C. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Tiga
D. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Empat
BAB IV: PENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT
A. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Satu B. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Dua C. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Tiga D. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat
E. Diskusi Perbandingan Error Metode Runge-Kutta Orde Satu, Dua, Tiga, dan Empat
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas definisi turunan, contoh dari turunan, pengertian dari persamaan diferensial secara umum, pengelompokan persamaan diferensial berdasarkan jenis persamaan atau banyaknya variabel bebas yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, pengertian masalah nilai awal dan masalah nilai batas.
A. Turunan
Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi turunan dan contoh dari turunan.
Definisi 2.1 (Purcel, et al., 2003)
Turunan dari sebuah fungsi ๐ adalah fungsi yang diberi lambang ๐โฒ (dibaca โ๐ aksenโ) dan didefinisikan sebagai berikut:
๐โฒ(๐ฅ) = lim
โโ0
๐(๐ฅ + โ) โ ๐(๐ฅ) โ
asalkan limit ini ada dan bukan โ atau โโ.
Jika ๐โฒ(๐ฅ) bisa diperoleh, ๐ dikatakan dapat diturunkan atau dengan kata lain ๐ terdiferensial di ๐ฅ. ๐โฒ(๐ฅ) disebut turunan dari ๐ terhadap ๐ฅ.
Notasi dari suatu turunan dapat dituliskan sebagai berikut:
๐โฒ(๐ฅ), ๐ฆโฒ, ๐
๐๐ฅ[๐(๐ฅ)],๐๐ฆ ๐๐ฅ.
Semua notasi di atas sama-sama menyatakan turunan dari fungsi ๐ฆ = ๐(๐ฅ).
Secara umum, notasi suatu turunan dari fungsi ๐ฆ terhadap ๐ฅ dapat dituliskan sebagai berikut:
๐ฆโฒ, ๐ฆโฒโฒ, ๐ฆโฒโฒโฒ, ๐ฆโฒโฒโฒโฒ, โฆ dst.
๐ฆ(1), ๐ฆ(2), ๐ฆ(3), ๐ฆ(4), โฆ dst.
๐๐ฆ ๐๐ฅ,๐2๐ฆ
๐๐ฅ2,๐3๐ฆ
๐๐ฅ3,๐4๐ฆ
๐๐ฅ4 , โฆ dst.
Berikut ini adalah beberapa contoh penyelesaian dari suatu turunan.
Contoh 2.2
= lim
B. Persamaan Diferensial Secara Umum
Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial.
Definisi 2.5 (Boyce & DiPrima, 2012)
Persamaan diferensial adalah persamaan matematika yang memuat turunan (derivatif) dari suatu fungsi. Persamaan diferensial melibatkan turunan dari satu atau lebih variable terikat terhadap satu atau lebih variable bebas.
Persamaan diferensial muncul dalam berbagai bidang sains dan teknologi, bilamana hubungan deterministik yang melibatkan besaran yang berubah secara kontinu (dimodelkan oleh fungsi matematika) dan perubahan laju (dinyatakan sebagai turunan) diketahui. Sebagai contoh, Hukum Newton memungkinkan kita mengetahui hubungan kecepatan, percepatan, dan berbagai gaya yang bertindak terhadap benda tersebut, dan menyatakan hubungan tersebut adalah persamaan diferensial sebagai fungsi waktu. Dalam teori persamaan diferensial, ada dua kategori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel bebasnya yaitu, Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP).
Solusi atau penyelesaian persamaan diferensial adalah suatu nilai atau fungsi yang memenuhi persamaan diferensialnya.
Sebagai contoh, turunan dari fungsi ๐ฆ = log(๐ฅ) berturut-turut diberikan oleh:
๐ฆ
โฒ=
1๐ฅ
, ๐ฆ
โฒโฒ= โ
1๐ฅ2
, ๐ฆ
โฒโฒโฒ=
2๐ฅ3
,
dan seterusnya.Dimana dalam persamaan diferensial, turunan dari sebuah variabel biasa digantikan dengan tanda petik tunggal.
๐ฆโฒ = ๐๐ฆ
๐๐ฅ ๐ฆโฒโฒ = ๐๐๐ฅ2๐ฆ2 , dst.
Definisi 2.6 (Darmawijoyo, 2019)
Orde dari suatu persamaan diferensial adalah orde tertinggi derivatif yang termuat dalam persamaan itu.
Bentuk umum persamaan diferensial orde satu adalah ๐๐ฆ
๐๐ฅ = ๐(๐ฅ, ๐ฆ).
Berikut beberapa contoh persamaan diferensial : ๐๐ฆ
๐๐ฅ = 2๐ฆ + 3 ๐๐ฆ
๐๐ฅ = 1
๐ฅ2โ ๐ฅ โ 6 ๐ฆโฒ= cos 2๐ฅ ๐ฆโฒ= ๐ฅ sin๐ฅ
Terorema 2.7 (Adam & Essex, 2018)
Aturan Penjumlahan, Selisih, dan Kelipatan Konstan:
Jika fungsi ๐ dan ๐ terdiferensial di ๐ฅ, dan jika ๐ถ adalah konstanta, maka fungsi ๐ + ๐, ๐ โ ๐, dan ๐ถ๐ dapat terdiferensial di ๐ฅ dan
(๐ + ๐)โฒ(๐ฅ) = ๐โฒ(๐ฅ) + ๐โฒ(๐ฅ) (๐ โ ๐)โฒ(๐ฅ) = ๐โฒ(๐ฅ) โ ๐โฒ(๐ฅ)
(๐ถ๐)โฒ(๐ฅ) = ๐ถ๐โฒ(๐ฅ).
Bukti Teorema 2.7 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.
Terorema 2.8 (Adam & Essex, 2018) Aturan Perkalian:
Jika fungsi ๐ dan ๐ terdiferensial di ๐ฅ, maka fungsi ๐๐ juga terdiferensial di ๐ฅ dan (๐๐)โฒ(๐ฅ) = ๐โฒ(๐ฅ)๐(๐ฅ) + ๐(๐ฅ)๐โฒ(๐ฅ).
Bukti Teorema 2.8 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.
Terorema 2.9 (Adam & Essex, 2018) Aturan Pembagian:
Jika fungsi ๐ dan ๐ terdiferensial di ๐ฅ, dan jika ๐(๐ฅ) โ 0, maka fungsi ๐/๐ juga terdiferensial di ๐ฅ dan
(๐ ๐)
โฒ
(๐ฅ) =๐โฒ(๐ฅ)๐(๐ฅ) โ ๐(๐ฅ)๐โฒ(๐ฅ) (๐(๐ฅ))2 .
Bukti Teorema 2.9 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.
Terorema 2.10 (Adam & Essex, 2018) Aturan Rantai:
Jika ๐(๐ข) terdiferensial di ๐ข = ๐(๐ฅ), dan ๐(๐ฅ) terdiferensial di ๐ฅ, maka fungsi ๐ ๐ ๐(๐ฅ) = ๐(๐(๐ฅ)) juga terdiferensial di ๐ฅ dan
(๐ ๐ ๐)โฒ(๐ฅ) = ๐โฒ(๐(๐ฅ)) ๐โฒ(๐ฅ).
