• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUA N

1.6. Metode Penelitian

1.6.3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Library research adalah metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif.36 Diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, artikel, data resmi dan hasil penelitian. Kemudian diuraikan dengan sistematis dan terstruktur, guna menjawab permasalahan.

1.6.4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah pendekatan normatif kualitatif. Pendekatan normatif kualitatif yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraian dalam bentuk kalimat dengan menganalisis data dengan mengumpulkan data primer dan menghubungkan dengan bahan-bahan pustaka secara komprehensif yang berhubungan dengan skripsi ini, dan dirangkum dan disusun secara sistematis.

1.7. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi dalam beberapa bab, sistematika bab dibagi menjadi:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, mengemukakan latar belakang penelitian, rumusan permasalahan masalah, tujuan dan manfaat penelitian

35 Bambang Sunggono (2010). Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). Halaman 113.

36 Bambang Waluyo. (1996). Penelitian Hukum Dalam Praktek. (Jakarta: Sinar Grafika).

Halaman 50.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ini, keaslian penulisan, metode penelitian serta sistematika penulisan. Yang dimaksudkan sebagai pengantar penelitian;

BAB II TINJAUAN UMUM TERKAIT PERLINDUNGAN KONSUMEN Dalam bab ini, pembahasan akan difokuskan kepada pandangan umum terkait sistem perlindungan konsumen.

BAB III TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL-BELI ONLINE DI INDONESIA

Dalam bab ini, akan dibahas tentang tinjauan yuridis terkait pengaturan hukum terhadap jual-beli online, legalitas jual-beli online dan hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen dalam peristiwa jual-beli online.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU USAHA YANG

MENGAKIBATKAN KERUGIAN KONSUMEN PADA

TRANSAKSI JUAL-BELI ONLINE DITINJAU

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai proses terjadinya jual-beli online, pertanggungjawaban pelaku usaha pada transaksi jual beli online yang mengakibatkan kerugian konsumen, dan upaya hukum yang dapat ditempuh jika konsumen dirugikan;

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini, berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas. Juga disertai dengan saran dari hasil penelitian yang dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai sarana penambah wawasan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terkait aspek hukum perlindungan konsumen dalam transaksi jula-beli online.

16 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen

Dalam pembahasan sub-bab ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, pembagian sub-pembahasan akan membahas tentang sejarah dan perkembangan perlindungan konsumen secara global, dan sub-pembahasan lainnya akan menjelaskan sejarah dan perkembangan perlindungan konsumen di Indonesia.

2.1.1. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen Secara Global Secara historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan konsumen diawal abad ke-19 di New York pada tahun 1891. Kemudian muncul gerakan perlindungan konsumen (consumer movement). Pemicunya akibat kepanikan publik saat itu yang disebabkan novel karya Upon Sinclair yang berjudul “The Jungle”.37 Novel tersebut menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging yang tidak memenuhi standar kesehatan.

Amerika Serikat memberikan banyak sumbangsih terkait perlindungan konsumen. Pada tahun 1891, dibentuk liga konsumen untuk pertama kalinya, dan pada tahun 1898 terbentuk liga konsumen nasional (the national consumers league) di Amerika Serikat.38 Pada tahun 1903 liga konsumen nasional Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 cabang yang meliputi 20 negara bagian.39

37 Celina Tri Siwi Kristiyanti. (2016). Op.,Cit., Halaman 2-3.

38 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 13.

39 Ibid.,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada tahun 1914, direklarasikan komisi yang bergerak dalam perlindungan konsumen, yaitu Federal Trade Commision (FTC).40 FTC memiliki legal standing yang mengacu kepada Undang-Undang yang dikenal dengan The Federal Trade Commission Act.41

Pada tahun 1937, terjadi tragedi elixir sulphanilamide di Amerika Serikat, sejenis obat berbahan sulfa yang menyebabkan 93 orang konsumennya meninggal dunia. Tragedi tersebut yang mendorong dilakukannya amandemen The Food and Drugs Act 1906, diubah menjadi The food, Drug and Cosmetics Act 1938.42

Pada 15 Maret 1962, terdapat kejadian penting terkait gerakan perlindungan konsumen di Amerika Serikat. Presiden John F. Kennedy menyampaikan pidato kenegaraan berjudul “A Special Message of Protecting the Consumer Interest”

dihadapan kongres Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Kennedy mengemukakan formulasi terkait pokok-pokok pikiran yang sampai sekarang dijadikan sebagai hak-hak konsumen (consumer bill of right).43

40 FTC adalah lembaga perlindungan konsumen Amerika Serikat. FTC bertujuan untuk melindungi konsumen. Fungsi lain FTC adalah mempromosikan persaingan dalam bentuk persaingan harga, pilihan, dan layanan. Hal ini menunguntungkan konsumen karena dapat mempertahankan harga tetap rendah namun kualitas barang dan jasa tinggi. Dikutip dari https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/mengenal-lembaga-perlindungan-konsumen-as-dan-kesamaannya-dengan-lapor. Diakses pada Desember 2020.

