BAB V PENUTUP
B. SARAN
1. Sebaiknya pihak DSN MUI atau otoritas terkait segera mengeluarkan peraturan tertulis secara khusus mengenai bagaimana mekanisme DPS Rumah Sakit Syariah dalam melakukan pengawasan secara khusus di Rumah Sakit Syariah. Karena peraturan yang ada saat ini hanya terfokus terhadap pengawasan di Lembaga Keuangan Syariah dengan aspek pengawasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan aspek pengawasan yang ada di Rumah Sakit Syariah sehingga dengan adanya peraturan ini DPS lebih bisa mengkondisikan jadwal pengawasan dengan baik dan benar.
54
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anshori, Abdul Ghafar. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, regulasi, dan
implementasi). (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010).
Antoni, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani, 2001).
Anwar, Saiful. Sendi-Sendi Hukum Adminisrasi Negara. (Medan: Gelora Madani Press, 2004).
Ascara. Akad dan Produk Bank Syariah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007). DSN-MUI. “Himpunan Fatwa Keuangan Syariah: Dewan Syariah Nasional MUI”.
(Jakarta: Erlangga).
Firdaus, Muhammad. Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah. (Jakarta: Renaisan, 2007).
Harahap, Sofyan Syafri. Auditing dalam Perpektif Islam. (Jakarta: Pustaka Quantum 2002).
Jazil, Saiful. Fiqh Mu‟amalah. (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014). Karim, Helmi. Fiqh Muamala., (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997).
Kementrian Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya Al-Halim. (Surabaya: UD. Halim, 2014).
Lathif, Azharudin. Fiqh Muamalah. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005).
Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasa., (Bandung: Rfika Aditama, 2011).
Mardani. Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2013).
Muamalat Institut. Perbankan Syariah Perspektif Praktisi. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Perbankan dan LKS, 2001).
Muhammad. Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan Teknis
Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah). (Yogyakarta: UII
Press, 2009).
Naf’an. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014).
Prayudi. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981)
Rais, Isnawati dan Hasanuddin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. (Ciputat: Lembaga Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).
Ridwan, Muhammad. Konstruksi Bank Syariah Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka SM, 2007).
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009).
Sopi. Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Prestasi Kerja Terhadap Motivasi Pegawai
Kantor Bea Cukai Tipe Madya. (Bandung: 2013).
Suadi, Amran. Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia. (Depok: Rajawali Press, 2014).
Sudarsosno, Heri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. (Yogyakarta: Ekonisia, 2004).
Suhendi, Hendi. Fiqih Mu.amalah. (Jakarta: Rajawali Pres, 2013).
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa
56
JURNAL
Ardiansyah, Jihan. Analisis Penerapan Akad Pada Rumah Sakit Syariah Nur Hidayah
Bantul. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2019).
Faizin, Mu’adil. “Analisis Fatwa DSN-MUI Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah,” Jurnal Nizham 6, No. 02 (2018).
Farhan, Muhammad. “Penerapan Prinsip Syariah Dalam Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018).
Hana, Ubaid Aisyul. “Konsep Hotel Syariah dan Implementasinya di Namira Hotel
Surabaya”. (Skripsi-UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018).
Hosen, Nadratuzzaman. “Musyarakah Mutanaqishah”, Jurnal Ekonomi Syariah. Vol.1 No. 2 2009.
Linda, Triyas Mei. “Implementasi Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah di Rumah Sakit Islam Klaten”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah IAIN Surakarta, 2019).
Misbach, Irwan. “Kedudukan dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam Mengawasi
Transaksi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia”. Jurnal Manajemen Ide dan
Inspirasi Vol. 2 No.1 Fakulas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar 2015.
Mujib, Abdul. “Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Lembaga Keuangan Mikro
Syariah di Wilayah Jawa Tengah". Jurnal Az Zarqa’ Vol. 9 No. 1 Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017.
