BAB II KAJIAN PUSTAKA ASPEK PENGELOLAAN RUMAH SUSUN
2.4 Rumah Susun Sederhana
2.4.1 Tujuan Pembangunan Rmah Susun Sederhana
Pembangunan rumah susun sederhana bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah di kawasan perkotaan (Jakstra, 2007).
2.4.2 Prinsip Pengaturan Rumah Susun Sederhana
Pengaturan rumah susun tertuang dalam UU No.16/1985 dan PP No.4/1988. Rumah susun untuk optimasi penggunaan tanah perkotaan. Konsep tata ruang diarahkan vertikal terutama untuk permukiman berkepadatan tinggi dan peremajaan kawasan kumuh. Regulasi ini juga mengatur tentang pengelolaan dan lokasi rumah susun. Lokasi rumah susun harus sesuai peruntukkan tata ruang dan keserasian lingkungan. Inter-koneksi jaringan lokal dengan jaringan kota dimungkinkan serta mudah dicapai angkutan dan terjangkau pelayanan air bersih dan listrik. Sedangkan dari Jakstra Rusun (2007) dinyatakan bahwa lokasi rusuna berada atau disyaratkan pada kawasan pusat kegiatan kota dan kawasan–kawasan khusus yang memerlukan rumah susun seperti kawasan industri, kawasan pendidikan dan kawasan campuran. Selain itu bagi kota yang memiliki penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa dan kepadatan penduduk di atas 200 jiwa/ha sudah seharusnya mengarahkan pembangunan perumahan ke arah hunian vertikal. Pembangunan apartemen rakyat/rusuna adalah yang layak, murah dan terjangkau, selain harus berada di lokasi yang strategis dan memiliki aksesibilitas yang bernilai ekonomi tinggi (Keppres No.22/2006). Kebutuhan pengadaan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel II.1.
Kota metropolitan, kota besar, dan bagi kota sedang yang memiliki permasalahan khusus sudah harus mempertimbangkan pengembangan hunian vertikal (Dirjen Cipta Karya, DPU:2007). Lokasi pembangunan rusunawa ditetapkan sendiri oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan
47 kebijakan lokal yang berdasar pada kriteria dan peraturan nasional/regional yang berlaku.
TABEL II.1
KEBUTUHAN RUMAH SUSUN
BERDASARKAN KEPADATAN PENDUDUK Klasifikasi
Kawasan
Kepadatan Rendah
Kepadatan Sedang Kepadatan
Tinggi Sangat Padat Kepadatan penduduk < 150 jiwa/ha 151 – 200 jiwa/ha 201 – 400 jiwa/ha > 400 jiwa/ha Kebutuhan Rusun Sebagai alternatif untuk kawasan tertentu
Disarankan untuk pusat-pusat kegiatan kota dan kawasan tertentu
Disyaratkan
Disyaratkan
Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2007.
Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan lokasi antara lain :
Penanganan kawasan permukiman kumuh, yang diawali dengan pemetaan kawasan kumuh dan kajian kelayakan untuk menetapkan tingkatan kekumuhan sehingga memerlukan upaya peremajaan yang berdampak pada kebutuhan akan hunian vertikal sewa sebagai salah satu solusi.
Tinjauan terhadap RTRW untuk menentukan kelayakan lokasi dari fungsi lahan dan tata guna tanah.
Tinjauan sosial dan ekonomi yang dapat meyakinkan bahwa komunitas yang akan dipindahkan dan nantinya bakal menghuni rusunawa di lokasi yang baru tidak kehilangan kehidupan dan penghidupannya yang paling mendasar.
Lahan atau tapak dimana gedung negara berupa rusunawa tersebut akan dibangun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Memenuhi syarat administratif, yang diartikan bahwa lahan tersebut adalah milik pemerintah daerah yang sah dan tidak menyalahi peraturan lokal, regional, maupun nasional.
Memenuhi persyaratan fisik, yang dimaksudkan bahwa lahan tersebut tidak rawan bahaya dan atau bencana permanen dan periodik yang tidak bisa diatasi.
Memenuhi persyaratan ekologi, yang berarti dibangunnya suatu hunian bertingkat jamak tersebut tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan (perlu perlakuan amdal)
48
Menurut Yudosodo (1991:347–348) dalam membangun rusunawa perlu memperhatikan aspek–aspek seperti : aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek tanah perkotaan, aspek investasi, aspek keterjangkauan. Aspek ekonomi berkaitan dengan lokasi yang dekat dengan tempat kerja atau aktivitas sehari–hari sehingga menghemat pengeluaran rumah tangga. Sedangkan aspek keterjangkauan berkaitan dengan penetapan tarif sewa yang mampu dibayar oleh masyarakat penghuni rumah susun sederhana.
Rusunami dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, atau hak pengelolaan (PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas Tanah Negara). Rusunawa dibangun di atas tanah instansi pemerintah/pemerintah daerah baik yang sudah berstatus hak pakai maupun yang belum berstatus hak pakai. Rusunawa dapat juga dibangun langsung di atas hak pengelolaan seperti pada instansi pemerintah/pemda, BUMN, BUMD, PT.Persero, Badan Otorita, Badan Hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk (PMNA/KBPN No.9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan HPL).
Standar perencanaan teknis pembangunan rusun (sesuai Jakstra Rusun, 2007) adalah sebagai berikut :
a. Kepadatan Bangunan
Kepadatan (intensitas) bangunan diatur dengan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil yang tidak melebihi dari 0.4. Sedangkan Koefisien lantai bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah yang tidak kurang dari 1,5, dan koefisien bagian bersama (KB) adalah perbandingan bagian bersama dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2.
b. Tata Letak
Tata letak rusun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian.
49
c. Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian
Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota.
d. Jenis Fungsi Rumah Susun
Jenis fungsi peruntukkan Rusun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu Rusun/kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha.
e. Luasan Satuan Rumah Susun
Luas sarusun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur.
f. Kelengkapan Rumah Susun
Rusun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.
g. Transportasi Vertikal
Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal. Sedang rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari 6 lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal.
Perencanaan teknis ditunjang oleh penerapan teknologi bahan bangunan dan konstruksi dari potensi SDA lokal, yang memenuhi standar pelayanan minimal (keamanan konstruksi, kesehatan, dan kenyamanan) supaya harga sewa/ jual rusun tidak terlalu mahal. Beban biaya sosial yang terjadi pada saat persiapan, pelaksanaan pembangunan, serta biaya operasi dan pemeliharaan rusun dapat dikurangi. Perencanaan teknis juga menyangkut penyiapan perijinan, skema pembiayaan, rencana kelompok sasaran, rencana tarif/sewa dan harga jual, dan rencana subsidi. Subsidi untuk rusunami oleh MBR diatur dalam Permenpera No.7/Permen/M/2007, dengan batasan penghasilan Rp.1.200.000,- s/d Rp.4.500.000,- per bulan. Sedangkan untuk MBR yang berpenghasilan per bulan di bawah Rp.1.200.000,- dilayani dengan penyediaan rusunawa.
50
2.4.3 Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana Sewa
Penyelenggaraan rumah susun sederhana meliputi pemilihan lokasi berdasarkan kriteria dan persyaratan, penyediaan dan pematangan lahan, perencanaan teknis, sosialisasi terhadap rencana, implementasi/konstruksi, manajemen operasional/pengelolaan, pemantauan dan evaluasi.
Sumber : Laporan Perencanaan Umum Pembangungan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, 2007.
GAMBAR 2.2
PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA
Pengelolaan dan manajemen operasional merupakan tahapan setelah masa konstruksi. Pengelolaan dilanjutkan dengan tahapan pemantauan dan evaluasi untuk menghasilkan hal–hal yang bisa dijadikan umpan balik bagi tahapan awal penyelenggaraan tumah susun sederhana. Dengan demikian keberhasilan penyelenggaraan rumah susun sederhana dapat didekati dari keberhasilan manajemen operasionalisasi/pengelolaan. Skema pengelolaan yang baik dapat memberi manfaat pada penghuni rusunawa sekaligus keuntungan bagi penyelenggara sehingga dana bergulir untuk membangun rusunawa baru (Bappenas, 2003:464–465). Pemilihan Lokasi Penyediaan Lahan Matang Perencanaan Teknis Sosialisasi Rencana Implementasi / Konstruksi Manajemen Operasional / Pengelolaan Pemantauan dan Evaluasi “Masa Pra-Konstruksi/Pra-rencana dan Rencana”
“Masa Konstruksi”
“Masa Pasca-Konstruksi” “Umpan Balik”
51
2.5 Pengelolaan Rumah Susun Sederhana