Bukti Teorema 2.10 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.
C. Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi dengan satu peubah bebas. Pada persamaan diferensial biasa terdapat beberapa contoh fenomena fisik yang melibatkan laju perubahan antara lain, gerakan cairan, gerakan sistem mekanis, aliran arus dalam rangkaian listrik, aliran panas dalam benda padat, gelombang seismik dan, dinamika populasi. Persamaan diferensial yang menggambarkan proses fisik ini sering disebut sebagai model matematika. (Boyce & DiPrima, 2012)
Notasi turunan pertama ๐ฆ terhadap ๐ฅ adalah ๐ฆโฒ = ๐๐ฆ
๐๐ฅ
dan bentuk umum solusi persamaan diferensial biasa adalah ๐ฆ = โ(๐ฅ).
Contoh menyelesaikan persamaan diferensial biasa sebagai berikut :
Contoh 2.11
Tentukan solusi dari persamaan diferensial berikut ini ๐ฆโฒ= ๐๐ฆ
๐๐ฅ= ๐๐ฅ. Solusi:
Untuk mencari solusi persamaan diferensial tersebut, pertama kita kalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan ๐๐ฅ sehingga menghasilkan:
๐๐ฆ = ๐๐ฅ ๐๐ฅ.
Pengintegralan kedua sisi akan menghasilkan:
โซ ๐๐ฆ = โซ ๐๐ฅ ๐๐ฅ.
Sehingga solusi persamaan diferensial ๐ฆโฒ= ๐๐ฅ adalah ๐ฆ = ๐๐ฅ+ ๐.
Contoh 2.12
Tentukan solusi dari persamaan diferensial berikut ini ๐ฆโฒ= ๐๐ฆ
๐๐ฅ= cos ๐ฅ.
Solusi:
Untuk mencari solusi persamaan diferensial tersebut, pertama kita kalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan ๐๐ฅ sehingga menghasilkan
๐๐ฆ = cos ๐ฅ ๐๐ฅ.
Pengintegralan kedua sisi akan menghasilkan
โซ ๐๐ฆ = โซ cos ๐ฅ ๐๐ฅ.
Sehingga solusi persamaan diferensial ๐ฆโฒ= cos ๐ฅ adalah ๐ฆ = sin ๐ฅ + ๐.
Ada beberapa macam solusi dari persamaan diferensial biasa, antara lain:
1. Variabel Terpisah (Separable Equations)
Bentuk umum persamaan diferensial dengan variabel terpisah adalah ๐๐ฆ
๐๐ฅ = ๐(๐ฅ) . ๐(๐ฆ) ๐๐ฆ
๐(๐ฆ)= ๐(๐ฅ)๐๐ฅ 1
๐(๐ฆ)๐๐ฆ = ๐(๐ฅ)๐๐ฅ
Penyelesaiannya diperoleh y = โซ๐(๐ฆ)1 ๐๐ฆ = โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ.
Contoh 2.13
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial ๐๐ฆ
๐๐ฅ= ๐ฅ๐ฆ . Solusi:
Dengan kata lain dari contoh diatas, ๐ฅ merupakan ๐(๐ฅ) dan ๐ฆ merupakan ๐(๐ฆ).
Dengan menggunakan variabel terpisah diperoleh
๐๐ฆ
๐ฆ = ๐ฅ ๐๐ฅ.
Solusi dari contoh diatas adalah:
โซ1
๐ฆ๐๐ฆ = โซ ๐ฅ ๐๐ฅ ln|๐ฆ| + ๐1 =1
2๐ฅ2+ ๐2 ln|๐ฆ| =1
2๐ฅ2+ ๐2โ ๐1 ln|๐ฆ| =1
2๐ฅ2+ ๐ถ ln|๐ฆ| = ln ๐12๐ฅ2+๐ถ
|๐ฆ| = ๐12๐ฅ2. ๐๐ถ ๐ฆ = ยฑ ๐พ. ๐12๐ฅ2 di cek:
๐ฆ = ๐พ. ๐12๐ฅ2 ๐ฆโฒ = ๐พ. ๐12๐ฅ2. ๐ฅ
๐๐ฆ
๐๐ฅ= ๐ฆ. ๐ฅ benar.
2. Persamaan Linier (Linier Equations)
Bentuk umum persamaan diferensial dengan persamaan linier adalah ๐ฆโฒ+ ๐(๐ฅ)๐ฆ = ๐(๐ฅ).
Penyelesaiannya diperoleh dengan mengalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan faktor integral ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ
Sehingga diperoleh :
๐ฆโฒ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ+ ๐(๐ฅ)๐ฆ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ = ๐(๐ฅ)๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ (๐ฆ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ)โฒ= ๐(๐ฅ) ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ
dengan mengintegralkan kedua ruas terhadap x dihasilkan ๐ฆ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ = โซ ๐โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ ๐(๐ฅ) ๐๐ฅ + ๐
๐ฆ = ๐โโ[โซ ๐โ๐(๐ฅ)๐๐ฅ + ๐].
Dimana โ = โซ ๐(๐ฅ).
Contoh 2.14
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial (4 + ๐ฅ2)๐๐ฆ
๐๐ฅ+ 2๐ฅ๐ฆ = 4๐ฅ.
Solusi:
Sisi kiri dari persamaan diferensial di atas adalah kombinasi linier dari ๐๐ฆ
๐๐ฅ dan y.
Jika disesuaikan dengan bentuk umumnya menjadi:
(4 + ๐ฅ2)๐๐ฆ
๐๐ฅ+ 2๐ฅ๐ฆ = 4๐ฅ (4 + ๐ฅ2)๐ฆโฒ+ 2๐ฅ๐ฆ = 4๐ฅ ๐ฆโฒ+ 2๐ฅ
(4 + ๐ฅ2)๐ฆ = 4๐ฅ (4 + ๐ฅ2)
dengan demikian, ๐(๐ฅ) = (4+๐ฅ2๐ฅ2) ; โ(๐ฅ) = โซ(4+๐ฅ2๐ฅ2)๐๐ฅ = ln(4 + ๐ฅ2) + ๐
๐ฆ = ๐โ ln(๐ฅ2+4)(โซ ๐ln(๐ฅ2+4). 4๐ฅ
(4 + ๐ฅ2)๐๐ฅ + ๐ ) ๐ฆ = 1
(4 + ๐ฅ2)(โซ 4๐ฅ ๐๐ฅ + ๐)
๐ฆ = 2๐ฅ2
(4 + ๐ฅ2)+ ๐ (4 + ๐ฅ2) . Sehingga didapat solusi umum dari persamaan diferensial
(4 + ๐ฅ2)๐๐ฆ
๐๐ฅ+ 2๐ฅ๐ฆ = 4๐ฅ adalah ๐ฆ = 2๐ฅ2
(4+๐ฅ2)+ ๐
(4+๐ฅ2)
3. Persamaan Koefisien Fungsi Homogen
Persamaan koefisien fungsi homogen merupakan Persamaan diferensial biasa yang dapat ditulis ke dalam bentuk
๐ฆโฒ= ๐ด(๐ฅ, ๐ฆ) ๐ต(๐ฅ, ๐ฆ)
Dengan A dan B adalah fungsi homogen dengan derajat yang sama.