Nikmah, Shofiatun. “Konsep Rumah Sakit Syariah dan Implementasinya di Rumah Sakit
Muhammadiyah Lamongan”. (Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Nuhyatia, Indah. “Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank
Syariah”, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.3, No. 2 2013.
Sumadi. “Peran Manajemen Syariah Terhadap Peningkatan Kepuasan Pelanggan Pada
Rumah Sakit Islam Di Kota Surakarta”. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 3, No. 02
(2017).
Umam, Dzakiyah Rusydatul, dkk. “Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
(IMBT) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Jurnal Hukum Fakultas Brawijaya.
PERUNDANG-UNDANGAN
Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.
Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah. Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/XI/2008 tentang Wakalah
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III 2010
Pedoman Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Syariah dan Indikator Mutu Wajib Syariah
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
SITUS WEB
https://jurnalislam.com/rumah-sakit-syariah-dinilai-sudah-menjadi-kebutuhan/. Diakses pada hari minggu tanggal 8 desember 2019 pada pukul 16.39 WIB.
58
https://jurnalislam.com/dsn-mui-mukisi-sosialisasikan-rumah-sakit-syariah/. Diakses pada hari minggu tanggal 8 desember 2019 pada pukul 18.02
https://www.pelajaran.co.id/2018/29/13-pengertian-mekanisme-menurut-para-ahli-dan-berbagai-bidang-terlengkap.html. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april tahun 2020 pukul 07.41 WIB.
https://www.negarahukum.com/hukum/teori-pengawasan.html. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april tahun 2020 pukul 07:50 WIB.
https://mastahbisnis.com/pengawasan/. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april tahun 2020 pukul 07:54 WIB.
KBBI Online https://kbbi.web.id/pengawasan diakses pada Sabtu, 28 April 2020 Pukul 10.59 WIB
59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
60 Lampiran 2 : Surat Permohonan Data di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug
62 Lampiran 4 : Hasil Wawancara
1. Standar apa saja yang digunakan DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug? Jawab:
Jadi DSN MUI dengan Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia atau biasa disebut dengan MUKISI itu membuat semacam acuan untuk bagaimana dalam tatanan implementatif dan tatanan yang aplikatifnya rumah sakit itu bisa tergolong dalam rumah sakit syariah itu poinnya ada 173 item. Kalo dari fatwa DSN MUI No. 107/DSN-MUI/X/2017 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah itu sifatnya masih terlalu general (umum). Dan implementasinya itu ada di yang dibuat oleh MUKISI dan DSN MUI yang bisa disebut dengan check list survey rumah sakit syariah dimana rumah sakit syariah itu harus memiliki serta memenuhi komponen 173 item tersebut yang nilai peritemnya itu dengan bobot nilainya masimg-masing 10 poin. Sehingga kalau rumah sakit syariah itu komponennya terpenuhi, maka setiap per-item itu nilainya 10. Tetapi jika komponen itu terpenuhinya tidak mencapai sekitar 60% sampai dengan 70%, maka skornya hanya 5 poin. Jadi bobot nilainya itu dari 0 sampai 5 poin, dan 5 sampai 10 poin. Jika rumah sakit itu tidak implementasi, maka nilainya 0 poin. Akan tetapi jika implementasinya masih belum maksimal, maka nilainya 5 poin. Dan jika implementasinya sudah sesuai, maka nilainya 10 poin. Jadi dari 173 item ini, nanti akan mendapatkan angka dengan nilai 1730 poin. Dari 173 item ini, terbagi menjadi 13 kelompok. 