• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSPORTASI HAJI DI TANJUNG PRIOK, BATAVIA A.Transportasi Haji Dalam Dinamika Pelayaran

B. Pelayanan dan Fasilitas Kapal-Kapal Haji 1.Administrasi

2. Ruangan dan Kesehatan di atas Kapal

Dalam sejarah perjalanan haji sejak abad ke-19 problem atas penyebaran penyakit endemik dalam aktivitas perkapalan telah menjadi perhatian dunia internasional, umumnya penumpang yang tidak mendapat ruangan karena penuh akibatnya jama’ah yang tinggal di atas geladak kapal bahkan dalam gudang kapal lebih sering terkena penyakit menular.91 Karena itu upaya untuk pencegahan penyakit endemik terus di berlakukan untuk kapal pengangkutan jama’ah haji saat di Pelabuhan maupun saat masuk Karantina haji. Di sini peran para Dokter Haji (Pelgrimsart) sangat penting karena praktik untuk menjaga kebersihan harus sudah disosialisasikan baik diatas kapal ataupun saat di Jeddah sebagai bekal jama’ah nanti.92 Peran seorang nahkoda kapal juga sangat dibutuhkan dalam penjagaan kesehatan penumpang selama di Kapal selain peran Dokter Kapal atau Dokter Haji. sebelum berangkat mereka harus disuntik dan selama di kapal harus mendapatkan makanan yang layak.

Di Pelabuhan Hindia Belanda seperti Tanjung Priok, Nahkoda kapal harus bisa menerangkan kepada komisi penguji dari personalia dokter kapal dari mana dia mendapat diploma, lalu dapat menerangkan proses mendapatkan surat

89

Surat Snouck Hurgronje No.41a kepada yang Mulia Menteri Daerah Jajahan di Leiden, 21 Juli 1907.(Nasihat-Nasihat C.Snouck Hurgronje:Jilid VIII.1993:h.1530-1531)

90

Staatsblad 1922 No.698.Pasal 22 ayat 3 91

Wibowo Priyanto,dkk.Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda...(2009:131-132)

92

Staatsblad 1898 No.294 yang di kutip oleh Liesbeth Hesselink.Healers On The Colonial Market:Native Doctors and Midwives in The Dutch East Indies.(2011:302)

keterangan untuk layak berlayar, dan menjelaskan kondisi kapal selama 21 hari berlayar apakah di pelabuhan singgah sudah berjangkit penyakit pest, kolera, dan penyakit endemik lain .lalu dalam Kapal apakah ada penumpang yang terjangkit penyakit atau berhubungan dengan Kapal yang berpenyakit dsb.93

Hal-hal di atas juga di perbantukan oleh dokter kapal, pada ketentuan tahun 1887, seorang Dokter Haji(Pilgrimsart) harus bisa menjaga kesehatan lebih dari 200 jama’ah haji dalam suatu kapal saat melakukan perjalanan ke Jeddah.94 Laporan Konsulat Belanda tahun 1914 di Jeddah memaparkan banyak jama’ah haji asal Hindia Belanda yang meninggal di tanah Mekkah diketahui karena kondisi fisik yang kurang baik semenjak berada di pelayaran kapal haji dan saat tiba di Jeddah. Oleh karena itu Konsulat Belanda mengusulkan kepada Direktur Pengajaran, Keagamaan dan Kerajinan agar menanggulangi permasalahan yang terus terjadi ini.95

Pada tahun-tahun berikutnya, kondisi sanitasi kapal-kapal Haji milik Hindia Belanda masih belum memuaskan, sering kali kejadian meninggalnya jama’ah haji saat perjalanan keberangkatan atau kepulangan disebabkan oleh kondisi kapal yang tidak sesuai dengan faktor-faktor higienis dalam pelayanan kesehatan pada pelabuhan haji di Hindia Belanda. Menurut wartawan harian Java Bode yang memberitakan perjalanan haji bupati Wiranatakoesoema tahun 1924 menuliskan “bahwa perusahaan pelayaran tidak dapat dipersalahkan, tetapi yang

