sejauh mana aktivitas Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai organisasi masyarakat yang bersifat mandiri, yaitu LSM yang bergerak di bidang advokasi lingkungan hidup dalam berperan sebagai aktor politik yang diharapkan mampu mempengaruhi dan sekaligus merubah kebijakan publik terutama masalah yang menyangkut Lingkungan hidup. Tetapi terlebih dahulu penulis akan memaparkan secara teoritis kemungkinan

– kemungkinan peran strategis LSM secara umum dalam tatanan kehidupan politik yang demokratis. Untuk kemudian barulah bisa dianalisis data – data yang telah ada mengenai fenomena peran Walhi dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dalam hal ini diambil studi kasus tentang peran walhi dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Yogyakarta.

Peran walhi Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi dan peranan LSM Lingkungan dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, sekaligus peranan dalam bidang politik. Fungsi penghubung, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah17 dan fungsi subside, yang mengacu pada fungsi-fungsi dari LSM Lingkungan.

1. Fungsi Pemberdayaan

Peranan LSM sebagai fasilitator, dengan memberikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan pemberdayaan, guna membangkitkan kembali rasa kepercayaan diri

17

masyarakat lokal, agar dapat aktif dalam kehidupan sosial, serta terciptanya kesejahteraan sosial.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian- kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang

Dokumen terkait