13 kelompok ini terbagi menjadi 6 layanan manajemen, dan 7 layanan pelayanan. Maka rumah sakit syariah dari A sampai Z harus sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan bank syariah, hanya dari sisi muamalah saja dengan melakukan transaksi bank syariah yang terbagi menjadi tiga produk yaitu penghimpunan, pengelolaan, dan penyaluran (baik berupa dana maupun jasa). Akan tetapi, jika di rumah sakit syariah tidak hanya terkait dengan hal itu saja melainkan juga dari sisi keuangan harus sesuai syariah yaitu bagaimana adanya kerjasama dengan karyawan yaitu sesuai atau tidak dalam sistem pencairan gajinya dan juga harus menggunakan bank syariah, kemudian akad yang digunakan dalam melakukan kontrak terhadap supplier harus sesuai dengan syariah, perjanjian yang dilakukan dengan pasien juga harus sesuai dengan syariah, serta seluruh pemasukan dana di rumah sakit syariah akadnya harus sesuai dengan syariah. Kemudian juga dari tataran manajemen ownernya harus syariah dan
mayoritas umat muslim. Sehingga rumah sakit yang tidak memiliki basic mayoritas umat muslim atau rumah sakit yang non muslim tidak bisa untuk membuat rumah sakit syariah. Karena manajemen, direksi, pengelolaan keuangannya dan lain sebagainya harus sesuai syariah. Kemudian visi misinya juga harus mencerminkan keislaman. Dan ini semua sudah ada dan diatur dalam 173 item check list survey tadi. Maka dari itu, apabila ingin membandingkan apakah rumah sakit syariah sudah sesuai syariah atau belum untuk acuannya sementara ini ketika rumah sakit syariah di survey oleh DSN MUI dan MUKISI baik yang sudah syariah maupun belum acuannya tetap pada check list survey rumah ssakit syariah dengan 173 item yang dibuat oleh DSN MUI dengan MUKISI. Jika hasil survey rumah sakit sudah diatas 60% dari total 173 item tersebut dengan total bobot nilai 1730 poin, dengan contoh adanya rumah sakit yang nilainya 60% dengan bobot nilai 1045 poin maka rumah sakit tersebut bisa lolos untuk menjadi rumah sakit syariah. Akan tetapi, tetap akan ada beberapa catatan. Namun jika nilainya dibawah 1045 poin maka rumah sakit tersebut tidak bisa lolos untuk menjadi rumah sakit syariah dan harus ada perbaikan dulu sehingga bisa menjadi rumah sakit syariah. Jadi untuk menjadi rumah sakit syariah itu tidak dengan mudah mengklaim bahwa rumah sakit ini adalah rumah sakit syariah. Tetapi, harus ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu dengan mengajukan rumah sakit yang ingin dijadikan rumah sakit syariah ke DSN MUI kemudian ke MUKISI selanjutnya akan ada pendampingan, lalu akan dilakukannya pra survey, dan terakhir akan ada survey. Dan penentuannya akan ada di tahap akhir yaitu tahap survey. Maka apabila hasil survey memenuhi dengan mendapat nilai diatas 1045 poin, berarti rumah sakit ini telah lolos untuk menjadi rumah sakit syariah. Jika belum memenuhi, maka rumah sakit ini tidak lolos untuk menjadi rumah sakit syariah. Oleh karena itu, rumah sakit islam itu belum tentu rumah sakit syariah karena mungkin rumah sakit islam dari segi pelayanan sudah sesuai syariah, dari sisi makanan juga sudah halal, akan tetapi pada pengelolaan keuangannya seperti pada pencairan gaji karyawan tidak menggunakan akad syariah dan tidak menggunakan bank syariah serta belum adanya akad syariah dengan supplier, kemudian akad rumah sakit dengan dokter, akad rumah sakit dengan pasien, akad rumah sakit dengan karyawan, serta akad rumah sakit dengan perawat. Jadi rumah sakit syariah lebih komprehensif. Jadi, standar yang digunakan oleh DPS saat ini adalah Fatwa DSN MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang
64 Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah dan check list survey rumah sakit syariah.
2. Berapa lama periode DPS melakukan pengawasan di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug? Jawab :
Untuk periode setiap institusi berbeda-beda. ada yang periode pengangkatannya pertahun, pertiga tahun, perempat tahun, bahkan sampai perlima tahun dengan disertai adanya evaluasi dan dilanjutkan pengangkatan kembali. Kalau untuk Bapak Riqza Maulan sendiri, periode untuk melakukan pengawasan di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug sudah sekitar setahun lebih hingga saat ini.
