• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Tiga

D. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Empat

BAB IV: PENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT

A. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Satu B. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Dua C. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Tiga D. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat

E. Diskusi Perbandingan Error Metode Runge-Kutta Orde Satu, Dua, Tiga, dan Empat

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

6

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dibahas definisi turunan, contoh dari turunan, pengertian dari persamaan diferensial secara umum, pengelompokan persamaan diferensial berdasarkan jenis persamaan atau banyaknya variabel bebas yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial, pengertian masalah nilai awal dan masalah nilai batas.

A. Turunan

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi turunan dan contoh dari turunan.

Definisi 2.1 (Purcel, et al., 2003)

Turunan dari sebuah fungsi ๐‘“ adalah fungsi yang diberi lambang ๐‘“โ€ฒ (dibaca โ€œ๐‘“ aksenโ€) dan didefinisikan sebagai berikut:

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) = lim

โ„Žโ†’0

๐‘“(๐‘ฅ + โ„Ž) โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ) โ„Ž

asalkan limit ini ada dan bukan โˆž atau โˆ’โˆž.

Jika ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) bisa diperoleh, ๐‘“ dikatakan dapat diturunkan atau dengan kata lain ๐‘“ terdiferensial di ๐‘ฅ. ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) disebut turunan dari ๐‘“ terhadap ๐‘ฅ.

Notasi dari suatu turunan dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ), ๐‘ฆโ€ฒ, ๐‘‘

๐‘‘๐‘ฅ[๐‘“(๐‘ฅ)],๐‘‘๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ.

Semua notasi di atas sama-sama menyatakan turunan dari fungsi ๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ฅ).

Secara umum, notasi suatu turunan dari fungsi ๐‘ฆ terhadap ๐‘ฅ dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘ฆโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒโ€ฒโ€ฒ, โ€ฆ dst.

๐‘ฆ(1), ๐‘ฆ(2), ๐‘ฆ(3), ๐‘ฆ(4), โ€ฆ dst.

๐‘‘๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ,๐‘‘2๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ2,๐‘‘3๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ3,๐‘‘4๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ4 , โ€ฆ dst.

Berikut ini adalah beberapa contoh penyelesaian dari suatu turunan.

Contoh 2.2

= lim

B. Persamaan Diferensial Secara Umum

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial.

Definisi 2.5 (Boyce & DiPrima, 2012)

Persamaan diferensial adalah persamaan matematika yang memuat turunan (derivatif) dari suatu fungsi. Persamaan diferensial melibatkan turunan dari satu atau lebih variable terikat terhadap satu atau lebih variable bebas.

Persamaan diferensial muncul dalam berbagai bidang sains dan teknologi, bilamana hubungan deterministik yang melibatkan besaran yang berubah secara kontinu (dimodelkan oleh fungsi matematika) dan perubahan laju (dinyatakan sebagai turunan) diketahui. Sebagai contoh, Hukum Newton memungkinkan kita mengetahui hubungan kecepatan, percepatan, dan berbagai gaya yang bertindak terhadap benda tersebut, dan menyatakan hubungan tersebut adalah persamaan diferensial sebagai fungsi waktu. Dalam teori persamaan diferensial, ada dua kategori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel bebasnya yaitu, Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP).

Solusi atau penyelesaian persamaan diferensial adalah suatu nilai atau fungsi yang memenuhi persamaan diferensialnya.

Sebagai contoh, turunan dari fungsi ๐‘ฆ = log(๐‘ฅ) berturut-turut diberikan oleh:

๐‘ฆ

โ€ฒ

=

1

๐‘ฅ

, ๐‘ฆ

โ€ฒโ€ฒ

= โˆ’

1

๐‘ฅ2

, ๐‘ฆ

โ€ฒโ€ฒโ€ฒ

=

2

๐‘ฅ3

,

dan seterusnya.

Dimana dalam persamaan diferensial, turunan dari sebuah variabel biasa digantikan dengan tanda petik tunggal.

๐‘ฆโ€ฒ = ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ = ๐‘‘๐‘‘๐‘ฅ2๐‘ฆ2 , dst.

Definisi 2.6 (Darmawijoyo, 2019)

Orde dari suatu persamaan diferensial adalah orde tertinggi derivatif yang termuat dalam persamaan itu.

Bentuk umum persamaan diferensial orde satu adalah ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘“(๐‘ฅ, ๐‘ฆ).

Berikut beberapa contoh persamaan diferensial : ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = 2๐‘ฆ + 3 ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = 1

๐‘ฅ2โˆ’ ๐‘ฅ โˆ’ 6 ๐‘ฆโ€ฒ= cos 2๐‘ฅ ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘ฅ sin๐‘ฅ

Terorema 2.7 (Adam & Essex, 2018)

Aturan Penjumlahan, Selisih, dan Kelipatan Konstan:

Jika fungsi ๐‘“ dan ๐‘” terdiferensial di ๐‘ฅ, dan jika ๐ถ adalah konstanta, maka fungsi ๐‘“ + ๐‘”, ๐‘“ โˆ’ ๐‘”, dan ๐ถ๐‘“ dapat terdiferensial di ๐‘ฅ dan

(๐‘“ + ๐‘”)โ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) + ๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ) (๐‘“ โˆ’ ๐‘”)โ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ)

(๐ถ๐‘“)โ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐ถ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ).

Bukti Teorema 2.7 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.

Terorema 2.8 (Adam & Essex, 2018) Aturan Perkalian:

Jika fungsi ๐‘“ dan ๐‘” terdiferensial di ๐‘ฅ, maka fungsi ๐‘“๐‘” juga terdiferensial di ๐‘ฅ dan (๐‘“๐‘”)โ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)๐‘”(๐‘ฅ) + ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ).

Bukti Teorema 2.8 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.

Terorema 2.9 (Adam & Essex, 2018) Aturan Pembagian:

Jika fungsi ๐‘“ dan ๐‘” terdiferensial di ๐‘ฅ, dan jika ๐‘”(๐‘ฅ) โ‰  0, maka fungsi ๐‘“/๐‘” juga terdiferensial di ๐‘ฅ dan

(๐‘“ ๐‘”)

โ€ฒ

(๐‘ฅ) =๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ)๐‘”(๐‘ฅ) โˆ’ ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ) (๐‘”(๐‘ฅ))2 .

Bukti Teorema 2.9 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.

Terorema 2.10 (Adam & Essex, 2018) Aturan Rantai:

Jika ๐‘“(๐‘ข) terdiferensial di ๐‘ข = ๐‘”(๐‘ฅ), dan ๐‘”(๐‘ฅ) terdiferensial di ๐‘ฅ, maka fungsi ๐‘“ ๐‘œ ๐‘”(๐‘ฅ) = ๐‘“(๐‘”(๐‘ฅ)) juga terdiferensial di ๐‘ฅ dan

(๐‘“ ๐‘œ ๐‘”)โ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐‘“โ€ฒ(๐‘”(๐‘ฅ)) ๐‘”โ€ฒ(๐‘ฅ).

Bukti Teorema 2.10 dapat dilihat pada buku Calculus A Complete Course karangan Robert A. Adams dan Christopher Essex.

C. Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih turunan fungsi dengan satu peubah bebas. Pada persamaan diferensial biasa terdapat beberapa contoh fenomena fisik yang melibatkan laju perubahan antara lain, gerakan cairan, gerakan sistem mekanis, aliran arus dalam rangkaian listrik, aliran panas dalam benda padat, gelombang seismik dan, dinamika populasi. Persamaan diferensial yang menggambarkan proses fisik ini sering disebut sebagai model matematika. (Boyce & DiPrima, 2012)

Notasi turunan pertama ๐‘ฆ terhadap ๐‘ฅ adalah ๐‘ฆโ€ฒ = ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ

dan bentuk umum solusi persamaan diferensial biasa adalah ๐‘ฆ = โ„Ž(๐‘ฅ).