93

Bijblad op het Staatsblad van Nederlansch Indie. No.7399.(Batavia: Landsrukkerij,1912). h.292-293

94

Liesbeth Hesselink.Healers on the Colonial Market...(2011:177), aturan tersebut kemudian

disempurnakan pada Ordonansi Haji tahun 1922, minimal harus ada 2 orang dokter untuk menjaga

kesehatan 1000 jama’ah selama di dalam Kapal Haji. Stb 1922 No.698

95

Surat Konsulat Belanda di Jeddah No.10234 kepada yang Mulia Gubernur Jenderal di Buitenzorg tertanggal 25 Februari 1914. (Arsip Algemene Secretarie: Grote Bundel 1891-1942).Tzg.GB.Agenda. No.6798

jelas memang kapal yang digunakan adalah kapal pengangkut barang”. Kapal -kapal haji adalah -kapal--kapal pengangkut barang yang dilengkapi akomodasi untuk penumpang. karena bila menggunakan kapal-kapal penumpang, maka biaya karcis bagi penumpang akan menjadi terlalu tinggi.96 Meskipun ada ketetapan syarat-syarat kapal haji ,namun keadaaan di atas kapal jauh dari yang di inginkan oleh penumpang tampak seperti pemindahan para penumpang pada waktu pemuatan batu bara di atas kapal, sedangkan sebelum di gunakan oleh para penumpang tempat-tempat itu tidak bersihkan terlebih dahulu kemudian pengaturan cahaya ventilasi yang tidak selalu efektif dalam dek kapal.97

Di ketahui definisi kapal yang terinfeksi penyakit adalah kapal yang telah terjangkit wabah kolera, pest dan demam kuning saat di atas kapal baik sebelum keberangkatan ,selama perjalanan atau saat kedatangan selama di karantina. Terminologi ini adalah rekomendasi tertulis dalam konvensi sanitasi internasional yang berlaku untuk Negara koloni penyelenggara haji. Bila awak kapal kedapatan demikian maka dapat bertahan di karantina antara 5 hari sampai 14 hari.98

Dalam peristiwa ini dalam kebijakan pelayaran haji sebelumnya tahun 1898 telah kita ketahui sebelum Kapal bertolak pergi ke Jeddah, akan diberikan sertifikat Kapal Haji oleh komisi penguji Kapal Haji (de Comissie tot Keuring van Pelgrimsschepen) sebagai bentuk kelayakan berlayar.99 Setelah Kapal tiba di Stasiun Karantina Kamaran, persyaratan itu di teliti kembali oleh Dinas Kesehatan Internasional yang berkedudukan di Iskandaria. Dalam beberapa kasus

96

De Indische Gids 1924 h.1035 .dalam Kees van Dijk.Perjalanan Jama’ah Haji..(1997:84)

97

Surat kawat Snouck Hurgronje kepada yang mulia Menteri Luar Negeri di Leiden, 23

Desember 1908. Gobee,E dan C,Adriaanse. Nasihat-Nasihat C.Snouck Hurgronje.. (1993:.h.1568)

98

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee…(1929:45-47)

99

Tentang syarat daftar ukur Kapal lihat dalam Staatsblad 1898 no.294 dan Staatsblad 1922

badan ini kadang menemukan kapal haji yang berasal dari Hindia Belanda yang tidak memenuhi persyaratan hasil konferensi internasional, M.Saleh Putuhena menggambarkan seperti pada musim haji tahun 1911 :

Kapal S.S. Nias ini di temukan tidak memiliki jendela berkaca pada dek penumpang yang gelap karena tidak ada ventilasi yang cukup dan deknya yang berlantai besi tidak ditutupi serta jambannya mempunyai selokan yang sederhana terbagi-bagi, dan tidak dalam keadaan terpisah.100

