• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUA N

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, talah ditentukan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1) Bagaimana tinjauan umum perlindungan konsumen di Indonesia?

2) Bagaimana tinjauan yuridis terhadap jual-beli online di Indonesia?

3) Bagaimana ketentuan peraturan perundang-undang terhadap pertanggungjawaban transaksi jual-beli online pelaku usaha yang mengakibatkan kerugian kepada konsumen?

25 Tami Rusli. (2012). “Penyelesaian Sengketa Antara Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Peraturan Perundang-Undangan”. Jurnal Publikasi. Vol 3 No 1 (Fakultas Hukum:

Universitas Bandar Lampung). Halaman 90. Tersedia akses online pada http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/KP/article/view/71/68.

10

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dalam penulisan penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai tambahan pengetahuan. Adapun Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka telah ditetapkan beberapa tujuan lain yang dibagi menjafi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu sebagai berikut:

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan secara umum yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain:

a. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi aspek umum terkait sistem perlindungan konsumen;

b. Mengidentifikasi relasi antara hak dan tanggung jawab pelaku usaha dengan konsumennya; dan

c. Memberikan prekripsi kebijakan untuk mendorong efektifitas norma terkait perlindungan konsumen e-commerce.

1.3.2. Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk memantik diskursus kritis terkait produk kebijakan yang terfokus kepada sistem hukum perlindungan konsumen, terkhusus kepada bidang usaha e-commerce. Penelitian ini juga dilakukan dalam rangka usaha meningkatkan minat masyarakat selaku konsumen agar dapat terlibat aktif dalam perencanaan, penyusunan, pengawasan, produk kebijakan yang mengatur kegiatan usaha e-commerce.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.4. Manfaat Penulisan

Dari tujuan yang telah tertulis diatas, maka penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk karya ilmiah dan dapat menambah literatur dan bahan kepustakaan untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai teori, konsep, dan kaidan-kaidah hukum bagi para mahasiswa, kalangan akademisi/dosen.

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai pelaku usaha maupun konsumen.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan seperti korporasi, konsultan hukum, pelaku usaha, produsen, distributor, konsumen dan masyarakat secara umum.

1.5. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha Pada Transaksi Jual-Beli Online Yang Mengakibatkan Kerugian Konsumen Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.” Setelah dilakukan penulusuran digital maupun tradisional, materi yang dibahas dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun pembahas dalam skripsi yang dilakukan terdahulu, sehingga judul serta permasalahan yang telah ditentukan untuk dijadikan sebagai pembahasan dalam penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan keorisinalitasnya.

12

1.6. Metode Peneltian

Metodelogi penelitian hukum merupakan suatu cara yang teratur (sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian.26 Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Adapun metode penelitian yang dipergunakan untuk menjawab permasalahan, yaitu:

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Karena penelitian ini ditujukan untuk menganalisis asas, kaidah dan doktin-doktrin hukum dengan menggunakan data sekunder dan didukung oleh data primer.

Penelitian yuridis normatif yaitu adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.27 Pada penelitian hukum normatif sering kali hukum dikonsepkan sebagai sesuatu yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas atau sesuai.28

1.6.2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu UU PK; Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

26 Abdulkadir Muhammad. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Cetakan I. (Bandung:

Citra Aditya Bakti). Halaman 57.

27 Jhonny Ibrahim. (2008). Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif. (Malang:

Bayumedia Publishing). Halaman 47.

28 Amiruddin, Zainal Asikin. (2004). Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Rajawali Press). Halaman 118.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE)29; Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan)30; Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)31; Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE)32; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksaaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Kepmenperindag BPSK)33; Peraturan Menteri Perdagangan No 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Permendag BPSK)34; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat menunjang penjelasan mengenai bahan hukum premier seperti buku-buku hukum, jurnal publikasi, artikel dan hasil penelitian; dan

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan lebih mendalam terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini

29 Republik Indonesia (UU ITE). Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. UU No 19 Tahun 2016. LN Tahun 2016 No 251. TLN No 5982.