Contoh menyelesaikan persamaan diferensial biasa sebagai berikut :

Contoh 2.11

Tentukan solusi dari persamaan diferensial berikut ini ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ= ๐‘’๐‘ฅ. Solusi:

Untuk mencari solusi persamaan diferensial tersebut, pertama kita kalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan ๐‘‘๐‘ฅ sehingga menghasilkan:

๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ.

Pengintegralan kedua sisi akan menghasilkan:

โˆซ ๐‘‘๐‘ฆ = โˆซ ๐‘’๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ.

Sehingga solusi persamaan diferensial ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘’๐‘ฅ adalah ๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ+ ๐‘.

Contoh 2.12

Tentukan solusi dari persamaan diferensial berikut ini ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ= cos ๐‘ฅ.

Solusi:

Untuk mencari solusi persamaan diferensial tersebut, pertama kita kalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan ๐‘‘๐‘ฅ sehingga menghasilkan

๐‘‘๐‘ฆ = cos ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ.

Pengintegralan kedua sisi akan menghasilkan

โˆซ ๐‘‘๐‘ฆ = โˆซ cos ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ.

Sehingga solusi persamaan diferensial ๐‘ฆโ€ฒ= cos ๐‘ฅ adalah ๐‘ฆ = sin ๐‘ฅ + ๐‘.

Ada beberapa macam solusi dari persamaan diferensial biasa, antara lain:

1. Variabel Terpisah (Separable Equations)

Bentuk umum persamaan diferensial dengan variabel terpisah adalah ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘“(๐‘ฅ) . ๐‘”(๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘”(๐‘ฆ)= ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ 1

๐‘”(๐‘ฆ)๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ

Penyelesaiannya diperoleh y = โˆซ๐‘”(๐‘ฆ)1 ๐‘‘๐‘ฆ = โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ.

Contoh 2.13

Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ= ๐‘ฅ๐‘ฆ . Solusi:

Dengan kata lain dari contoh diatas, ๐‘ฅ merupakan ๐‘“(๐‘ฅ) dan ๐‘ฆ merupakan ๐‘”(๐‘ฆ).

Dengan menggunakan variabel terpisah diperoleh

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘ฆ = ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ.

Solusi dari contoh diatas adalah:

โˆซ1

๐‘ฆ๐‘‘๐‘ฆ = โˆซ ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ ln|๐‘ฆ| + ๐‘1 =1

2๐‘ฅ2+ ๐‘2 ln|๐‘ฆ| =1

2๐‘ฅ2+ ๐‘2โˆ’ ๐‘1 ln|๐‘ฆ| =1

2๐‘ฅ2+ ๐ถ ln|๐‘ฆ| = ln ๐‘’12๐‘ฅ2+๐ถ

|๐‘ฆ| = ๐‘’12๐‘ฅ2. ๐‘’๐ถ ๐‘ฆ = ยฑ ๐พ. ๐‘’12๐‘ฅ2 di cek:

๐‘ฆ = ๐พ. ๐‘’12๐‘ฅ2 ๐‘ฆโ€ฒ = ๐พ. ๐‘’12๐‘ฅ2. ๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ= ๐‘ฆ. ๐‘ฅ benar.

2. Persamaan Linier (Linier Equations)

Bentuk umum persamaan diferensial dengan persamaan linier adalah ๐‘ฆโ€ฒ+ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘ฆ = ๐‘Ÿ(๐‘ฅ).

Penyelesaiannya diperoleh dengan mengalikan sisi kiri dan sisi kanan dengan faktor integral ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ

Sehingga diperoleh :

๐‘ฆโ€ฒ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ+ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘ฆ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘Ÿ(๐‘ฅ)๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ (๐‘ฆ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ)โ€ฒ= ๐‘Ÿ(๐‘ฅ) ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ

dengan mengintegralkan kedua ruas terhadap x dihasilkan ๐‘ฆ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = โˆซ ๐‘’โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ ๐‘Ÿ(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘

๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’โ„Ž[โˆซ ๐‘’โ„Ž๐‘Ÿ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘].

Dimana โ„Ž = โˆซ ๐‘ƒ(๐‘ฅ).

Contoh 2.14

Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial (4 + ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ+ 2๐‘ฅ๐‘ฆ = 4๐‘ฅ.

Solusi:

Sisi kiri dari persamaan diferensial di atas adalah kombinasi linier dari ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ dan y.

Jika disesuaikan dengan bentuk umumnya menjadi:

(4 + ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ+ 2๐‘ฅ๐‘ฆ = 4๐‘ฅ (4 + ๐‘ฅ2)๐‘ฆโ€ฒ+ 2๐‘ฅ๐‘ฆ = 4๐‘ฅ ๐‘ฆโ€ฒ+ 2๐‘ฅ

(4 + ๐‘ฅ2)๐‘ฆ = 4๐‘ฅ (4 + ๐‘ฅ2)

dengan demikian, ๐‘ƒ(๐‘ฅ) = (4+๐‘ฅ2๐‘ฅ2) ; โ„Ž(๐‘ฅ) = โˆซ(4+๐‘ฅ2๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฅ = ln(4 + ๐‘ฅ2) + ๐‘

๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’ ln(๐‘ฅ2+4)(โˆซ ๐‘’ln(๐‘ฅ2+4). 4๐‘ฅ

(4 + ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘ ) ๐‘ฆ = 1

(4 + ๐‘ฅ2)(โˆซ 4๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘)

๐‘ฆ = 2๐‘ฅ2

(4 + ๐‘ฅ2)+ ๐‘ (4 + ๐‘ฅ2) . Sehingga didapat solusi umum dari persamaan diferensial

(4 + ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ+ 2๐‘ฅ๐‘ฆ = 4๐‘ฅ adalah ๐‘ฆ = 2๐‘ฅ2

(4+๐‘ฅ2)+ ๐‘

(4+๐‘ฅ2)

3. Persamaan Koefisien Fungsi Homogen

Persamaan koefisien fungsi homogen merupakan Persamaan diferensial biasa yang dapat ditulis ke dalam bentuk

๐‘ฆโ€ฒ= ๐ด(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ๐ต(๐‘ฅ, ๐‘ฆ)

Dengan A dan B adalah fungsi homogen dengan derajat yang sama.

Solusi penyelesaian dari persamaan koefisien fungsi homogen ini yaitu, dengan menggunakan subtitusi ๐‘ฆ = ๐‘ข๐‘ฅ , ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ) dengan

๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘ขโ€ฒ๐‘ฅ + ๐‘ข ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘ฅ๐‘‘๐‘ข ๐‘‘๐‘ฅ+ ๐‘ข ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘ฅ๐‘‘๐‘ข + ๐‘ข๐‘‘๐‘ฅ Contoh 2.15

Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial (๐‘ฅ + ๐‘ฆ) โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ฆโ€ฒ = 0.