Akan tetapi melalui surat perwakilan Belanda pada Dinas Kesehatan Internasional(Gezondheidsraad), dugaan tersebut segera dibantah oleh perusahaan pelayaran Nederland yang mengoperasikan Kapal S.S. Nias tersebut. Menurut direktur perusahaan, kapal telah diperiksa di Pelabuhan Embarkasi dan memenuhi segala persyaratan yang berlaku. Keluhan juga datang dari Dinas Kesehatan di Kamaran terhadap kapal haji “S.S.Ambon” dan “S.S.Malang”, namun hal tersebut juga di bantah oleh pihak perusahaan pelayaran Mij Nederland.101

Perkembangan berikutnya dalam laporan karantina Kamaran, sebuah kapal haji S.S.Karimata yang tiba di Kamaran tertanggal 31 Juli 1912, kapal tersebut berangkat dari Embarkasi Tanjung Priok dan kemudian singgah di Pelabuhan Padang pada tanggal 16 Juli 1912 dengan mengangkut 1366 jama’ah haji menuju ke Pelabuhan Jeddah. Saat singgah untuk pemeriksaan kesehatan di Karantina Kamaran di dapat 12 jama’ah haji yang meninggal, diketahui karena terkena pest dan kolera saat berada di atas kapal. Namun jumlah jama’ah yang terkena cacar meningkat menjadi 108 karena terjangkit kolera, oleh karena itu para jama’ah dari kapal ini di karantina selama 10 hari.102

100

M.Saleh Putuhena.Historiografi Haji….(2007:180)

101

M.Saleh Putuhena.Historiografi Haji….(2007:181)

102

Peningkatan sarana kesehatan atau kelayakan kapal Haji sendiri kemudian di perbaiki dalam ordonansi Pelayaran Haji berikutnya yaitu tahun 1922. Dalam ordonansi Haji tahun 1922 di atas kapal harus ada persediaan yang memadai dari bahan obat-obatan, kain verban, dan sebagainya. Juga bahan pembersih kuman dan peralatan lainnya. Untuk obat-obatan dan perban biasanya di perlukan untuk 100 penumpang kelas rendah dalam 1 kali perjalanan. Untuk obat pembersih kuman-kuman, suntik serum dokter dan instrument alat-alat kesehatan lainnya di berikan secukupnya di atas Kapal.103 Dan di haruskan ada 2 dokter berijazah yang berada di dalam Kapal untuk menjaga kesehatan lebih dari 1000 penumpang.104

Setelah di tetapkannya Undang-undang baru tentang pelayaran haji tahun 1922 yang sebagian besar aspek fasilitas kesehatan kapal, dalam aplikasinya juga kadang di langgar. Dalam laporan Snouck Hurgronje tahun 1923 menilai “dalam anggapan perusahaan-perusahaan kapal uap dan Nahkoda serta para dokter yang bekerja sebagai karyawan, menganggap peraturan-peraturan tersebut menyulitkan dan berlebih-lebihan.” Dalam keadaan diam-diam agar tidak ketahuan, kadang mereka yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan haji bersama jama’ah yang mereka layani kerap melanggar aturan tersebut.105

Beberapa kasus penyimpangan menimbulkan kekhawatiran tersendiri soal kesehatan di atas kapal. Dan dalam beberapa kasus, penyakit endemik justru di bawa oleh jama’ah haji sendiri, seperti penyakit jama’ah dari Batavia, yang telah terkena disentri, beri-beri ataupun cacar. Hal ini seperti di terangkan oleh awak

103

Staatsblad 10 November 1922 No.698 .Lampiran C pada pasal 9 ayat c 104

Di sini dokter kapal harus melakukan perawatan dan pengawasan kesehatan secara gratis

pada semua yang berlayar. Stb 1922 No.698.lihat pasal 7,43,44,dan 45

105

Surat C.Snouck Hurgronje kepada yang Mulia Menteri Daerah Jajahan di Leiden tertanggal 16 Agustus 1923. (Nasehat-Nasehat C.Snouck Hurgronje…Jilid VIII,1993:1534).