30 Republik Indonesia (UU Perdagangan). Undang-Undang tentang Perdagangan. UU No 7 Tahun 2014. LN Tahun 2014 No 45. TLN No 5512.

31 Republik Indonesia (PP PSTE). Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. PP No 71 Tahun 2019. LN Tahun 2019 No 185. TLN No 6400.

32 Republik Indonesia (PP PMSE). Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. PP No 80 Tahun 2019. LN Tahun 2019 No 222. TLN No 6420.

33 Republik Indonesia (Kepmenperindag BPSK). Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang Pelaksaaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Kepmenperindak BPSK No 350/MPP/Kep/12/2001.

34 Republik Indonesia (Permendag). Peraturan Menteri Perdagangan tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Permendag No 06/M-DAG/PER/2/2017. BN Tahun 2017 No 291.

14

seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan Ensiklopedia dan data resmi dari media massa.35

1.6.3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Library research adalah metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif.36 Diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, artikel, data resmi dan hasil penelitian. Kemudian diuraikan dengan sistematis dan terstruktur, guna menjawab permasalahan.

1.6.4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah pendekatan normatif kualitatif. Pendekatan normatif kualitatif yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraian dalam bentuk kalimat dengan menganalisis data dengan mengumpulkan data primer dan menghubungkan dengan bahan-bahan pustaka secara komprehensif yang berhubungan dengan skripsi ini, dan dirangkum dan disusun secara sistematis.

1.7. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi dalam beberapa bab, sistematika bab dibagi menjadi:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, mengemukakan latar belakang penelitian, rumusan permasalahan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

35 Bambang Sunggono (2010). Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Halaman 113.

36 Bambang Waluyo. (1996). Penelitian Hukum Dalam Praktek. (Jakarta: Sinar Grafika).

Halaman 50.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ini, keaslian penulisan, metode penelitian serta sistematika penulisan. Yang dimaksudkan sebagai pengantar penelitian;

BAB II TINJAUAN UMUM TERKAIT PERLINDUNGAN KONSUMEN Dalam bab ini, pembahasan akan difokuskan kepada pandangan umum terkait sistem perlindungan konsumen.

BAB III TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL-BELI ONLINE DI INDONESIA

Dalam bab ini, akan dibahas tentang tinjauan yuridis terkait pengaturan hukum terhadap jual-beli online, legalitas jual-beli online dan hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen dalam peristiwa jual-beli online.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU USAHA YANG

MENGAKIBATKAN KERUGIAN KONSUMEN PADA

TRANSAKSI JUAL-BELI ONLINE DITINJAU

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai proses terjadinya jual-beli online, pertanggungjawaban pelaku usaha pada transaksi jual beli online yang mengakibatkan kerugian konsumen, dan upaya hukum yang dapat ditempuh jika konsumen dirugikan;

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini, berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas. Juga disertai dengan saran dari hasil penelitian yang dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai sarana penambah wawasan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terkait aspek hukum perlindungan konsumen dalam transaksi jula-beli online.

16 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen

Dalam pembahasan sub-bab ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, pembagian sub-pembahasan akan membahas tentang sejarah dan perkembangan perlindungan konsumen secara global, dan sub-pembahasan lainnya akan menjelaskan sejarah dan perkembangan perlindungan konsumen di Indonesia.

2.1.1. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen Secara Global Secara historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan konsumen diawal abad ke-19 di New York pada tahun 1891. Kemudian muncul gerakan perlindungan konsumen (consumer movement). Pemicunya akibat kepanikan publik saat itu yang disebabkan novel karya Upon Sinclair yang berjudul “The Jungle”.37 Novel tersebut menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging yang tidak memenuhi standar kesehatan.

Amerika Serikat memberikan banyak sumbangsih terkait perlindungan konsumen. Pada tahun 1891, dibentuk liga konsumen untuk pertama kalinya, dan pada tahun 1898 terbentuk liga konsumen nasional (the national consumers league) di Amerika Serikat.38 Pada tahun 1903 liga konsumen nasional Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara bagian.39

37 Celina Tri Siwi Kristiyanti. (2016). Op.,Cit., Halaman 2-3.

38 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 13.