Solusi:

Persamaan diferensial diatas dapat ditulis menjadi:

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘ฅ + ๐‘ฆ ๐‘ฅ

Misalkan ๐‘ฆ = ๐‘ข๐‘ฅ, sehingga ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘ฅ๐‘‘๐‘ข + ๐‘ข๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ = 1 +๐‘ฆ ๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ข + ๐‘ข๐‘‘๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฅ = 1 + ๐‘ข ๐‘ฅ๐‘‘๐‘ข + ๐‘ข ๐‘‘๐‘ฅ = (1 + ๐‘ข)๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ข + ๐‘ข๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘ข๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ๐‘‘๐‘ข = ๐‘‘๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ข =๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ

โˆซ ๐‘‘๐‘ข = โˆซ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐‘ข = ln ๐‘ฅ + ๐‘

๐‘ฆ

๐‘ฅ= ln ๐‘ฅ + ๐‘ ๐‘ฆ = ๐‘ฅ ln ๐‘ฅ + ๐‘ ๐‘ฅ.

Jadi solusi dari persamaan diferensial (๐‘ฅ + ๐‘ฆ) โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ฆโ€ฒ = 0 adalah ๐‘ฆ = ๐‘ฅ ln ๐‘ฅ + ๐‘ ๐‘ฅ.

D. Persamaan Diferensial Linier dan Tak Linier

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial linier orde satu.

Definisi 2.16 (Darmawijoyo, 2019)

Persamaan diferensial linier orde satu adalah persamaan diferensial yang dapat ditulis dalam bentuk:

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ+ ๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘ฆ = ๐‘„(๐‘ฅ),

dalam hal ini ๐‘ƒ(๐‘ฅ) dan ๐‘„(๐‘ฅ) adalah fungsi kontinu dari variable bebas ๐‘ฅ pada interval dimana ๐‘ƒ dan Q terdefinisi.

Terkadang lebih baik untuk menulis persamaan tersebut dalam bentuk:

๐‘ƒ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ+ ๐‘„(๐‘ฅ)๐‘ฆ = ๐บ(๐‘ฅ).

Dimana fungsi P, Q, dan G adalah fungsi yang diberikan dan ๐‘ƒ(๐‘ฅ) โ‰  0.

Sementara pada persamaan diferensial tak liner tidak terdapat formula yang bersesuaian sehingga lebih sulit untuk menyatakan sifat-sifat umum dari solusi.

E. Persamaan Diferensial Parsial

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi persamaan diferensial parsial dan contoh persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.17

Persamaan Diferensial Parsial (PDP) adalah persamaan yang memuat turunan (derivative) parsial dari satu atau lebih variable terikat terhadap lebih dari satu variable bebas.

Diketahui bahwa pada persamaan diferensial biasa, variabel terikat ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ) hanya bergantung pada satu variabel bebas yaitu ๐‘ฅ. Berbeda dengan persamaan diferensial biasa, pada persamaan diferensial parsial variabel terikatnya seperti:

๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ก) atau ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ก), harus bergantung pada lebih dari satu variabel bebas. Jika ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ก), maka fungsi u bergantung pada variabel bebas ๐‘ฅ, dan pada variabel waktu ๐‘ก. Apabila ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ก) maka, fungsi ๐‘ข bergantung pada variabel ruang (panjang, lebar) ๐‘ฅ, ๐‘ฆ, dan pada variabel waktu ๐‘ก.

Berikut beberapa contoh persamaan diferensial parsial antara lain:

๐‘ข๐‘ก = ๐‘˜๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ , (1.1)

๐‘ข๐‘ก = ๐‘˜(๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ), (1.2) ๐‘ข๐‘ก = ๐‘˜(๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ+ ๐‘ข๐‘ง๐‘ง), (1.3) yang menggambarkan aliran panas dalam ruang satu dimensi, ruang dua dimensi, dan ruang tiga dimensi masing-masing. Pada (1.1), variabel terikat ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ก) tergantung pada posisi ๐‘ฅ, dan variabel waktu t. Pada persamaan (1.2), ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ก) tergantung pada tiga variabel bebas yaitu, variabel ruang ๐‘ฅ, ๐‘ฆ, dan variabel waktu ๐‘ก. Dalam persamaan (1.3), variabel terikat ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง, ๐‘ก) tergantung pada empat variabel bebas yaitu, variabel ruang ๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง, dan variabel waktu ๐‘ก. (Wazwaz, 2009)

Berikut beberapa contoh lain untuk persamaan diferensial parsial:

๐‘ข๐‘ก๐‘ก = ๐‘2๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ, (1.4)

๐‘ข๐‘ก๐‘ก = ๐‘2(๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ), (1.5) ๐‘ข๐‘ก๐‘ก = ๐‘2(๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ+ ๐‘ข๐‘ง๐‘ง), (1.6) yang menggambarkan perambatan gelombang dalam ruang satu dimensi, ruang dua dimensi, dan ruang tiga dimensi. Pada persamaan (1.4) fungsi yang tidak diketahui yaitu ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ก), pada persamaan (1.5) fungsi yang tidak diketahui yaitu fungsi ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ก), pada persamaan (1.6) fungsi yang tidak diketahui yaitu fungsi ๐‘ข = ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง, ๐‘ก).

2.18 Derajad Persamaan Diferensial Parsial

Derajad persamaan diferensial parsial adalah derajad turunan parsial tertinggi yang muncul di persamaan. Misalnya persamaan berikut ini:

๐‘ข๐‘ฅโˆ’ ๐‘ข๐‘ฆ = 0, ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ข๐‘ก = 0,

๐‘ข๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ข๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ๐‘ฅ = 0, (1.7)

yang mana, persamaan diferensial parsialnya masing-masing adalah derajad pertama, derajad kedua, dan derajad ketiga.

Contoh 2.19

Tentukan derajad dari persamaan diferensial berikut ini:

(a) ๐‘ข๐‘ก = ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ + ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ (b) ๐‘ข๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ = 0 (c) ๐‘ข4๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ๐‘ฆ = 2 (d) ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘ฆ = 1 Penyelesaian :

(a) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ atau ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ. Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad dua.

(b) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐‘ข๐‘ฅ atau ๐‘ข๐‘ฆ . Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad satu.

(c) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalah ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ๐‘ฆ . Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad tiga.

(d) Turunan parsial tertinggi yang terdapat pada persamaan ini adalahu ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘ฆ. Oleh karena itu, derajad persamaan diferensial parsial ini adalah berderajad empat.

2.20 Persamaan Diferensial Parsial Linier dan Nonlinier

Persamaan diferensial parsial diklasifikasikan menjadi persamaan diferensial parsial linear dan persamaan diferensial parsial nonlinier. Persamaan diferensial parsial disebut linier jika:

1) pangkat dari variabel terikat dan setiap turunan parsial yang terkandung dalam persamaan tersebut adalah satu.

2) koefisien variabel terikat dan koefisien masing-masing turunan parsial adalah konstanta atau variabel bebas. Namun, jika salah satu dari kondisi tersebut tidak ada, maka disebut persamaan diferensial parsial nonlinier.

Contoh 2.21

Klasifikasikan persamaan diferensial parsial berikut ini linier atau nonlinier:

(a) ๐‘ฅ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ฆ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ = 0 (b) ๐‘ข๐‘ข๐‘ก+ ๐‘ฅ๐‘ข๐‘ฅ = 2 (c) ๐‘ข๐‘ฅ+ โˆš๐‘ข = ๐‘ฅ (d) ๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ÿ+1

๐‘Ÿ๐‘ข๐‘Ÿ+ 1

๐‘Ÿ2๐‘ข๐œƒ๐œƒ = 0 Penyelesaian :

(a) Pangkat dari setiap turunan parsial ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ dan ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ adalah satu. Selain itu, koefisien dari turunan parsial adalah variabel bebas ๐‘ฅ dan ๐‘ฆ masing-masing. Oleh karena itu, persamaan diferensial parsial ini bersifat linier.