kapal pada musim haji 1927-1928, antara bulan November tahun 1927 sampai bulan April 1928 di temukan 605 jama’ah yang terserang disentri dan 191 jama’ah Haji di antaranya yang tidak terselamatkan atau meninggal dunia.106 Dalam studi medis lainnya juga di temukan penyakit endemik baru, seperti 2 orang yang meninggal pada perjalanan tanggal 28 Januari 1928 di atas kapal M.S. Kota Intan di Kamaran. Di ketahui menurut dokter pelabuhan sebelumnya di Pelabuhan Embarkasi Tanjung Priok, Hindia Belanda dan hasil diagnosa dokter kapal selama 11 hari perjalanan jama’ah tersebut sudah terkena penyakit cacar air bahkan beberapa jama’ah lainnya terjangkit komplikasi dengan bronkitis. Suatu penyakit menular yang berasal dari Eropa dan menyebar hingga ke kawasan tropis. Penyakit-penyakit endemik tersebut umumnya menular melalui angin laut saat pelayaran, oleh karena itu beberapa penumpang yang tidak mendapat ruangan, dan berada di geladak kapal lebih mudah terjangkit penyakit.107 Sebagai gambaran jumlah korban yang meninggal di berbagai kapal pada tahun 1927 setelah kepulangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 15.a

Jumlah jama’ah yang meninggal dalam kapal-kapal Hindia Belanda saat kepulangan ke Pulau Onrust dan Pulau Roebia (3-14 Juli 1927)108

Nama Kapal Jiwa Karantina

S.S Ternate S.S Riouw S.S Gorjistan S.S Madioen S.S Simaloer 1 2 3 3 1 Onrust Onrust Onrust Onrust Sabang

Namun seiring perbaikan kondisi sanitasi kapal haji sesuai kebijakan pelayaran kapal haji tahun 1922. Dampaknya secara statistik memang angka

106

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine….(1929:24)

107

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine….(1929:116)

108

kematian dalam perjalanan di kapal haji dapat ditekan dan menurun bila pada tahun 1923-1924 kasus kematian mencapai 10% dari seluruh jama’ah Haji, maka pada tahun 1926-1932 turun menjadi 1,9 % dari seluruh jama’ah Haji.109 Berikut persentase angka kematian dari keseluruhan jama’ah Haji di setiap Kapal milik perusahaan-perusahaan pelayaran Haji dengan perbandingan antara Kapal-kapal Hindia Belanda maupun Inggris di Singapura:

Tabel 16. a

Data persentase(%) angka Jama’ah Haji yang Meninggal di Kapal milik Perusahaan-Perusahaan Pelayaran Haji Tahun 1921-1927110

Nama Perusahaan Tahun

Di Hindia Belanda (Kongsi Tiga) 1921 % 1922 % 1923 % 1924 % 1925111 % 1926 % 1927 % Maatschappij Nederland Rotterdamsche Llyod Mij Oceaan 16,03 12,75 3,82 3,27 _ 5 9,5 2,2 2,5 6,2 2,32 2,92 0,51 3,45 5,93 5,5 5,3 1,5 1,2 3,6 _ _ _ _ _ 4,2 1,3 _ 2,7 _ 4,62 3,55 1,93 2,82 5,61 Di Singapura Holt Nemazee

Dapat kita lihat bersama persentase analisa perbandingan jama’ah Haji yang meninggal dalam Kapal-kapal milik perusahaan-perusahaan Pelayaran Haji pada tahun 1921 ada pada kapal milik perusahaan pelayaran Belanda atau Kongsi Tiga yaitu Nederland dan Rotterdamsche Llyod. Sebagai perusahaan pelayaran terbesar, secara aspek kesehatan secara detail pada kondisi penumpang Kapal belum diperhatikan terhitung antara 12-16 % dari jumlah keseluruhan jama’ah Haji yang menumpang Kapal-kapal Nederland dan Rotterdamsche Llyod telah