41 Donald P.Rothschild dan David W.Carrol. (1989). Consumer Protecting; Reporting Service, Vol. 1 (Maryland: National Law Publishing Corporation), Halaman17. The Federal Trade Commission Act adalah suatu produk kebijakan Amerika Serikat pemberian kewenangan kepada FTC selaku komisi perdagangan untuk menjalankan fungsi pencegahan infair business yang berugikan konsumen, sebagai regulator, sebagai pegawas, dan sebagai lembaga literasi. Lihat juga dalam https://www.ftc.gov/enforcement/statutes/federal-trade-commission-act. Diakses pada Desember 2020.

42 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 186.

43 Vernon A. Musselman, Jhon H. Jackson. Introduction to Modern Business. Terjemahkan Kusma Wiriadisastra. (1992). (Jakarta: Erlangga). Halaman 294-295. Kennedy menetapkan 4 (empat) hak konsumen, yaitu the right to safety; the right to be informed; the right to choose; and the right to be heard. Lihat Dalam Shidarta. (2004). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia.

(Bandung: Grasindo). Halaman 44-45.

18

Perkembangan sosialisasi perlindungan konsumen terus meningkat di berbagai negara baik Eropa maupun benua lainnya. Hal ini ditandai dengan di deklarasikannya lembaga pemerhati yang bergerak di bidang perlindungan konsumen yang bersifat internasional, yakni International Organization of Consumer Union (IOCU) pada tanggal 1 April 1960.

Lembaga IOCU berpusat di Den Haag Belanda, yang kemudian berpindah ke London/Inggris pada tahun 1993. Dalam Perkembangannya selanjutnya IOCU ini berubah nama menjadi Consumers International (CI).44

Pada tahun 1967 Amerika Serikat mengundangkan The Uniform Trade Practices and Consumer Protection Act 1967, dan Unfair Trade Practices and Consumer Protection Law (Lousiana) 1973.45 Pada era setelah itu, perkembangan aspek perlindungan konsumen terjadi di beberapa negara lain. Ditandai dengan pembentukan Undang-Undang perlindungan konsumen di masing-masing negara yang ada dibawah ini:46

1) Inggris: The Consumer Protection Act 1961;

2) Kanada: The Consumer Protection Act, and The Consumer Protection Amendment Act 1971;

3) Singapura: The Consumer Protection (Trade Protection Safety Requirement Act 1975);

4) Finlandia: Consumer Protection Act 1978;

5) Thailand: Consumer Act 1979;

6) Jepang: The Consumen Protection Fundamental Act 1968;

7) Australia: Consumer Affairs Act 1978;

8) Irlandia: Consumer Information Act 1978;

44 Shidarta. (2004). Op.,Cit., Halaman 37.

45 F.D, Rose. (1999). Blackstone’s Statues on Commercial and Consumers Law, (London:

Blackstone Press Limited).

46 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perlu diketahui bahwa pada masa itu, PBB menciptakan sejarah dalam perkembangan hukum konsumen. Ketika mengadopsi United Nations Guidelines for Consumer Protection 1985, yang untuk pertama kalinya ditetapkan sebagai prinsip hukum konsumen Internasional.47 Konstribusi PBB sangat signifikan terhadap perkembangan hukum konsumen Internasional, yaitu dengan panduan Resolusi PBB Nomor A/RES/39/258 tanggal 16 April 1985 tentang The Guidelines for Consumer Protection. Sebelumnya telah banyak kelompok konsumen yang mendukung instrumen Internasional semacam itu, khususnya terkait peran utama terkait konstribusi saran regulasi perlindungan konsumen.48

2.1.2. Sejarah Dan Perkembangan Perlindungan Konsumen Di Indonesia Perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan dahulu pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Hiruk pikuk gerakan perlindungan konsumen di Indonesia mulai terdengan dan popular pada tahun 1970-an, yakni dengan berdirinya lembaga swadaya masyarakat (non-governmental organization).

