• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG. (Ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG. (Ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016) SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG

(Ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H.)

Oleh:

MALA APRILYAS

11160490000087

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Mala Aprilyas NIM : 11160490000087

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini sudah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.

4. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini.

Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melakukan pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 28 Agustus 2020

(5)

v

ABSTRAK

Mala Aprilyas. NIM 1160490000087. MEKANISME PENGAWASAN DEWAN

PENGAWAS SYARIAH DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILDEUG (Ditinjau dari

Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016) . Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M

Dalam sebuah institusi yang didirikan dengan menerapkan prinsip syariah wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS). Salah satu tugas dari DPS adalah mengawasi pelaksanaan keputusan DSN MUI dan memberikan kritik dan saran kepada industri syariah yang diawasi. DPS tidak hanya dibutuhkan pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seperti Bank Syariah, akan tetapi juga dibutuhkan pada Lembaga Bisnis Syariah seperti Rumah Sakit Syariah salah satunya adalah Rumah Sakit Sari Asih Ciledug. Pengawasan yang dilakukan oleh DPS sangat penting dalam mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan operasional berdasarkan prinsip syariah pada Rumah Sakit Syariah. Mekanisme Pengawasan yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Syariah wajib mengacu kepada Fatwa DSN MUI Nomor 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.

Studi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mekanisme pengawasan DPS pada Rumah Sakit Sari Asih Ciledug yang sistem operasional Rumah Sakit Sari Asih Ciledug wajib mengacu kepada Fatwa DSN MUI Nomor 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris dengan menggunakan pendekatan peraturan yang berlaku dan pendekatan studi kasus yang mana menggunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan kajian dengan cara studi pustaka dan studi lapangan dengan cara wawancara yang dilakukan kepada DPS yang ada di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug belum maksimal terhadap penerapan Fatwa DSN MUI Nomor 107/DSN-MUI/X/2016 serta aturan lainnya yang berlaku. Hal ini terjadi karena belum ada peraturan tertulis secara khusus bagaimana seharusnya mekanisme pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug dan pengawasan yang dilakukan DPS Rumah Sakit Syariah dengan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah sangat berbeda.

Kata Kunci : Mekanisme, DPS, Rumah Sakit Syariah Pembimbing : Dr. Muh. Fudhail Rahman, M.A.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil Alamin, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan segala karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan dengan seizin Nya. Shalawat serta Salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya dan semoga dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua umat manusia dan semoga kita dapat mendapatkan syafa’atnya.

Skripsi yang berjudul “MEKANISME PENGAWASAN DEWAN

PENGAWAS SYARIAH DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG (Ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016) merupakan hasil coretan karya penulis

yang diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H.).

Tak lepas dari proses penulisan skripsi ini, banyak peran dari berbagai macam pihak yang turut serta membantu meringankan beban penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. A. M. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program studi Hukum Ekonomi Syariah dan Dr. Abdurrauf, M.A selaku Sekretaris Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah. 3. Hidayatulloh, M. H, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu meluangkan

waktunya untuk memberikan motivasi dan pengarahan selama masa perkuliahan. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan kepada bapak. Amiin 4. Dr. Muh. Fudhail Rahman, M.A., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktu, fikiran dan tenaganya untuk sekedar memberikan pengarahan ketika penulis merasa kesulitan dalam penulisan skripsi. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan kepada bapak. Amiin

(7)

vii

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen, karyawan maupun staff kerja di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu pengalaman selama berada di lingkungan fakultas.

6. Rikza Maulan, Lc. M.Ag., selaku DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian dan membantu memberikan data yang diperlukan untuk keperluan penyelesaian skripsi.

7. Kedua orang tua tersayang dan tercinta, Ayahanda Yayat Sudrajat dan Ibunda Mardalena yang tanpa lelah memberikan semangat dan motivasi, tanpa pamrih mengasihi, tabah dalam menasehati dan selalu memberikan doa yang tulus di setiap sujudnya tanpa mengharap suatu apapun kecuali kesuksesan anak-anaknya. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kesejahteraan di dunia dan

Jannatul firdaus di akhirat kelak. Amin ya mujibassaa‟ilin

8. Ka Lili, Ka Nana, Mas Taufiq dan Mbak Nova, Adik Hafidz, dan Adik Hamid yang sealu memberikan doa dan dukungan. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan apa yang di cita-citakan senantiasa tercapai. Amin.

9. Suami tercinta Satria Rafi Shiddiq dan Jagoan Al Fatih Razka Shiddiq yang selalu menemani, membantu, memotivasi selama proses awal penyusunan skripsi hingga akhir. Semoga kita menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Amin. 10. Intan sahabat dari Mts kemudian komala, Umda, Kristi, Gita, Devina, Rani, Lia

yang tak henti memberikan dukungan serta doa yang terucap dari setiap lantunan doa.

11. Seluruh kawan-kawan Program Studi Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2016 yang telah menjadi banyak memberikan warna selama masa perkuliahan. Semoga Allah SWT senantiasa mempermudah urusan kita dan selalu menjadikan apa yang kita dapatkan di kampus ini dapat bermanfaat di hari kemudian.

12. Kawan-kawan paskibra di Aliyah yaitu Yogi, Akmal, Aca, Iyang, Ikay, Sibad yang selalu mensupport untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir

13. Nitia dan Ka imel teman seperjuangan ketika kerja di satu kantor yang tak pernah putus suntuk selalu mendoakanku dan memberikan semangat dalam hal kebaikan. 14. Teman-teman KKN 105 “Pioneer” yang walau hanya 40 hari kita bersama, tapi

(8)

viii

15. Keluarga besar LiSEnSi UIN Jakarta, dan LDK Syahid yang memberikan pengalaman dan pelajaran hidup yang begitu luar biasa. Semoga silaturrahim kita tetap terjaga dan senantiasa dapat selalu saling mengingatkan.

16. Seluruh pihak terkait lainnya yang telah berperan membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih atas semua dukungan yang telah diberikan oleh orang-orang yang telah hadir di dalam kehidupan penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga semua dukungan dan kebaikan yang telah kalian berikan mendapat balasan yang mulia dari Allah SWT dan kita semua selalu berada dalam lindungan-Nya serta dipermudah segala urusan di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, namun semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal

Aalamiin.

