BAB III METODE PENELITIAN
3.4. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel uji analitik komparatif tidak berpasangan, yaitu :
Dimana: n 1= jumlah subjek dengan nilai bikarbonat abnormal n 2= jumlah subjek dengan nilai bikarbonat normal Zα: Deviat baku alfa untuk α = 0,05 α = 1,96 Zβ: Deviat baku β untuk β = 0,20 β = 0,84 P1: proporsi pada kelompok 1 (0,6)
P2: proporsi pada kelompok 2 (0,3) P: (p1+p2)/2 = 0.45
Q: 1-p = 0,55 Q1: 1 – p1 Q2: 1 – p2
Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel minimal untuk penelitian ini adalah 26 sampel pada masing – masing kelompok. Sehingga total jumlah sampel adalah sebanyak 52 sampel.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi
1) Pasien dengan fibrilasi atrium yang menjalani pemeriksaan ekokardiografi dengan etiologi penyakit jantung katup mitral dan aorta primer, penyakit jantung hipertensi, dan penyakit jantung koroner.
2) Pasien dan keluarga bersedia menandatangani informed consent.
3) Pasien tanpa aritmia supraventrikular lainnya atau aritmia yang mengancam nyawa.
4) Pasien tanpa gangguan keseimbangan natrium, kalium, magnesium, atau kalsium.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1) Gambaran ekokardiografi tidak jelas atau sulit dinilai
3.6 Definisi Operasional
1. Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya (Yuniadi, 2014).
Gambar 3.1 Gambaran fibrilasi atrium pada elektrokardiografi
2. Penyakit jantung valvular adalah penyakit jantung akibat adanya defek atau kerusakan pada salah satu dari katup mitral atau katup aorta atau keduanya, akibat dari permasalahan struktural baik berupa regurgitasi maupun stenosis. Penyakit jantung valvular biasanya disebabkan oleh penyakit jantung reumatik.
3. Penyakit jantung nonvalvular pada penelitian ini didefinisikan sebagai penyakit jantung selain penyakit jantung katup primer dalam hal ini berupa penyakit jantung hipertensi dan penyakit jantung koroner. Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung akibat peningkatan tekanan darah sistolik kronis yang ditandai dengan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan oleh terdapat plak pada arteri koroner sehingga menyebabkan ketidak seimbangan aliran darah
koroner yang dipastikan melalui pemeriksaan elektrokardiografi, uji latih jantung, dan angiografi koroner.
4. Ekokardiografi adalah pemeriksaan jantung dengan menggunakan alat yang memancarkan dan mencitrakan gelombang ultrasonografi untuk menilai struktur dan fungsi jantung.
5. Aritmia supraventrikular sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan takikardia yang diakibatkan oleh gangguan jaringan diatas dari bundle of HIS. Termasuk di dalamnya adalah takikardia atrium, atrial flutter, junctional takikardia, AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT), dan bentuk aritmia jalur aksesoris lainnya.
Fibrilasi atrium tidak termasuk dalam istilah ini (Page, 2015).
6. Aritmia yang mengancam nyawa adalah aritmia ventrikular takikardia, ventrikular fibrilasi, pause sinus yang menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik yang dapat berujung kepada kematian.
7. Dimensi atrium kiri (LA) dapat diukur dengan menggunakan metode mode M atau 2D pada potongan aksis panjang parasternal (PLAX).
Diameter anteroposterior atrium kiri diukur dengan gambaran sejajar dengan akar aorta, dan diukur pada level sinus aorta (Lang, 2015).
Nilai normal adalah < 4.0 cm, 4.1-4.6 cm adalah dilatasi ringan, 4.7 – 5.2 dilatasi sedang, dan > 5.2 adalah dilatasi berat.
Gambar 3.2 Pengambilan dimensi atrium kiri melalui metode mode- M dari potongan aksis panjang parasternal (Lang, 2015)
8. Dimensi ventrikel kiri direkomendasikan untuk diukur secara linear melalui potongan aksis panjang parasternal. Nilai harus diambil secara hati – hati sejajar dengan aksis panjang ventrikel kiri dan diukur spade atau sedikit dibawah ujung daun katup mitral.
