BAB II LANDASAN TEORI
E. Rumah Sakit Syariah
Rumah sakit syariah merupakan rumah sakit yang dalam aktifitasnya atau pengoperasionalnya berdasarkan pada maqashid syariah (tujuan diadakannya syariah).42 Aktifitas atau operasional berdasarkan maqashid syariah ini berhubungan dengan manajemen, pelayanan, obat-obatan, makanan dan minuman yang ada di rumah sakit, seperti manajemen dalam pengelolaan dana rumah sakit bekerjasama dengan lembaga keuangan syariah, rumah sakit menerapkan beberapa akad syariah dalam transaksinya, obat-obatan, makanan dan minuman dari bahan halal.
Sebuah rumah sakit dapat disebut rumah sakit syariah yaitu apabila rumah sakit tersebut telah memperoleh sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Rumah sakit syariah dapat beroperasi dengan menerapkan semua standar operasional rumah sakit syariah yang telah tersertifikasi DSN-MUI. Standar operasional rumah sakit syariah yang tersertifikasi, tercantum di dalam fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah.
Penyusunan standar operasional rumah sakit syariah yang disertifikasi ini merupakan hasil kerja sama natar DSN-MUI dan MUKISI (Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia). MUKISI merupakan wadah yang menghimpun penyelenggaraan sarana kesehatan islam dan perorangan yang memiliki keahlian dan minat untuk mengembangkan upaya kesehatan islam. Menurut DSN-MUI dalam surat keputusannya yaitu No. KEP-13/DSN-MUI/III/2017, menimbang bahwa untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah di rumah sakit, maka perlu ditetapkan standard an instrument sertifikasi rumah sakit berdasarkan prinsip syariah, dan bahwa standard an instrument sertifikasi rumah sakit syariah yang ditetapkan DSN-MUI dilandaskan pada
fatwa DSN-MUI adalah standar untuk melaksanakan assessmen terhadap rumah sakit yang mengajukan sertifikasi syariah.
2. Akad Rumah Sakit Syariah
Pada sebuah rumah sakit syariah, apa saja yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit pada pasien, tenaga kesehatan, pemasok obat dan lain sebagainya yang terlibat di dalamnya, rumah sakit harus menggunakan akad yang sesuai dengan syariah. Mulai dari transaksi penerimaan, pencatatan penyimpanan dan penggunaan harus jelas menggunakan akadnya, untuk menghindari hal-hal yang sifatnya merugikan kedua belah pihak atau lebih. Seperti yang telah tercantum dalam fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 bahwasannya dalam penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-rinsip syariah harus menggunakan beberapa akad dalam transaksinya, yaitu sebagai berikut:43
a. Akad ijarah yaitu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu harta atau barang untuk mengambil manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu.44 Penggunaan akad ijarah ini berlaku bagi sejumlah pihak, yaitu:
a) Pihak rumah sakit dengan tenaga kesehatan, dimana rumah sakit sebagai pengguna jasa dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa
b) Pihak rumah sakit dengan pasien, dimana rumah sakit sebagai pemberi jasa dan pasien sebagai pengguna jasa atau upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien
c) Pihak rumah sakit dengan pemasok alat kesehatan, dimana rumah sakit sebagai penyewa dan pemasok alat kesehatan sebagai pihak yang menyewakan
b. Akad ijarah muntahiya bit tamlik yaitu sewa menyewa barang yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang sewa dari pihak yang menyewakan kepada pihak yang menyewa. Akad ini berlaku bagi pihak rumah sakit dengan pemasok alat kesehatan dan pemasok alat laboratorium
43 Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah
34 c. Akad bai’ yaitu akad jual beli yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai pihak
pembeli dan pemasok sebagai penjual
d. Akad mudharabah yaitu akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.45 Akad ini berlaku bagi pihak rumah sakit sebagai pengelola dan pemasok sebagai pemilik modal
e. Akad musyarakah mutanaqishah yaitu kerjasama yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menyatukan kepemilikan asset atau modal usaha, yang mana saat akad ini berlangsung kepemilikan modal usaha salah satu pihak akan berpindah ke pihak yang satunya, yang dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap. Dalam hal ini kepemilikan modal usaha pemasok berkurang karena pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit secara bertahap f. Akad wakalah bil ujrah yaitu akad penyerahan kekuasaan yang pada akad itu
seseorang atau badan menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertndak.46 Dalam hal ini rumah sakit bertindak sebagai wakil, dan pemasok obat sebagai pemberi kuasa untuk menjual obat kepada pasien
3. Pelayanan Rumah Sakit Syariah
Pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologi. Jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan, proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu dalam kepemilikan pelanggan.47
Seperti yang telah tercantum dalam fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 bahwasannya dalam penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, pelayanannya harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa, yaitu sebagai berikut:
a. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan pada pasien
45 Naf’an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 114
46 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. 20
47 Ubaid Aisyul Hana, “Konsep Hotel Syariah dan Implementasinya di Namira Hotel Surabaya”, (Skripsi-UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), h. 54
b. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien
c. Pasien dan penanggung jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit
d. Rumah sakit, pasien, dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan akhlak karimah
e. Rumah sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah, zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah
f. Rumah sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah
g. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci dan shalat bagi yang sakit)
h. Rumah sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan rumah sakit
4. Obat-obatan, Makanan, Minuman, Kosmetika dan Barang gunaan Rumah Sakit Syariah
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 bahwasannya dalam penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, penggunaan obat-obatan, makanan dan minuman, kosmetika dan barang gunaan harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam fatwa, yaitu sebagai berikut:48
a. Rumah sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan dan minuman, kosmetika dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikat halal dari Majleis Ulama Indonesia (MUI)
b. Apablia obat yang digunakan belum mendapat sertifikat halal dari MUI, maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur haram
c. Dalam kondisi terpaksa, penggunaan obat yang mengandung unsur yang haram wajib melakukan prosedur informed consent (persetujuan tindakan medis atau persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
48 Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah
36 penjelasan secara lengkap mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien)
5. Penempatan, penggunaan dan Pengembangan Dana Rumah Sakit Syariah
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 bahwasannya dalam penyelenggaraan rumah sakit yang menerapkan prinsip-prisnip syariah, penempatan, penggunaan dan pengembangan dana rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dala fatwa, yaitu sebagai beirkut:49
a. Rumah sakit wajib menggunakan Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun
b. Rumah sakit wajib mengelola portofolio dan dan jenis-jenis asset lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
c. Rumah sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha dan atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah
d. Rumah sakit wajib memiliki panduan pengeloaan dana zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.
49 Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah
37