Berdirinya YLKI pada bulan Mei 1973, yang bertindak sebagai organisasi lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen.

Dalam aktivitasnya bertindak selaku perwakilan konsumen (consumer representation) yang bertujuan untuk melayani dan meningkatkan martabat dan

47 I. Benohr. (2020). The United Nation Guidelines for Consumer Protection: Legal Implications and New Frontiers. Journal of Consumer Policy. Vol 43. (London: Queen Mary University). Halaman 105.

48 Consumer International. (2013). the state of consumer protection around the world.

(London: Consumer International). Dikutip dari https://ulsafetyindex.org/library/consumers-international-state-of-consumerprotection-2013.pdf. Diakses pada Desember 2020.

20

kepentingan konsumen.49 Setelah lahirnya YLKI, muncul beberapa organisasi yang berbasis perlindungan konsumen. Pada Februari 1988, berdiri Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang dan bergabung sebagai anggota CI tahun 1990.50

Disamping itu, dukungan media massa nasional baik cetak maupun eletronik yang secara rutin menyediakan kolom khusus untuk membahas keluhan-keluhan konsumen, juga turut menggalakkan pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Hasil-hasil penelitian YLKI yang dipublikasikan dimedia massa juga membawa dampak terhadap konsumen. Demikan juga dalam berbagai pertemuan ilmiah dan pembahasan peraturan perundang-undangan, YLKI dianggap sebagai mitra representatif. Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen.51

Gerakan konsumen Indonesia termasuk yang diprakarsai YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UU PK karena berhasil dibawa ke DPR, yang pada akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada 20 April 1999.52 Pembentukan UU PK, tidak terlepas dari dinamika politik Indonesia, kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan, dan tuntutan mewujudkan UU PK semakin menguat. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan UU PK di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen.

49 Yusuf Sofie. (2003). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra Aditya Bakti). Halaman 7.

50 Shidarta. (2004). Op.Cit., Halaman 40.

51 Zulham. (2013). Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Kencana). Halaman 35.

52 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Op.Cit., Halaman 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kasus Republik Indonesia vs Tan Chandra Helmi dan Gimun Tanno,53 yang dikenal dengan kasus biskuit beracun, gugatan konsumen hanya dilihat dari aspek pidana dan administratif saja, sehingga korban atau konsumen tidak mendapatkan kompesasi atau ganti kerugian atas dasar tuntutan perdata.

Kasus lain yakni Janizal dkk vs PT Kentamik Super International,54 yang dikenal dengan kasus Perumahan Naragong Indah, pihak pengembang dimenangkan bahkan pihak pengembang menggugat balik konsumen, karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik.55

Dilain hal, yang menjadi faktor pendorong pembentukan UU PK di Indonesia adalah perkembangan sistem perdagangan global yang dikemas dalam kerangka World Trade Organization (WTO), maupun program International Monetary Fund (IMF), dan Program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi perjanjian perdagangan dunia diikuti dengan dorongan terhadap pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum Internasional di bidang perdagangan.56

2.2. Pengertian Konsumen Serta Hukum Perlindungan Konsumen

Permulaan istilah „konsumen‟, berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer ataupun dalam bahasa Belanda yaitu consument. Apabila ditinjau secara harfiah, konsumen adalah orang yang memerlukan, membelanjakan, menggunakan atau

53 Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No.30/Pid.B/1990/PN/Tng.

54 Pututsan Pengadian Negeri Jakarta Pusat No.3138/K/Pdt/1994/PN.Jkt.Pst. dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.3138/K/Pdt/1994.

55 Zulham. (2013). Op.Cit., Halaman 37.

56 Inosentius Samsul. (2001). Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. (Jakarta: Universitas Indonesia). Halaman 131.

22

pemakai.57 Apabila menurut tinjauan harfiah makna consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang. Sedangkan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberikan makna kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.58

Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai

“korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.59 Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary, konsumen adalah:60

“ a person who buys goods or service for personal, family, or house hold use, with no intention or resale; a natural person who use products for personal rather than business purpose”.

Sedangkan dalam Text Book on Consumer Law, konsumen adalah “one who purchase goods or service”. Defenisi tersebut menghendaki bahwa konsumen adalah setiap orang atau individu yang harus dilindungi selama tidak memiliki kapasitas dan bertindak sebagai produsen, pelaku usaha.61

Menurut Munir Fuady, konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun tidak untuk diperdagangkan.62

57 N. H T. Siahaan. (2005). Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Cetakan I. (Bogor: Grafika Mardi Yuana). Halaman 23.