(b) Meskipun pangkat dari setiap turunan parsialnya adalah satu, tetapi ๐‘ข๐‘ก memiliki ketergantungan variabel ๐‘ข sebagai koefisiennya. Oleh karena itu, persamaan diferensial parsial ini bersifat nonlinier.

(c) Persamaan diferensial parsial ini nonlinier karena suku tersebut berupa โˆš๐‘ข.

(d) Persamaan diferensial parsial ini linier karena memenuhi dua kondisi yang diperlukan.

2.22 Persamaan Diferensial Parsial Homogen dan Persamaan Diferensial Parsial Nonhomogen

Persamaan diferensial parsial juga diklasifikasikan sebagai homogen atau tidak homogen. Persamaan diferensial parsial dengan urutan apa pun disebut homogen jika setiap istilah persamaan diferensial parsial berisi variabel terikat ๐‘ข atau salah satu turunannya, jika tidak persamaan diferensial parsial itu disebut persamaan diferensial yang tidak homogen. Hal ini dapat diilustrasikan dengan melihat contoh di bawah ini.

Contoh 2.23

Klasifikasikan persamaan diferensial berikut merupakan persamaan diferensial parsial homogen atau nonhomogen:

(a) ๐‘ข๐‘ก = 4๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ (b) ๐‘ข๐‘ก = ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ + ๐‘ฅ (c) ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ = 0 (d) ๐‘ข๐‘ฅ+ ๐‘ข๐‘ฆ = ๐‘ข + 4 Penyelesaian :

(a) Suku-suku dalam persamaan diferensial parsial tersebut hanya mengandung turunan parsial dari ๐‘ข , oleh karena itu persamaan diferensial parsial ini disebut persamaan diferensial parsial homogen.

(b) Karena pada persamaan diferensial parsial ini satu suku mengandung variabel bebas ๐‘ฅ , maka persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial nonhomogen.

(c) Persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial homogen.

(d) Persamaan diferensial ini disebut persamaan diferensial parsial nonhomogen.

2.24 Penyelesaian dari Persamaan Diferensial Parsial

Solusi persamaan diferensial parsial adalah fungsi ๐‘ข sehingga memenuhi persamaan yang sedang dibahas dan memenuhi kondisi yang diberikan juga.

Dengan kata lain, untuk memenuhi persamaan diferensial ini, sisi kiri persamaan diferensial parsial dan sisi kanan harus sama setelah mengganti solusi yang dihasilkan. Konsep ini akan diilustrasikan dengan melihat beberapa contoh berikut.

Contoh 2.25

Tunjukkan bahwa ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = sin๐‘ฅ sin๐‘ฆ + ๐‘ฅ2 adalah penyelesaian dari persamaan diferensial parsial ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ = ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ + 2

Penyelesaian:

Sisi sebelah kiri ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ = โˆ’sin๐‘ฅ sin๐‘ฆ + 2

Sisi sebelah kanan ๐‘ข๐‘ฆ๐‘ฆ+ 2 = โˆ’sin๐‘ฅ sin๐‘ฆ + 2 = sisi sebelah kiri.

Contoh 2.26

Tunjukkan bahwa ๐‘ข(๐‘ฅ, ๐‘ก) = cos๐‘ฅ cos๐‘ก adalah penyelesaian dari persamaan diferensial parsial ๐‘ข๐‘ก๐‘ก = ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ

Penyelesaian:

Sisi sebelah kiri ๐‘ข๐‘ก๐‘ก = โˆ’cos๐‘ฅ cos๐‘ก

Sisi sebelah kanan ๐‘ข๐‘ฅ๐‘ฅ = โˆ’cos๐‘ฅ cos๐‘ก = sisi sebelah kiri.

F. Masalah Nilai Awal

Pada persamaan diferensial biasa, masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang dilengkapi dengan serangkaian kendala yang disebut dengan kondisi awal atau syarat awal yang diberikan dalam suatu masalah diferensial, dan solusi untuk masalah nilai awal adalah suatu nilai atau fungsi persamaan diferensial yang juga memenuhi kondisi awal (Boyce & DiPrima, 2012). Kondisi awal adalah turunan fungsi solusi di batas-batas titik ujung kedua interval.

21

BAB III

RUMUSAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT

Dalam bab ini akan dibahas penurunan rumusan metode Runge-Kutta orde satu, penurunan rumusan metode Runge-Kutta orde dua, penulisan skema metode Runge-Kutta orde tiga, dan penulisan skema metode Runge-Kutta orde empat.

A. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Satu

Pada beberapa kasus tertentu tidak semua masalah nilai awal dapat diselesaikan secara eksplisit, dan seringkali tidak mungkin untuk menemukan rumusan untuk solusi ๐‘ฆ(๐‘ก). Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan metode untuk dapat mendekati solusi. Pendekatan yang pertama adalah metode Runge-Kutta orde satu atau yang seringkali lebih dikenal dengan metode Euler.

Metode Euler berfungsi untuk menggambarkan konsep-konsep yang terlibat dalam integrasi numerik dari persamaan diferensial biasa. Metode Euler merupakan metode Runge-Kutta yang paling sederhana, sehingga penggunaan metode ini terbatas karena kesalahan yang diperoleh merupakan akumulasi dari setiap proses perhitungannya. Oleh karena itu, metode Euler akan menghasikan kesalahan atau galat lebih besar. Metode Euler sering menjadi dasar untuk membangun metode yang lebih kompleks, misalnya metode prediktor-korektor (Mathews dan Fink, 1999).

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah nilai awal dengan menggunakan metode Euler:

Misalkan terdapat masalah nilai awal yang terletak pada interval selang tertutup [๐‘Ž, ๐‘] yaitu ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ) , ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘ dengan nilai awal ๐‘ฆ(๐‘Ž) = ๐‘ฆ0.

1) Pilih absis dari titik.

Bagi interval [๐‘Ž, ๐‘] menjadi ๐‘€ subinterval sama besar dan pilih titik diskritisasinya

๐‘ก๐‘˜ = ๐‘Ž + ๐‘˜โ„Ž untuk ๐‘˜ = 0, 1, 2, โ€ฆ , ๐‘€ dengan โ„Ž =๐‘โˆ’๐‘Ž

๐‘€ . Nilai โ„Ž disebut ukuran Langkah.

2) Menentukan hampiran penyelesaian.

๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ), ๐‘ก0 โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘ก๐‘€ , dengan ๐‘ฆ(๐‘ก0) = ๐‘ฆ0. Diasumsikan ๐‘ฆ(๐‘ก), ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก), dan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ(๐‘ก) kontinu.

Teorema Taylor:

Suatu fungsi yang terdiferensiasi dapat dinyatakan dalam suatu deret pangkat atau suku banyak (polinomial). Koefisien polinomial tersebut hanya bergantung pada turunan fungsi pada titik yang bersangkutan. Berikut rumusan umum teorema Taylor yang berlaku untuk setiap fungsi ๐‘“ yang dapat diturunkan, dengan hampiran untuk ๐‘ฅ mendekati ๐‘Ž:

๐‘“(๐‘ฅ) โ‰ˆ ๐‘“(๐‘Ž) + ๐‘“โ€ฒ(๐‘Ž)(๐‘ฅ โˆ’ ๐‘Ž) +๐‘“โ€ฒโ€ฒ(๐‘Ž)

2! (๐‘ฅ โˆ’ ๐‘Ž)2+ โ‹ฏ +๐‘“(๐‘›)(๐‘Ž)

๐‘›! (๐‘ฅ โˆ’ ๐‘Ž)๐‘›, dengan ๐‘› bilangan bulat positif.