3. Bagaimana proses pengajuan menjadi DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug? Jawab :
Menjadi DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug ini dengan berdasarkan pengajuan dari Rumah Sakit Sari Asih Ciledug saat mengajukan menjadi rumah sakit syariah dengan disertai mengajukan calon nama DPS dan DPS ini boleh diajukan oleh institusi ataupun langsung direkomendasikan oleh DSN MUI. Kemudian akan ada pengajuan nama DPS untuk mengikuti proses wawancara dari DSN MUI dengan melihat atau mengutamakan tingkat keilmuannya, keulamaannya, ataupun senioritasnya terhadap pengetahuan rumah sakit syariah atas dasar pengajuan dari DSN MUI. Apabila seleksi ini lolos dan memenuhi kriteria, maka DPS lolos untuk melakukan pengawasan di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug. Akan tetapi, jika tidak lolos seleksi dan tidak memenuhi kriteria maka tidak dapat menjadi DPS di rumah sakita syariah. Maka, apabila sesuai kriteria DPS tersebut akan direkomendasikan. Kemudian dalam wawancara terseebut juga akan ada persyaratan telah mengikuti sertifikasi syariah DPS rumah sakit syariah.
4. Bagaimana proses sertifikasi syariah yang dilakukan DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug?
Jawab :
Pelatihan atau sertifikasi DPS rumah sakit syariah itu diadakan terpisah karena berbeda dengan sertifikasi DPS lembaga keuangan syariah. Hal ini dilakukan karena dalam
sertifikasi rumah sakit syariah tidak hanya memahami mengenai sisi muamalah maliyah saja akan tetapi ada sisi lainnya yaitu memahami tentang pelayanan medis secara umum, harus memahami tentang fiqih terkait pasien, memahami tentang halal dan haramnya suatu produk makanan, minuman, dan obat-obatan dan sebagainya. Untuk saya sendiri sudah mengikuti pelatihan sejak 2 atau 3 tahun lalu.
5. Bagaimana dengan DPS yang sudah melakukan pengawasan di rumah sakit syariah tetapi belum melakukan sertifikasi DPS rumah sakit syariah?
Jawab:
Hal ini bisa dilakukan secara parallel karena sesuai dengan kebutuhan institusi. Misalnya ketika Lembaga Keuangan Syariah belum memiliki DPS secara definitif maka LKS tersebut secara tidak langsung dalam regulasinya tidak bisa menjalankan operasionalnya. Jadi, hal yang dilakukan DSN MUI untuk mendirikan rumah sakit syariah itu yang pertama DSN MUI mengadakan tes wawancara terhadap DPS. Jika dalam tes wawancara ini DPS sudah memenuhi kriteria akan tetapi ada beberapa hal-hal kecil yang belum disempurnakan dan belum melakukan sertifikasi DPS rumah sakit syariah. Maka DSN MUI bisa meloloskan dan merekomendasikan DPS tersebut untuk melakukan pengawasan di rumah sakit syariah dengan syarat wajib mengikuti sertifikasi DPS rumah sakit syariah sesuai dengan jadwal yang akan diadakan. Karena pelatihan untuk melakukan sertifikasi DPS rumah sakit syariah ini jadwalnya diadakan dalam waktu satu tahun ssekitar dua atau tiga kali pelatihan disertai dengan adanya keterbatasan peserta yang mengikuti pelatihan sertifikasi DPS rumah sakit syariah tersebut. Dan biasanya yang mengadakan pelatihan untuk sertifikasi DPS rumah sakit syariah ini adalah DSN Institut. Biasanya diadakan 2 sampai 3 kali pelatihan dalam setahun. Dalam pelatihan ini juga diadakan ujian agar bisa mengetahui sejauh mana pemahaman DPS yang sudah mengikuti pelatihan ini. Pelaksanaan pelatihan sertifikasi DPS rumah sakit syariah ini memakan waktu yang lebih lama dibandingkan pelatihan sertifikasi DPS yang lainnya dan wwaktu yang digunakan biasanya selama 6 hari sedangkan untuk pelatihan sertifikasi DPS yang lainnya biasanya 2 sampai 3 hari. Hal ini terjadi karena pengawasan yang lebih komprehensif yaitu di rumah sakit syariah yaitu dengan adanya pengetahuan wawasan yang harus bisa memahami terkait bagaimana mengobati pasien, kehalalan