Jakarta, 05 September 2020

(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iiiv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

F. Review Studi Terdahulu ... 6

G. Kerangka Teori dan Konseptual ... 8

H. Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Teori Pengawasan ... 14

B. Dewan Pengawas Syariah (DPS) ... 16

C. Akad-akad Syariah dalam Rumah Sakit Syariah ... 20

D. Konsep Rumah Sakit Secara Umum ... 30

E. Rumah Sakit Syariah ... 32

BAB III ... 37

GAMBARAN UMUM ... 37

RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG ... 37

A. Sejarah Rumah Sakit Sarih Asih Ciledug ... 37

B. Visi dan Misi Rumah Sakit Sari Asih Ciledug ... 37

(10)

x

D. Logo Rumah Sakit Sari Asih Ciledug ... 38

BAB IV PENGAWASAN DPS DI RUMAH SAKIT SARI ASIH CILEDUG ... 39

Mekanisme Pengawasan DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug ... 39

BAB V PENUTUP ... 52

A. KESIMPULAN ... 52

B. SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Rumah Sakit Bersertifikat Syariah Tabel 1.2 Daftar Review Studi Terdahulu

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Form Daftar Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 : Surat Permohonan Data di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan produk-produk syariah memang tengah beranjak naik dari yang bersifat voluntary (sukarela) menjadi mandatory (wajib). Tidak sekadar makanan dan busana, produk-produk syariah yang dibutuhkan kini merambah bidang-bidang lain. Rumah sakit syariah salah satunya. Kebutuhan terhadap obat-obatan, sampai layanan-layanan rumah sakit yang menekankan prinsip syariah semakin diperlukan masyarakat luas, utamanya umat Islam di Indonesia.1

Pada tanggal 1 Oktober 2016 DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) telah menerbitkan Fatwa tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah (selanjutnya disebut Fatwa Rumah Sakit Syariah).2 Rumah sakit sebagai industri jasa, seperti halnya industri jasa yang lain, tidak akan pernah bisa lepas dari manajemen kepuasan konsumen. Rangkaian aktivitas pelayanan yang bertujuan menyelesaikan permasalahan konsumen serta memberikan kenyamanan kepada konsumen.3 Dalam aspek ini, kesemuanya sudah diyakini secara general dan konseptual.4

Ketentuan mengenai Rumah Sakit Syariah terdapat dalam Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam Fatwa Tersebut disebutkan bahwa ketentuan terkait rumah sakit syariah salah satunya adalah rumah sakit wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah, rumah sakit wajib mengikuti dan merujuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan masalah hukum islam kontemporer bidang kedokteran, rumah sakit wajib

1https://jurnalislam.com/rumah-sakit-syariah-dinilai-sudah-menjadi-kebutuhan/. Diakses pada hari minggu

tanggal 8 desember 2019 pada pukul 16.39 WIB.

2

Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah” (Jakarta, 1 Oktober 2016).

3 Mu’adil Faizin, “Analisis Fatwa DSN-MUI Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah,”

Jurnal Nizham 6, no. 02 (2018)

4 Sumadi Sumadi, “Peran Manajemen Syariah Terhadap Peningkatan Kepuasan Pelanggan Pada Rumah

(14)

2 menggunakan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetika, dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikat halal dari MUI, apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat halal dari MUI maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur yang haram, rumah sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam upaya penyelenggaraan rumah sakit baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun dan masih banyak lagi ketentuan yang ditetapkan dalam Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.5

Adapun pihak yang memiliki kewajiban dalam melakukan penjagaan agar Rumah Sakit Syariah tetap menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip syariah adalah Dewan Pengawas Syariah. Dalam hal ini, Dewan Pengawas Syariah memiliki peran yang penting untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap setiap aktivitas yang diterapkan pada institusi yang diawasi. Akan tetapi, Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan di Rumah Sakit Syariah dibantu oleh Komite Syariah berbeda dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada Lembaga Keuangan Syariah.

MUKISI adalah Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia, MUKISI didirikan pada tanggal 12 Juli 1994 di Yogyakarta dan dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 1994 di Ciloto Jawa Barat. MUKISI adalah penggagas berdirinya rumah sakit yang bersertifikat syariah yang di sahkan oleh DSN MUI dengan adanya Fatwa DSN MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah. Kode etik rumah sakit yariah, kode etik dokter di rumah sakit syariah, standar pelayanan minimal di rumah sakit syariah dan pedoman panduan lainnya dalam rangka menyiapkan rumah sakit menuju rumah sakit syariah.6

Dr Masyhudi selaku Ketua Umum Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) menyatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) untuk merintis penerapan sertifikasi

5 Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoma Penyelenggaraan Rumah Sakit

Berdasarkan Prinsip Syariah.

6 Muhammad Farhan, “Penerapan Prinsip Syariah Dalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”,

(15)

syariah bagi lembaga kesehatan. Beliau juga mengungkapkan bahwa saat ini sebanyak 18 rumah sakit di Indonesia telah lolos sertifikasi syariah.7

Berikut adalah daftar rumah sakit syariah yang telah lolos melakukan sertifikasi syariah:8

Tabel 1.1 Daftar Rumah Sakit Bersertifikat Syariah

No Nama Rumah Sakit Masa Berlaku Sertifikat

1. Rumah Sakit Islam Sultan Agung 13 Agustus 2020

2. Rumah Sakit Nur Hidayah 03 September 2020

3. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Wonosobo 28 Maret 2021

4. Rumah Sakit Amal Sehat Wonogiri 03 Juni 2021

5. Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI 03 Juni 2021

6. Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan 03 Juni 2021

7. Rumah Sakit Sari Asih Ciledug 16 Juli 2021

8. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah 31 Juli 2021

9. Rumah Sakit Sari Asih Sangiang 09 Agustus 2021

10. Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar-Rahman 09 Agustus 2021

7 https://jurnalislam.com/dsn-mui-mukisi-sosialisasikan-rumah-sakit-syariah/. Diakses pada hari minggu

tanggal 8 desember 2019 pada pukul 18.02

(16)

4

11. RSUD dr.Zainoel Abidin 19 Desember 2021

12. Rumah Sakit Al Islam Bandung 19 Desember 2021

13. Rumah Sakit Ibnu Sina 19 Desember 2021

14. RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh 19 Desember 2021

15. RS Islam Klaten 06 Januari 2022

16. Rumah Sakit Sari Asih Ciputat 22 Juli 2022

17. Rumah Sakit Sari Asih Serang 22 Juli 2022

18. Rumah Sakit JIH 17 Oktober 2022

Tabel di atas merupakan daftar rumah sakit syariah yang lolos sertifikasi syariah. Berdasarkan dari tabel tersebut, sudah banyak rumah sakit yang sudah mendapat sertifikat syariah yang tentunya di setiap Rumah Sakit Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah. Akan tetapi adanya DPS, operasional yang ada di Rumah Sakit Syariah masih ada beberapa aspek yang masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan salah satu tugas dari DPS adalah menjamin terselenggaranya operasional Rumah Sakit Syariah sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan hukum yang berlaku. Dan pada objek penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu Rumah Sakit Sari Asih Ciledug masih ada beberapa aspek yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku salah satunya yang terdapat dalam Fatwa DSN MUI NO. 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.

Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai “Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug (Ditinjau dari Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016)”. Penelitian ini dilakukan

(17)

karena peneliti menemukan kejanggalan terhadap tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug yaitu masih terdapat beberapa aspek yang belum sesuai prinsip syariah terhadap ketentuan yang berlaku. Bagaimana mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug apakah ada Standar Kepengawasan khusus untuk DPS Rumah Sakit Syariah serta adakah perbedaan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan di Rumah Sakit Syariah dengan yang ada di lembaga lain.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan beberapa masalah, diantaranya:

1. Apakah ada peraturan tertulis secara khusus mengenai mekanisme pengawasan DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug?

2. Bagaimana peran dan wewenang Dewan Pengawas Syariah di Rumah Sakit Syariah Sari Asih Ciledug?

3. Apakah penunjukan Dewan Pengawas Syariah sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur?

4. Bagaimana cara Dewan Pengawas Syariah mengawasi kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah Sari Asih Ciledug?

5. Apa saja akad-akad yang digunakan oleh Rumah Sakit Syariah Sari Asih Ciledug?

6. Bagaimanakah peran dan tindak lanjut Dewan Pengawas Syariah terhadap penyimpangan yang terjadi di Rumah Sakit Syariah Sari Asih Ciledug?

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya dapat lebih jelas dan terarah. Penulis membatasi pembahasan mengenai mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Rumah Sakit Syariah Sari Asih Ciledug.

(18)

6

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan penjelasan mengenai mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

2. Sebagai sumbangsih kepustakaan bagi mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. 3. Sebagai kontribusi ilmiah dalam memperkaya khazanah ilmu, khususnya pada

bidang Hukum Ekonomi Syariah.

F. Review Studi Terdahulu

Sebelum menentukan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis melakukan review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang penulis bahas. Review kajian terdahulu yang berkaitan dengan pembahasan penulis diantaranya:

Tabel 1.2 Daftar Review Studi Terdahulu

No. Judul Pembahasan Perbedaan

1. Skripsi Analisis Penerapan Akad Pada Rumah Sakit Syariah Nur Hidayah Bantul

Penerapan akad dalam transaksi yang

dilakukan oleh Rumah Sakit Syariah Nur Hidayah Bantul dan

Tata cara DPS mendapakan sertifikasi syariah dan mekanisme pengawasan DPS terhadap

(19)

oleh Jihan

Ardiansyah, Tahun 20199

peran DPS didalamnya Sakit Syariah

2. Jurnal Analisis Fatwa DSN MUI tentang Pedoman Peenyelenggaraan Rumah Sakit Syariah oleh Mu’adil Faizin, Tahun 201810 Latar belakang belakang terbentuknya Fatwa DSN MUI No.107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah Mekanisme pengawasan DPS terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah menurut Fatwa No. 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah

3. Skripsi Penerapan Prinsip-prinsip Syariah dalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang oleh Muhammad Farhan, Tahun 201811 Kesesuaian prinsip syariah pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang terhadap Fatwa DSN MUI No.107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah Mekanisme pengawasan DPS terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah menurut Fatwa No. 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah

4. Skripsi Konsep Rumah Sakit

Manajemen prinsip syariah terhadap Rumah

Kepatuhan DPS dalam melakukan pengawasan

9

Jihan Ardiansyah, Analisis Penerapan Akad Pada Rumah Sakit Syariah Nur Hidayah Bantul (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2019).

10 Mu’adil Faizin, “Analisis Fatwa DSN-MUI Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah,”

Jurnal Nizham 6, no. 02 (2018).

11 Muhammad Farhan, “Penerapan Prinsip-prinsip Syariah Dalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung

(20)

8 Syariah dan Implementasinya di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan oleh Shofiatun Nikmah, Tahun 201912 Sakit Muhammadiyah Lamongan sebelum melakukan sertifikasi syariah

terhadap Rumah Sakit Syariah terhadap Fatwa DSN MUI 5. Skripsi Implementasi Fatwa DSN MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah di Rumah Sakit Islam Klaten, Tahun 201913

Kesesuaian Fatwa DSN MUI No. 107 terhadap penyelenggaraan rumah sakit syariah pada Rumah Sakit Islam Klaten

Kesesuaian Fatwa DSN MUI No.107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah di Rumah Sakit Syariah

G. Kerangka Teori dan Konseptual

Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian tersusun atas:

12 Shofiatun Nikmah, “Konsep Rumah Sakit Syariah dan Implementasinya di Rumah Sakit Muhammadiyah

Lamongan”, (Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019).

13 Triyas Mei Linda, “Implementasi Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah di Rumah Sakit Islam Klaten”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah IAIN Surakarta, 2019).

(21)

1. Teori Mekanisme

Menurut Moenir mekanisme adalah rangkaian kerja alat yang digunakan untuk tujuan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan proses kerja, tujuannya demi hasil yang maksimal dan juga mengurangi kegagalan.14

Mekanisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tata cara kerja seorang Dewan Pengawas Syariah dalam mempraktekkan suatu teori yaitu dari Fatwa DSN MUI No. 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah terhadap penyelenggaraan rumah sakit syariah pada Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

2. Teori Pengawasan

Menurut Lyndal F. Urwick, pengawasan berarti upaya agar sesuatu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan instruksi yang dikeluarkan.15 Sedangkan menurut Sondang Siagian, pengawasan adalah suatu proses mengamati pelaksanaan dari semua kegiatan atau aktivitas organisasi untuk menjamin agar semua tugas yang sedang dijalankan sesuai dengan rencana.16

Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug agar menjamin kesesuaian prinsip syariah sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah.