Lalu, menggunakan teorema Taylor diatas untuk mengekspansi ๐‘ฆ(๐‘ก) di sekitar ๐‘ก = ๐‘ก0, maka untuk setiap nilai ๐‘ก terdapat ๐‘1 โˆˆ [๐‘ก0 , ๐‘ก].

Sehingga,

๐‘ฆ(๐‘ก) = ๐‘ฆ(๐‘ก0) + ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก0)(๐‘ก โˆ’ ๐‘ก0) +๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ(๐‘1)(๐‘ก โˆ’ ๐‘ก0)2

2 .

Subtitusi ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก0) = ๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ(๐‘ก0)) dan โ„Ž = ๐‘ก1โˆ’ ๐‘ก0 pada persamaan di atas, untuk ๐‘ก = ๐‘ก1 akan diperoleh

๐‘ฆ(๐‘ก1) = ๐‘ฆ(๐‘ก0) + โ„Ž ๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ(๐‘ก0)) + ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ(๐‘1)โ„Ž2 2.

Jika ukuran langkah โ„Ž dipilih cukup kecil, maka suku orde 2 (yang melibatkan โ„Ž2) dapat diabaikan, sehingga diperoleh

๐‘ฆ1 = ๐‘ฆ0+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0).

Proses diulang sampai menghasilkan barisan titik yang menghampiri kurva penyelesaian ๐‘ฆ = ๐‘ฆ(๐‘ก).

Sehingga langkah umum dalam menyelesaikan masalah nilai awal

๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ) , ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘ dengan nilai awal ๐‘ฆ(๐‘Ž) = ๐‘ฆ0 menggunakan metode Euler adalah:

๐‘ก๐‘˜+1= ๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž

๐‘ฆ๐‘˜+1= ๐‘ฆ๐‘˜+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜).

Untuk ๐‘˜ = (0, 1, 2, โ€ฆ , ๐‘€ โˆ’ 1), dengan โ„Ž =๐‘โˆ’๐‘Ž

๐‘€ . Nilai โ„Ž disebut ukuran langkah.

Secara geometris, metode Euler dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Hampiran metode Euler (Chapra, 2012)

B. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Dua

Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang kedua adalah metode Runge-Kutta orde dua atau yang seringkali lebih dikenal dengan metode Heun. Metode Heun merupakan salah satu perbaikan atau peningkatan dari metode sebelumnya yaitu metode Euler. Pada metode Heun, solusi yang diperoleh dari metode Euler dijadikan solusi perkiraan awal yang akan diperbaiki dengan metode Heun. Metode Heun melibatkan dua buah persamaan. Persamaan yang pertama adalah persamaan prediktor. Persamaan prediktor menggunakan metode Euler untuk memprediksi nilai integrasi awal atau dengan kata lain, persamaan prediktor ini digunakan untuk menentukan hampiran dari ๐‘ฆ(๐‘ก1).

Persamaan yang kedua adalah persamaan korektor. Persamaan korektor ini akan

mengoreksi hasil integrasi awal pada persamaan prediktor. Persamaan korektor menggunakan aturan trapezoidal untuk menentukan hampiran nilai integral dari ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก).

Berikut ini adalah rumusan untuk persamaan prediktor dan korektor metode Heun:

Untuk mendapatkan titik penyelesaian (๐‘ก1, ๐‘ฆ1) digunakan Teorema Fundamental Kalkulus.

Bunyi Teorema Fundamental Kalkulus:

Jika fungsi ๐‘“: [๐‘Ž, ๐‘] โ†’ โ„ terintegral pada [๐‘Ž, ๐‘], maka

โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = [๐น(๐‘ฅ)]๐‘Ž๐‘ = ๐น(๐‘) โˆ’ ๐น(๐‘Ž).

๐‘

๐‘Ž

Sehingga, titik penyelesaian (๐‘ก1, ๐‘ฆ1) yaitu:

โˆซ ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ(๐‘ก)) ๐‘‘๐‘ก = โˆซ ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก = ๐‘ฆ(๐‘ก1) โˆ’ ๐‘ฆ(๐‘ก0)

๐‘ก1

๐‘ก0 ๐‘ก1

๐‘ก0

sehingga

๐‘ฆ(๐‘ก1) = ๐‘ฆ(๐‘ก0) + โˆซ ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก) ๐‘‘๐‘ก.

๐‘ก1

๐‘ก0

Nilai integral tentu pada ruas kanan diaproksimasi secara numeris, dalam hal ini digunakan aturan trapezoidal, sehingga akan diperoleh

๐‘ฆ(๐‘ก1) โ‰ˆ ๐‘ฆ(๐‘ก0) +โ„Ž

2(๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0) + ๐‘“(๐‘ก1, ๐‘ฆ1)).

Nilai ๐‘ฆ(๐‘ก1) pada ruas kiri dihampiri dengan menggunakan metode Euler, diperoleh

๐‘ฆ1 = ๐‘ฆ0+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0).

Dengan demikian, rumus untuk menemukan nilai (๐‘ก1, ๐‘ฆ1) pada metode Heun adalah:

๐‘ฆ1 = ๐‘ฆ(๐‘ก0) +โ„Ž

2(๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0) + ๐‘“(๐‘ก1, ๐‘ฆ0+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0))).

Dengan begitu, rumus untuk fungsi prediktor secara umum yaitu:

๐‘๐‘˜+1 = ๐‘ฆ๐‘˜+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜), dengan ๐‘ = prediktor,

dan rumus untuk fungsi korektor secara umum yaitu:

๐‘ฆ๐‘˜+1 = ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

2(๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜) + ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+1, ๐‘๐‘˜+1)).

Secara geometris, metode Heun dapat ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 3.2 Hampiran fungsi prediktor metode Heun (Chapra & Canale, 2010)

Gambar 3.3 Hampiran fungsi korektor metode Heun (Chapra & Canale, 2010)

C. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Tiga

Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang ketiga adalah metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde dua atau metode Heun.

Metode ini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua metode sebelumnya yaitu metode Euler dan metode Heun.

Berikut ini adalah rumusan metode Runge-Kutta orde tiga.

Apabila diketahui ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ) , ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘ dengan nilai awal ๐‘ฆ(๐‘ก0) = ๐‘ฆ0. Maka langkah umumnya yaitu:

๐‘ก๐‘˜+1= ๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž ๐‘˜1 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜) ๐‘˜2 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+โ„Ž

2, ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

2๐‘˜1)

๐‘˜3 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž, ๐‘ฆ๐‘˜โˆ’ โ„Ž๐‘˜1+ 2โ„Ž๐‘˜2) ๐‘ฆ๐‘˜+1= ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3].

Untuk ๐‘˜ = (0, 1, 2, โ€ฆ , ๐‘€ โˆ’ 1), dengan โ„Ž =๐‘โˆ’๐‘Ž๐‘€ . Nilai โ„Ž disebut ukuran langkah.

Karena bukti dari rumusan metode Runge-Kutta orde tiga ini cukup panjang, penulis tidak mencantumkan bukti tersebut di sini, bukti penurunan rumus metode Runge-Kutta orde tiga dapat dilihat pada buku referensi metode numerik, misalnya Chapra dan Canale (2010).