obat-66 obatannya dan lain sebagainya. Misalnya ketika ada pasien yang masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) maka pasien tersebut harus disentuh dan saat posisi itu DPS rumah sakit syariah harus bisa memahami tentang fiqih pasien agar para perawat dan dokter juga dapat memahami bagaimana tindakan yang harus dilakukan. Untuk pasien laki-laki tidak boleh dirawat oleh dokter atau perawat perempuan begitu juga sebaliknya. Kecuali jika ada pasien di IGD dengan kondisi darurat kemudian tidak ada perawat yang gendernya sama dengan pasien tersebut maka hal itu boleh dilakukan dengan harus ada dan sesuai SOPnya minimal dari dokter atau perawat yang berbeda gender harus izin dulu ke pasien untuk boleh atau tidak masuk ke ruangannya dan memeriksanya dan ini juga dilakukan harus ada pendampingnya, tidak boleh dilakukan hanya berdua. Dan ini boleh dilakukan jika memang opsi-opsi sebelumnya tidak dapat dilaksanakan.
6. Apakah setiap DPS yang melakukan pelatihan sertifikasi DPS rumah sakit syariah bisa lulus dan mendapat sertifikat syariah?
Jawab:
Tidak semua DPS yang mengikuti pelatihan sertifikasi DPS rumah sakit syariah lulus, karena pelatihan ini cukup lebih berat dibandingkan dengan pelatihan yang lainnya.
7. Apakah setiap DPS yang memiliki sertifikasi DPS rumah sakit syariah bisa menjadi DPS di rumah sakit syariah?
Jawab:
Bisa, bahkan yang belum memiliki sertifikat DPS rumah sakit syariah juga bisa menjadi DPS rumah sakit syariah akan tetapi dengan catatan harus mengikuti pelatihan seertifikasi DPS rumah sakit syariah. Dan biasanya setiap institusi mengajukan nama DPS yang sudah terkenal. Karena setiap DPS yang sudah terkenal, potensi untuk namanya diajukan di sebuah institusi akan semakin tingga. Karena keuntungan untuk sebuah intitusi untuk mendapatkan DPS tersebut agar lembaganya juga bisa ikut terkenal walaupun sebenarnya DPS tersebut akan semakin sedikit waktu yang dimiliki untuk melakukan pengawasan karena kesibukan lainnya yang dimiliki.
8. Apakah pelatihan sertifikasi DPS rumah sakit syariah sesuai dengan check list survey rumah sakit syariah yang dibuat oleh MUKISI dengan DSN MUI?
jawab:
ada, bahakan tidak hanya terkait acuan pada check list survey rumah sakit syariah akan tetapi juga ada pada Fatwa DSN MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah bahkan lebih dari itu. Karena akan membahas mengenai tentang DPS yaitu terkait adab dan etikanya, kewajiban dan hak-haknya, pengenalan industri syariah lainnya. Karean setiap rumah sakit, bank syariah, ataupun asuransi tidak berdiri sendiri melainkan aka nada lembaga lain yang berdampingan. Jadi DPS tidak boleh hanya berpikir secara parsial, tetapi harus secara general. Dan dipelatihan ini pembahasannya akan lebih komprehensif karena hal-hal yang dipelaji juga seputar fiqih muamalah, ushul fiqih, maqashid syariah dan lain sebagainya. Sehingga yang diharapkan dari hasil pelatihan ini adalah calon DPS rumah sakit syariah harus bisa memahami syariah secara komprehensif dari sisi implementatif di rumah sakit syariah.