3. Teori akad

Menurut Mursyid al-Hairan, akad merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak dengan qabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum.17

14 https://www.pelajaran.co.id/2018/29/13-pengertian-mekanisme-menurut-para-ahli-dan-berbagai-bidang-terlengkap.html. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april tahun 2020 pukul 07.41 WIB.

15https://www.negarahukum.com/hukum/teori-pengawasan.html. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april

tahun 2020 pukul 07:50 WIB.

16

https://mastahbisnis.com/pengawasan/. Diakses pada hari jumat tanggal 17 april tahun 2020 pukul 07:54 WIB.

(22)

10 Akad yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk transaksi yang dilakukan dalam Rumah Sakit Sari Asih Ciledug minimal dilakukan oleh dua orang yang dapat menimbulkan akibat hukum baik jual beli maupun sewa-menyewa.

Adapun kerangka Konseptual dalam penlitian ini adalah: 1. Fatwa

Fatwa digunakan sebagai pernyataan hukum mengenai masalah-masalah yang timbul dan adanya seseorang yang ingin mengetahui bagaimana caranya menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hal ini Fatwa DSN MUI No.107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah muncul karena mulai berkembangnya ekonomi islam dan sebagai jawaban bagi para pihak untuk menyelenggarakan rumah sakit syariah.

2. Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk melakukan pengawasan salah satunya di rumah sakit syariah sesuai dengan prinsip syariah. Standar DPS bisa melakukan pengawasan di rumah sakit syariah yaitu wajib memahami tentang fiqih salah satunya adalah ikhwal penerapan menjaga kesucian. Untuk bisa mengusulkan DPS bisa melalui pihak Rumah Sakit ataupun tidak. Akan tetapi, DPS wajib telah disertifikasi oleh MUI dan telah mengikuti pelatihan. Karena peran DPS tidak hanya sebagai pengawas saja, akan tetapi berperan sebagai pihak yang dapat memberikan masukan yang berkaitan dengan penerapan standar yang harus dilakukan oleh Rumah Sakit.

Oleh karena itu DPS wajib dapat memastikan bahwa penerapan pelayanan kesehatan berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga baik pasien maupun petugas medis sama-sama nyaman. Baik karena pihak pasien dihargai privasinya, ataupun pihak dokter yang dapat bekerja sekaligus beribadah.

(23)

3. DSN MUI

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah suatu dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) guna menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan aktivitas Lembaga Keuangan Syariah (LKS).18

Dalam penelitian ini, DSN MUI bekerjasama dengan MUKISI sebagai lembaga untuk mengembangkan ekonomi syariah khususnya di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

4. Rumah Sakit

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug karena Rumah Sakit Sari Asih Ciledug merupakan salah satu rumah sakit yang telah bersertifikat syariah.

5. Prinsip Syariah

Pengertian Prinsip Syariah yaitu prinsip hukum Islam yang pelaksanannya harus berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Dalam penelitian ini, DPS yang ada di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug harus bisa menjamin operasional yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku khususnya Fatwa DSN MUI No. 107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah.

H. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memilih jenis penelitian normatif empiris yaitu dengan mengkaji Fatwa DSN MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah dengan dihubungkan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh DPS Rumah Sakit Sari Asih

18 DSN-MUI, “Himpunan Fatwa Keuangan Syariah: Dewan Syariah Nasional MUI”, (Jakarta: Erlangga),

(24)

12 Ciledug melalui wawancara dan observasi langsung pada Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan statute

approach atau biasa disebut pendekatan perundangan. Pendekatan

undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang-undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti.19

Selain pendekatan perundang-undangan, dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan case approach atau pendekatan kasus. Pendekatan kasus peneliti lakukan dengan menganalisa kasus penyimpangan yang terjadi terhadap prinsip syariah pada penyelenggaraan rumah sakit syariah. 20

3. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama yang menjadi sumber penelitian. Bahan hukum primer ini terdiri dari Fatwan DSN MUI No.107 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit berdasarkan Prinsip Syariah. Selain itu, penulis juga menggunakan bahan primer berbentuk wawancara dengan pihak DPS Rumah Sakit Sari Asih Ciledug

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tetapi dapat membantu dalam menjelaskan terkait pembahasan penulis dalam penelitian ini. Bahan hukum sekunder ini antara lain jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku teks dan berbagai literatur ilmiah serta artikel terkait.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk memperoleh data yang penulis perlukan terkait masalah yang akan diteliti, maka teknik pengumpulan data yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan teori penerapan dan teori pengawasan untuk mengetahui secara faktual, sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta terkait.

19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2005), h.133 20 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 283

(25)

6. Teknik penulisan Bahan Hukum

Teknik penulisan yang peneliti gunakan adalah berdasarkan pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta tahun 2017.

I. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, skripsi ini dibagi atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain. Pada bagian pertama merupakan bab pendahuluan. Bab ini berisikan uraian tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, review studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Selanjutnya pada bagian kedua merupakan bab kajian teoritis. Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian prinsip syariah, ketentuan-ketentuan terhadap penyelenggaraan rumah sakit syariah, pengertian akad yang digunakan di rumah sakit syariah, dasar hukum akad yang digunakan di rumah sakit syariah, rukun dan syarat akad yang digunakan di rumah sakit syariah, aplikasi akad yang digunakan di rumah sakit syariah pada Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, pengertian Dewan Pengawas Syariah, aturan hukum Dewan Pengawas Syariah, kriteria menjadi Dewan Pengawas Syariah.

Kemudian bagian ketiga berisikan tinjauan umum mengenai Rumah Sakit Sari Asih Ciledug. Pada bab ini akan membahas sejarah Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, Falsafah Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, Visi dan misi Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, Tujuan Rumah Sakit Sari Asih Ciledug, dan Logo Rumah Sakit Sari Asih Ciledug.