D. Rumusan Metode Runge-Kutta Orde Empat

Pendekatan solusi untuk menyelesaikan masalah nilai awal yang keempat adalah metode Runge-Kutta orde empat. Metode ini merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tiga metode sebelumnya yaitu metode Euler metode Heun, dan metode Runge-Kutta orde tiga.

Berikut ini adalah rumusan metode Runge-Kutta orde empat:

Apabila diketahui ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ) , ๐‘Ž โ‰ค ๐‘ก โ‰ค ๐‘ dengan nilai awal ๐‘ฆ(๐‘ก0) = ๐‘ฆ0. Maka langkah umumnya yaitu:

๐‘“1= ๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜) ๐‘“2 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+โ„Ž

2, ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

2๐‘“1) ๐‘“3 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+โ„Ž

2, ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

2๐‘“2) ๐‘“4 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž, ๐‘ฆ๐‘˜+ โ„Ž๐‘“3) ๐‘ฆ๐‘˜+1 = ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž(๐‘“1+2๐‘“2+2๐‘“3+๐‘“4)

6

Untuk ๐‘˜ = (0, 1, 2, โ€ฆ , ๐‘€ โˆ’ 1), dengan โ„Ž =๐‘โˆ’๐‘Ž

๐‘€ . Nilai โ„Ž disebut ukuran langkah.

Karena bukti dari rumusan metode Runge-Kutta orde empat ini cukup panjang, penulis tidak mencantumkan bukti tersebut di sini, bukti penurunan rumus metode Runge-Kutta orde empat dapat dilihat pada buku buku referensi metode numerik, misalnya Chapra dan Canale (2010).

28

BAB IV

PENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE SATU, DUA, TIGA, DAN EMPAT

Dalam bab ini akan diberikan beberapa contoh penerapan dari metode Kutta orde satu, Kutta orde dua, Kutta orde tiga, dan Runge-Kutta orde empat yang disertai dengan langkah-langkah dalam meyelesaikan masalah nilai awal yang diberikan.

A. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Satu Definisi 4.1 (Mathews dan Fink, 2004)

Solusi untuk masalah nilai awal ๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ) dengan ๐‘ฆ(๐‘ก0) = ๐‘ฆ0 pada interval [๐‘ก0, ๐‘] adalah fungsi terdiferensiasi ๐‘ฆ = ๐‘ฆ(๐‘ก) sedemikian sehingga ๐‘ฆ(๐‘ก0) = ๐‘ฆ0 dan ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ก) = ๐‘“(๐‘ก, ๐‘ฆ(๐‘ก)) untuk setiap ๐‘ก ๐œ– [๐‘ก0, ๐‘] dengan kurva solusi ๐‘ฆ = ๐‘ฆ(๐‘ก) harus melalui titik awal (๐‘ก0, ๐‘ฆ0).

Contoh 4.2 (Mathews dan Fink, 1999) Diketahui masalah nilai awal

๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘กโˆ’๐‘ฆ

2 pada interval [0,4] dengan ๐‘ฆ(0) = 1.

a. Tentukan penyelesaian eksaknya.

b. Menggunakan metode Euler tentukan persamaan umum untuk ๐‘ฆ๐‘˜+1.

c. Dari hasil skema persamaan umum metode Euler ๐‘ฆ๐‘˜+1, tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ„Ž = 1,1

2,1

4 . (selain โ„Ž = 1, masing-masing dihitung sampai ๐‘ฆ8).

(Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat).

Penyelesaian :

a. Penyelesaian eksaknya:

Metode faktor integral ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ก = (๐‘ก โˆ’ ๐‘ฆ) 2

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘ฆ1+1 = ๐‘ฆ1+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก1, ๐‘ฆ1)

= 3

4+ 1 (2 โˆ’3 4 2 )

= 11 8

= 1,375

๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก3, ๐‘ฆ3)

= 11

8 + 1 (๐‘ก3โˆ’ ๐‘ฆ3 2 )

= 11

8 + 1 (3 โˆ’11 8 2 )

= 35 16

= 2,1875

Tabel 4.2.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1)

Grafik 4.2.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1)

(untuk h = 1

2 ) ๐‘€ =๐‘โˆ’๐‘Ž

โ„Ž = 4โˆ’01 2

= 8 ๐‘ก1 = โ„Ž =1

2

๐‘ก2 = ๐‘ก1+ โ„Ž = 2โ„Ž = 1 ๐‘ก3 = ๐‘ก2+ โ„Ž = 3โ„Ž = 3

2 ๐‘ก4 = ๐‘ก3+ โ„Ž = 4โ„Ž = 2 ๐‘ก5 = ๐‘ก4+ โ„Ž = 5โ„Ž = 5

2 ๐‘ก6 = ๐‘ก5+ โ„Ž = 6โ„Ž = 3 ๐‘ก7 = ๐‘ก6+ โ„Ž = 7โ„Ž = 7

2 ๐‘ก8 = ๐‘ก7+ โ„Ž = 8โ„Ž = 4

๐‘ฆ1 = ๐‘ฆ0+ โ„Ž๐‘“(๐‘ก0, ๐‘ฆ0)

= 1 +1

2(๐‘ก0โˆ’ ๐‘ฆ0 2 )

= 1 +1

= 1.241

Tabel 4.2.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.5)

Grafik 4.2.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.5)

(untuk h = 1

4 ) ๐‘€ =๐‘โˆ’๐‘Ž

โ„Ž = 4โˆ’01

4

= 16 ๐‘ก1 = โ„Ž =1

4

๐‘ก2 = ๐‘ก1+ โ„Ž = 2โ„Ž =1

2

๐‘ก3 = ๐‘ก2+ โ„Ž = 3โ„Ž = 3

= 389

= 1 517.187 16.777.216

Tabel 4.2.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.25)

Grafik 4.2.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=0.25)

Grafik 4.2.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Euler dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)

B. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Dua

Metode Heun melibatkan dua buah persamaan. Persamaan yang pertama adalah persamaan prediktor. Persamaan prediktor menggunakan metode Euler untuk memprediksi nilai integrasi awal atau dengan kata lain, persamaan prediktor ini digunakan untuk menentukan hampiran dari ๐‘ฆ(๐‘ก1). Persamaan yang kedua adalah persamaan korektor. Persamaan korektor ini akan mengoreksi hasil integrasi awal pada persamaan prediktor.

Contoh 4.3

Diketahui masalah nilai awal ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘กโˆ’๐‘ฆ

2 pada interval [0,4] dengan ๐‘ฆ(0) = 1.

a. Menggunakan metode Heun tentukan persamaan umum untuk ๐‘๐‘˜+1 dan ๐‘ฆ๐‘˜+1. b. Dari hasil skema persamaan umum metode Heun ๐‘ฆ๐‘˜+1, tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ„Ž = 1, 0.5, 0.25, berdasarkan rumusan yang telah dibuat.

(selain โ„Ž = 1, masing-masing dihitung sampai ๐‘ฆ8).

c. Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat.