Solusi penyelesaian dari persamaan koefisien fungsi homogen ini yaitu, dengan menggunakan subtitusi ๐ฆ = ๐ข๐ฅ , ๐ข = ๐ข(๐ฅ) dengan
๐ฆโฒ= ๐ขโฒ๐ฅ + ๐ข ๐๐ฆ
๐๐ฅ = ๐ฅ๐๐ข ๐๐ฅ+ ๐ข ๐๐ฆ = ๐ฅ๐๐ข + ๐ข๐๐ฅ Contoh 2.15
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial (๐ฅ + ๐ฆ) โ ๐ฅ๐ฆโฒ = 0.
Solusi:
Persamaan diferensial diatas dapat ditulis menjadi:
๐๐ฆ
๐๐ฅ = ๐ฅ + ๐ฆ ๐ฅ
Misalkan ๐ฆ = ๐ข๐ฅ, sehingga ๐๐ฆ = ๐ฅ๐๐ข + ๐ข๐๐ฅ ๐๐ฆ
๐๐ฅ = 1 +๐ฆ ๐ฅ ๐ฅ ๐๐ข + ๐ข๐๐ฅ
๐๐ฅ = 1 + ๐ข ๐ฅ๐๐ข + ๐ข ๐๐ฅ = (1 + ๐ข)๐๐ฅ ๐ฅ ๐๐ข + ๐ข๐๐ฅ = ๐๐ฅ + ๐ข๐๐ฅ ๐ฅ๐๐ข = ๐๐ฅ
๐๐ข =๐๐ฅ ๐ฅ
โซ ๐๐ข = โซ๐๐ฅ ๐ฅ ๐ข = ln ๐ฅ + ๐
๐ฆ
๐ฅ= ln ๐ฅ + ๐ ๐ฆ = ๐ฅ ln ๐ฅ + ๐ ๐ฅ.
Jadi solusi dari persamaan diferensial (๐ฅ + ๐ฆ) โ ๐ฅ๐ฆโฒ = 0 adalah ๐ฆ = ๐ฅ ln ๐ฅ + ๐ ๐ฅ.
D. Persamaan Diferensial Linier dan Tak Linier
Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial linier orde satu.
Definisi 2.16 (Darmawijoyo, 2019)
Persamaan diferensial linier orde satu adalah persamaan diferensial yang dapat ditulis dalam bentuk:
๐๐ฆ
๐๐ฅ+ ๐(๐ฅ)๐ฆ = ๐(๐ฅ),
dalam hal ini ๐(๐ฅ) dan ๐(๐ฅ) adalah fungsi kontinu dari variable bebas ๐ฅ pada interval dimana ๐ dan Q terdefinisi.
Terkadang lebih baik untuk menulis persamaan tersebut dalam bentuk:
๐(๐ฅ)๐๐ฆ
๐๐ฅ+ ๐(๐ฅ)๐ฆ = ๐บ(๐ฅ).
Dimana fungsi P, Q, dan G adalah fungsi yang diberikan dan ๐(๐ฅ) โ 0.
Sementara pada persamaan diferensial tak liner tidak terdapat formula yang bersesuaian sehingga lebih sulit untuk menyatakan sifat-sifat umum dari solusi.
E. Persamaan Diferensial Parsial
Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial parsial dan contoh persamaan diferensial parsial.
Definisi 2.17
Persamaan Diferensial Parsial (PDP) adalah persamaan yang memuat turunan (derivative) parsial dari satu atau lebih variable terikat terhadap lebih dari satu variable bebas.
Diketahui bahwa pada persamaan diferensial biasa, variabel terikat ๐ข = ๐ข(๐ฅ) hanya bergantung pada satu variabel bebas yaitu ๐ฅ. Berbeda dengan persamaan diferensial biasa, pada persamaan diferensial parsial variabel terikatnya seperti:
๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ก) atau ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ก), harus bergantung pada lebih dari satu variabel bebas. Jika ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ก), maka fungsi u bergantung pada variabel bebas ๐ฅ, dan pada variabel waktu ๐ก. Apabila ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ก) maka, fungsi ๐ข bergantung pada variabel ruang (panjang, lebar) ๐ฅ, ๐ฆ, dan pada variabel waktu ๐ก.
Berikut beberapa contoh persamaan diferensial parsial antara lain:
๐ข๐ก = ๐๐ข๐ฅ๐ฅ , (1.1)
๐ข๐ก = ๐(๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ), (1.2) ๐ข๐ก = ๐(๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ+ ๐ข๐ง๐ง), (1.3) yang menggambarkan aliran panas dalam ruang satu dimensi, ruang dua dimensi, dan ruang tiga dimensi masing-masing. Pada (1.1), variabel terikat ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ก) tergantung pada posisi ๐ฅ, dan variabel waktu t. Pada persamaan (1.2), ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ก) tergantung pada tiga variabel bebas yaitu, variabel ruang ๐ฅ, ๐ฆ, dan variabel waktu ๐ก. Dalam persamaan (1.3), variabel terikat ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง, ๐ก) tergantung pada empat variabel bebas yaitu, variabel ruang ๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง, dan variabel waktu ๐ก. (Wazwaz, 2009)
Berikut beberapa contoh lain untuk persamaan diferensial parsial:
๐ข๐ก๐ก = ๐2๐ข๐ฅ๐ฅ, (1.4)
๐ข๐ก๐ก = ๐2(๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ), (1.5) ๐ข๐ก๐ก = ๐2(๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ+ ๐ข๐ง๐ง), (1.6) yang menggambarkan perambatan gelombang dalam ruang satu dimensi, ruang dua dimensi, dan ruang tiga dimensi. Pada persamaan (1.4) fungsi yang tidak diketahui yaitu ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ก), pada persamaan (1.5) fungsi yang tidak diketahui yaitu fungsi ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ก), pada persamaan (1.6) fungsi yang tidak diketahui yaitu fungsi ๐ข = ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ, ๐ง, ๐ก).
2.18 Derajad Persamaan Diferensial Parsial
Derajad persamaan diferensial parsial adalah derajad turunan parsial tertinggi yang muncul di persamaan. Misalnya persamaan berikut ini:
๐ข๐ฅโ ๐ข๐ฆ = 0, ๐ข๐ฅ๐ฅ โ ๐ข๐ก = 0,
๐ข๐ฆ โ ๐ข๐ข๐ฅ๐ฅ๐ฅ = 0, (1.7)
yang mana, persamaan diferensial parsialnya masing-masing adalah derajad pertama, derajad kedua, dan derajad ketiga.