Di bagian kempat merupakan analisis pembahasan. Pada bab ini akan berisikan tentang analisis penulis tentang mekanisme pengawasan yang dilakukan DPS di Rumah Sakit Sari Asih Ciledug

Pada bagian terakhir yaitu bagian kelima merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

(26)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

Di dalam Bahasa Indonesia pengawasan berasal dari kata “awas” yang berarti mengawasi sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengawasan adalah penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan.1 Sedangkan menurut para ahli pengawasan dapat diartikan sebagai berikut:

a. Menurut Saiful Anwar, pengawasan atau konrol terhadap tindakan pelaku kegiatan diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.2

b. Menurut Prayudi, pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggaraka itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan.3

c. Menurut Makmur, pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya.4

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengawasan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dalam melaksanakan tugasnya dalam sebuah organisasi dalam menjamin seluruh kegiatan organisasi berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan apabila terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya maka akan diadakan evaluasi dan koreksi. Sedangkan dalam pengertian syariah pengawasan bermakna pemantauan (ishraf), pemeriksaan (muraja‟ah) dan investigasi (fahsh) bertujuan untuk menjaga manfaat (mura‟at mashlahah) dan menghindari kehancuran (idra‟ mafsadah).5

1

KBBI Online https://kbbi.web.id/pengawasan diakses pada Sabtu, 28 April 2020 Pukul 10.59 WIB

2

Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Adminisrasi Negara, (Medan: Gelora Madani Press, 2004), h. 127

3

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 80

4

Makmur, Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan, (Bandung: Rfika Aditama, 2011), h. 176

5

(27)

2. Proses Pengawasan

Proses pengawasan adalah proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas dan tanggung jawab manajemen/ pengawas terselenggarakan dengan baik.

Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) sebagai berikut:

a. Menetapkan Standar Pengawasan

Standar pengawasan adalah suatu standar yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak.

b. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan

Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan dapat dilakukan melalui:

1) Laporan (lisan dan tertulis) 2) Buku catatan harian

3) Jadwal atau grafik produksi/ hasil kinerja

4) Inspeksi atau pengawasan langsung, pertemuan/ konferensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan dan survei yang dilakukan oleh tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik

c. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan Aktivitas tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah di antaranya (hasil pengukuran dengan standar) terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.

d. Tindakan Koreksi

Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebab perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan perbaikannya.6

6

(28)

16

3. Prinsip-prinsip Pengawasan

Fungsi pengawasan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka pimpinan organisasi atau unit organisasi yang melaksanakan fungsi pengawasan harus mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip pengawasan.

Prinsip-prinsip pengawasan menurut Handayaningrat adalah:7 a. Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi

b. Pengawasan harus objektif, jujur dan mendahulukan kepentingan umum c. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku, berorientasi terhadap kebenaran tujuan dalam pelaksanaan pekerjaan

d. Pengawasan harus menjamin sumber daya dan hasil guna pekerjaan e. Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang objektif, teliti dan tepat f. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan

dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan serta kebijakan waktu yang akan datang

B. Dewan Pengawas Syariah (DPS) 1. Pengertian DPS

Dewan pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) di lembaga keungan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui Rapat Umum Pengawas Syariah (RUPS) setelah mendapat rekomendasi dari DSN.8 Dewan pengawas syariah merupakan dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang Fiqh Muamalah (Islamic Commercial Jurisprudence) yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi operasional lembaga keungan syariah dan produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam, yaitu dengan mengawasi secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan/akad yang dilaksanakan

7 Sopi, Pengaruh Pengawasan dan Penilaian Prestasi Kerja Terhadap Motivasi Pegawai Kantor Bea

Cukai Tipe Madya. (Bandung: 2013), h. 19

8

(29)

oleh lembaga keuangan syariah.9 Namun seiring berkembangnya ekonomi syariah saat ini tidak hanya lembaga keuangan syariah saja yang pengawasannya diawasi oleh DPS, rumah sakit syariah dan hotel syariah juga diawasi oleh DPS dalam penyelenggaraan kegiatannya sesuai denga keputusan DSN didalam fatwa DSN MUI. Supaya dewan tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dengan tetap berpijak pada fungsi amanah tersebut, maka keanggotaannya disyaratkan terdiri dari orang-orang yang ahli syariah dan sedikit banyak menguasai Hukum Dagang positif serta sudah berpengalaman dalam penyelenggaraan kontrak-kontrak bisnis. DPS juga merupakan unit yang hanya dimiliki oleh perusahaan atau organisasi yang dijalankan sesuai syariat Islam.10

Adapun yang menyebutkan ketentuan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dalam Pasal 109 yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunya Dewan Komisaris wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah

(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia

(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah

2. Struktur DPS

Adapun struktur DPS adalah sebagai berikut:11

a. Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

9 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. (Yogyakarta: Ekonisia,

2004) h.24

10 Sofyan Syafri Harahap, Auditing dalam Perpektif Islam. (Jakarta: Pustaka Quantum 2002) h. 207 11 Irwan Misbach, “Kedudukan dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam Mengawasi Transaksi

(30)

18 b. Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam.

c. Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keIslaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.

d. Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.

e. Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.

3. Anggota DPS

Anggota DPS terdiri dari ahli syariah yang sedikit banyak menguasai hukum dagang yang berlaku dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Anggota DPS bersifat independen, dalam arti bahwa mereka tidak tunduk kepada pimpinan perusahaan yang diawasinya. Dalam rangka menjamin independensi DPS, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:12

a. Anggota DPS bukan staf atau karyawan perusahaan mereka tidak tunduk di bawah kekuasaan administrasi perusahaan

b. Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) c. Honorarium mereka ditentukan oleh RUPS

d. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan pengawas lainnya.

Dalam keputusan DSN MUI No. 03 Tahun 2000 disebutkan tentang keanggotaan Dewan Pengawas Syariah yaitu:

1. Jumlah anggota DPS untuk bank umum syariah sekurang-kurangnya 2-5 orang. Sedangkan untuk BPR syariah sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang

2. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua

12 Irwan Misbach, “Kedudukan dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dalam Mengawasi Transaksi

(31)

3. Masa tugas anggota DPS adalah empat tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh lembaga keungan syariah yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN

4. Tugas, Peran, dan Fungsi DPS

a. Tugas Dewan Pengawas Syariah13

2) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman opersional dan produk yang dikeluarkan.

3) Mengawasi proses pengembangan produk baru.

4) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada fatwanya.

5) Melakukan evaluasi secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme pelayanan jasa yang dilakukan perusahaan.

6) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja perusahaan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

b. Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah memiliki peran dan fungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga keuangan syariah wajib:14

1. Mengikuti fatwa DSN

2. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN

3. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun Artinya bahwa tugas penting DPS adalah:

1. DPS adalah seorang ahli (pakar) yang menjadi sumber dan rujukan dalam penerapan prinsip-prinsip syariah termasuk sumber rujukan fatwa

2. DPS mengawasi pengembangan semua produk untuk memastikan tidak adanya fitur yang melanggar syariah

13 Abdul Mujib, “Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Wilayah

Jawa Tengah", Jurnal Az Zarqa’ Vol. 9 No. 1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017

14 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah

(32)

20 3. DPS menganalisa segala situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak didasari fatwa untuk memastikan kepatuhan dan kesesuaiannya kepada syariah

4. DPS menganalisis segala kontrak dan perjanjian mengenai transaksi-transaksi untuk memastikan kepatuhan kepada syariah

5. DPS memastikan koreksi pelanggaran dengan segera (jika ada) untuk mematuhi syariah. Jika ada pelanggaran, anggota DPS harus mengkoreksi penyimpangan itu dengan seger agar disesuaikan dengan prinsip syariah 6. DPS memberikan supervise untuk program pelatihan syariah bagi staf dan

pengurus

7. DPS menyusun sebuah laporan tahunan yang akan dilaporkan kepada DSN

6. Aspek-aspek yang diawasi oleh DPS Rumah Sakit Syariah

1. Ketentuan terkait akad syariah 2. Ketentuan terkait pelayanan

3. Ketentuan terkait penggunaan obat-obatan, makanan, minuman, kosmetik, dan barang gunaan

4. Ketentuan terkait penempatan, penggunaan, dan pengembangan dana rumah sakit15

C. Akad-akad Syariah dalam Rumah Sakit Syariah 1. Ijarah

a. Pengertian Akad Ijarah

Ijarah menurut bahasa yaitu upah, sewa, jasa, dan imbalan.16 Ijarah menurut istilah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti kepemilikan atas barang itu sendiri.17

Akad ijarah yang dilakukan dalam Rumah Sakit Syariah yaitu :

15 Fatwa DSN-MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit

Berdasarkan Prinsip Syariah

16

AH Azharudin Lathif, Fiqh Muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 120

17

(33)

1. Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit Syariah dengan Tenaga Kesehatan. Akad ini terjadi atas jasa pelayanan kesehatan yaitu Rumah Sakit Syariah sebagai pengguna jasa (Musta‟jir), dan Tenaga sebagai pemberi jasa (Ajir).

2. Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit Syariah dengan pasien. Akad ini terjadi atas upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien yaitu Rumah Sakit Syariah sebagai pemberi jasa („Ajir) dan pasien sebagai pengguna jasa (Musta‟jir).

3. Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit Syariah dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat Laboratorium yaitu Rumah Sakit Syariah bertindak sebagai penyewa (Musta‟jir) dan pemasok sebagai pihak yang menyewakan (Mu‟jir).

b. Landasan Hukum Akad Ijarah

Adapun Landasan Hukum akad ijarah terdapat dalam Firman Allah SWT sebagai berikut: Q.S Az-Zukhruf ayat 32

َضْعَب اَنْعَف َرَو ۚ اَيْهُّلدا ِةاَيَحْما ِفِ ْمُ َتَ َ شيِعَم ْمُ َنَْيَب اَنْم َسَق ُنْ َنَ ۚ َكِّبَر َتَ ْحَْر َنوُم ِسْقَي ْ ُهَُأ

ََ ْوَف ْمُهُ

َْي اَّمِم ٌ ْيَْخ َكِّبَر ُتَ ْحْ َرَو ۗ ايًِّرْ ُسُ ا ًضْعَب ْمُهُ ُضْعَب َذِخَّتَيِم ٍتاَجَرَد ٍضْعَب

َنوُعَم

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”

Hubungan antara Q.S Az-Zukhruf ayat 32 dengan akad ijarah yaitu, dalam ayat ini Allah SWT memberikan peringatan berupa hikmah yang Allah SWT berikan yaitu adanya hamba yang kaya dengan adanya hamba yang miskin agar ada pihak lain (miskin) dapat dimanfaatkan jasanya sehingga hamba (kaya) memberikan upah atas jasa yang dilakukan hamba (miskin).

(34)

22

c. Rukun dan Syarat Ijarah

Rukun ijarah tebagi menjadi tiga yaitu:

a) Pelaku akad, yaitu musta‟jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa asset, dan mu‟jir/muajir (pemilik) adalah pihak yang menyewakan asset.

b) Objek akad, yaitu ma‟jur (asset yang disewakan), dan ujrah (harga sewa) c) Sighat, yaitu ijab dan Kabul.18

Syarat dari akad ijarah yaitu:

a) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya

b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan pada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa menyewa)

c) Manfaat dan benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan)

d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal „ain (zat)-Nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.19

2. Murabahah

a. Pengertian Akad Murabahah

Murabahah menurut bahasa yaitu keuntungan.20 Sedangkan menurut istilah yaitu akad jual beli yang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.21 Dalam hal ini ketika pembeli ingin membeli barang dari penjual, si penjual harus memberi tahu harga asli dari barang tersebut. Setelah mengetahui harga asli barang, maka penjual dan pembeli menyepakati keuntungan yang harus didapat oleh si penjual dari tambahan harga jual kepada pembeli.

18 Ascara, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 101 19 Hendi Suhendi, Fiqih Mu.amalah, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), h. 117-118

20

Ascara, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 136

21 Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Ciputat: Lembaga Peneliti

(35)

Akad Murabahah yang dilakukan di Rumah Sakit Syariah yaitu:

1. Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat Laboratorium yaitu Rumah Sakit bertindak sebagai pembeli (Musytari‟) dan pemasok sebagai penjual (Ba‟i).

2. Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit dengan Pemasok Obat yaitu Rumah Sakit bertindak sebagai pembeli (Musytari‟) dan pemasok obat sebagai (Ba‟i) baik pembayarannya dilakukan secara tunai (naqdan), angsuran (taqsith), maupun tangguh (ta‟jil).

b. Landasan Hukum Akad Murabahah

Adapun Landasan Hukum akad murabahah terdapat dalam Firman Allah SWT sebagai berikut:

Q.S Al Baqarah ayat 275

… َب ِّرما َمَّرَحَو َعْيَبْما ُ َّللَّا َّلَحَأَو…

“…..padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Q.S. An Nisaa ayat 29

ُْكْنِم ٍضاَرَت ْنَع ًةَراَ ِتِ َنوُكَت ْنَأ َّلَّ

ِ

ا …

“…kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”

Hubungan antara dua ayat diatas dengan akad Murabahah yang dilakukan di Rumah Sakit Syariah yaitu jual beli yang dilakukan dalam Rumah Sakit itu diperbolehkan selama tidak mengandung unsur riba serta bukan haram dan hal ini juga harus didasarkan dalam keadaan suka sama suka atau saling ridho dan saling menyepakati antar satu sama lain.

(36)

24

c. Rukun dan Syarat Murabahah

Rukun akad murabahah yaitu: a) Penjual (Ba’i)

b) Pembeli (Musytari) c) Objek jual beli (Mabi’) d) Harga (Tsaman) e) Ijab qabul22

Syarat akad murabahah yaitu:

a) Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli

b) Akad pertama harus sah dan sesuai dengan rukun yang ditetapkan c) Akad harus bebas dari riba

d) Pejual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang.23

3. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

a. Pengertian akad ijarah muntahiya bit tamlik

Ijarah muntahiya bit tamlik adalah ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk menjadikan kepemilikan kepada penyewa.24 Ijarah muntahiya bit tamlik juga sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa, atau lebih tepanya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat perpindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.25

22 Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan Teknis Pembuatan

Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 58

23 Muhammad Ridwan, Konsstruksi Bank Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2007), h. 79 24 Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2013), h. 225

(37)

Akad ijarah muntahiya bit tamlik yang dilakukan Rumah Sakit yaitu:

1. Akad ini dilakukan antara Rumah Sakit dengan pemasok alat kesehatan dan pemasok alat laboratorium yaitu Rumah Sakit bertindak sebagai penyewa (Musta‟jir) dan pemasok sebagai pihak yang menyewakan (Mu‟jir). Akad ini terjadi yaitu adanya pemindahan kepemilikan barang sewa dari Mu‟jir kepada

Musta‟jir.

b. Rukun dan syarat

Rukun akad IMBT sebagai berikut: a) Musta’jir (penyewa

b) Mu’jir (pemilik)

c) Ma’jur (asset yang disewakan) d) Sighat akad

e) Ujrah (upah)

Syarat akad IMBT sebagai berikut:

a) Adanya akad yaitu sesuatu yang mesti ada agar keberadaan suatu akad diakui syara’

b) Syarat sahnya akad adalah tidak terdapatnya lima hal perusak sahnya akad yaitu ketidakjelasan jenis yang menyebabkan pertengkaran, adanya paksaan, membatasi kepemilikan terhadap suatu barang, terdapat unsur tipuan, terdapat bahaya dalam pelaksanaan akad

c) Syarat berlakunya akad untuk kelangsungan akad diperlukan dua syarat adanya kepemilikan atau kekuasaan dan di dalam objek akad tidak ada hak orang lain.26

4. Musyarakah Mutanaqishah

a. Pengertian akad musyarakah mutanaqishah

Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari

26 Dzakiyah Rusydatul Umam, Rachmi Sulistyarini, S.H. M.H, Siti Hamidah, S.H.M.M, “Analisis Yuridis

Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) dalam Perspektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” Jurnal Hukum Fakultas Brawijaya. H. 6

(38)

26 musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata

syaraka-yusyriku-syarkan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan.

Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-mutanaqishum yang berarti mengurangi secara bertahap.27

Akad Musyarakah Mutanaqishah yang dilakukan Rumah Sakit yaitu:

Akad ini dilakukan antara Rumah Sakit dengan pemasok alat kesehatan dan pemasok alat laboratorium yaitu Rumah Sakit sebagai mudharib (pengelola) dan pemasok alat kesehatan dengan pemasok alat laboratorium bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal). Akan ini terjadi ketika mudharib dengan shahibul mal menyatukan modal usaha dan porsi kepemilikan shahibul mal berkurang karena pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit secara bertahap.

b. Landasan hukum

Adapun Landasan Hukum akad musyarakah mutanaqishah terdapat dalam Firman Allah SWT sebagai berikut:

Q.S As Shad ayat 24

ِلَقَو ِتاَحِما َّصما اوُلِ َعََو اوُنَمٓأ َنيِ َّلَّا َّلَّ

ا ٍضْعَب ٰ َلََع ْمُهُ ُضْعَب يِغْبَيَم ِءا َطَلُخْما َنِم اًيِْثَل َّن

ِ

ِ

اَو

ٌلي

ۗ ْ ُهُ اَم

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini".

Hubungan Q.S As Shad ayat 24 dengan akad Musyarakah Mutanaqishah yaitu Allah memberikan larangan terhadap hambanya yang melakukan kerjasama usaha tetapi salah satunya melakukan kecurangan. Maka akad Musyarakah Mutanaqishah yang dilakukan pihak rumah sakit dengan pihak pemasok alat

(39)

kesehatan dan pemasok alat laboratorium diperkenankan untuk tidak melakukan kecurangan dan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

c. Rukun dan syarat

Rukum akad MMQ sebagai berikut:28 a) Sighat (lafadz akad)

b) Syarik, yaitu pihak yang melakukan musyarakah

c) Hishah, yaitu porsi atau bagian syarik dalam kekayaaan musyarakah yang bersifat musya’

d) Musya’, yaitu porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.29 e) Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau kerangka

kerja yang jelas, serta dibenarkan menurut syariah. Syarat akad MMQ sebagai berikut:

a) Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama

b) Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain

c) Dalam pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut

d) Akad musyarakah mutanaqishah dapat diijarahkan kepada syarik atau pihak lain

e) Apabila aset muyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati

f) Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemililkan sesuai kesepakatan para syarik

28 Abdul Ghafar Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, regulasi, dan implementasi),

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h. 120

(40)

28 g) Kadar atau ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan aset musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.

h) Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.30

5. Mudharabah

a. Pengertian akad mudharabah

Mudharabah menurut terminologi yaitu akad kerja sama usaha antara dua

belah pihak diman pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, keuntungan usaha menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.31

Secara etimologi mudharabah adalah kontrak atau perjanjian antara pemilik modal (rab al-maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan sebagai aktivitas yang produktif di mana keuntungan dibagi antara pemilik modal dan pengelola modal.32