Penyelesaian :

= ๐‘ฆ0 +โ„Ž

= 1,732421875 + 1 (3โˆ’1,732421875

2 )

= 2,3662109375

๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+โ„Ž

2(๐‘“(๐‘ก3, ๐‘ฆ3) + ๐‘“(๐‘ก3+1, ๐‘3+1))

= ๐‘ฆ3 +โ„Ž

2((๐‘ก3โˆ’๐‘ฆ3

2 ) + (๐‘ก4โˆ’๐‘4

2 ))

= 1,732421875 +1

2((3โˆ’1,732421875

2 ) + (4โˆ’2,3662109375

2 ))

= 2,457763671875

Tabel 4.3.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1)

Grafik 4.3.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1

(untuk h = 0.5 )

= 0,8310546875 + 0,5 (1โˆ’0.8310546875

2 )

= 0,873291015625

๐‘ฆ3 = ๐‘ฆ2+โ„Ž

= 0,8310546875 + 0,25 ((1โˆ’0,8310546875

2 ) + (1,5โˆ’0,873291015625

2 ))

= 0,930511474609375 ๐‘ก4 = 4โ„Ž = 2

๐‘4 = ๐‘ฆ3+ โ„Ž (๐‘ก3โˆ’๐‘ฆ3

2 )

= 0,930511474609375 + 0.5 (1,5โˆ’0,930511474609375

2 )

= 1,07288360595703 ๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+โ„Ž

= 0,930511474609375 + 0,25 ((1,5โˆ’0,930511474609375

2 ) +

= 1,11758708953857 + 0.5 (2โˆ’1,11758708953857

2 )

= 1,33819031715393 ๐‘ฆ5 = ๐‘ฆ4+โ„Ž

= 1,11758708953857 + 0,25 ((2โˆ’1,11758708953857

2 ) +

(2,5โˆ’1,33819031715393

2 ))

= 1,37311491370201 ๐‘ก6 = 6โ„Ž = 3

๐‘6 = ๐‘ฆ5+ โ„Ž (๐‘ก5โˆ’๐‘ฆ5

2 )

= 1,37311491370201 + 0.5 (2,5โˆ’1,37311491370201

2 )

= 1,65483618527651 ๐‘ฆ6 = ๐‘ฆ5+โ„Ž

= 1,37311491370201 + 0,25 ((2,5โˆ’1,37311491370201

2 ) +

(3โˆ’1,65483618527651

2 ))

= 1,6821210263297 ๐‘ก7 = 7โ„Ž = 3.5

๐‘7 = ๐‘ฆ6+ โ„Ž (๐‘ก6โˆ’๐‘ฆ6

2 )

= 1,6821210263297 + 0.5 (3โˆ’1,6821210263297

2 )

= 2,01159076974728 ๐‘ฆ7 = ๐‘ฆ6+โ„Ž

= 1,6821210263297 + 0,25 ((3โˆ’1,6821210263297

2 ) + (3,5โˆ’2,01159076974728

2 ))

= 2,03290705182008 ๐‘ก8 = 8โ„Ž = 4

๐‘8 = ๐‘ฆ7+ โ„Ž (๐‘ก7โˆ’๐‘ฆ7

2 )

= 2,03290705182008 + 0.5 (3,5โˆ’2,03290705182008

2 )

= 2,39968028886506 ๐‘ฆ8 = ๐‘ฆ7+โ„Ž

= 2,03290705182008 + 0,25 ((3,5โˆ’2,03290705182008

2 ) + (4โˆ’2,39968028886506

2 ))

= 2,41633363423444

Tabel 4.3.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.5)

Grafik 4.3.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.5)

(untuk h = 0.25 ) ๐‘€ =๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

โ„Ž = 4 โˆ’ 0 0,25 = 16 ๐‘ก0 = 0 , ๐‘ฆ0 = 1 ๐‘ก1 = โ„Ž = 0.25

๐‘1 = ๐‘ฆ0 + โ„Ž(๐‘ก0, ๐‘ฆ0)

= ๐‘ฆ0 + โ„Ž (๐‘ก0โˆ’๐‘ฆ0

2 )

= 1 + 0,25 (0โˆ’1

= 0,8984375 + 0,25 (0,25โˆ’0,8984375

2 )

= 0,8984375 + 0,125 ((0,25โˆ’0,8984375

2 ) + (0,5โˆ’0,8173828125

2 ))

= 0,83807373046875 ๐‘ก3 = 3โ„Ž = 0.75

๐‘3 = ๐‘ฆ2+ โ„Ž(๐‘ก2, ๐‘ฆ2)

= ๐‘ฆ2 + โ„Ž (๐‘ก2โˆ’๐‘ฆ2

2 )

= 0,83807373046875 + 0,25 (0,5โˆ’0,83807373046875

2 )

= 0,795814514160156 ๐‘ฆ3 = ๐‘ฆ2+โ„Ž

= 0,83807373046875 + 0,125 ((0,5โˆ’0,83807373046875

2 ) +

(0,75โˆ’0,795814514160156

2 ))

= 0,814080715157318 ๐‘ก4 = 4โ„Ž = 1

๐‘4 = ๐‘ฆ3+ โ„Ž(๐‘ก3, ๐‘ฆ3)

= ๐‘ฆ3 + โ„Ž (๐‘ก3โˆ’๐‘ฆ3

2 )

= 0,814080715157318 + 0,25 (0,75โˆ’0,814080715157318

2 )

= 0,806070625762653 ๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+โ„Ž

= 0,814080715157318 + 0,125 ((0,75โˆ’0,814080715157318

2 ) +

= 0,82219625634982 + 0,25 (1โˆ’0,82219625634982

2 )

= 0,844421724306092 ๐‘ฆ5 = ๐‘ฆ4+โ„Ž

= 0,82219625634982 + 0,125 ((1โˆ’0,82219625634982

2 ) +

= 0,858657632558825 + 0,25 (1,25โˆ’0,858657632558825

2 )

= 0,907575428488972 ๐‘ฆ6 = ๐‘ฆ5+โ„Ž

= 0,858657632558825 + 0,125 ((1,25โˆ’0,858657632558825

2 ) +

= 0,920143066243395 + 0,25 (1,5โˆ’0,920143066243395

2 )

= 0,992625182962971 ๐‘ฆ7 = ๐‘ฆ6+โ„Ž

= 0,920143066243395 + 0,125 ((1,5โˆ’0,920143066243395

2 ) +

= 1,003720050668 + 0,25 (1,75โˆ’1,003720050668

2 )

= 1,0970050443345 ๐‘ฆ8 = ๐‘ฆ7+โ„Ž

= 1,003720050668 + 0,125 ((1,75โˆ’1,003720050668

2 ) + (2โˆ’1,0970050443345

2 ))

= 1,10679973223034

Tabel 4.3.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.25)

Grafik 4.3.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=0.25)

c. Gambar grafik penyelesaian

Grafik 4.3.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Heun dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)

C. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Tiga

Metode Runge-Kutta orde tiga merupakan perbaikan dari dua metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde satu atau metode Euler dan metode Runge-Kuuta orde dua atau metode Heun. Metode Runge-Kutta orde tig aini menghasilkan keakuratan nilai solusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua metode sebelumnya tersebut.

Contoh 4.4

Diketahui masalah nilai awal ๐‘ฆโ€ฒ= ๐‘กโˆ’๐‘ฆ

2 pada interval [0,4] dengan ๐‘ฆ(0) = 1.

a. Menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga tentukan persamaan umum untuk ๐‘˜1, ๐‘˜2, ๐‘˜3, dan ๐‘ฆ๐‘˜+1.

b. Dari hasil skema persamaan umum metode Runge-Kutta orde tiga tentukan hampiran penyelesaiannya untuk โ„Ž = 1, 0.5, 0.25 berdasarkan rumusan yang telah dibuat. (selain โ„Ž = 1, masing-masing dihitung sampai ๐‘ฆ5).

c. Gambarkan grafik penyelesaian dalam satu bidang koordinat.