Kemudian caliper elektronik harus diletakkan diantara dinding dan pericardium. Dimensi internal dapat diambil dengan ekokardiografi dua dimensi (2D) dengan pendekatan mode M. Dimana IVS adalah nilai septum interventrikular, LVID adalah nilai internal diameter ventrikel kiri dan PWT adalah nilai ketebalan dinding posterior ventrikel kiri. Pengukuran akan dilakukan pada saat sistolik dan diastolik (Lang, 2015).
Gambar 3.3 Pengukuran ventrikel kiri dengan metode mode M pada potongan aksis panjang parasternal (Lang, 2015)
Tabel 3.1 Nilai normal kuantifikasi ruang ventrikel kiri (Lang, 2015)
9. Indeks massa ventrikel kiri (LVMI) perubahan atau pertambahan ketebalan ventrikel kiri akibat peningkatan ukuran kardiomiosit yang diukur dengan teknik M Mode dari parasternal long axix view tegak lurus pada level pertemuan daun katup mitral pada akhir fase diastolik. Index massa ventrikel kiri kemudian dihitung dengan menggunakan formula Cube :
Ketebalan relatif dinding ventrikel kiri (RWT), didefinisikan sebagai rasio dari dua kali ketebalan dinding inferolateral ventrikel kiri dengan diameter internal ventrikel kiri diukur pada saat akhir diastol (Kinno, 2016).
Wanita pria
Massa LV (g) 67-161 88-224
LVMI (g/m2) 43-95 49-115
RWT 0.22-0.42 0.24-0.42
Tabel 3.2 Nilai normal massa ventrikel (Lang, 2015)
10. Fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri adalah fraksi volumetrik darah yang dipompa keluar dari ventrikel kiri setiap denyut jantung yang diukur dengan ekokardiografi menggunakan metode Teicholz pada mode-M.
11. Diameter arteri pulmonalis diukur melalui ekokardiografi pada potongan aksis pendek setentang aorta yang diukur 1 cm dibawah katup pulmonal. Dengan nilai normal 1.5-2 cm.
Massa LV = 0.8 x 1,4 x [(IVS + LVID +PWT)3- LVID3] + 0,6
RWT = 2 x PWD LVEDD
Gambar 3.4 Pengukuran Diameter Arteri Pulmonalis dari Aksis Pendek Parasternal
12. Tekanan arteri pumonalis didapati dengan mengukur waktu akselerasi di jalur keluar ventrikel kanan (ATRVOT) menggunakan PW Doppler. Kemudian dihitung dengan rumus mPAP = 90 − (0.62*ATRVOT)
Gambar 3.5 Pengukuran Tekanan Arteri Pulmonalis dari Aksis Pendek Parasternal
3.7 Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas / independen Skala Pasien dengan FA valvular Kategorik Pasien dengan FA non valvular Kategorik
b. Variabel terikat / dependen Skala
Geometri LV Kategorik
Diameter LA Kategorik
Diameter arteri pulmonalis Numerik
3.8 Alur Penelitian
Subjek yang dirawat inap di PJT RSUP Haji Adam Malik Medan dengan fibrilasi atrium melalui pemeriksaan elektrokardiografi akan menjalani ekokardiografi dan yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian. Pengumpulan sampel menggunakan metode consecutive sampling dimana semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan sebagai sampel penelitian dengan jumlah sampel total adalah 52 orang.
Data dasar yang mencakup identitas subyek, TB dan BB, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, dan diagnosa penyakit dasar. Pasien kemudian akan dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan diagnosis penyakit dasar yaitu kelompok dengan penyakit jantung valvular dan penyakit jantung nonvalvular. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan menjalani pemeriksaan ekokardiografi.
Saat akan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi penderita di lakukan informed consent. Ekokardiografi dilakukan oleh peneliti dan residen yang sedang bertugas di stase ekokardiografi dibawah pengawasan supervisor ekokardiografi.