39 Ibid.,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada tahun 1914, direklarasikan komisi yang bergerak dalam perlindungan konsumen, yaitu Federal Trade Commision (FTC).40 FTC memiliki legal standing yang mengacu kepada Undang-Undang yang dikenal dengan The Federal Trade Commission Act.41

Pada tahun 1937, terjadi tragedi elixir sulphanilamide di Amerika Serikat, sejenis obat berbahan sulfa yang menyebabkan 93 orang konsumennya meninggal dunia. Tragedi tersebut yang mendorong dilakukannya amandemen The Food and Drugs Act 1906, diubah menjadi The food, Drug and Cosmetics Act 1938.42

Pada 15 Maret 1962, terdapat kejadian penting terkait gerakan perlindungan konsumen di Amerika Serikat. Presiden John F. Kennedy menyampaikan pidato kenegaraan berjudul “A Special Message of Protecting the Consumer Interest”

dihadapan kongres Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Kennedy mengemukakan formulasi terkait pokok-pokok pikiran yang sampai sekarang dijadikan sebagai hak-hak konsumen (consumer bill of right).43

40 FTC adalah lembaga perlindungan konsumen Amerika Serikat. FTC bertujuan untuk melindungi konsumen. Fungsi lain FTC adalah mempromosikan persaingan dalam bentuk persaingan harga, pilihan, dan layanan. Hal ini menunguntungkan konsumen karena dapat mempertahankan harga tetap rendah namun kualitas barang dan jasa tinggi. Dikutip dari https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/mengenal-lembaga-perlindungan-konsumen-as-dan-kesamaannya-dengan-lapor. Diakses pada Desember 2020.

41 Donald P.Rothschild dan David W.Carrol. (1989). Consumer Protecting; Reporting Service, Vol. 1 (Maryland: National Law Publishing Corporation), Halaman17. The Federal Trade Commission Act adalah suatu produk kebijakan Amerika Serikat pemberian kewenangan kepada FTC selaku komisi perdagangan untuk menjalankan fungsi pencegahan infair business yang berugikan konsumen, sebagai regulator, sebagai pegawas, dan sebagai lembaga literasi. Lihat juga dalam https://www.ftc.gov/enforcement/statutes/federal-trade-commission-act. Diakses pada Desember 2020.

42 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 186.

43 Vernon A. Musselman, Jhon H. Jackson. Introduction to Modern Business. Terjemahkan Kusma Wiriadisastra. (1992). (Jakarta: Erlangga). Halaman 294-295. Kennedy menetapkan 4 (empat) hak konsumen, yaitu the right to safety; the right to be informed; the right to choose; and the right to be heard. Lihat Dalam Shidarta. (2004). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.

(Bandung: Grasindo). Halaman 44-45.

18

Perkembangan sosialisasi perlindungan konsumen terus meningkat di berbagai negara baik Eropa maupun benua lainnya. Hal ini ditandai dengan di deklarasikannya lembaga pemerhati yang bergerak di bidang perlindungan konsumen yang bersifat internasional, yakni International Organization of Consumer Union (IOCU) pada tanggal 1 April 1960.

Lembaga IOCU berpusat di Den Haag Belanda, yang kemudian berpindah ke London/Inggris pada tahun 1993. Dalam Perkembangannya selanjutnya IOCU ini berubah nama menjadi Consumers International (CI).44

Pada tahun 1967 Amerika Serikat mengundangkan The Uniform Trade Practices and Consumer Protection Act 1967, dan Unfair Trade Practices and Consumer Protection Law (Lousiana) 1973.45 Pada era setelah itu, perkembangan aspek perlindungan konsumen terjadi di beberapa negara lain. Ditandai dengan pembentukan Undang-Undang perlindungan konsumen di masing-masing negara yang ada dibawah ini:46

1) Inggris: The Consumer Protection Act 1961;

2) Kanada: The Consumer Protection Act, and The Consumer Protection Amendment Act 1971;

3) Singapura: The Consumer Protection (Trade Protection Safety Requirement Act 1975);

4) Finlandia: Consumer Protection Act 1978;

5) Thailand: Consumer Act 1979;

6) Jepang: The Consumen Protection Fundamental Act 1968;

7) Australia: Consumer Affairs Act 1978;

8) Irlandia: Consumer Information Act 1978;

44 Shidarta. (2004). Op.,Cit., Halaman 37.

45 F.D, Rose. (1999). Blackstone’s Statues on Commercial and Consumers Law, (London:

Blackstone Press Limited).