Contoh 2.19
Tentukan derajad dari persamaan diferensial berikut ini:
(a) ๐ข๐ก = ๐ข๐ฅ๐ฅ + ๐ข๐ฆ๐ฆ (b) ๐ข๐ฅ+ ๐ข๐ฆ = 0 (c) ๐ข4๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฅ๐ฅ๐ฆ = 2 (d) ๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ๐ฆ๐ฆ = 1 Penyelesaian :
(a) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐ข๐ฅ๐ฅ atau ๐ข๐ฆ๐ฆ. Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad dua.
(b) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐ข๐ฅ atau ๐ข๐ฆ . Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad satu.
(c) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐ข๐ฅ๐ฅ๐ฆ . Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad tiga.
(d) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalahu ๐ข๐ฆ๐ฆ๐ฆ๐ฆ. Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad empat.
2.20 Persamaan Diferensial Parsial Linier dan Nonlinier
Persamaan diferensial parsial diklasifikasikan menjadi persamaan diferensial parsial linear dan persamaan diferensial parsial nonlinier. Persamaan diferensial parsial disebut linier jika:
1) pangkat dari variabel terikat dan setiap turunan parsial yang terkandung dalam persamaan tersebut adalah satu.
2) koefisien variabel terikat dan koefisien masing-masing turunan parsial adalah konstanta atau variabel bebas. Namun, jika salah satu dari kondisi tersebut tidak ada, maka disebut persamaan diferensial parsial nonlinier.
Contoh 2.21
Klasifikasikan persamaan diferensial parsial berikut ini linier atau nonlinier:
(a) ๐ฅ๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ฆ๐ข๐ฆ๐ฆ = 0 (b) ๐ข๐ข๐ก+ ๐ฅ๐ข๐ฅ = 2 (c) ๐ข๐ฅ+ โ๐ข = ๐ฅ (d) ๐ข๐๐+1
๐๐ข๐+ 1
๐2๐ข๐๐ = 0 Penyelesaian :
(a) Pangkat dari setiap turunan parsial ๐ข๐ฅ๐ฅ dan ๐ข๐ฆ๐ฆ adalah satu. Selain itu, koefisien dari turunan parsial adalah variabel bebas ๐ฅ dan ๐ฆ masing-masing. Oleh karena itu, persamaan diferensial parsial ini bersifat linier.
(b) Meskipun pangkat dari setiap turunan parsialnya adalah satu, tetapi ๐ข๐ก memiliki ketergantungan variabel ๐ข sebagai koefisiennya. Oleh karena itu, persamaan diferensial parsial ini bersifat nonlinier.
(c) Persamaan diferensial parsial ini nonlinier karena suku tersebut berupa โ๐ข.
(d) Persamaan diferensial parsial ini linier karena memenuhi dua kondisi yang diperlukan.
2.22 Persamaan Diferensial Parsial Homogen dan Persamaan Diferensial Parsial Nonhomogen
Persamaan diferensial parsial juga diklasifikasikan sebagai homogen atau tidak homogen. Persamaan diferensial parsial dengan urutan apa pun disebut homogen jika setiap istilah persamaan diferensial parsial berisi variabel terikat ๐ข atau salah satu turunannya, jika tidak persamaan diferensial parsial itu disebut persamaan diferensial yang tidak homogen. Hal ini dapat diilustrasikan dengan melihat contoh di bawah ini.
Contoh 2.23
Klasifikasikan persamaan diferensial berikut merupakan persamaan diferensial parsial homogen atau nonhomogen:
(a) ๐ข๐ก = 4๐ข๐ฅ๐ฅ (b) ๐ข๐ก = ๐ข๐ฅ๐ฅ + ๐ฅ (c) ๐ข๐ฅ๐ฅ+ ๐ข๐ฆ๐ฆ = 0 (d) ๐ข๐ฅ+ ๐ข๐ฆ = ๐ข + 4 Penyelesaian :
(a) Suku-suku dalam persamaan diferensial parsial tersebut hanya mengandung turunan parsial dari ๐ข , oleh karena itu persamaan diferensial parsial ini disebut persamaan diferensial parsial homogen.
(b) Karena pada persamaan diferensial parsial ini satu suku mengandung variabel bebas ๐ฅ , maka persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial nonhomogen.
(c) Persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial homogen.
(d) Persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial nonhomogen.
2.24 Penyelesaian dari Persamaan Diferensial Parsial
Solusi persamaan diferensial parsial adalah fungsi ๐ข sehingga memenuhi persamaan yang sedang dibahas dan memenuhi kondisi yang diberikan juga.
Dengan kata lain, untuk memenuhi persamaan diferensial ini, sisi kiri persamaan diferensial parsial dan sisi kanan harus sama setelah mengganti solusi yang dihasilkan. Konsep ini akan diilustrasikan dengan melihat beberapa contoh berikut.
Contoh 2.25
Tunjukkan bahwa ๐ข(๐ฅ, ๐ฆ) = sin๐ฅ sin๐ฆ + ๐ฅ2 adalah penyelesaian dari persamaan diferensial parsial ๐ข๐ฅ๐ฅ = ๐ข๐ฆ๐ฆ + 2
Penyelesaian:
Sisi sebelah kiri ๐ข๐ฅ๐ฅ = โsin๐ฅ sin๐ฆ + 2
Sisi sebelah kanan ๐ข๐ฆ๐ฆ+ 2 = โsin๐ฅ sin๐ฆ + 2 = sisi sebelah kiri.
Contoh 2.26
Tunjukkan bahwa ๐ข(๐ฅ, ๐ก) = cos๐ฅ cos๐ก adalah penyelesaian dari persamaan diferensial parsial ๐ข๐ก๐ก = ๐ข๐ฅ๐ฅ
Penyelesaian:
Sisi sebelah kiri ๐ข๐ก๐ก = โcos๐ฅ cos๐ก
Sisi sebelah kanan ๐ข๐ฅ๐ฅ = โcos๐ฅ cos๐ก = sisi sebelah kiri.
F. Masalah Nilai Awal
Pada persamaan diferensial biasa, masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang dilengkapi dengan serangkaian kendala yang disebut dengan kondisi awal atau syarat awal yang diberikan dalam suatu masalah diferensial, dan solusi untuk masalah nilai awal adalah suatu nilai atau fungsi persamaan diferensial yang juga memenuhi kondisi awal (Boyce & DiPrima, 2012). Kondisi awal adalah turunan fungsi solusi di batas-batas titik ujung kedua interval.
21
BAB III
RUMUSAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT
Dalam bab ini akan dibahas penurunan rumusan metode Runge-Kutta orde satu, penurunan rumusan metode Runge-Kutta orde dua, penulisan skema metode Runge-Kutta orde tiga, dan penulisan skema metode Runge-Kutta orde empat.
A. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Satu
Pada beberapa kasus tertentu tidak semua masalah nilai awal dapat diselesaikan secara eksplisit, dan seringkali tidak mungkin untuk menemukan rumusan untuk solusi ๐ฆ(๐ก). Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan metode untuk dapat mendekati solusi. Pendekatan yang pertama adalah metode Runge-Kutta orde satu atau yang seringkali lebih dikenal dengan metode Euler.
Metode Euler berfungsi untuk menggambarkan konsep-konsep yang terlibat dalam integrasi numerik dari persamaan diferensial biasa. Metode Euler merupakan metode Runge-Kutta yang paling sederhana, sehingga penggunaan metode ini terbatas karena kesalahan yang diperoleh merupakan akumulasi dari setiap proses perhitungannya. Oleh karena itu, metode Euler akan menghasikan kesalahan atau galat lebih besar. Metode Euler sering menjadi dasar untuk membangun metode yang lebih kompleks, misalnya metode prediktor-korektor (Mathews dan Fink, 1999).
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah nilai awal dengan menggunakan metode Euler:
Misalkan terdapat masalah nilai awal yang terletak pada interval selang tertutup [๐, ๐] yaitu ๐ฆโฒ= ๐(๐ก, ๐ฆ) , ๐ โค ๐ก โค ๐ dengan nilai awal ๐ฆ(๐) = ๐ฆ0.
1) Pilih absis dari titik.
Bagi interval [๐, ๐] menjadi ๐ subinterval sama besar dan pilih titik diskritisasinya
๐ก๐ = ๐ + ๐โ untuk ๐ = 0, 1, 2, โฆ , ๐ dengan โ =๐โ๐
๐ . Nilai โ disebut ukuran Langkah.
2) Menentukan hampiran penyelesaian.
๐ฆโฒ= ๐(๐ก, ๐ฆ), ๐ก0 โค ๐ก โค ๐ก๐ , dengan ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0. Diasumsikan ๐ฆ(๐ก), ๐ฆโฒ(๐ก), dan ๐ฆโฒโฒ(๐ก) kontinu.
Teorema Taylor:
Suatu fungsi yang terdiferensiasi dapat dinyatakan dalam suatu deret pangkat atau suku banyak (polinomial). Koefisien polinomial tersebut hanya bergantung pada turunan fungsi pada titik yang bersangkutan. Berikut rumusan umum teorema Taylor yang berlaku untuk setiap fungsi ๐ yang dapat diturunkan, dengan hampiran untuk ๐ฅ mendekati ๐:
๐(๐ฅ) โ ๐(๐) + ๐โฒ(๐)(๐ฅ โ ๐) +๐โฒโฒ(๐)
2! (๐ฅ โ ๐)2+ โฏ +๐(๐)(๐)
๐! (๐ฅ โ ๐)๐, dengan ๐ bilangan bulat positif.
Lalu, menggunakan teorema Taylor diatas untuk mengekspansi ๐ฆ(๐ก) di sekitar ๐ก = ๐ก0, maka untuk setiap nilai ๐ก terdapat ๐1 โ [๐ก0 , ๐ก].
Sehingga,
๐ฆ(๐ก) = ๐ฆ(๐ก0) + ๐ฆโฒ(๐ก0)(๐ก โ ๐ก0) +๐ฆโฒโฒ(๐1)(๐ก โ ๐ก0)2
2 .
Subtitusi ๐ฆโฒ(๐ก0) = ๐(๐ก0, ๐ฆ(๐ก0)) dan โ = ๐ก1โ ๐ก0 pada persamaan di atas, untuk ๐ก = ๐ก1 akan diperoleh
๐ฆ(๐ก1) = ๐ฆ(๐ก0) + โ ๐(๐ก0, ๐ฆ(๐ก0)) + ๐ฆโฒโฒ(๐1)โ2 2.
Jika ukuran langkah โ dipilih cukup kecil, maka suku orde 2 (yang melibatkan โ2) dapat diabaikan, sehingga diperoleh
๐ฆ1 = ๐ฆ0+ โ๐(๐ก0, ๐ฆ0).
Proses diulang sampai menghasilkan barisan titik yang menghampiri kurva penyelesaian ๐ฆ = ๐ฆ(๐ก).
Sehingga langkah umum dalam menyelesaikan masalah nilai awal
๐ฆโฒ= ๐(๐ก, ๐ฆ) , ๐ โค ๐ก โค ๐ dengan nilai awal ๐ฆ(๐) = ๐ฆ0 menggunakan metode Euler adalah:
๐ก๐+1= ๐ก๐+ โ
๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+ โ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐).
Untuk ๐ = (0, 1, 2, โฆ , ๐ โ 1), dengan โ =๐โ๐
๐ . Nilai โ disebut ukuran langkah.
Secara geometris, metode Euler dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 3.1 Hampiran metode Euler (Chapra, 2012)
B. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Dua
Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang kedua adalah metode Runge-Kutta orde dua atau yang seringkali lebih dikenal dengan metode Heun. Metode Heun merupakan salah satu perbaikan atau peningkatan dari metode sebelumnya yaitu metode Euler. Pada metode Heun, solusi yang diperoleh dari metode Euler dijadikan solusi perkiraan awal yang akan diperbaiki dengan metode Heun. Metode Heun melibatkan dua buah persamaan. Persamaan yang pertama adalah persamaan prediktor. Persamaan prediktor menggunakan metode Euler untuk memprediksi nilai integrasi awal atau dengan kata lain, persamaan prediktor ini digunakan untuk menentukan hampiran dari ๐ฆ(๐ก1).
Persamaan yang kedua adalah persamaan korektor. Persamaan korektor ini akan
mengoreksi hasil integrasi awal pada persamaan prediktor. Persamaan korektor menggunakan aturan trapezoidal untuk menentukan hampiran nilai integral dari ๐ฆโฒ(๐ก).
Berikut ini adalah rumusan untuk persamaan prediktor dan korektor metode Heun:
Untuk mendapatkan titik penyelesaian (๐ก1, ๐ฆ1) digunakan Teorema Fundamental Kalkulus.
Bunyi Teorema Fundamental Kalkulus:
Jika fungsi ๐: [๐, ๐] โ โ terintegral pada [๐, ๐], maka
โซ ๐(๐ฅ)๐๐ฅ = [๐น(๐ฅ)]๐๐ = ๐น(๐) โ ๐น(๐).
๐
๐
Sehingga, titik penyelesaian (๐ก1, ๐ฆ1) yaitu:
โซ ๐(๐ก, ๐ฆ(๐ก)) ๐๐ก = โซ ๐ฆโฒ(๐ก) ๐๐ก = ๐ฆ(๐ก1) โ ๐ฆ(๐ก0)
๐ก1
๐ก0 ๐ก1
๐ก0
sehingga
๐ฆ(๐ก1) = ๐ฆ(๐ก0) + โซ ๐ฆโฒ(๐ก) ๐๐ก.