Penyelesaian :

a. ๐‘ก๐‘˜+1= ๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž ๐‘ก1 = โ„Ž

๐‘ก2 = ๐‘ก1+ โ„Ž = 2โ„Ž

โ‹ฎ

๐‘ก๐‘€ = ๐‘ก๐‘€โˆ’1+ โ„Ž = ๐‘€โ„Ž , sehingga ๐‘ก๐‘˜ = ๐‘˜โ„Ž

๐‘˜1 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜, ๐‘ฆ๐‘˜) ๐‘˜1 = (๐‘ก0โˆ’๐‘ฆ0

2 ) ๐‘˜1 = (๐‘ก1โˆ’ ๐‘ฆ1

2 )

โ‹ฎ

๐‘˜1 = (๐‘ก๐‘˜โˆ’ ๐‘ฆ๐‘˜ 2 )

๐‘˜2 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+โ„Ž

2, ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž 2๐‘˜1) ๐‘˜2 = (๐‘ก0+โ„Ž

2 โˆ’ ๐‘ฆ0+โ„Ž 2 ๐‘˜1

2 )

๐‘˜2 = (๐‘ก1+โ„Ž

2 โˆ’ ๐‘ฆ1+โ„Ž 2 ๐‘˜1

2 )

โ‹ฎ

๐‘˜2 = (๐‘ก๐‘˜+โ„Ž

2 โˆ’ ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž 2 ๐‘˜1

2 )

๐‘˜3 = ๐‘“(๐‘ก๐‘˜+ โ„Ž, ๐‘ฆ๐‘˜โˆ’ โ„Ž๐‘˜1 + 2โ„Ž๐‘˜2) ๐‘˜3 = (๐‘ก0+ โ„Ž โˆ’ ๐‘ฆ0โˆ’ โ„Ž๐‘˜1+ 2โ„Ž๐‘˜2

2 )

๐‘˜3 = (๐‘ก1+ โ„Ž โˆ’ ๐‘ฆ1โˆ’ โ„Ž๐‘˜1+ 2โ„Ž๐‘˜2

๐‘˜1 = (๐‘ก1โˆ’ ๐‘ฆ1

6[0,09375 + 4(0,3203125) + 0,3203125] = 1,0950520 ๐‘ก3 = ๐‘ก2+ โ„Ž = 3โ„Ž = 3

2)โˆ’1,0950520+12(0,452474)

2 ) = 0,5893555

6[0,452474 + 4(0,5893555) + 0,5893555]

= 1,6615939 ๐‘ก4 = ๐‘ก3+ โ„Ž = 4โ„Ž = 4 ๐‘˜1 = (๐‘ก3โˆ’ ๐‘ฆ3

2 ) = (3 โˆ’ 1,6615939

2 ) = 0,6692030

๐‘˜2 = ((๐‘ก3+โ„Ž

2) โˆ’ (๐‘ฆ3+โ„Ž 2 ๐‘˜1)

2 )

= ((3 +1

2) โˆ’ (1,6615939 + 1

2 (0,6692030))

2 ) = 0,7519023

๐‘˜3 = ((๐‘ก3+ โ„Ž) โˆ’ (๐‘ฆ3โˆ’ โ„Ž๐‘˜1+ 2โ„Ž๐‘˜2)

2 )

= ((3 + 1) โˆ’ (1,6615939 โˆ’ 0,6692030 + 2(0,7519023)

2 )

= 0,7519023 ๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3]

= 1,6615939 +1

6[0,6692030 + 4(0,7519023) + 0,7519023]

= 2,3997129

Tabel 4.4.1 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1)

Grafik 4.4.2 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1)

(Untuk โ„Ž = 0,5) ๐‘€ =๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

โ„Ž = 4 โˆ’ 0 0,5 = 8

๐‘ก1 = โ„Ž = 0,5 ๐‘˜1 = (๐‘ก0โˆ’ ๐‘ฆ0

2 ) = (0 โˆ’ 1

2 ) = (โˆ’1

2) = โˆ’0,5

๐‘˜2 = ((๐‘ก0+โ„Ž

2) โˆ’ (๐‘ฆ0+โ„Ž 2 ๐‘˜1)

2 ) =

( (0 +1

4) โˆ’ (1 + 1 4 (โˆ’

1 2)) 2

)

= โˆ’0,3125

๐‘˜3 = ((๐‘ก0+ โ„Ž) โˆ’ (๐‘ฆ0โˆ’ โ„Ž๐‘˜1+ 2โ„Ž๐‘˜2)

2 )

= ((0 + 0,5) โˆ’ (1 โˆ’1 2 (โˆ’

1 2) + 2.

1

2 (โˆ’0,3125))

2 )

= โˆ’0,21875

12[โˆ’0,1679687 + 4(โˆ’0,0219726) + 0,0510254]

= 0,818868

=

12[0,090566 + 4(0,2042452) + 0,2610849]

= 0,9162539

๐‘ฆ4 = ๐‘ฆ3+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3] ๐‘ฆ4 = 0,9162539 + 1

12[0,291873 + 4(0,3803889) + 0,4246468]

= 1,1027602

12[0,4486199 + 4(0,5175424) + 0,5520037]

= 1,358659

Tabel 4.4.3 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,5)

Grafik 4.4.4 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,5)

(Untuk h=0,25) ๐‘€ =๐‘ โˆ’ ๐‘Ž

โ„Ž = 4 โˆ’ 0 0,25 = 16 ๐‘ก1 = โ„Ž = 0,25

๐‘˜1 = (๐‘ก0โˆ’ ๐‘ฆ0

24[โˆ’0,5 + 4(โˆ’0,40625) โˆ’ 0,3359375] = 0,8974609 ๐‘ก2 = 2โ„Ž = 0,5

๐‘ฆ๐‘˜+1= ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3] ๐‘ฆ2 = ๐‘ฆ1+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3] ๐‘ฆ2 = 0,8974609 + 1

24[โˆ’0,3237304 + 4(โˆ’0,2409973) โˆ’ 0,1789474]

= 0,8363497

24[โˆ’0,1681748 + 4(โˆ’0,0951639) โˆ’ 0,0404057]

= 0,8117982 ๐‘ก4 = 4โ„Ž = 1 ๐‘˜1 = (๐‘ก3โˆ’ ๐‘ฆ3

2 ) = (0,75 โˆ’ 0,8117982

2 ) = โˆ’0,0308991

๐‘˜2 = ((๐‘ก3+โ„Ž

24[โˆ’0,0308991 + 4(0,0335321) + 0,0818555]

= 0,8195101

= 0,1897494 ๐‘ฆ๐‘˜+1= ๐‘ฆ๐‘˜+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3] ๐‘ฆ5 = ๐‘ฆ4+โ„Ž

6[๐‘˜1+ 4๐‘˜2+ ๐‘˜3] ๐‘ฆ5 = 0,8195101 + 1

24[0,09024495 + 4(0,1471046) + 0,1897494]

= 0,8556939

Tabel 4.4.5 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,25)

Grafik 4.4.6 (penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=0,25)

c. Gambar grafik penyelesaian

Grafik 4.4.7 (perbandingan penyelesaian PDB menggunakan metode Runge-Kutta orde tiga dengan h=1, h=0.5, dan h=0.25 dengan penyelesaian eksaknya)

D. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat

Metode Runge-Kutta orde empat merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan

Metode Runge-Kutta orde empat merupakan perbaikan dari metode sebelumnya yaitu metode Runge-Kutta orde tiga. Metode ini menghasilkan

Dokumen terkait