Data ekokardiografi akan diambil dari beberapa potongan gambar.
Dari potongan aksis panjang parasternal akan dilakukan pengukuran diameter atrium kiri (mm), dimensi diatolik akhir ventrikel kiri (LVEDD), dimensi sistolik akhir ventrikel kiri (LVESD), ketebalan septum interventrikel diastolik (IVSD), ketebalan septum interventrikel sistolik (IVSS), ketebalan dinding posterior ventrikel kiri diastolic (LVPWD), dan ketebalan dinding posterior ventrikel kiri sistolik (LVPWS). Hasil pengukuran tersebut akan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan
nilai indeks massa ventrikel kiri (LVMI) dan ketebalan relatif dinding ventrikel kiri (RWT) untuk menilai geometri struktur ventrikel kiri.
Kemudian diameter dan tekanan arteri pulmonalis akan diambil dari potongan aksis pendek parasternal. Kemudian data akan dinalisis dengan SPSS edisi 17.
Gambar 3.8 Alur Penelitian
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Data akan disajikan secara deskriptif dengan menampilkan distribusi frekuensi dan persentase untuk data yang bersifat kategorik. Sedangkan data numerik akan ditampilkan dalam nilai mean (rata-rata) dan standard deviasi untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan data numerik yang tidak berdistribusi normal akan ditampilkan dalam nilai median (nilai tengah). Uji
Pasien FA
Analisa Data Ekokardiografi Pengambilan Data Dasar
Pasien
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
Identitas
Tanda vital
TB/BB
Riwayat Penyakit
Laboratorium
diagnosis penyakit jantung dasar Valvular Nonvalvular
elektrokardiografi
normalitas variabel numerik pada seluruh subjek penelitian akan menggunakan one sample Kolmogorov Smirnov (n > 50) atau Saphiro Wilk (n < 50). Analisis bivariat menggunakan Student’s t-test atau tes Mann Whitney pada variabel numerik, sedangkan pada variabel kategorik menggunakan Chi-square atau Fisher test. Analisa data statistik menggunakan software SPSS versi 20, nilai p < 0.05 dikatakan bermakna secara statistik.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah meminta persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.11 Biaya Penelitian
Pengurusan izin penelitian Rp. 500.000 Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000
Pengadaan Literatur Rp. 1.000.000
Pengolahan hasil statistik Rp. 1.000.000 Biaya-biaya lain tak terduga Rp. 1.500.000
Total Rp. 5.000.000
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Penelitian
Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk menganalisa perbedaan struktur jantung kiri pada fibrilasi atrium valvular dan non valvular di Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada bulan Agustus 2018 hingga Desember 2018. Sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan etiologinya, yaitu kelompok valvular dan nonvalvular. Total sampel yang terkumpul adalah 60 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan oleh residen yang bertugas di stase ekokardiografi dan dianalisa kembali oleh supervisor divisi ekokardiografi.
4.2 Karakteristik Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini didapatkan 60 orang pasien fibrilasi atrium yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel yang terdiri dari 30 orang untuk tiap kelompok. Tabel 4.1 berikut ini menunjukkan karakteristik klinis sampel penelitian berdasarkan kelompok valvular dan non valvular.
Dalam penelitian in tampak jumlah pria dan wanita sama, dengan pria lebih banyak pada kelompok non valvular dan wanita lebih banyak pada kelompok valvular (p = 0.0001). Tinggi badan dan berat badan dijumpai berbeda antara dua kelompok (p = 0.0001). Dijumpai bahwa kelompok non valvular memiliki area permukaan tubuh yang lebih luas yaitu 68.8 + 10.96 (p = 0.0001).
Tidak didapati adanya perbedaan bermakna dari respon denyut fibrilasi atrium pada kedua kelompok (p = 0.694). Tekanan sistolik (p =
0.0001) dan diastolik (p = 0.002) lebih besar dijumpai pada kelompok non valvular.