46 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perlu diketahui bahwa pada masa itu, PBB menciptakan sejarah dalam perkembangan hukum konsumen. Ketika mengadopsi United Nations Guidelines for Consumer Protection 1985, yang untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai prinsip hukum konsumen Internasional.47 Konstribusi PBB sangat signifikan terhadap perkembangan hukum konsumen Internasional, yaitu dengan panduan Resolusi PBB Nomor A/RES/39/258 tanggal 16 April 1985 tentang The Guidelines for Consumer Protection. Sebelumnya telah banyak kelompok konsumen yang mendukung instrumen Internasional semacam itu, khususnya terkait peran utama terkait konstribusi saran regulasi perlindungan konsumen.48

2.1.2. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen Di Indonesia Perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan dahulu pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Hiruk pikuk gerakan perlindungan konsumen di Indonesia mulai terdengan dan popular pada tahun 1970-an, yakni dengan berdirinya lembaga swadaya masyarakat (non-governmental organization).

Berdirinya YLKI pada bulan Mei 1973, yang bertindak sebagai organisasi lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen.

Dalam aktivitasnya bertindak selaku perwakilan konsumen (consumer representation) yang bertujuan untuk melayani dan meningkatkan martabat dan

47 I. Benohr. (2020). The United Nation Guidelines for Consumer Protection: Legal Implications and New Frontiers. Journal of Consumer Policy. Vol 43. (London: Queen Mary University). Halaman 105.

48 Consumer International. (2013). the state of consumer protection around the world.

(London: Consumer International). Dikutip dari https://ulsafetyindex.org/library/consumers-international-state-of-consumerprotection-2013.pdf. Diakses pada Desember 2020.

20

kepentingan konsumen.49 Setelah lahirnya YLKI, muncul beberapa organisasi yang berbasis perlindungan konsumen. Pada Februari 1988, berdiri Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang dan bergabung sebagai anggota CI tahun 1990.50

Disamping itu, dukungan media massa nasional baik cetak maupun eletronik yang secara rutin menyediakan kolom khusus untuk membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Hasil-hasil penelitian YLKI yang dipublikasikan dimedia massa juga membawa dampak terhadap konsumen. Demikan juga dalam berbagai pertemuan ilmiah dan pembahasan peraturan perundang-undangan, YLKI dianggap sebagai mitra representatif. Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen.51

Gerakan konsumen Indonesia termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UU PK karena berhasil dibawa ke DPR, yang pada akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada 20 April 1999.52 Pembentukan UU PK, tidak terlepas dari dinamika politik Indonesia, kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan, dan tuntutan mewujudkan UU PK semakin menguat. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan UU PK di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen.

49 Yusuf Sofie. (2003). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra Aditya Bakti). Halaman 7.

50 Shidarta. (2004). Op.Cit., Halaman 40.

51 Zulham. (2013). Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Kencana). Halaman 35.

52 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Op.Cit., Halaman 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kasus Republik Indonesia vs Tan Chandra Helmi dan Gimun Tanno,53 yang dikenal dengan kasus biskuit beracun, gugatan konsumen hanya dilihat dari aspek pidana dan administratif saja, sehingga korban atau konsumen tidak mendapatkan kompesasi atau ganti kerugian atas dasar tuntutan perdata.

