Departemen Ilmu Bedah,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
Pendahuluan
Trauma wajah adalah salah satu cedera yang paling umum di antara banyak sekali cedera yang masuk di unit gawat darurat. Trauma pada daerah maksilofasial memerlukan perhatian khusus. Struktur vital di daerah kepala dan leher harus dievaluasi setiap kali kepala dan wajah terluka (Stewart 2008). Cedera ini mencapai hampir 10% dari semua kunjungan gawat darurat (Kretlow, McKnight et al. 2010).
Pandemi COVID-19 adalah masalah global yang berdampak buruk dan signifikan terhadap pelaksanaan operasi maxillofacial yang aman (Edwards, Kasten et al. 2020). Operasi yang melibatkan daerah mukosa nasal-oral-endotrakeal dianggap berisiko tinggi karena aerosolisasi virus yang diketahui memiliki konsentrasi tinggi di area ini jika dibandingkan dengan swab dari saluran pernapasan bagian bawah.Partikel virus diketahui bahwa jika menjadi aerosol, akan tetap di udara selama setidaknya 3 jam, atau lebih lama. Pengalaman di Wuhan, Cina, dan Italia Utara, masker masker filtration face protector (FFP)2 / N95 tidak cukup untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini dan baru setelah powered air-purifying respirators (PAPR) diperkenalkan, penularan virus di antara para personil medis dapat dikendalikan (AO 2020).
Kenyataan bahwa sebagian besar cedera wajah dapat dikelola secara berencana, maka prinsip panduan adalah: (1) memastikan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan, (2) menjaga sumber daya vital, (3) menyediakan layanan kesehatan dengan kualitas tinggi, dan (4) mengutamakan manajemen rawat jalan bila memungkinkan (Edwards, Kasten et al. 2020).
Konsultasi Instalasi Gawat Darurat
Setiap upaya harus dilakukan untuk membatasi jumlah paparan bagi petugas kesehatan, menghemat APD dan menjaga kesehatan tenaga cadangan yang mungkin dipanggil untuk membantu di instalasi gawat darurat (IGD) atau pengaturan rawat inap ketika ada yang sakit atau dikarantina. Sebagian besar cedera wajah dan, pencitraan atas indikasi, dapat dievaluasi serta dilakukan oleh dokter jaga. Foto dapat
32
didokumentasikan dalam rekam medis elektronik pasien sesuai indikasi. Sebagian besar pasien kemudian dapat di-triase tanpa evaluasi secara langsung oleh anggota tim trauma maksilo-facial (Edwards, Kasten et al. 2020).
Penilaian Awal
Manajemen dimulai dengan pemeriksaan fisik awal dan diikuti oleh evaluasi radiologis yang dilakukan dengan computerized tomographic (CT) scan. CT scan memvisualisasikan jaringan lunak dan tulang. Radiografi foto polos saja, walaupun dengan alasan ekonomi, tidak lagi dapat diterima, dengan pengecualian tertentu, seperti radiologi panoramic mandibula (Rodriguez, Dorafshar et al. 2018).
Pemeriksaan Fisik Wajah
Penggalian anamnesis menggunakan akronim AMPLE (allergies,
medications, past history, last meal, events surrounding the accident)
memfasilitasi riwayat trauma lengkap (Hollier and Kelley 2007). Pemeriksaan klinis dimulai dengan evaluasi untuk simetri dan deformitas, inspeksi wajah dan membandingkan satu sisi dengan yang lain. Palpasi semua permukaan tulang dilakukan secara runut. Dahi, rima orbital, nasal, alis; lengkung zygoma; tonjolan malar; dan tepi mandibula harus dievaluasi. Inspeksi yang cermat dari area intra-nasal harus dilakukan menggunakan spekulum nasal untuk mendeteksi laserasi atau hematoma. Pemeriksaan menyeluruh pada daerah intra-oral harus dilakukan untuk mendeteksi laserasi, perdarahan, gigi lepas, atau kelainan gigi. Mobilitas atau instabilitas midface dan mandibula harus dinilai secara metodis (Rodriguez, Dorafshar et al. 2018).
33
Protokol Selama Pandemi
Gambar 17.
Protokol trauma wajah selama pandemi (Hsieh, Dedhia et al. 2020)
Penatalaksanaan fraktur wajah sangat berisiko tinggi mengingat viral load dalam rongga mulut / mukosa nasal-orofaringeal, dan instrumentasi bedah yang kemungkinan menyebabkan aerosolisasi partikel virus (Edwards, Kasten et al. 2020, Hsieh, Dedhia et al. 2020).
Alat Pelindung Diri
Ada tiga kategori APD: standar, khusus dan enhanced:
1. APD standar adalah topi dan masker bedah, sarung tangan,
gown dan google
2. APD khusus adalah FFP2 / N95 ditambah face shield atau google (atau masker dengan shield terpasang di atas FFP2 / N95), sarung tangan, nonporous gown, topi bedah sekali pakai.