๐ก1
๐ก0
Nilai integral tentu pada ruas kanan diaproksimasi secara numeris, dalam hal ini digunakan aturan trapezoidal, sehingga akan diperoleh
๐ฆ(๐ก1) โ ๐ฆ(๐ก0) +โ
2(๐(๐ก0, ๐ฆ0) + ๐(๐ก1, ๐ฆ1)).
Nilai ๐ฆ(๐ก1) pada ruas kiri dihampiri dengan menggunakan metode Euler, diperoleh
๐ฆ1 = ๐ฆ0+ โ๐(๐ก0, ๐ฆ0).
Dengan demikian, rumus untuk menemukan nilai (๐ก1, ๐ฆ1) pada metode Heun adalah:
๐ฆ1 = ๐ฆ(๐ก0) +โ
2(๐(๐ก0, ๐ฆ0) + ๐(๐ก1, ๐ฆ0+ โ๐(๐ก0, ๐ฆ0))).
Dengan begitu, rumus untuk fungsi prediktor secara umum yaitu:
๐๐+1 = ๐ฆ๐+ โ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐), dengan ๐ = prediktor,
dan rumus untuk fungsi korektor secara umum yaitu:
๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐+โ
2(๐(๐ก๐, ๐ฆ๐) + ๐(๐ก๐+1, ๐๐+1)).
Secara geometris, metode Heun dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 3.2 Hampiran fungsi prediktor metode Heun (Chapra & Canale, 2010)
Gambar 3.3 Hampiran fungsi korektor metode Heun (Chapra & Canale, 2010)
C. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Tiga
Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang ketiga adalah metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde dua atau metode Heun.
Metode ini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua metode sebelumnya yaitu metode Euler dan metode Heun.
Berikut ini adalah rumusan metode Runge-Kutta orde tiga.
Apabila diketahui ๐ฆโฒ= ๐(๐ก, ๐ฆ) , ๐ โค ๐ก โค ๐ dengan nilai awal ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0. Maka langkah umumnya yaitu:
๐ก๐+1= ๐ก๐+ โ ๐1 = ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐) ๐2 = ๐(๐ก๐+โ
2, ๐ฆ๐+โ
2๐1)
๐3 = ๐(๐ก๐+ โ, ๐ฆ๐โ โ๐1+ 2โ๐2) ๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3].
Untuk ๐ = (0, 1, 2, โฆ , ๐ โ 1), dengan โ =๐โ๐๐ . Nilai โ disebut ukuran langkah.
Karena bukti dari rumusan metode Runge-Kutta orde tiga ini cukup panjang, penulis tidak mencantumkan bukti tersebut di sini, bukti penurunan rumus metode Runge-Kutta orde tiga dapat dilihat pada buku referensi metode numerik, misalnya Chapra dan Canale (2010).
D. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Empat
Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang keempat adalah metode Runge-Kutta orde empat. Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tiga metode sebelumnya yaitu metode Euler metode Heun, dan metode Runge-Kutta orde tiga.
Berikut ini adalah rumusan metode Runge-Kutta orde empat:
Apabila diketahui ๐ฆโฒ= ๐(๐ก, ๐ฆ) , ๐ โค ๐ก โค ๐ dengan nilai awal ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0. Maka langkah umumnya yaitu:
๐1= ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐) ๐2 = ๐(๐ก๐+โ
2, ๐ฆ๐+โ
2๐1) ๐3 = ๐(๐ก๐+โ
2, ๐ฆ๐+โ
2๐2) ๐4 = ๐(๐ก๐+ โ, ๐ฆ๐+ โ๐3) ๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐+โ(๐1+2๐2+2๐3+๐4)
6
Untuk ๐ = (0, 1, 2, โฆ , ๐ โ 1), dengan โ =๐โ๐
๐ . Nilai โ disebut ukuran langkah.
Karena bukti dari rumusan metode Runge-Kutta orde empat ini cukup panjang, penulis tidak mencantumkan bukti tersebut di sini, bukti penurunan rumus metode Runge-Kutta orde empat dapat dilihat pada buku buku referensi metode numerik, misalnya Chapra dan Canale (2010).
28
BAB IV
PENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT
Dalam bab ini akan diberikan beberapa contoh penerapan dari metode Kutta orde satu, Kutta orde dua, Kutta orde tiga, dan Runge-Kutta orde empat yang disertai dengan langkah-langkah dalam meyelesaikan masalah nilai awal yang diberikan.
A. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Satu Definisi 4.1 (Mathews dan Fink, 2004)
Solusi untuk masalah nilai awal ๐ฆ = ๐(๐ก, ๐ฆ) dengan ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0 pada interval [๐ก0, ๐] adalah fungsi terdiferensiasi ๐ฆ = ๐ฆ(๐ก) sedemikian sehingga ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0 dan ๐ฆโฒ(๐ก) = ๐(๐ก, ๐ฆ(๐ก)) untuk setiap ๐ก ๐ [๐ก0, ๐] dengan kurva solusi ๐ฆ = ๐ฆ(๐ก) harus melalui titik awal (๐ก0, ๐ฆ0).
Contoh 4.2 (Mathews dan Fink, 1999) Diketahui masalah nilai awal
๐ฆโฒ= ๐กโ๐ฆ
2 pada interval [0,4] dengan ๐ฆ(0) = 1.
a. Tentukan penyelesaian eksaknya.
b. Menggunakan metode Euler tentukan persamaan umum untuk ๐ฆ๐+1.
c. Dari hasil skema persamaan umum metode Euler ๐ฆ๐+1, tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ = 1,1
2,1
4 . (selain โ = 1, masing-masing dihitung sampai ๐ฆ8).
(Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat).
Penyelesaian :
a. Penyelesaian eksaknya:
Metode faktor integral ๐๐ฆ
๐๐ก = (๐ก โ ๐ฆ) 2
๐๐ฆ
๐ฆ1+1 = ๐ฆ1+ โ๐(๐ก1, ๐ฆ1)
= 3
4+ 1 (2 โ3 4 2 )
= 11 8
= 1,375
๐ฆ4 = ๐ฆ3+ โ๐(๐ก3, ๐ฆ3)
= 11
8 + 1 (๐ก3โ ๐ฆ3 2 )
= 11
8 + 1 (3 โ11 8 2 )
= 35 16
= 2,1875
Tabel 4.2.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1)
Grafik 4.2.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1)
(untuk h = 1
2 ) ๐ =๐โ๐
โ = 4โ01 2
= 8 ๐ก1 = โ =1
2
๐ก2 = ๐ก1+ โ = 2โ = 1 ๐ก3 = ๐ก2+ โ = 3โ = 3
2 ๐ก4 = ๐ก3+ โ = 4โ = 2 ๐ก5 = ๐ก4+ โ = 5โ = 5
2 ๐ก6 = ๐ก5+ โ = 6โ = 3 ๐ก7 = ๐ก6+ โ = 7โ = 7
2 ๐ก8 = ๐ก7+ โ = 8โ = 4
๐ฆ1 = ๐ฆ0+ โ๐(๐ก0, ๐ฆ0)
= 1 +1
2(๐ก0โ ๐ฆ0 2 )
= 1 +1
= 1.241
Tabel 4.2.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.5)
Grafik 4.2.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.5)
(untuk h = 1
4 ) ๐ =๐โ๐
โ = 4โ01
4
= 16 ๐ก1 = โ =1
4
๐ก2 = ๐ก1+ โ = 2โ =1
2
๐ก3 = ๐ก2+ โ = 3โ = 3
= 389
= 1 517.187 16.777.216
Tabel 4.2.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.25)
Grafik 4.2.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.25)
Grafik 4.2.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)
B. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Dua
Metode Heun melibatkan dua buah persamaan. Persamaan yang pertama adalah persamaan prediktor. Persamaan prediktor menggunakan metode Euler untuk memprediksi nilai integrasi awal atau dengan kata lain, persamaan prediktor ini digunakan untuk menentukan hampiran dari ๐ฆ(๐ก1). Persamaan yang kedua adalah persamaan korektor. Persamaan korektor ini akan mengoreksi hasil integrasi awal pada persamaan prediktor.