Kasus lain yakni Janizal dkk vs PT Kentamik Super International,54 yang dikenal dengan kasus Perumahan Naragong Indah, pihak pengembang dimenangkan bahkan pihak pengembang menggugat balik konsumen, karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik.55

Dilain hal, yang menjadi faktor pendorong pembentukan UU PK di Indonesia adalah perkembangan sistem perdagangan global yang dikemas dalam kerangka World Trade Organization (WTO), maupun program International Monetary Fund (IMF), dan Program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi perjanjian perdagangan dunia diikuti dengan dorongan terhadap pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum Internasional di bidang perdagangan.56

2.2. Pengertian Konsumen Serta Hukum Perlindungan Konsumen

Permulaan istilah „konsumen‟, berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer ataupun dalam bahasa Belanda yaitu consument. Apabila ditinjau secara harfiah, konsumen adalah orang yang memerlukan, membelanjakan, menggunakan atau

53 Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No.30/Pid.B/1990/PN/Tng.

54 Pututsan Pengadian Negeri Jakarta Pusat No.3138/K/Pdt/1994/PN.Jkt.Pst. dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.3138/K/Pdt/1994.

55 Zulham. (2013). Op.Cit., Halaman 37.

56 Inosentius Samsul. (2001). Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. (Jakarta: Universitas Indonesia). Halaman 131.

22

pemakai.57 Apabila menurut tinjauan harfiah makna consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang. Sedangkan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberikan makna kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.58

Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai

“korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.59 Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, konsumen adalah:60

“ a person who buys goods or service for personal, family, or house hold use, with no intention or resale; a natural person who use products for personal rather than business purpose”.

Sedangkan dalam Text Book on Consumer Law, konsumen adalah “one who purchase goods or service”. Defenisi tersebut menghendaki bahwa konsumen adalah setiap orang atau individu yang harus dilindungi selama tidak memiliki kapasitas dan bertindak sebagai produsen, pelaku usaha.61

Menurut Munir Fuady, konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun tidak untuk diperdagangkan.62

57 N. H T. Siahaan. (2005). Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Cetakan I. (Bogor: Grafika Mardi Yuana). Halaman 23.

58 Az. Nasution. (2001). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. (Jakarta: Diadit Media). Halaman 3.

59 Agus Brotosusilo. (1998). Makalah: Aspek-Aspek Perlindungan terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia, Editor Yusuf Shofie (Jakarta: YLKI-USAID), Halaman 46.

60 Bryan A.Garner. (1999). Black’s Law Dictionary. Seventh edition. (St.Paul, Minnesota:

West Publishing). Halaman 311.

61 David Oughton dan John Lowry. (1977). Textbook on Consumer Law. (London:

Blackstone Press Limited). Halaman 2.

62 Munir Fuady. (2008). Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global.

(Bandung: Citra Aditya Bakti). Halaman 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menurut YLKI, konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.63 Pengertian konsumen menurut YLKI ini tidak jauh berbeda dengan pengertian konsumen dalam UU PK Pasal 1 Angka (2) yakni:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Dari materi muatan definisi konsumen dalam Pasal 1 Ayat (2) UU PK tersebut, terlihat bahwa secara teoritis, hal tersebut dipandang sebagai upaya mempersempit ruang lingkup definisi konsumen. Walaupun sulit untuk menentukan batasan tersebut. Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga jenis, yaitu:64

1) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu;

2) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial.

Konsumen antara ini sarna dengan pelaku usaha; dan

3) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan.

63 Az. Nasution. (1999). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. (Jakarta: Daya Widya). Halaman 10.

64 Az. Nasution. (2002). Perlindungan Konsumen; Tinjauan Singkat UU 8/1999-LN 1999 No 42. Jurnal Hukum Pembangunan. Universitas Indonesia. No 2. Halaman 116.

24

Berdasarkan penjelasan tentang penegertian konsumen diatas, terlihat perbedaan antara konsumen sebagai orang atau pribadi dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan konsumen tersebut menggunakan barang untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).65

Menurut Az. Nasution menyebutkan pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.66

Sedangkan menurut Johanes Gunawas, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict purchase/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi

Sedangkan menurut Johanes Gunawas, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict purchase/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi

Dokumen terkait