Akad Mudharabah yang dilakukan Rumah Sakit yaitu:

Akad yang dilakukan antara Rumah Sakit dengan pemasok alat kesehatan dan pemasok alat laboratorium yaitu Rumah Sakit bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan pemasok sebagai shahibul mal (pemilik modal).

b. Rukun dan syarat

Rukun akad mudharabah sebagai berikut: a) Pemilik dana (shahibul maal) b) Pengelola (mudharib)

c) Ijab qabul (sighat) d) Modal (ra‟sul mal)

30 Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, h. 5

31 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001) h. 85 32 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2013) h. 196

(41)

e) Pekerjaan (amal)

f) Keuntungan atau nisbah33

Syarat akad mudharabah sebagai berikut:

a) Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum b) Syarat modal yang digunakan harus:

 Berbentuk uang (bukan barang)

 Jelas jumlahnya

 Tunai (bukan berbentuk utang)

 Langsung diserahkan ke mudharib

c) Pembagian keuntungan harus jelas dan besarnya nisbah sesuai yang disepakati34

6. Wakalah Bil Ujrah

a. Pengertian akad Wakalah Bil Ujrah

Wakalah secara etimologi berarti al-hifd artinya pemeliharaan tafwidh penyerahan, pendelegasian atau pemberi mandat.35

Secara terminologi wakalah adalah kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal diwakilkan.36

Terjadinya akad wakalah bil ujrah antara lain Rumah Sakit bertindak sebagai wakil dan pemasok obat sebagai pemberi kuasa muwakkil untuk menjual obat kepada pasien. Dan Rumah Sakit mengambil upah dari penjualan obat.

b. Rukun dan syarat

Rukun akad wakalah bil ujrah sebagai berikut: a) Wakil (orang yang mendapat kuasa) b) Muwakkil (pemberi kuasa)

c) Muwakkal fih (ojek yang diwakilkan)

33 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.139

34 Muamalat Institut, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Perbankan dan

LKS, 2001), h. 37

35 Azharuddin Latif, Fiqh Muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 171

(42)

30 d) Sighat (lafal serah terima)37

Syarat akad wakalah bil ujrah sebagai berikut:

a) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)

b) Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak

c) Wakil adalah orang yang cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya, dan wakil adalah orang yang diberi amanat

d) Muwakkil adalah pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainnya38

D. Konsep Rumah Sakit Secara Umum 1. Pengertian

Berdasarkan Undang-undang Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 dan sekarang peraturannya sudah diperbarui menjadi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.39

2. Tugas dan Fungsi

Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah:40

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

37 Indah Nuhyatia, “Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”, Economic:

Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.3, No. 2, h. 104

38 Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/XI/2008 tentang Wakalah

39 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 40 Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(43)

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

3. Perizinan Operasional Rumah Sakit

Sebelum rumah sakit siap untuk dioperasikan, sebaiknya rumah sakit harus memperoleh izin operasional terlebih dahulu. Izin operasional rumah sakit berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin operasional, pengelola mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin sesuai dengan klasifikasi rumah sakit dengan melampirkan dokumen:41

1) Izin mendirikan rumah sakit, bagi permohonan izin operasional untuk pertama kali

2) Profil rumah sakit, meliputi visi dan misi, lingkup kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi

3) Isian intrumen self assessment sesuai klasifikasi rumah sakit yang meliputi pelayanan sumber daya manusia, peralatan, bangunan, dan prasarana

4) Gambar desain (blue print) dan foto bangunan serta sarana dan prasarana pendukung

5) Izin penggunaan bangunan (IPB) dan sertifikat lain fungsi 6) Dokumen pengelolaan lingkungan berkelanjutan

7) Daftar sumber daya manusia

8) Daftar peralatan medis dan nonmedis 9) Daftar sediaan farmasi dan alat kesehatan

(44)

32 10) Berita acara hasil uji fungsi peralatan kesehatan disertai kelengkapan berkas izin pendaftaran dari instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk peralatan tertentu

11) Dokumen administrasi dan manajemen

E. Rumah Sakit Syariah 1. Pengertian

Rumah sakit syariah merupakan rumah sakit yang dalam aktifitasnya atau pengoperasionalnya berdasarkan pada maqashid syariah (tujuan diadakannya syariah).42 Aktifitas atau operasional berdasarkan maqashid syariah ini berhubungan dengan manajemen, pelayanan, obat-obatan, makanan dan minuman yang ada di rumah sakit, seperti manajemen dalam pengelolaan dana rumah sakit bekerjasama dengan lembaga keuangan syariah, rumah sakit menerapkan beberapa akad syariah dalam transaksinya, obat-obatan, makanan dan minuman dari bahan halal.

Sebuah rumah sakit dapat disebut rumah sakit syariah yaitu apabila rumah sakit tersebut telah memperoleh sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Rumah sakit syariah dapat beroperasi dengan menerapkan semua standar operasional rumah sakit syariah yang telah tersertifikasi DSN-MUI. Standar operasional rumah sakit syariah yang tersertifikasi, tercantum di dalam fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah.

Penyusunan standar operasional rumah sakit syariah yang disertifikasi ini merupakan hasil kerja sama natar DSN-MUI dan MUKISI (Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia). MUKISI merupakan wadah yang menghimpun penyelenggaraan sarana kesehatan islam dan perorangan yang memiliki keahlian dan minat untuk mengembangkan upaya kesehatan islam. Menurut DSN-MUI dalam surat keputusannya yaitu No. KEP-13/DSN-MUI/III/2017, menimbang bahwa untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah di rumah sakit, maka perlu ditetapkan standard an instrument sertifikasi rumah sakit berdasarkan prinsip syariah, dan bahwa standard an instrument sertifikasi rumah sakit syariah yang ditetapkan DSN-MUI dilandaskan pada

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Rumah Sakit Bersertifikat Syariah  Tabel 1.2 Daftar Review Studi Terdahulu
Tabel 1.1 Daftar Rumah Sakit Bersertifikat Syariah
Tabel di atas merupakan daftar rumah sakit syariah yang lolos sertifikasi syariah.
Tabel 1.2 Daftar Review Studi Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

( dikutip dari wawancara wartawan Gatra dengan KH. Menurut penulis seharusnya Keputusan DSN MUI yang mengatur lembaga keuangan syariah dapat diberlakukan kepada