Contoh 4.3
Diketahui masalah nilai awal ๐ฆโฒ= ๐กโ๐ฆ
2 pada interval [0,4] dengan ๐ฆ(0) = 1.
a. Menggunakan metode Heun tentukan persamaan umum untuk ๐๐+1 dan ๐ฆ๐+1. b. Dari hasil skema persamaan umum metode Heun ๐ฆ๐+1, tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ = 1, 0.5, 0.25, berdasarkan rumusan yang telah dibuat.
(selain โ = 1, masing-masing dihitung sampai ๐ฆ8).
c. Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat.
Penyelesaian :
= ๐ฆ0 +โ
= 1,732421875 + 1 (3โ1,732421875
2 )
= 2,3662109375
๐ฆ4 = ๐ฆ3+โ
2(๐(๐ก3, ๐ฆ3) + ๐(๐ก3+1, ๐3+1))
= ๐ฆ3 +โ
2((๐ก3โ๐ฆ3
2 ) + (๐ก4โ๐4
2 ))
= 1,732421875 +1
2((3โ1,732421875
2 ) + (4โ2,3662109375
2 ))
= 2,457763671875
Tabel 4.3.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1)
Grafik 4.3.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1
(untuk h = 0.5 )
= 0,8310546875 + 0,5 (1โ0.8310546875
2 )
= 0,873291015625
๐ฆ3 = ๐ฆ2+โ
= 0,8310546875 + 0,25 ((1โ0,8310546875
2 ) + (1,5โ0,873291015625
2 ))
= 0,930511474609375 ๐ก4 = 4โ = 2
๐4 = ๐ฆ3+ โ (๐ก3โ๐ฆ3
2 )
= 0,930511474609375 + 0.5 (1,5โ0,930511474609375
2 )
= 1,07288360595703 ๐ฆ4 = ๐ฆ3+โ
= 0,930511474609375 + 0,25 ((1,5โ0,930511474609375
2 ) +
= 1,11758708953857 + 0.5 (2โ1,11758708953857
2 )
= 1,33819031715393 ๐ฆ5 = ๐ฆ4+โ
= 1,11758708953857 + 0,25 ((2โ1,11758708953857
2 ) +
(2,5โ1,33819031715393
2 ))
= 1,37311491370201 ๐ก6 = 6โ = 3
๐6 = ๐ฆ5+ โ (๐ก5โ๐ฆ5
2 )
= 1,37311491370201 + 0.5 (2,5โ1,37311491370201
2 )
= 1,65483618527651 ๐ฆ6 = ๐ฆ5+โ
= 1,37311491370201 + 0,25 ((2,5โ1,37311491370201
2 ) +
(3โ1,65483618527651
2 ))
= 1,6821210263297 ๐ก7 = 7โ = 3.5
๐7 = ๐ฆ6+ โ (๐ก6โ๐ฆ6
2 )
= 1,6821210263297 + 0.5 (3โ1,6821210263297
2 )
= 2,01159076974728 ๐ฆ7 = ๐ฆ6+โ
= 1,6821210263297 + 0,25 ((3โ1,6821210263297
2 ) + (3,5โ2,01159076974728
2 ))
= 2,03290705182008 ๐ก8 = 8โ = 4
๐8 = ๐ฆ7+ โ (๐ก7โ๐ฆ7
2 )
= 2,03290705182008 + 0.5 (3,5โ2,03290705182008
2 )
= 2,39968028886506 ๐ฆ8 = ๐ฆ7+โ
= 2,03290705182008 + 0,25 ((3,5โ2,03290705182008
2 ) + (4โ2,39968028886506
2 ))
= 2,41633363423444
Tabel 4.3.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.5)
Grafik 4.3.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.5)
(untuk h = 0.25 ) ๐ =๐ โ ๐
โ = 4 โ 0 0,25 = 16 ๐ก0 = 0 , ๐ฆ0 = 1 ๐ก1 = โ = 0.25
๐1 = ๐ฆ0 + โ(๐ก0, ๐ฆ0)
= ๐ฆ0 + โ (๐ก0โ๐ฆ0
2 )
= 1 + 0,25 (0โ1
= 0,8984375 + 0,25 (0,25โ0,8984375
2 )
= 0,8984375 + 0,125 ((0,25โ0,8984375
2 ) + (0,5โ0,8173828125
2 ))
= 0,83807373046875 ๐ก3 = 3โ = 0.75
๐3 = ๐ฆ2+ โ(๐ก2, ๐ฆ2)
= ๐ฆ2 + โ (๐ก2โ๐ฆ2
2 )
= 0,83807373046875 + 0,25 (0,5โ0,83807373046875
2 )
= 0,795814514160156 ๐ฆ3 = ๐ฆ2+โ
= 0,83807373046875 + 0,125 ((0,5โ0,83807373046875
2 ) +
(0,75โ0,795814514160156
2 ))
= 0,814080715157318 ๐ก4 = 4โ = 1
๐4 = ๐ฆ3+ โ(๐ก3, ๐ฆ3)
= ๐ฆ3 + โ (๐ก3โ๐ฆ3
2 )
= 0,814080715157318 + 0,25 (0,75โ0,814080715157318
2 )
= 0,806070625762653 ๐ฆ4 = ๐ฆ3+โ
= 0,814080715157318 + 0,125 ((0,75โ0,814080715157318
2 ) +
= 0,82219625634982 + 0,25 (1โ0,82219625634982
2 )
= 0,844421724306092 ๐ฆ5 = ๐ฆ4+โ
= 0,82219625634982 + 0,125 ((1โ0,82219625634982
2 ) +
= 0,858657632558825 + 0,25 (1,25โ0,858657632558825
2 )
= 0,907575428488972 ๐ฆ6 = ๐ฆ5+โ
= 0,858657632558825 + 0,125 ((1,25โ0,858657632558825
2 ) +
= 0,920143066243395 + 0,25 (1,5โ0,920143066243395
2 )
= 0,992625182962971 ๐ฆ7 = ๐ฆ6+โ
= 0,920143066243395 + 0,125 ((1,5โ0,920143066243395
2 ) +
= 1,003720050668 + 0,25 (1,75โ1,003720050668
2 )
= 1,0970050443345 ๐ฆ8 = ๐ฆ7+โ
= 1,003720050668 + 0,125 ((1,75โ1,003720050668
2 ) + (2โ1,0970050443345
2 ))
= 1,10679973223034
Tabel 4.3.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.25)
Grafik 4.3.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.25)
c. Gambar grafik penyelesaian
Grafik 4.3.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)
C. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Tiga
Metode Runge-Kutta orde tiga merupakan perbaikan dari dua metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde satu atau metode Euler dan metode Runge-Kuuta orde dua atau metode Heun. Metode Runge-Kutta orde tig aini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua metode sebelumnya tersebut.