109

M.Saleh Putuhena.Historiografi Haji.(2007:202)

110

Persentase jumlah jama’ah Haji yang meninggal dalam perjalanan maskapai Kongsi Tiga

Hindia Belanda dan perbandingannya dengan 2 maskapai pelayaran lainnya milik Inggris di

Singapura. Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine…..(1929:118-119)

111

Masa ini(1925) saat terjadi Konflik di Tanah Hejaz saat penyerangan tentara Ibn Saud

untuk mengambil alih kekuasaan dari Syarif Husein dan saat itu jama’ah Haji diberi larangan

meninggal dunia. Namun pada tahun berikutnya setelah di terapkannya Ordonansi Pelayaran Haji tahun 1922,112 yang lebih menekankan Higienis atau peningkatan sarana kesehatan pada semua kapal-kapal pengangkutan jama’ah haji, jumlah jama’ah haji yang meninggal pun mulai menurun. Jumlah jama’ah yang meninggal dalam perjalanan kapal pelayaran haji kemudian meningkat kembali pada tahun 1927 itu pun bersamaan dengan jumlah jama’ah haji yang melonjak signifikan. Untuk pencegahan penyakit endemik jama’ah diberi suntikan anti cacar, di vaksinasi untuk pencegahan kolera dan diberikan avitamin tablet anti beri-beri.113

Dalam pasal 8 ordonansi pelayaran haji tahun 1922 juga tertulis bahwa setiap kapal haji untuk satu tempat jama’ah minimal 1,50 M3.Di permukaan antara dek yang tersedia dan ada tambahan untuk dek utama 0,56 M3. Namun di ketahui S.S. Sarvistan yang berangkat dari Hindia Belanda saat tiba pemeriksaan di Karantina Kamaran tanggal 26 Maret 1927 ,kapal berisi 1938 orang. Menurut aturan ukuran yang di bolehkan seharusnya kapal hanya berisi maksimal 1650 orang. Pemaksaan kapasitas ini juga terjadi di beberapa kapal pengangkut haji milik swasta lainnya semisal S.S. Pong Tong dan S.S.Loksun.114

Memasuki tahun 1928 di ketahui kapal-kapal pengangkutan jama’ah haji ini lebih baik buatannya dari yang terdahulu. Kapal-kapal milik Mij Nederland

atau Rotterdamsche misalnya yang khusus untuk jama’ah haji tanpa mengangkut komoditas barang dagang kolonial lainnya. Namun dalam persoalan kesehatan kondisi jama’ah haji dalam pemberangkatan biasanya cukup sehat namun dalam

112

Soal kebijakan tersebut lihat Staatsblad 1922 No.698

113

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee…..(1929:112-113)

114

kepulangan sering di temui keadaan jama’ah yang lebih buruk. Tahun 1927-1928 saat keberangkatan yang meninggal dalam kapal berjumlah 106 orang, namun saat kepulangan yang meninggal dalam perjalanan kapal haji berjumlah 495 jama’ah.115

Setelah tahun 1926 pun di ketahui jama’ah yang terkena penyakit endemik cacar dalam kapal-kapal haji milik Kongsi Tiga hanya 2 orang antara 1927-1928. Semakin berkurangnya orang yang terkena penyakit menular di akhir tahun 1928 karena kapal-kapal haji lebih luas dan lebih cepat perjalanannya. Namun dalam analisa perbandingan kapal-kapal Kongsi Tiga dengan kapal-kapal Inggris dari Singapura bahwa orang-orang yang meninggal di kapal-kapal Kongsi Tiga dua kali lebih banyak dari kapal-kapal Hindia Inggris (British Indie). Hal ini di duga karena pelayaran kapal-kapal kongsi Tiga lebih lama dan terlalu sering singgah di banyak pelabuhan untuk mengambil penumpang. Bahkan bila pemberangkatan dari Embarkasi Hindia Belanda di sebelah Timur akan memakan waktu lebih dari 4 minggu di dalam kapal.116