58 Az. Nasution. (2001). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. (Jakarta: Diadit Media). Halaman 3.

59 Agus Brotosusilo. (1998). Makalah: Aspek-Aspek Perlindungan terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia, Editor Yusuf Shofie (Jakarta: YLKI-USAID), Halaman 46.

60 Bryan A.Garner. (1999). Black’s Law Dictionary. Seventh edition. (St.Paul, Minnesota:

West Publishing). Halaman 311.

61 David Oughton dan John Lowry. (1977). Textbook on Consumer Law. (London:

Blackstone Press Limited). Halaman 2.

62 Munir Fuady. (2008). Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global.

(Bandung: Citra Aditya Bakti). Halaman 17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menurut YLKI, konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.63 Pengertian konsumen menurut YLKI ini tidak jauh berbeda dengan pengertian konsumen dalam UU PK Pasal 1 Angka (2) yakni:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Dari materi muatan definisi konsumen dalam Pasal 1 Ayat (2) UU PK tersebut, terlihat bahwa secara teoritis, hal tersebut dipandang sebagai upaya mempersempit ruang lingkup definisi konsumen. Walaupun sulit untuk menentukan batasan tersebut. Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga jenis, yaitu:64

1) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu;

2) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang/jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial.

Konsumen antara ini sarna dengan pelaku usaha; dan

3) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan.

63 Az. Nasution. (1999). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. (Jakarta: Daya Widya). Halaman 10.

64 Az. Nasution. (2002). Perlindungan Konsumen; Tinjauan Singkat UU 8/1999-LN 1999 No 42. Jurnal Hukum Pembangunan. Universitas Indonesia. No 2. Halaman 116.

24

Berdasarkan penjelasan tentang penegertian konsumen diatas, terlihat perbedaan antara konsumen sebagai orang atau pribadi dengan konsumen sebagai perusahaan atau badan hukum. Pembedaan ini penting untuk membedakan konsumen tersebut menggunakan barang untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduksi lagi).65

Menurut Az. Nasution menyebutkan pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.66

Sedangkan menurut Johanes Gunawas, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict purchase/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchasei).67

Secara eksplisit, hukum perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang-undangan, baik undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya serta putusan-putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen.68 Pengertian Perlindungan Konsumen menurut UU PK, bisa ditemukan dalam Pasal 1 Angka (1) yakni, “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen.”

65 Az. Nasution. (1994). Hukum dan Konsumen Indonesia. Cet ke I. (Jakarta: Citra Aditya Bakti). Halaman 9.

66 Ibid., Halaman 10.

67 Johannes Gunawan. Hukum Perlindungan Konsumen. (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan). Halaman.3.

68 Inosenstius Samsul. (2001). Op.Cit., Halaman 34.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3. Pengaturan Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen diatur dalam UU PK mulai berlaku efektif pada 20 April 2000, yang berarti satu tahun setelah disahkan. Diundangkannya UU PK, bukan berarti menjadi awal ataupun akhir dari hukum yang fungsinya diperuntukan untuk melindungi konsumen.

Sebelum Indonesia merdeka, telah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, seperti Undang-Undang No 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-Undang; Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1964 yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No 10 Tahun 1961; Surat Ketentuan Gubernur DKI Jakarta No Ib.3/2/32/68 tentang Ketentuan Syarat-Syarat Pengujian Bagi Hasil Industri Sabun, Minyak Goreng, Tapal Gigi, dan Sirup; Selain itu aspek perlindungan konsumen juga ada pada Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Namun, sebagian besar regulasi tersebut sudah tidak berlaku lagi.69

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dapat ditemukan ketentuan yang bertedensi melindungi konsumen yaitu dalam beberapa Pasal Buku III, Bab V Bagian II yang dimulai dari Pasal 1365.70 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), juga terdapat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen, ketentuan ini terdapat dalam Buku I dan II.71

69 Az Nasution. (1975). “Perlindungan Konsumen (Suatu Tinjauan dari Sudut Hukum)”.

Makalah yang disampaikan pada seminar perlindungan konsumen 15-16 Desember 1975).

70 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 18.

71 Az Nasution. (2002). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Cet II. (Jakarta:

Diadit Media). Halaman 38.