Tabel 4.1 Karakteristik Klinis Subyek Penelitian Berdasarkan Kelompok
Pada Tabel 4.2 dijumpai kejadian regurgitasi katup trikuspid terjadi lebih banyak pada kelompok valvular (28 orang) dengan tingkat keparahan yang lebih berat (p = 0.017). Penyakit Jantung Koroner (PJK) didapati sebagai etologi terbanyak pada kelompok non valvular (22 orang), sedangkan mitral stenosis menjadi etiologi terbanyak pada kelompok non valvular (20 orang). Sebagian besar sampel pada kelompok valvular memiliki gangguan pada satu katup yaitu stenosis mitral dan regurgitasi mitral. Regurgitasi mitral dijumpai pada kedua kelompok dengan perbedaan derajat keparahan yang bermakna (p= 0.005). Semua sampel dengan stenosis mitral memiliki derajat keparahan yang berat dengan nilai rerata area katup mitral (MVA) adalah 0.5 + 0.38.
Tabel 4.2 Karakteristik Anatomi Subyek Penelitian Berdasarkan
Pada Tabel 4.2 juga didapati adanya perbedaan pemberian anti aritmia pada kedua kelompok. Didapati bahwa sebanyak 70% pasien valvular mendapat terapi dengan digoksin, sedangkan seluruh pasien pada kelompok nonvalvular mendapat terapi penghambat beta.
Pada Tabel 4.3 Didapati dilatasi atrium kiri yang berat hanya dijumpai pada kelompok valvular sebanyak 6 orang, sedangkan pada kelompok non valvular sebanyak 16 orang tergolong dilatasi ringan bahkan 13 orang pada kelompok non valvular tidak mengalami dilatasi atrium kiri (p = 0.0001). Tidak terdapat perbedaan bermakna dari diameter septum ventrikel kiri, namun perbedaan dijumpai pada diameter ruang ventrikel kiri sistolik (LVEDS) (p = 0.001). Terdapat perbedaan tebal dinding posterior saat diastole pada kedua kelompok, dimana tampak lebih tebal pada kelompok non valvular (p = 0.045). Tidak terdapat perbedaan indeks massa ventrikel kiri (LVMI) dan ketebalan dinding relative (RWT) pada kedua kelompok. Pada Tabel 4.4 didapati fraksi ejeksi kelompok valvular lebih tinggi daripada non valvular (p=0.0001).
Tabel 4.3 Karakteristik Parameter Struktur Jantung Berdasarkan Ekokardiografi Pada Subyek Penelitian
VARIABEL
Tabel 4.4 Karakteristik Fungsi Jantung Berdasarkan Ekokardiografi
4.3 Perbandingan Struktur Ventrikel Kiri antara Kelompok Valvular dan Non Valvular
Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya perbedaan geometri ventrikel kiri pada kedua kelompok. Dimana untuk menjawab hipotesis bahwa ternyata tidak dijumpai struktur ventrikel kiri yang lebih berat pada kelompok valvular daripada non valvular. Akan tetapi dijumpai jumlah hipertropi eksentrik yang banyak pada kelompok non valvular (15 orang) Akan tetapi hal ini tidak berbeda bermakna, dengan nilai p = 0.278.
Tabel 4.5 Perbandingan Geometri Ventrikel Kiri pada Kedua Kelompok
GEOMETRI VENTRIKEL KIRI
(N, %)
FIBRILASI ATRIUM P VALUE
VALVULAR
4.4 Perbandingan Diameter Atrium Kiri antara Kelompok Valvular dan Non Valvular
Didapati perbedaan diameter atrium kiri yang bermakna antara kedua kelompok di dalam penelitian ini, dengan nilai p = 0.0001. Dimana tampak bahwa kelompok valvular memiliki nilai diameter yang lebih besar
dan sebanyak 20% dari semua subjek valvular berada pada kategori dilatasi berat. Sedangkan pada kelompok nonvalvular sebagian besar besar subjek berada pada kategori ringan dan sebanyak 13 subjek tidak mengalami dilatasi atrium kiri (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Perbandingan Diameter Atrium Kiri pada Kedua Kelompok
VARIABEL VALVULAR
4.5 Perbandingan Diameter Arteri Pulmonalis antara Kelompok Valvular dan Non Valvular
Didapati perbedaan diameter atrium kiri yang bermakna antara kedua kelompok di dalam penelitian ini, dengan nilai p = 0.0001. Dimana tampak bahwa kelompok valvular memiliki nilai diameter arteri pulmonalis yang lebih besar yaitu 2.4 + 0.21 dibandingkan dengan kelompok nonvalvular 1.66 + 0.21. Pada tabel ini juga ditampilkan bahwa terdapat perbedaan tekanan arteri pulmonalis pada kedua kelompok dengan nilai p = 0.0001, dengan nilai tekanan lebih besar pada kelompok valvular (Tabel 4.7).
Tabel 4.7 Perbandingan Diameter Arteri Pulmonalis pada Kedua Kelompok
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang untuk menilai perbedaan struktur jantung kiri pada pasien fibrilasi atrium valvular dan nonvalvular dengan ekokardiografi yang dilakukan di Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Penderita fibrilasi atrium dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan etiologinya, yaitu kelompok valvular dan nonvalvular. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Agustus 2018 sampai dengan bulan Desember 2018 dengan total sampel berjumlah 60 orang, 30 orang pada masing – masing kelompok.
Pada penelitian ini dijumpai pada kelompok valvular didapati subjek berjenis kelamin wanita adalah 23 orang (76.7%). Hal ini sesuai dengan penelitian Sastry (2016) yang meneliti tentang prevalensi fibrilasi atrium dan mengemukakan bahwa sebanyak 64% pasien berjenis kelamin wanita dan Singh (2017) menemukan subyek wanita sebanyak 64.46%. Sedangkan untuk kelompok nonvalvular sebagian besar pasien berjenis kelamin laki – laki. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Renoux tahun 2011 yang menilai insidensi pada pasien FA nonvalvular, dimana 52.2% adalah laki – laki. Didapati adanya perbedaan pemberian anti aritmia pada kedua kelompok, didapati sebanyak 70% pasien valvular mendapat terapi dengan digoksin, sedangkan seluruh pasien pada kelompok nonvalvular mendapat terapi penghambat beta. Kendali denyut jantung merupakan salah satu bagian terpenting dalam terapi pasien dengan FA. Penghambat beta, Penghambat kanal kalsium, dan digitalis adalah obat utama yang digunakan untuk mengendalikan denyut jantung selama terjadi FA. Pada pasien FA, penghambat beta merupakan obat pilihan pada pasien dengan penyakit jantng koroner dan gangguan fungsi ventrikel kiri (Fauchier, 2016).
Pada penelitian ini didapati bahwa kelompok valvular memiliki area permukaan tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan nonvalvular (1.51 + 0.12 dan 1.76 + 0.17, p = 0.0001). Hal ini berkaitan dengan faktor resiko penyakit jantung koroner yang berkaitan dengan obesitas, sedangkan penyakit jantung katup terutama mitral stenosis terjadi lebih kronis, dengan inflamasi yang berkepanjangan, dan terjadi gagal jantung kanan yang berhubungan dengan gejala saluran pencernaan sehingga penderitanya cenderung mengalami cachexia (Okoshi, 2017).
Stenosis mitral dijumpai sebagai etiologi yang terbanyak pada kelompok valvular (20 orang, 67.7%). Hal ini juga dijumpai pada penelitian oleh Sastry (2016) yang menunjukkan bahwa stenosis mitral adalah lesi valvular yang paling sering dijumpai memiliki pada kejadian fibrilasi atrium yaitu sebanyak 88,57%.
Didapati sebanyak 44 (59.7%) dari keselurahan sampel mengalami dilatasi atrium kiri. Pada kelompok valvular 27 orang mengalami dilatasi atrium kiri dengan rerata 52.10 + 11.53 mm. Untuk kelompok non valvular 17 orang mengalami dilatasi atrium kiri dengan rerata 40.83 + 6.77 mm.
Sastry (2016) mengemukakan bahwa dilatasi atrium kiri yang berat umumnya disebebkan oleh lesi valvular, namun pada penelitian tersebut tidak diberikan penjelasan lebih lanjut. Lalu Singh (2017) menemukan nilai rerata diameter atrium kiri pada seluruh sampel adalah 4.51±0.95cm, dengan nilai rerata pada pasien dengan penyakit jantung reumatik adalah 4.88±0.77cm.
Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya perbedaan geometri ventrikel kiri pada kedua kelompok. Pada kelompok valvular sebanyak 16 orang (53.3%) memiliki geometri normal dan remodelling konsentrik saja.
Remodeling konsentrik dikatakan merupakan respon adaptasi ringan yang reversibel dan mungkin diakibatkan oleh usia atau paparan terhadap faktor resiko penyakit jantung (Lieb, 2014). Hal ini mungkin disebabkan oleh etiologi yang terbanyak pada kelompok valvular adalah stenosis mitral, sehingga jarang menyebabkan perubahan yang bermakna pada ventrikel kiri. Sedangkan pada kelompok non valvular sebanyak 21 orang (70%)
mengalami perubahan berupa hipertropi konsentrik dan eksentrik yang menggambarkan perjalanan penyakitnya yang melibatkan ventrikel kiri.
Pada penelitian ini juga diteliti perubahan geometri ventrikel kiri dan didapati pada penelitian ini tampak dibandingkan valvular penyakit non valvular memiliki perubahan geometri yang lebih berat. Meskipun memiliki perubahan geometri yang lebih berat, tetapi secara uji statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna anatara kedua kelompok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Aronow (1995) mengemukakan bahwa peningkatan index massa ventrikel kiri pada pasien non valvular meningkatkan resiko terjadinya fibrilasi atrium (OR = 1.97). Penelitian Seko (2018) mendapatkan hipertrofi eksentrik ventrikel kiri dengan hipertensi berkaitan dengan fibrilasi atrium (p = 0.0019). Namun sampel pada penelitian Seko tersebut jauh lebih besar daripada sampel pada penelitian ini. Dalam sebuah penelitian yang lain Seko tahun 2016 menunjukkan bahwa kejadian fibrilasi atrium meningkat seiring dengan beratnya perubahan geometri ventrikel kiri, yaitu kejadian fibrilasi atrium terjadi 8.1% pada geometri normal, 8.5% remodelling konsentrik, 11.3% pada hipertropi konsentrik, dan 14.5% pada hipertropi eksentrik.
Dalam penelitian Wachtell tahun 2008 dikemukakan bahwa kehadiran hipertropi ventrikel dan fibrilasi atrium berkorelasi sangat kuat.
Massa ventrikel kiri yang abnormal dikaitkan dengan tingginya prevalensi fibrilasi atrium, namun latar belakang patofisiologi terhadap keterkaitannya belum diketahui dengan jelas. Karena jalur hemodinamik, neurohormonal, dan inflamasi dikaitkan kepada kedua hal tersebut, maka sulit mengetahui apakah hipertropi ventrikel dan fibrilasi atrium berdiri secara terpisah, atau ada hubungan sebab akibat antara keduanya. Dari hasil penelitian ini terjawab bahwa hipertropi ventrikel dan fibrilasi atrium tidak saling berkaitan dan tidak memiliki perbedaan pada kedua kelompok etiologi.
Pada penelitian ini didapati perbedaan yang bermakna pada diameter atrium kiri antara kedua kelompok, dengan nilai p = 0.0001. Dimana kelompok valvular memiliki nilai diameter yang lebih besar daripada
nonvalvular. Dan sebanyak 20% dari semua subjek valvular berada pada kategori dilatasi berat. Sedangkan pada kelompok nonvalvular sebagian besar subjek berada pada kategori ringan dan 13 subjek tidak mengalami dilatasi atrium kiri. Hal ini karena pada kelompok valvular, sebagian besar pasien memiliki stenosis mitral, dimana pada stenosis mitral terjadi pembesaran atrium kiri yang signifikan (Lily, 2012). Sedangkan pada kelompok non valvular terdapat pasien yang tidak mengalami dilatasi atrium kiri. Pada kelompok seperti ini terbukti bahwa fibrilasi atrium tidak selalu berhubungan dengan dilatasi atrium, tetapi berkaitan dengan proses inflamasi dan fibrosis (Renoux, 2014). Probst (1973) membuat sebuah penelitian yang membandingkan irama sinus ritme, FA paroksismal, dan FA permanent dan menghubungkan dengan berbagai derajat pembesaran diameter atrium kiri untuk menjawab apakah pembesaran atrium kiri terjadi akibat FA atau menyebabkan FA. Hasilnya tidak terdapat perbedaan yang dapat mendemostrasikan insidensi FA pada ketiga grup. Dilatasi atrium kiri yang signifikan hanya terlihat pada grup ketiga, dimana mengkonfirmasi bahwa dilatasi atrium adalah terjadi akibat FA. Semakin lama durasi FA, maka semakin berat dilatasi atrium (Probst, 1973). Meskipun Yehia pada tahun 2016 Yehia mengemukakan bahwa pada pasien dengan etiologi non valvular peningkatan diameter atrium kiri secara signifikan meningkatkan kejadian FA (p = 0.043).
Pada penelitian ini perbedaan yang bermakna pada diameter arteri pulmonalis kedua kelompok, dengan nilai p = 0.0001. Dimana tampak bahwa kelompok valvular memiliki nilai diameter arteri pulmonalis yang lebih besar
(
2.4 + 0.21) dibandingkan dengan kelompok nonvalvular (1.66 + 0.21). Begitu pula dengan tekanan arteri pulmonalis dijumpai berbeda bermakna pada dua kelompok (p = 0.0001), dengan nilai tekanan lebih besar pada kelompok valvular (36.17 + 8.7) dibandingkan nonvalvular (18 + 6.2). Hal ini disebabkan karena berdasarkan hemodinamik stenosis mitral yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal yang menyebabkan pelebaran diameter arteri pulmonalis dibandingkan denganpenyebab non valvular (Wanamaker, 2018). Sekitar 83% pasien dengan hipertensi pulmonal akibat penyakit jantung kiri terjadi pada keadaan fungsi ventrikel kiri yang normal (fraksi ejeksi baik). Dan kondisi yang paling banyak menyebabkannya adalah penyakit katup mitral (Adusumali, 2017).
Hingga saat ini masih belum jelas apakah fibrilasi atrium yang menyebabkan peningkatan tekanan dan diameter arteri pulmonal, ataukah sebaliknya. Lalu apakah FA menyebabkan dilatasi arteri pulmonalis juga belum diketahui. Pada penelitian oleh Rottlaender (2012), kehadiran hipertensi pulmonal berkaitan dengan peningkatan insidensi fibrilasi atrium.
Namun pada penelitian lain oleh Yousefian (2018) menyatakan bahwa pada episode fibrilasi atrium paroksismal, tekanan arteri pulmonalis secara signifikan meningkat dibandingkan dengan tekanan arteri pulmonalis dasar.
Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa pada kedua etiologi terutama pada kelompok non valvular, tidak semuanya mengalami dilatasi arteri pulmonal dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Dari hasil penelitian ini diasumsikan bahwa fibrilasi atrium menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan dilatasi arteri pulmonalis.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak dijumpai perbedaan geometri ventrikel kiri pada fibrilasi atrium valvular dan non valvular.
2. Didapati perbedaan yang bermakna pada diameter atrium kiri pada kelompok valvular dan non valvular. Dimana dijumpai kelompok non valvular memiliki rata – rata diameter atrium kiri yang lebih besar dibandingkan nonvalvular.
3. Didapati perbedaan yang bermakna pada diameter dan tekanan arteri
3. Didapati perbedaan yang bermakna pada diameter dan tekanan arteri