Hal lain yang menyebabkan lebih banyak orang yang meninggal dalam kapal-kapal Kongsi Tiga di banding kapal Holtline milik Inggris adalah cahaya atau ventilasi ruangan untuk para jama’ah dalam kapal Holt lebih baik. Toilet dalam kapal-kapal Jawa juga kurang baik, besar kemungkinan karena besar bagasi dek utama untuk gudang barang terlalu besar padahal itu digunakan para jama’ah

115

Hal-ihwal Perdjalanan Naik Hadji jang laloe di Kamaran (1927-1937).Dalam Pandji Poestaka, No.81 Tahoen XV edisi 8 October 1937. h.1579

116

Hal-ihwal Perdjalanan Naik Hadji jang laloe di Kamaran (1927-1937).Dalam Pandji Poestaka, No.81 Tahoen XV edisi 8 October 1937. h.1580

haji, akibatnya kesulitan dalam membersihkan geladak kapal. Di sisi lain selokan dalam kapal kurang lancar sehingga membuat jama’ah menjadi tidak nyaman.117

Dalam laporan dinas kesehatan Jawa Barat di Batavia, dalam pemeriksaan sebuah kapal haji, didapat bahwa bagasi dalam ruangan penumpang kelas rendah yang di tempati oleh jama’ah haji mengandung banyak tikus. Bahkan di ruangan tersebut ada kutu air yang terkontaminasi dan mungkin bisa menyebabkan virus cacar. Walaupun dalam pelayanan awal cukup baik untuk jama’ah Hindia Belanda dengan diberikan layanan vaksinasi untuk mencegah cacar kepada semua jama’ah sebelum keberangkatan ke Mekkah dan melihat keadaan ruangan kapal demikian cukup berbahaya bagi kesehatan jama’ah haji.118

Kapal-kapal terbaru lain milik Kongsi Tiga salah satunya dari perusahaan pelayaran Rotterdamsche Llyod yaitu kapal M.S.Kota Radja dan M.S.Kota Intan. Dalam dua tahun terakhir beroperasi, di dalam kapal di dapatkan kursi untuk para jama’ah haji yang terlihat cukup kotor, kemudian kondisi jamban pada toilet di dapat air yang sulit sekali mengalir secara lancar, menurut Dr.Ziesel hal ini dapat menimbulkan berbagai penyakit kepada para jama’ah. Pada umumnya karena hal ini jama’ah asal Hindia Belanda sering terjangkit beberapa penyakit selama di atas kapal, yaitu bronchitis, penemonia, bacilleri disentri, malaria serta beri-beri dan beberapa penyakit tersebut kadang menimbulkan kematian. Hal itu juga di alami sebuah keluarga di kapal S.S. Deli setelah tiba di Karantina Kamaran pada 27 Januari 1927.119

117

Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee…..(1929:114)

118

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Stukken Betreffende de verbetering van den

aanlegsteir van het Quarantainestation op het eiland Kuiper-Batavia.(Arsip Department van Burgelijk Openbare Werken:Grote Bundel 1854-1933,Jilid I;1925) No.1965- A 38/1/17-.hal .8-9

119

Problem lainnya yang sebetulnya mendasar adalah persoalan komunikasi bahasa, karena umumnya para dokter kapal atau dokter karantina dari Belanda ini tidak mengetahui bahasa melayu dan kesulitan memahami keinginan para jama’ah haji yang umumnya mengeluh dengan bahasa melayu. Hal ini juga di alami tim kesehatan dari kalangan perawat yang berasal dari Eropa. Oleh karena itu perusahaan pelayaran pengangkut haji semisal Oceaan baru mendayagunakan perawat asal Jawa beberapa tahun kemudian setelah sadar akan hal tersebut. Mengingat kelelahan banyak jama’ah haji selama perjalanan dapat menimbulkan sakit untuk jama’ah bila tidak cepat di tangani.120

Dokumen terkait