3. Enhanced APD adalah masker FFP3 plus pelindung wajah, sarung tangan, nonporous gown, topi bedah sekali pakai. Atau, menggunakan PAPR / Controlled Air-Purifying Respirator (CAPR).
Masker FFP2 / N95 dirancang sebagai perangkat sekali pakai. Ketika akses terbatas, dapat diperpanjang oleh setidaknya dua proses sterilisasi yang dianjurkan: 1) uap hidrogen peroksida (Battelle) atau 2) iradiasi UV-C (Surfisida). Masker FFP2 / N95 telah terbukti bertahan masing-masing 50 dan 30 kali sterilisasi. Selain itu, masker bedah
34
standar dapat dipakai di atas masker FFP2 / N95 atau FFP3 untuk menghindari kontaminasi dan untuk penggunaan berulang masker FFP2 / N95 atau FFP3.
Tatalaksana Fraktur Maksilofacial
1. Fraktur kompleks Zygomaticomaxillary. Sebagian besar fraktur ini tidak perlu dilakukan tindakan pada kondisi akut. Pertimbangan kuat harus diberikan pada penundaan manajemen fraktur, apalagi ketika ada kemungkinan gangguan estetik.
2. Fraktur orbita. Hampir semua fraktur orbit dapat dikelola secara tertunda. Sebagian besar fraktur orbit tidak memerlukan intervensi operasi. Pengecualian untuk penundaan adalah: (a) fraktur trap door dengan konten orbital terjebak; dan (b) hematoma / edema yang menyebabkan gangguan penglihatan dari sindrom fisura orbital superior atau sindrom apeks orbital. Kanthotomi bedside dengan kantolisis mungkin diperlukan. 3. Fraktur Nasal. Manipulasi nasal berisiko tinggi untuk paparan
dan aerosolisasi sekresi nasal. Pertimbangan kuat harus diberikan pada penundaan manajemen fraktur nasal. Pengecualian adalah drainase septum hemaoma. Jika konsultan memilih untuk melakukan tindakan pada fraktur nasal atau drainase hematoma, pertimbangkan untuk menghindari penggunaan obat aerosol untuk vasokonstriksi intranasal dan anestesi. Anestesi lokal topikal dengan vasokonstriktor (mis., 4% kokain, larutan oxymetazoline-tetracaine, atau lainnya) pada tampon yang dipasang secara intranasal akan lebih baik. 4. Fraktur maksila dan mandibula, termasuk fraktur
dentoalveolar. Pertimbangkan tata laksana sekonservatif mungkin. Risiko paparan tim layanan kesehatan harus dipertimbangkan dibanding risiko maloklusi yang mudah dikoreksi. Karena sebagian besar patah tulang ini jika dirawat di ruang operasi akan membutuhkan intubasi nasal, mereka dianggap berisiko tinggi memaparkan pekerja layanan kesehatan ke aerosol (Edwards, Kasten et al. 2020).
Salah satu pertimbangan khusus yang perlu ditelusuri adalah memperluas perlindungan ini untuk mengurangi paparan pada pengaturan rawat jalan. Akses ke PAPR dan N95 kemungkinan akan terbatas di klinik rawat jalan. Fiksasi maxillomandibular jangka panjang (MMF) jangka panjang harus dihindari jika mungkin, untuk menghindari transmisi ketika pelepasan MMF di klinik rawat jalan (Hsieh, Dedhia et al. 2020).
35
Referensi:
AO (2020). AO CMF International Task Force Recommendations on Best Practices for Maxillofacial Procedures during COVID-19 Pandemic. A. CMF. Davos, AO: 8.
Edwards, S. P., S. Kasten, C. Nelson, V. Elner and E. McKean (2020). "Maxillofacial Trauma Management During COVID-19: Multidisciplinary Recommendations." Facial Plast Surg Aesthet Med 22(3): 157-159.
Hollier, L. and P. Kelley (2007). Soft tissue & skeletal injuries of the face. Grabb and Smith's Plastic Surgery. C. H. Thorne. Philadelphia, United States, Lippincott Williams & Wilkins.
Hsieh, T. Y., R. D. Dedhia, W. Chiao, H. Dresner, R. J. Barta, S. Lyford-Pike, D. Hamlar, S. J. Stephan, W. Schubert and P. A. Hilger (2020). "A Guide to Facial Trauma Triage and Precautions in the COVID-19 Pandemic." Facial Plast Surg Aesthet Med 22(3): 164-169.
Kretlow, J. D., A. J. McKnight and S. A. Izaddoost (2010). "Facial soft tissue trauma." Semin Plast Surg 24(4): 348-356.
Rodriguez, E. D., A. H. Dorafshar and P. N. Manson (2018). Facial injuries. Plastic Surgery- Volume 3- Craniofacial, Head and Neck Surgery and Pediatric Plastic Surgery. E. D. Rodriguez, J. E. Losee and P. C. N. MB. New York, Elsevier. 3: 46-81.
Stewart, C. (2008). "Maxillofacial Trauma: Challenges In ED Diagnosis And Management." Emergency Medicine Practice 10(2): 1-20.
37