9. Berapa jumlah DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug? Jawab:
Ada dua, karena minimal jumlah DPS di setiap lembaga itu ada dua. Untuk disetiap grup rumah sakit sari asih masing masing ada dua. Untuk di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat ada dua, salah satunya adalah Dr. Ustadzah Siti Ma’rifah (putri dari K.H Ma’ruf Amin selaku wakil presiden) dengan Ustadz Ahmad. Sedangkan di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug ada dua yaitu Bapaq Riqza Maulan sebagai ketua dengan Ustadz Ade Asmari sebagai anggota.
10. Bagian mana saja yang sudah DPS awasi di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug? Jawab: 3
Seluruh aspek, untuk melakukan pengawasan dilakukan kunjungan setiap bulannya untuk setiap aspek. Untuk jadwal pengawasannya sendiri dilakukan secara random, misalnya untuk bulan ini dilakukan pengawasan dengan mengunjungi IGD dan kamar rawat inap serta mengecek apakah sudah sesuai dengan nimplementatifnya. Kemudian untuk bulan
68 depannya kamar jenazah, tempat laundry dan untuk laundry ini sabun yang digunakan juga dicek dan harus ada sertifikat halalnya, penanganan laundry yaitu dengan memisahkan yang najis dengan yang buka najis, ruang kamar mandi dan di ruang kamar mandi ini juga harus ada pemisahan antara kamar mandi wanita dengan kamar mandi pria, kemudian alat untuk mengepelnya harus menggunakan bahan yang ada sertifikat halalnya. Jadi, setiap aspeknya dalam melakukan pengawasan benar-benar harus secara rinci dan detail sesuai dengan check list survey rumah sakit syariah. Akan tetapi karena pengawasan rumah sakit syariah ini sangat banyak dan juga terdapat 173 komponen sesuai check list survey rumah sakit syariah tadi, maka setiap rumah sakit syariah harus ada komite syariah. Dan tugas dari komite syariah ini yang membantu tugas DPS dalam melakukan pengawasan tiap harinya di rumah sakit syariah karena tidak semua DPS memiliki waktu yang banyak dikarenakan kesibukan yang dimiliki. Pengawasan yang dilakukan oleh komite syariah dibuat laporan yang kemudian diberikan kepada DPS. Apabila terjadi ketidaksesuaian implementatif, maka komite syariah dan DPS langsung mengunjungi aspek tersebut lalu melakukan evaluasi dan segera memperbaiki ketidaksesuain tersebut. Semisalnya ruang tunggu pasien ketika dilakukan pengawasan tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan. Maka dari itu, komite syariah langsung membuat laporan yang kemudian segera dilaporkan kepada DPS agar segera melakukan evaluasi dan memperbaiki kesalahan yang terjadi. Kemudian melakukan pengecekan juga ke ruang operasi, apakah masih ada waktu pelaksanaan operasi ketika menjelang waktu sholat. Jika ada, akan menjdi titik temuan untuk harus diperbaiki dari pihak manajemennya. Dengan demikian, pengawasan yang dilakukan di rumah sakit syariah ini sangat komprehensif sifatnya, tidak hanya dari sisi pelayanan yang hanya sekedar baca bismillah saat mengobati pasien dan memberikan obat kepada pasien karena jika hanya sekedar baca bismillah saja rumah sakit yang lain juga bisa. Akan tetapi, untuk di rumah sakit syariah hal ini menjadi indikator yang wajib. Dan check list survey ini harus sudah terceklis, karena jika ini tidak terceklis dan ada pasien yang minum obat tetapi tidak membaca bismillah hal ini akan menjadi temuan yang serius. Dan salah satu hal yang paling fundamental adalah ketika pasien mengalami sakaratul maut, pasien yang sedang sakaratul maut ini wajib didampingi oleh petugas untuk ditalqinkan dan ini juga