26

Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga ada ketentuan yang menyinggung aspek perlindungan konsumen, seperti pada KUHP Pasal 204 Ayat (1-2); Pasal 205; 359; 360; 382; 383; dan 390). Terkait tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya.72 Tidak hanya itu didalam ketentuan UU PK juga memuat ketentuan sanksi pidana, seperti yang ada dalam Pasal 62 UU PK.

Setelah pemberlakuan UU PK, terdapat beberapa contoh ketentuan peraturan perundang-undangan yang juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen, antara lain Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan),73 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK),74 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU Jaminan Produk Halal).75 Keberadaan undang-undang yang baru ini juga terintegrasi dengan UU PK sebagai ketentuan perundang-undangan pokok terkait perlindungan konsumen di Indonesia. Namun perlu ditekankan bahwa, berdasarkan Pasal 64 UU PK, bahwa:

“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.”

Pasal 64 UU PK tersebut, dapat dipahami juga sebagai penegasan bahwa UU PK merupakan ketentuan khusus (lex specialis) terhadap ketentuan perundang-undangan yang sudah ada sebelum UU PK diundangkan. Artinya

72 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit., Halaman 19.

73 Republik Indonesia (UU Kesehatan). Undang-Undang tentang Kesehatan. UU No 36 Tahun 2009. LN Tahun 2009 No 144. TLN No 5063.

74 Republik Indonesia (UU OJK). Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. UU No 21 Tahun 2011. LN Tahun 2011 No 111. TLN No 5253.

75 Republik Indonesia (UU Jaminan Produk Halal). Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal. UU No 33 Tahun 2014. LN Tahun 2014 No 295. TLN No 5604.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

peraturan perundang-undangan yang juga mengatur dan melindungi konsumen baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya UU PK, maka UU PK dapat berkedudukan sebagai ketentuan umum (lex generalis)76 atau dapat juga berkedudukan sebagai ketentuan khusus (lex specialis)77.

Pada umumnya, sampai saat ini orang bertumpu pada frasa “segenap bangsa” yang ada di preambule UUD 1945 Alinea IV, sehingga frasa tersebut diambil sebagai asas persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa).

Akan tetapi didalamnya terkandung pula asas perlindungan hukum terhadap segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada segenap bangsa tentulah bagi segenap bangsa tanpa terkecuali.78 Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, perlindungan konsumen tidak hanya didasarkan kepada UU PK saja.

Namun, juga meliputi peraturan peundang-undangan yang sifatnya mengatur aspek perlindungan konsumen.

2.4. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasi untuk ditinkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas,

76 UU PK sebagai lex generalis, berarti bahwa ketentuan-ketentuan umum dalam UU PK pada dasarnya dapat diterapkan terhadap ketentuan undangundang khusus yang mengatur perlindungan konsumen. Contohnya adalah dalam UU OJK. Walaupun secara khusus dalam UUOJK telah ditentukan perlindungan konsumen khusus bagi konsumen di sektor jasa keuangan, tetapi ketentuan-ketentuan umum dalam UU PK dapat digunakan untuk melindungi konsumen di sektor jasa keuangan, sepanjang sesuai dengan pengertian konsumen dalam UU PK.

77 UU PK sebagi lex specialis, berarti bahwa ketentuanketentuan dalam UU PK dapat diberlakukan menyimpangi ketentuan undangundang yang mengatur dan melindungi konsumen.

Contohnya adalah UU PK sebagai ketentuan lex specialis dari KUH Perdata, di mana dalam pengajuan gugatan konsumen yang diajukan oleh konsumen diajukan di tempat kedudukan konsumen bukan di tempat kedudukan pelaku usaha (tergugat). Selain itu, dalam hal gugatan konsumen, yang harus membuktikan adanya unsur kesalahan adalah beban dari pelaku usaha dan bukan pada konsumen (penggugat).

78 Celina Tri Siwi Kristiyanti. (2016). Halaman 47.

28

hukum perlindungan konsumen akan berjalan dan memberikan kepastian serta kemanfaatan hukum kepada masyarakat.79 Terkait dengan klasifikasi asas perlindungan konsumen, dapat ditemukan pada Pasal 2 UU PK, yaitu:80

hukum perlindungan konsumen akan berjalan dan memberikan kepastian serta kemanfaatan hukum kepada masyarakat.79 Terkait dengan klasifikasi asas perlindungan konsumen, dapat ditemukan pada Pasal 2 UU PK, yaitu:80

Dokumen terkait