Contoh 4.4
Diketahui masalah nilai awal ๐ฆโฒ= ๐กโ๐ฆ
2 pada interval [0,4] dengan ๐ฆ(0) = 1.
a. Menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga tentukan persamaan umum untuk ๐1, ๐2, ๐3, dan ๐ฆ๐+1.
b. Dari hasil skema persamaan umum metode Runge-Kutta orde tiga tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ = 1, 0.5, 0.25 berdasarkan rumusan yang telah dibuat. (selain โ = 1, masing-masing dihitung sampai ๐ฆ5).
c. Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat.
Penyelesaian :
a. ๐ก๐+1= ๐ก๐+ โ ๐ก1 = โ
๐ก2 = ๐ก1+ โ = 2โ
โฎ
๐ก๐ = ๐ก๐โ1+ โ = ๐โ , sehingga ๐ก๐ = ๐โ
๐1 = ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐) ๐1 = (๐ก0โ๐ฆ0
2 ) ๐1 = (๐ก1โ ๐ฆ1
2 )
โฎ
๐1 = (๐ก๐โ ๐ฆ๐ 2 )
๐2 = ๐(๐ก๐+โ
2, ๐ฆ๐+โ 2๐1) ๐2 = (๐ก0+โ
2 โ ๐ฆ0+โ 2 ๐1
2 )
๐2 = (๐ก1+โ
2 โ ๐ฆ1+โ 2 ๐1
2 )
โฎ
๐2 = (๐ก๐+โ
2 โ ๐ฆ๐+โ 2 ๐1
2 )
๐3 = ๐(๐ก๐+ โ, ๐ฆ๐โ โ๐1 + 2โ๐2) ๐3 = (๐ก0+ โ โ ๐ฆ0โ โ๐1+ 2โ๐2
2 )
๐3 = (๐ก1+ โ โ ๐ฆ1โ โ๐1+ 2โ๐2
๐1 = (๐ก1โ ๐ฆ1
6[0,09375 + 4(0,3203125) + 0,3203125] = 1,0950520 ๐ก3 = ๐ก2+ โ = 3โ = 3
2)โ1,0950520+12(0,452474)
2 ) = 0,5893555
6[0,452474 + 4(0,5893555) + 0,5893555]
= 1,6615939 ๐ก4 = ๐ก3+ โ = 4โ = 4 ๐1 = (๐ก3โ ๐ฆ3
2 ) = (3 โ 1,6615939
2 ) = 0,6692030
๐2 = ((๐ก3+โ
2) โ (๐ฆ3+โ 2 ๐1)
2 )
= ((3 +1
2) โ (1,6615939 + 1
2 (0,6692030))
2 ) = 0,7519023
๐3 = ((๐ก3+ โ) โ (๐ฆ3โ โ๐1+ 2โ๐2)
2 )
= ((3 + 1) โ (1,6615939 โ 0,6692030 + 2(0,7519023)
2 )
= 0,7519023 ๐ฆ4 = ๐ฆ3+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3]
= 1,6615939 +1
6[0,6692030 + 4(0,7519023) + 0,7519023]
= 2,3997129
Tabel 4.4.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1)
Grafik 4.4.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1)
(Untuk โ = 0,5) ๐ =๐ โ ๐
โ = 4 โ 0 0,5 = 8
๐ก1 = โ = 0,5 ๐1 = (๐ก0โ ๐ฆ0
2 ) = (0 โ 1
2 ) = (โ1
2) = โ0,5
๐2 = ((๐ก0+โ
2) โ (๐ฆ0+โ 2 ๐1)
2 ) =
( (0 +1
4) โ (1 + 1 4 (โ
1 2)) 2
)
= โ0,3125
๐3 = ((๐ก0+ โ) โ (๐ฆ0โ โ๐1+ 2โ๐2)
2 )
= ((0 + 0,5) โ (1 โ1 2 (โ
1 2) + 2.
1
2 (โ0,3125))
2 )
= โ0,21875
12[โ0,1679687 + 4(โ0,0219726) + 0,0510254]
= 0,818868
=
12[0,090566 + 4(0,2042452) + 0,2610849]
= 0,9162539
๐ฆ4 = ๐ฆ3+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3] ๐ฆ4 = 0,9162539 + 1
12[0,291873 + 4(0,3803889) + 0,4246468]
= 1,1027602
12[0,4486199 + 4(0,5175424) + 0,5520037]
= 1,358659
Tabel 4.4.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,5)
Grafik 4.4.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,5)
(Untuk h=0,25) ๐ =๐ โ ๐
โ = 4 โ 0 0,25 = 16 ๐ก1 = โ = 0,25
๐1 = (๐ก0โ ๐ฆ0
24[โ0,5 + 4(โ0,40625) โ 0,3359375] = 0,8974609 ๐ก2 = 2โ = 0,5
๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3] ๐ฆ2 = ๐ฆ1+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3] ๐ฆ2 = 0,8974609 + 1
24[โ0,3237304 + 4(โ0,2409973) โ 0,1789474]
= 0,8363497
24[โ0,1681748 + 4(โ0,0951639) โ 0,0404057]
= 0,8117982 ๐ก4 = 4โ = 1 ๐1 = (๐ก3โ ๐ฆ3
2 ) = (0,75 โ 0,8117982
2 ) = โ0,0308991
๐2 = ((๐ก3+โ
24[โ0,0308991 + 4(0,0335321) + 0,0818555]
= 0,8195101
= 0,1897494 ๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3] ๐ฆ5 = ๐ฆ4+โ
6[๐1+ 4๐2+ ๐3] ๐ฆ5 = 0,8195101 + 1
24[0,09024495 + 4(0,1471046) + 0,1897494]
= 0,8556939
Tabel 4.4.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,25)
Grafik 4.4.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,25)
c. Gambar grafik penyelesaian
Grafik 4.4.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)
D. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat
Metode Runge-Kutta orde empat merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan
Metode Runge-Kutta orde empat merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan