• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN STRUKTUR JANTUNG KIRI PADA PASIEN FIBRILASI ATRIUM VALVULAR DAN NONVALVULAR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PROFESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN STRUKTUR JANTUNG KIRI PADA PASIEN FIBRILASI ATRIUM VALVULAR DAN NONVALVULAR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PROFESI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PROFESI

OLEH

dr. Rizki Astria Farindani NIM : 147115001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS PROFESI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dalam Program Studi Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

Rizki Astria Farindani NIM : 147115001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

PERBANDINGAN STRUKTUR JANTUNG KIRI PADA PASIEN FIBRILASI ATRIUM VALVULAR DAN NONVALVULAR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS PROFESI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan referensi dan telah disebutkan dalam daftar pustaka.

Nama : Rizki Astria Farindani

NIM : 147115001

Tanda Tangan :

Medan, Januari 2019

Rizki Astria Farindani

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dalam Program Studi Magister Kedokteran Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskular di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Sekertaris Departemen Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah membimbing dan memberikan saran-saran berharga dalam penulisan penelitian ini.

4. dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K) selaku Ketua Program Studi PPDS Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ide, arahan serta

(6)

masukan sehingga dapat menerapkan pola berpikir yang komprehensif mengenai tulisan ini.

5. dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP selaku Sekretaris Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kritikan dan saran yang begitu berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K) selaku pembimbing satu penulis dalam penyusunan tesis ini yang telah memberikan ide, arahan serta masukan sehingga dapat menerapkan pola berpikir yang komprehensif mengenai tulisan ini.

7. dr. Cut Aryfa Andra, Mked(Cardio), SpJP(K) selaku pembimbing kedua penulis dalam penyusunan tesis ini yang juga telah banyak membantu penulis serta bertukarpikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

8. Para guru penulis: Prof. dr. T. Bahri Anwar, SpJP(K); Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K); Prof. dr. Abdullah Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K); Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K); dr.Nora C. Hutajulu, SpJP(K); Dr. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP(K); Alm. dr. Isfanuddin N. Kaoy, SpJP(K); Alm. dr. Parlindungan Manik, SpJP(K); dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K); dr. Amran Lubis, SpJP(K); dr. Nizam Akbar, SpJP(K); dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP(K); dr. Andre P. Ketaren, SpJP(K); dr. Andika Sitepu, SpJP(K); dr. Anggia C. Lubis, SpJP; dr. Ali Nafiah Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP(K); dr. Cut Aryfa Andra, M.Ked(Cardio), SpJP(K);

dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Andi Khairul, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked(Cardio), SpJP(K); dr. M. Yolandi, SpJP; dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio), SpJP; dr.

Teuku Bob Haykal, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. T. Winda Ardini, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Faisal Habib, SpJP serta guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan selama mengikuti program pendidikan magister ini.

(7)

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskular.

10. Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi yakni Ir. Razali Ishak, MM, MBA dan ibunda tercinta Ani Roswita yang selama ini telah memberikan dukungan dan perhatian baik moril dan materi serta doa dan nasihat agar penulis tetap semangat, sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Semuanya itu tidak akan dapat penulis balas dengan apapun, penelitian ini hanya permulaan bukti kecil tanda terima kasih yang penulis persembahkan untuk orang tua tercinta.

11. Kepada kakak, abang, dan adik penulis yakni Regina Deka Sofia, S.IP, SM, MSM; Rahadian, S.Kom, dan Raihan Sandi Akbar, serta keponakan penulis yakni Rafa, Qinar, Azka, dan Malik yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini serta seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

12. Keempat sahabat seperjuangan penulis yaitu dr. Yasmine F. Siregar, dr.

Marisa Khairani Hazrina, dr. Suhenda B.H. Ginting, dan dr. Omar Mokhtar Siregar yang sejak awal masa pendidikan telah bersama-sama dengan penulis saling membantu dan bekerjasama melalui berbagai proses pendidikan.

13. Kepada sahabat penulis dr. Novi Rindi Puji Astuti yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

14. Kepada para kakak dan abang senior dr. Sheila D. Putri, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Kemuning Sari Nasution, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Zunaidi Syahputra, M.Ked(Cardio); dr. Mustika F. Sarahazti, M.Ked(Cardio), SpJP;

dr. Jaya Suganti, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Marwan Nasri, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Dika Ashrinda, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Kartika br. Kaban, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Theresia Wina Siagian, M.Ked(Cardio), SpJP; dr.

Masta Nova Ginting, M.Ked(Cardio), SpJP; dr. Teuku Fauzan Atsari; dr.

Yusrina Saragih; dr. Nenny Novita Sitohang dan lainnya yang tidak dapat

(8)

saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam bertukarpikiran dan memberikan masukan serta saran sehingga peneliti dapat menyelesaikan program magister ini.

15. Rekan-rekan sahabat Kelakar Medan, dr. Imam Kukuh Darmawan, dr Kamal Kharazi Ilyas, dr. Indri Maria Benazir, dr. Sherly Cancerita, dr.

Petrus Suranta Pinem, dr. Bambang A.H. Dalimunte, dr. Taufik Delfian, dr.

Bertha G. Napitupulu, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan waktu dan tenaga dalam membantu pengambilan sampel penelitian, proses seminar dan memberikan masukan serta saran dan doa dalam penyelesaian tesis ini dan saling membantu dalam mengikuti program magister ini.

16. Para perawat Pusat Jantung Terpadu RSUP HAM khususnya yang bertugas di bagian Cardiac Emergency, CVCU, dan ruangan rawat inap yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pada waktu luang untuk mengambil data sampel penelitian.

17. Para staf administrasi Ahmad Syafi’i, Nanda dan Husna yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini.

Semoga Allah Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar penelitian dan tulisan ini kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2019

Penulis

(9)

ABSTRAK

Latar Belakang: Fibrilasi atrium masih merupakan aritmia yang sering ditemukan. Kejadiannya bertambah sesuai dengan setiap remodeling yang terjadi pada struktur jantung. Penyakit jantung valvular dan non valvular memiliki perbedaan hemodinamik yang memicu suatu remodeling. Namun hingga saat ini belum diketahui apakah terdapat perbedaan antara struktur jantung kiri dengan fibrilasi atrium valvular dan non valvular.

Metode: Didapati 60 pasien fibrilasi atrium yang dirawat inap sejak Agustus 2018 hingga Desember 2018. Sampel kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok valvular dan non valvular, masing – masing 30 sampel. Semua sampel yang memenuhi kritera menjalani ekokardiografi. Kemudian dilakukan statistik komparasi dengan nilai p < 0.05 dikatakan bermakna secara statistik.

Hasil: Dalam penelitian in penyakit Jantung Koroner (PJK) didapati sebagai etiologi terbanyak pada kelompok non valvular (73.2%), sedangkan mitral stenosis menjadi etiologi terbanyak pada kelompok non valvular (67.7%). Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya perbedaan geometri ventrikel kiri pada kedua kelompok (p = 0.278). Didapati perbedaan diameter atrium kiri yang bermakna antara kedua kelompok di dalam penelitian ini, dengan nilai p = 0.0001. Didapati perbedaan diameter arteri pulmonali yang bermakna antara kedua kelompok di dalam penelitian ini, dengan nilai p = 0.0001.

Kesimpulan: Tidak didapati ada perbedaan pada geometrti ventrikel kiri, namun terdapat perbedaan pada diameter atrium kiri dan diameter arteri pulmonalis.

Kata Kunci: Fibrilasi atrium, geometri ventrikel kiri, valvular, non valvular

(10)

ABSTRACT

Background: Atrial fibrillation is still a most common arrhythmia. The incidence increases according to each remodeling of the heart chamber. Valvular and non valvular heart disease have differences in hemodynamic adaptations that trigger a certain remodeling. However, until now it is not known whether there is a difference between the left heart structure and valvular and non valvular atrial fibrillation.

Method: There were 60 patients with atrial fibrillation hospitalized from August 2018 to December 2018. The samples were then divided into 2 groups, namely the valvular and non valvular groups, each with 30 samples. All samples that met the criteria underwent echocardiography. Then comparative statistics were carried out with p values <0.05 said to be statistically significant.

Results: In this study we found that Coronary Heart Disease (CHD) was the most commoon etiology in the non valvular group (73.2%), whereas mitral stenosis was common in the non valvular group (67.7%). In this study there were no differences in left ventricular geometry in the two groups (p = 0.278). There were significant differences in left atrial diameter between the two groups (p = 0.0001).

There were significant differences in pulmonary artery diameter between the two groups in this study (p = 0.0001).

Conclusion: There was no difference in the left ventricular geometry, but there were differences in the diameter of the left atrium and the diameter of the pulmonary artery.

Keywords: Atrial fibrillation, left ventricular geometry, valvular, non valvular

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan………... i

Pernyataan Orisinilitas………... ii

Ucapan Terima Kasih………. iii

Abstrak……… vii

Abstract……… viii

Daftar Isi……… ix

Daftar Gambar………... xii

Daftar Tabel………... xiv

Daftar Singkatan ………..………. xv

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Pernyataan Penelitian………. 4

1.3. Hipotesis………. 4

1.4. Tujuan Penelitian……… 4

1.4.1. Tujuan Umum……… 4

1.4.2. Tujuan Khusus………... 4

1.5. Manfaat Penelitian……….. 5

1.5.1. Kepentingan Akademik………. 5

1.5.2. Kepentingan Masyarakat………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

2.1. Fibrilasi Atrium………..…………...……….… 6

2.1.1. Definisi ………... 6

2.1.2. Klasifikasi Fibrilasi Atrium…..………...….... 6

2.1.3. Mekanisme Elektrofisiologi pada Fibrilasi Atrium.………… 7

2.1.3.1 Mekanisme Dasar Eksitasi Ektopik……….. 8

2.1.3.2 Mekanisme Pembentukan Reentry……… 9

(12)

2.1.4. Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Fibrilasi

Atrium………. 11

2.1.4.1 Perubahan Struktural………. 11

2.1.4.2 Perubahan Elektrik……… 12

2.1.4.3 Perubahan Neuroanatomi……….. 13

2.1.5. Korelasi Klinis Sistem Kardiovaskular pada Fibrilasi Atrium………. 14

2.1.6. Mekanisme Kompensasi Jantung akibat Penyakit Valvular dan Non-valvular yang Menyebabkan Fibrilasi Atrium………… 17

2.2. Peranan Ekokardiografi terhadap Fibrilasi Atrium.……… 18

2.2.1. Menilai Etiologi ………...…… 19

2.2.2. Menilai Struktur dan Fungsi Jantung………….……….. 20

2.2.3. Menilai Komplikasi ……… 22

2.3. Temuan Ekokardiografi yang Berkaitan dengan Fibrilasi Atrium ……….. 23

2.4. Kerangka Teori……… 25

2.5. Kerangka Konsep……… 26

BAB III METODE PENELITIAN………. 27

3.1. Desain Penelitian……….. 27

3.2. Tempat dan Waktu……… 27

3.3. Populasi dan Sampel………. 27

3.4. Besar Sampel……… 27

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi……….. 28

3.5.1. Kriteria Inklusi………... 28

3.5.2. Kriteria Ekslusi……….. 28

3.6. Definisi Operasional………. 29

3.7. Identifikasi Variabel………. 33

3.8. Alur Penelitian………. 34

3.9. Pengolahan dan Analisis Data………. 35

3.10. Etika Penelitian……….. 36

(13)

3.11.Perkiraan Biaya………... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN………. 37

4.1 Karakteristik Penelitian……….. 37

4.2 Karakteristik Subyek Penelitian……….. 37

4.3 Perbandingan Struktur Ventrikel Kiri antara Kelompok Valvular dan Non Valvular ……… 41

4.4 Perbandingan Diameter Atrium Kiri antara Kelompok Valvular dan Non Valvular……….. 41

4.5 Perbandingan Diameter Arteri Pulmonalis antara Kelompok Valvular dan Non Valvular………. 42

BAB V PEMBAHASAN………. 43

BAB VI PENUTUP……….……… 48

6.1 Kesimpulan……… 48

6.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran………. 48

DAFTAR PUSTAKA……….. 50

LAMPIRAN………. 56

(14)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman Gambar 2.1 Klasifikasi FA ………..………….. 7 Gambar 2.2 Mekanisme fribrilasi atrium yang diinduksi eksitasi

Ektopik……… ……… 9

Gambar 2.3 Model konseptual dari suatu re-entry………. 10 Gambar 2.4 Abnormalitas dari periode refrakter (RP) dan kecepatan

konduksi (CV) merupakan faktor utama yang menentukan terjadinya

FA pada substrat re-entry ……….……….. 11 Gambar 2.5 Hubungan FA dengan remodeling atrium……….. 14 Gambar 2.6 Skema hubungan FA dengan fungsi ventrikel……… 16 Gambar 2.7 Skema hubungan fibrilasi atrium dengan tromboemboli... 17 Gambar 2.8 Penyebab fibrilasi atrium……… 20 Gambar 2.9 Gambar pengukuran isi atrium kiri (LAV) pada TTE

potongan 4 ruang apical……… 21 Gambar 2.10 Klasikasi perubahan geometri ventrikel berdasarkan

LVMI dan RWT………. 21 Gambar 2.11 Gambaran thrombus dalam appendiks atrium kiri

yang tampak pada ekokardiografi transesofageal………. 23 Gambar 2.12 Skema keterkaitan antara ventrikel kiri, atrium

kiri, dan kejadian FA………. 24 Gambar 2.13 Kerangka Teori………... 25 Gambar 2.14 Kerangka Konsep……… 26 Gambar 3.1 Gambaran fibrilasi atrium pada elektrokardiografi ……… 29 Gambar 3.2 Pengambilan dimensi atrium kiri melalui metode

mode-M dari potongan aksis panjang

parasternal ………... 30 Gambar 3.3 Pengukuran kuantifikasi ruang ventrikel kiri dengan metode

mode M pada potongan aksis panjang parasternal ……… 31 Gambar 3.4 Pengukuran Diameter Arteri Pulmonalis dari

(15)

Aksis Pendek Parasternal... 33 Gambar 3.5 Pengukuran Tekanan Arteri Pulmonalis dari Aksis

Pendek Parasternal... 33 Gambar 3.14 Alur Penelitian……… 35

(16)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman Tabel 3.1 Nilai normal kuantifikasi ruang ventrikel kiri ……….. 31 Tabel 3.2 Nilai normal massa ventrikel………. 32 Tabel 3.3 Nilai – nilai pengukuran pada regurgitasi dan stenosis

katup mitral dengan ekokardiografi……… 36 Tabel 4.1 Karakteristik Klinis Subyek Penelitian Berdasarkan

Kelompok……… 38

Tabel 4.2 Karakteristik Anatomi Subyek Penelitian Berdasarkan

Kelompok……… 39

Tabel 4.3 Karakteristik Parameter Struktur Jantung Berdasarkan

Ekokardiografi Pada Subyek Penelitian……….. 40 Tabel 4.4 Karakteristik Fungsi Jantung Berdasarkan Ekokardiografi

Pada Subyek Penelitian……… 41 Tabel 4.5 Perbandingan Geometri Ventrikel Kiri pada Kedua

Kelompok………. 41

Tabel 4.6 Perbandingan Diameter Atrium Kiri pada Kedua

Kelompok……….. 42

Tabel 4.7 Perbandingan Diameter Arteri Pulmonalis pada Kedua

Kelompok……….. 42

(17)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN

2D : Dua Dimensi

A : Kecepatan Gelombang Atrium Transmitral AP : Potensial Aksi

APD : Durasi Potensial Aksi AR : Regurgitasi Aorta AS : Stenosis Aorta AV : Atrioventrikular

AVNRT : AV Nodal Reentrant Tachycardia CMM : Color M-Mode

CO : Curah Jantung CV : Kecepatan Konduksi CW : Continuous Doppler

DAD : Delayed After Depolarizations E : Kecepatan Transmitral Awal Puncak Ea : Kecepatan Awal Diastolik Annulus Mitral EAD : Early After depolarizations

EKG : Elektrokardiografi FA : Fibrilasi Atrium

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara HCM : Kardiomiopati hipertrofi

IVS : Interventricular septum

LA : Atrium Kiri

LAA : Left Atrial Appendage LV : Ventrikel Kiri

LVEDD : Left Ventricular End Diastolic Dimension LVEF : Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri

LVESD : Left Ventricular End Sistolic Dimension

(18)

LVH : Hipertrofi Ventrikel Kiri/Left Ventricular Hypertrophy LVH : Left Ventricle Hypertrophy

LVID : Left ventricular internal diameter LVMI : Left Ventricular Mass Index mm : milli meter

mmHg : milli meter Hydrargyrum MR PG : Gradien Tekanan Mitral MR Vmax : Mitral Velocity

MR : Regurgitasi Mitral MS : Stenosis Mitral MVA : Area Katup Mitral MVA : Mitral Valve Area

NVR : Normo Ventricular Response PASP : Pulmonary Artery Systolic Pressure PJH : Penyakit Jantung Hipertensi

PJK : Penyakit Jantung Koroner PJK : Penyakit Jantung Koroner

PW : Pulsed wave

PWD : Posterior wall diastolic diameter PWS : Posterior wall sistolic diameter PWT : Posterior wall thickness

RA : Atrium Kanan

RP : Periode Refrakter

RPE : Periode Refrakter Efektif RV : Right Ventricle

RVR : Rapid Ventricular Response RWT : Relative Wall Thickness RyRS : Ryanodyn reseptors

SVR : Slow Ventricular Response

TAPSE : tricuspid annular plane systolic excurtion TDI : Tissue Doppler Imaging

(19)

TNF α : Tumor Necrosing Factor α TR PG : Gradien Tekanan Trikuspid TR Vmax : Tricuspid Velocity

TR : Tricuspid Regurgitation TTE : Transtorakal Ekokardiografi VC : Vital Capacity

Vp : Propagasi Ventrikel Kiri VP : Vena Pulmonalis

WL : Wavelength

LAMBANG

% : persentase

< : lebih kecil

< : lebih kecil sama dengan

> : lebih besar

> : lebih besar sama dengan n : besar sampel

Z : deviat baku alfa Z : deviat baku beta

r : korelasi minimal yang dianggap bermakna

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fibrilasi atrium (FA) adalah aritmia yang paling sering ditemukan dalam praktik klinis. Antara tahun 1990 hingga 2013, walaupun rasio prevalensi global telah menurun sedikit, namun angka keseluruhan kasus FA masih meningkat. Fibrilasi atrium adalah beban besar bagi kesehatan umum di seluruh dunia, dan prevalensinya meningkat sesuai dengan populasi yang semakin menua, khususnya pada negara berkembang seperti Brazil, India, China, dan Indonesia (Chugh, 2014).

Sebanyak 2.7-6.1 juta orang di Amerika Serikat diperkirakan menderita FA. Dengan usia yang semakin meningkat, angka tersebut juga semakin meningkat. Setidaknya 2% orang dengan usia kurang dari 65 tahun dan 9% orang usia lebih dari 65 tahun menderita FA (January, 2014).

Di Indonesia terjadi peningkatan persentase jumlah populasi usia lanjut secara signifikan yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi 28,68% yaitu estimasi WHO tahun 2045-2050, maka angka kejadian FA juga akan meningkat secara signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercermin pada data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang menunjukkan bahwa persentase kejadian FA pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% pada 2011, 9,3% pada 2012 dan 9,8% pada 2013 (Yuniadi, 2014).

Kejadian fibrilasi atrium sering dikaitkan dengan berbagai penyakit lainnya. Hipertensi dan penyakit katup jantung adalah faktor resiko penyebab fibrilasi atrium yang paling sering dijumpai. Faktor resiko lainnya termasuk gagal jantung, penyakit jantung koroner, kardiomiopati, dan

(21)

penyakit jantung bawaan (Anumonwo, 2014). Namun sebaliknya terjadinya aritmia ini akan mencetuskan atau memperberat tanda dan gejala dari sebuah gagal jantung (Reichek, 1973).

Pada populasi tanpa penyakit jantung katup, FA sering dihubungkan dengan pembesaran atrium kiri. Namun belum jelas apakah aritmia tersebut yang menyebabkan terjadinya dilatasi atrium kiri atau apakah pembesaran ruang jantung tersebut diakibatkan oleh penyakit dasar lain yang akhirnya menyebabkan FA karena peningkatan tekanan atrium atau disfungsi ventrikel kiri. Pada sebuah uji kohort dimana pasien penyakit katup jantung dieksklusi, ukuran atrium kiri berkaitan dengan durasi aritmia dan terjadi peningkatan pada masa ikutan 6 bulan (Petersen, 1987). Dan pada sebuah studi prospektif lain pada 15 pasien dalam masa ikutan 20 bulan dijumpai bahwa peningkatan ukuran atrium merupakan konsekuensi dari fibrilasi atrium (Sanfilipo, 1990).

Patofisiologi FA bersifat kompleks dan tidak sepenuhnya dimengerti, namun remodelling atrium dan fibrosis memberikan peran yang penting. Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan diastolik akhir, diikuti dengan pembesaran atrium kiri (Seko, 2018).

Hipertropi dan remodelling ventrikel merupakan proses kompensasi yang penting yang muncul akibat respon beban hemodinamik dan akan menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel hingga mencapai atrium dan vaskularisasi pulmonal. Remodelling akan semakin memberat seiring dengan durasi penyakit.

Dalam sebuah penelitian oleh Seko pada tahun 2016 yang menilai pola geometri ventrikel kiri pada semua pasien fibrilasi atrium, dikemukakan bahwa prevalensi FA paling banyak terjadi pada pasien dengan hipertrofi eksentrik namun dengan fraksi ejeksi yang masih normal.

Dan dikemukakan bahwa prevalensi FA semakin meningkat sesuai dengan derajat keparahan perubahan geometri ventrikel kiri (Seko, 2016).

(22)

Terdapat pula sebuah penelitian oleh Seko dkk pada tahun 2018 menunjukkan bahwa justru terjadi peningkatan kejadian FA pada setiap perubahan pola geometri ventrikel (Seko, 2018). Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dapat dipertimbangan sebagai efek kompensasi karena penambahan ketebalan dinding ventrikel menurunkan stress dinding ventrikel. Namun, bersamaan dengan progresifitas LVH, terdapat kaitan kejadian FA (Casale, 1986). Studi – studi terbaru berpusat pada efek prognostik dari abnormalitas geometri ventrikel kiri. Dimana saat ini pola hipertrofi dan remodelling ventrikel juga telah diinvestigasi secara ekstensif pada pasien hipertensi dan penyakit katup jantung (Koren, 1991).

Secara epidemiologi, kehadiran gangguan geometri ventrikel kiri berkaitan erat dengan fibrilasi atrium. Massa ventrikel kiri (LV) yang tidak normal berhubungan dengan prevalensi FA yang tinggi. Namun latar belakang patofisiologi dari hubungan tersebut masih belum jelas. Karena pada proses penyakit jantung, terutama pada penyakit jantung iskemia jalur hemodinamik, neurohormonal, dan inflamasi merupakan patofisiologi dasar dari remodelling LV dan kejadian FA, maka sulit mengetahui apakah dua hal tersebut merupakan manifestasi maladaptif kardiovaskular yang terpisah atau terdapat hubungan sebab akibat dari kedua hal tersebut (Proietti, 2015).

Perubahan yang terjadi pada jantung kiri berhubungan dengan perubahan tekanan dan diameter pada atrium kiri hingga arteri pulmonalis.

Dan diketahui bahwa aritmia yang paling sering terjadi pada keadaan tersebut adalah fibrilasi atrium (Kammerlander, 2017). Namun belum jelas apakah terdapat hubungan antara diameter arteri pulmonalis dengan fibrilasi atrium.

Dari uraian diatas telah diketahui bahwa fibrilasi atrium berkaitan dengan perubahan fisiologik dan anatomic jantung. Secara anatomi telah diketahui bahwa variasi pelebaran ukuran atrium telah disebut memiliki hubungan dalam fibrilasi atrium, namun perubahan geometri ventrikel kiri belum diteliti secara signifikan (Rolfes, 2011).

(23)

Remodelling ventrikel kiri juga berkaitan dengan perkembangan fibrilasi atrium, namun beberapa etiologi fibrilasi atrium didasari pada perubahan hemodinamik yang berbeda, misalnya pada pasien akibat gangguan valvular dan non valvular. Perbandingan perubahan geometri jantung kiri dan diameter arteri pulmonalis antara pasien dengan atrial fibrilasi akibat etiologi valvular dan non valvular belum diketahui. Sehingga penulis ingin membuat perbandingan antara struktur jantung kiri dan diameter arteri pulmonalis pada pasien dengan penyakit jantung valvular dan non valvular yang telah mengalami fibrilasi atrium.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Adakah perbedaan struktur jantung kiri antara pasien dengan penyakit jantung valvular dan non valvular yang telah mengalami fibrilasi atrium.

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah struktur jantung kiri mengalami perubahan lebih berat pada fibrilasi atrium valvular daripada non valvular.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan struktur jantung kiri antara pasien dengan penyakit jantung valvular dan non valvular yang telah mengalami fibrilasi atrium.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus untuk penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik dasar pasien dengan fibrilasi atrium di RS Haji Adam Malik Medan.

2. Untuk membandingkan diameter atrium kiri antara pasien dengan penyakit jantung valvular dan non valvular yang telah

(24)

mengalami fibrilasi atrium.

3. Untuk membandingkan diameter arteri pulmonalis antara pasien dengan penyakit jantung valvular dan non valvular yang telah mengalami fibrilasi atrium.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Kepentingan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah mengenai variasi perubahan struktur jantung kiri dan diameter arteri pulmonalis pada fibrilasi atrium dengan berbagai etiologi.

1.5.2 Kepentingan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penderita penyakit jantung dengan berbagai etiologi yang memiliki fibrilasi atrium dan bermanfaat sebagai penambah wawasan yang mungkin dapat mempengaruhi penanganan pasien sesuai etiologinya.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fibrilasi Atrium 2.1.1 Definisi

Fibrilasi atrium (FA) adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah hilangnya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi pada amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi nodus atrioventrikular (AV) yang normal, FA biasanya disusul oleh respon ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat (Yuniadi, 2014).

Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut (Camm, 2010):

1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler

2. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan.

Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1.

3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.

2.1.2 Klasifikasi Fibrilasi Atrium

Berdasarkan tipe klinis, fibrilasi atrium dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Camm, 2010; Yuniadi, 2014) :

a. Fibrilasi atrium pertama ( First Onset )

Semua fibrilasi atrium yang pertama sekali diketahui menderita FA tanpa memandang durasi aritmia ataupun beratnya gejala.

b. Fibrilasi atrium paroksismal

(26)

Fibrilasi atrium yang kembali ke irama sinus secara spontan (self terminating), biasanya kurang dari 48 jam walaupun dapat berlangsung hingga 7 hari.

c. Fibrilasi atrium persisten

Fibrilasi atrium yang berlangsung lebih dari 7 hari atau membutuhkan kardioversi untuk mengubahnya ke irama sinus, baik secara medikamentosa maupun elektris.

d. Fibrilasi atrium persisten lama (Long Standing Persistent)

Fibrilasi atrium yang berlangsung sudah berlangsung lebih atau sama dengan 1 tahun tetapi masih diinginkan diubah menjadi irama sinus.

e. Fibrilasi atrium permanen

Fibrilasi atrium yang diterima baik oleh pasien maupun dokternya, tanpa keinginan lagi untuk mengubahnya ke irama sinus.

Gambar 2.1 Klasifikasi FA (Yuniadi, 2014)

2.1.3 Mekanisme Elektrofisiologi pada Fibrilasi Atrium

Mekanisme elektrofisiologi pada FA merupakan hal yang kompleks.

Hal yang mencetuskan kejadian FA mungkin berbeda dengan yang mempertahankannya. Begitu juga dengan tipe klinis dari FA seperti paroksismal, persisten maupun permanen memiliki karakteristik elektrofisiologi yang berbeda, yang diakibatkan oleh adanya remodelling dan kondisi klinis yang memodulasi dan mempengaruhi substrat, seperti

(27)

gagal jantung, iskemik, pengaruh simpatovagal, inflamasi dan fibrosis (Burstein, 2007). Inisiasi dan keberlangsungan suatu takiaritmia memerlukan pemicu untuk mencetuskan onsetnya dan substrat untuk mempertahankan aritmia/re-entry tersebut (Markides, 2003).

2.1.3.1 Mekanisme Dasar Eksitasi Ektopik

Suatu action potential (AP) atrium yang normal terjadi pada saat resting potential setelah repolarisasi. Resting potential dipertahankan dengan tingginya permeabilitas K+ melalui saluran masuk K+ (Ik1).

Meskipun sel atrium manusia yang normal memiliki saluran Pacemaker (If), tetapi lebih banyak Ik1 dan tidak terjadi automatisasi. Peningkatan automatisasi disebabkan oleh perubahan keseimbangan yang dihasilkan dari pengurangan Ik1 dan atau peningkatan Ik1 (Iwasaki, 2011).

Suatu Early Afterdepolarizations (EADs) melibatkan depolarisasi membran sel sekunder yang abnormal. Faktor utama yang menyebabkan EADs adalah durasi AP (APD) yang memanjang, mengaktifkan L-type Ca2+, dan memicu terjadinya depolarisasi akibat masuknya ion Ca2+. Early Afterdepolarizations yang disebabkan oleh APD atrium yang memanjang mendasari peningkatan kejadian FA pada pasien long-QT Syndrome (Iwasaki, 2011).

Delayed After Depolarizations (DADs) disebabkan oleh pelepasan Ca2+ yang abnormal dari penyimpanan Ca2+ di retikulum sarkoplasma.

Saluran Ca2+ di retikulum sarkoplasma (Ryanodyn reseptors[RyRs]) melepaskan Ca2+ sebagai respon terhadap masuknya Ca2+ transmembran.

RyRs normalnya tertutup pada saat diastol tetapi dapat terbuka jika fungsinya terganggu atau jika retikulum sarkoplasma dipenuhi dengan Ca2+. Ketika Ca dilepaskan selama diastol maka hal tersebut akan mengaktifkan Na+- Ca2+ exchanger, sehingga menyebabkan lebih banyak masuknya ion positif. Dan hal inilah yang mendasari terjadinya DADs. Gagal jantung kronis merupakan salah satu penyebab tersering dari suatu FA, yang menghasilkan Ca2+ sel atrium penuh dan DADs (Iwasaki, 2011).

(28)

Gambar 2.2 Mekanisme fibrilasi atrium yang diinduksi eksitasi ektopik (Iwasaki, 2011)

2.1.3.2 Mekanisme Pembentukan Reentry

Re-entry dapat mempertahankan FA dengan menghasilkan suatu eksitasi yang cepat dengan penyebaran secara fibrilatorik atau beberapa sirkuit re-entry yang irreguler. Re-entry dapat dikonseptualisasikan sebagai leading circle atau gelombang spiral. Mempertahankan aktivitas dari kedua model tersebut tergantung dari karakteristik atrium (substrat), dengan keseimbangan yang tepat antara refraktori dan rangsangan. Pada leading circle, sirkuit reentry terbentuk secara spontan pada sebuah gelombang.

Panjang gelombang (wavelength,WL) merupakan jarak yang dicapai suatu impuls dalam 1 kali periode refrakter (RP) (WL =RP x CV, CV : kecepatan konduksi). Jadi semakin singkat masa RP maka semakin pendek WL. Pada gelombang yang lebih pendek, semakin banyak sirkuit re-entry yang terbentuk secara spontan yang dapat diakomodasi oleh atrium, konsekuensinya semakin besar kemungkinan terbentuknya suatu FA dan obat-obat yang menyebabkan perpanjangan dari RP akan menekan FA.

Pengurangan panjang gelombang dapat menyebabkan juga terbentuknya reentry gelombang spiral. Kedua mekanisme ini dapat menjelaskan kepada

(29)

kita terjadinya FA dengan APD yang memendek. Dan obat-obat anti aritmia yang memperpanjang masa APD (Iwasaki, 2011).

Gambar 2.3 Model konseptual dari suatu re-entry (Iwasaki, 2011)

Sifat listrik jantung diatur oleh membran sel dari saluran ion.

Eksitasi sel tergantung adanya saluran ion Na+, yang memerlukan transmembran potensial yang negatif sampai -60 mV. Periode refrakter secara kasar didefinisikan oleh waktu antara sel awal tereksitasi dan repolarisasi kembali ke nilai -60 mV . Peningkatan arus masuk (Ca2+ Dan Na+ ) memperpanjang APD, sedangkan arus keluar ditingkatkan (dibawa oleh K+) sehingga menyebabkan sel mengalami repolarisasi dan memperpendek APD. Peningkatan arus K+ atau menurun arus Ca2+

mempersingkat APD dan mempromosikan FA reentrant; blokade arus K+ meningkatkan APD dan menekan FA (Cohen, 2008).

Faktor yang mempengaruhi CV terutama pada fase 0, dimana aktifnya saluran masuk (khususnya Na+) menyediakan energi untuk konduksi dan saluran connexin dari gap junction. Berkurangnya saluran masuk Na+ dan disfungsi connexin saat ini dapat mencetuskan FA dengan memperlambat konduksi.

(30)

Gambar 2.4. Abnormalitas dari periode refrakter (RP) dan kecepatan konduksi (CV) merupakan faktor utama yang menentukan terjadinya FA pada substrat re-entry (Iwasaki,

2011)

2.1.4 Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Fibrilasi Atrium 2.1.4.1 Perubahan Struktural

Kedua atrium kiri (LA) dan atrium kanan (RA) memiliki struktur fitur yang berkontribusi terhadap patogenesis FA. Vena Pulmonalis (VP) sangat penting dalam inisiasi dan mempertahankan terjadinya FA baik dengan mekanisme non-reentry (fokus) ataupun reentry. Dinding posterior dan superior LA memiliki karakteristik yang unik. Sifat orientasi serat dari komplek subendokardial mendukung terjadinya blok, reentry dan pemecahan gelombang. Sistem saraf otonom jantung masuk melalui pleksus ganglion epikardial. Pleksus ganglion tersebut berlokasi berdekatan dengan ostium vena pulmonalis. Penghancuran mereka meningkatkan efikasi dari prosedur PV-directed ablation. Simpatis dan komponen parasimpatis berperan penting peran dalam inisiasi dan pemeliharaan FA. Khususnya struktur dari atrium kiri seperti ligamen Marshall yang merupakan ganglion otonom yang menyediakan aktivitas ektopik profibrillatorik. Struktur atrium kanan seperti vena kava dan krista terminalis juga dapat memberikan fokus

(31)

pemicu. Otot pektinatum berkontribusi terhadap pecahnya gelombang dan aktivitas fibrilasi dan mungkin berperan penting dalam terbentuknya reentry (Cohen, 2008).

Structural remodelling, khususnya fibrosis, merupakan penyebab penting dalam terjadinya FA. Fibrosis intertisial reaktif memisahkan bundel otot, sedangkan fibrosis reparatif menggantikan kardiomiosit mati, mengganggu kontinuitas listrik dan memperlambat konduksi. Fibroblas dapat menyatu dengan miosit secara elektrikal dan, ketika meningkat jumlahnya, merangsang terjadinya reentry dan aktivitas ektopik. Fibrosis menyebabkan progresi FA menjadi bentuk yang permanen (Cohen, 2008).

Beberapa penyakit struktural jantung dapat menjadi pemicu terjadinya suatu remodelling baik atrium maupun ventrikel secara progresif.

Di atrium, proliferasi dan differensiasi dari fibroblas menjadi miofibroblas dan peningkatan deposit jaringan ikat dan fibrosis merupakan pertanda penting dalam proses ini (Burstein, 2007).

Suatu structural remodelling dapat mengakibatkan gangguan elektrik antara berkas otot dan menyebabkan konduksi lokal yang beranekaragam yang memfasilitasi terinisiasinya dan mempertahankan terjadinya FA (Camm, 2010). Fibrilasi atrium sendiri dapat menyebabkan terjadinya structural remodelling, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan FA yang permanen (Iwasaki, 2011).

2.1.4.2 Perubahan Elektrik

Electrical remodelling mengganggu ekspresi dan atau fungsi dari saluran ion dan hal tersebut dapat mencetuskan FA. Penyebab tersering dari electrical remodelling adalah yang diakibatkan oleh FA itu sendiri atau suatu takiaritmia yang sangat cepat. Setelah onset FA, terjadi perubahan elektrofisiologi, fungsi mekanis, dan perubahan ultrastruktur dari atrium.

Pemendekan dari periode refrakter efektif (ERP) terjadi pada hari-hari awal terbentuknya FA (Cohen, 2008).

(32)

Karena Ca2+ masuk dalam setiap AP, laju atrium yang cepat menyebabkan peningkatan pengisian Ca2+ dan terjadi inisiasi mekanisme autoprotektif yang mengurangi masuknya Ca2+ melalui inaktivasi saluran masuk Ca2+ dan menyebabkan down regulation Ical (mengurangi Ca2+ yang masuk secara langsung) dan peningkatan masuknya ion K+ yang mengurangi pengisian Ca2+ dengan memperpendek durasi potensial aksi.

Dengan mengurangi APD maka RP akan berkurang, dan perubahan ini menstabilkan reentry atrium, meningkatkan kerentanan dan keberlanjutan FA. Selain itu, perubahan dalam komposisi Ca2+ mempromosikan pelepasan Ca2+ pada saat diastolik dan mencetuskan aktivitas ektopik fokal (Nattel, 2012).

Pemulihan dari masa refraktori dari atrium normal membutuhkan beberapa hari setelah kembali ke irama sinus. Gangguan fungsi kontraksi dari atrium ini juga terjadi dalam beberapa hari terjadinya FA. Mekanisme selular utama yang mendasari disfungsi kontraksi atrium adalah down regulation dari arus masuk Ca2+, gangguan pelepasan Ca2+ dari simpanan intrseluler Ca2+ dan gangguan energi miofibrilar (Nattel, 2012).

2.1.4.3 Perubahan Neuroanatomi

Sistem saraf otonom berperan penting dalam fibrilasi atrium.

Peningkatan aktivitas vagal meningkatkan asetilkolin-dependent-K, mengurangi durasi potensial aksi dan menstabilkan reentry. Aktivasi adrenoseptor meningkatkan bocornya Ca2+ saat diastol dan mempromosikan eksitasi ektopik DAD terkait dengan hiperfosforilasi RyR2. Remodelling saraf otonom memberikan kontribusi untuk umpan balik positif yang menyebabkan terjadinya FA dan rekurensi FA (Nattel, 2012).

(33)

Gambar 2.5 Hubungan FA dengan remodeling atrium (Burnstein, 2007)

2.1.5 Korelasi Klinis Sistem Kardiovaskular pada Fibrilasi Atrium Pada pasien dengan FA dan sistem konduksi yang normal (tidak adanya jalur aksesori atau disfungsi dari His-Purkinje), fungsi nodus atrioventrikular sebagai filter frekuensi mencegah denyut ventrikel yang berlebihan. Hantaran yang beragam dari atrium telah diidentifikasi. Faktor lain yang mempengaruhi konduksi AV adalah masa refraktori intrinsik dari nodus AV, hantaran yang terselubung dan rangsang autonom. Hantaran terselubung terjadi ketika dihantarkan ke bagian dari nodus AV tetapi hantaran tersebut tidak diteruskan ke ventrikel, dan hal ini memainkan peranan yang penting dalam menentukan respon ventrikel selama FA.

Impuls-impuls ini menggangu refrakter dari nodus AV, memperlambat atau menghambat impuls selanjutnya. Dan hal ini menjelaskan terjadinya respon ventrikel yang ireguler selama FA (Morady, 2015).

Fluktuasi dari rangsang simpatis dan parasimpatis menghasilkan variasi denyut ventrikel pada saat siklus diurnal dan selama aktivitas.

Digitalis memperlambat denyut ventrikel, terutama dengan meningkatkan rangsang vagal, lebih efektif mengontrol denyut jantung pasien FA pada saat istirahat tetapi tidak efektif selama aktifitas (Morady, 2015).

Faktor yang mempengaruhi fungsi hemodinamik pada pasien FA termasuk hilangnya koordinasi kontraksi atrium, denyut ventrikel yang cepat, penurunan aliran darah ke miokardium dan gangguan jangka panjang

(34)

lain seperti atrial dan ventrikular kardiomiopati. Kegagalan koordinasi fungsi mekanik atrium yang akut setelah onset AF mengurangi curah jantung (CO) sebesar 5-15%. Efek ini lebih jelas pada pasien-pasien seperti stenosis mitral, hipertensi, kardiomiopati hipertropik (HCM), atau kardiomiopati restriktif. Denyut ventrikel yang cepat juga menyebabkan penurunan pengisian ventrikel karena masa diastolik yang singkat, hal ini khususnya menjadi sangat penting pada pasien-pasien penyakit jantung koroner (PJK), dimana kompensasi dari dilatasi koroner terhambat. Hal ini juga menjelaskan, kenapa pada pasien FA terkadang mengeluhkan nyeri dada pada saat terjadinya FA. Selain itu denyut ventrikel yang cepat (≥ 130 kali permenit) juga dapat mengakibatkan terjadinya kardimiopati dilatasi atau kardiomiopati yang dirangsang oleh takikardia (Tachicardia-induced cardiomiopathy). Kontraksi dari miokardium tidak menetap selama FA diakibatkan karena variasi dari panjang siklus (Morady, 2015).

Kontraksi atrium berkontribusi sekitar 20% dari isi sekuncup dari ventrikel kiri pada saat istirahat. Kontribusi ini tidak terjadi pada FA. Selain itu, FA juga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel kiri, sebagai akibat dari irama ventrikel yang cepat dan irregular. Aliran darah koroner dapat terpengaruh secara negatif. Jadi, FA dapat menyebabkan dekompensasi ventrikel, dan menekan terjadinya FA dapat meningkatkan prognosis yang baik pada pasien gagal jantung (Cohen, 2008).

Gagal jantung kongestif meningkatkan prevalensi terjadinya FA.

Pencetusan FA terjadi melalui faktor-faktor yang memfasilitasi baik reentry dan eksitasi ektopik, termasuk fibrosis, peregangan sel, gangguan penanganan Ca2+, dan remodelling saluran ion (Morady, 2008).

Efek dari FA pada fungsi ventrikel dan konsekuensi LV disfungsi pada atrium seperti menjadi lingkaran yang terus berkaitan, dengan FA dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel dan sebaliknya disfungsi ventrikel menyebabkan perubahan remodelling atrium yang dapat mencetuskan terjadinya FA, dan FA menyebabkan hipokontraktilitas dari atrium dan lebih jauh lagi dapat menyebabkan dilatasi dari atrium,

(35)

peregangan dan remodelling yang akhirnya membuat FA resisten terhadap terapi (Cohen, 2008).

Gambar 2.6 Skema hubungan FA dengan fungsi ventrikel (Morady, 2015)

Tromboemboli adalah komplikasi yang paling penting pada FA, dan FA adalah faktor penyebab stroke yang paling umum pada usia tua. Resiko stroke dan emboli sistemik pada pasien FA berkaitan dengan beberapa mekanisme patofisiologi. Abnormalitas aliran darah di atrium kiri yaitu terjadinya perlambatan aliran darah di appendiks atrium kiri yang terlihat sebagai gambaran spontaneous echo contrast, merupakan bukti terjadinya stasis aliran darah (Knight, 2013).

Trombus di atrium kiri terdiri dari sel-sel darah merah dan fibrin, khas aliran lambat trombus vena dan konsisten dengan efektivitasnya terhadap pemberian antikoagulan oral dibandingkan dengan antiplatelet untuk pencegahan stroke pada pasien FA (Biase, 2010).

Faktor penentu dari Virchow triad, termasuk stasis, endotel kerusakan, dan sifat koagulasi. Darah statis khususnya di blind-pouch atrial appendiks atrium kiri, adalah faktor penentu yang paling penting. Fibrilasi atrium mengganggu fungsi kontraktilitas dari atrium dan disebutkan juga bahwa disfungsi dari endotel atrium juga menyebabkan produksi oksida nitrat berkurang, dan terjadi peningkatan regulasi dari protrombotik

(36)

plasminogen activator inhibitor-1 dan penurunan regulasi dari thrombomodulin dan tissue faktor pathway inhibitor (Morady, 2015).

Gambar 2.7 Skema hubungan fibrilasi atrium dengan tromboemboli (Biase, 2010)

2.1.6 Mekanisme Kompensasi Jantung akibat Penyakit Valvular dan Non-valvular yang Menyebabkan Fibrilasi Atrium

Hipertropi dan remodelling ventrikel merupakan proses kompensasi yang penting yang muncul akibat respon beban hemodinamik. Wall stress sering meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri atau kebutuhan untuk membentuk tekanan sistolik yang tinggi misalkan pada hipertensi.

Peningkatan stress yang menetap merangsang terjadi hipertropi miokardium dan deposisi matriks ekstrasel. Namun hal ini justru akan menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel hingga mencapai atrium dan vaskularisasi pulmonal (Lily, 2012).

Pola kompensasi yang muncul berhubungan dengan apakah ventrikel berhadapan dengan volume yang tinggi atau tekanan yang tinggi. Dilatasi ruang akan terjadi pada kelebihan volume yang dinamakan hipertropi eksentrik. Dan kelebihan tekanan yang tinggi akan menyebabkan hipertropi konsentrik. Pada hipertensi akan terjadi hipertropi konsentrik karena

(37)

ventrikel selalu berhadapan dengan tekanan yang tinggi. Namun pada pasien dengan penyakit jantung koroner, terjadinya kompensasi jantung diawali dengan penurunan fungsi jantung akibat kematian sel. Tidak jarang dijumpai kejadian fibrilasi atrium terjadi pada pasien yang belum mengalami perubahan struktur jantung. Yang diduga FA tersebut diakibatkan oleh mekanisme kematian sel di atrium atau akibat proses inflamasi.

Pada stenosis mitral, terdapat obstruksi antara aliran atrium dan ventrikel kiri, sehingga terjadi gangguan pengisian dan peningkatan perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Sehingga berujung pada pembesaran atrium kiri. Pada regurgitasi mitral, ventrikel kiri mengalami kompensasi berupa dilatasi akibat beban volume yaitu hipertropi eksentrik. Dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peningkatan ukuran atrium kiri dan vaskularisasi pulmonal (Lily, 2012).

Pada stenosis aorta, terjadi hipertropi konsentrik sebagai akibat dari beban tekanan sistolik yang tinggi. Hal ini menyebabkan tekanan diastole meningkat, sehingga menyebabkan hipertropi atrium kiri. Sedangkan pada regurgitasi aorta terjadi peningkatan beban volume sehingga cenderung terjadi dilatasi ventrikel kiri (Lily, 2012).

2.2 Peranan Ekokardiografi terhadap Fibrilasi Atrium

Ekokardiografi transtorakal (TTE) sangat diperlukan untuk evaluasi awal dan penatalaksanaan pada pasien fibrilasi atrium. Beberapa penyakit struktural jantung berkaitan dengan kejadian fibrilasi atrium, beberapa yang paling penting adalah penyakit katup mitral, hipertrofi ventrikel kiri, infark miokardium, dan disfungsi ventrikel, yang kesemuanya dapat dipastikan dengan menggunakan ekokardiografi.

Informasi tentang fungsi sistolik ventrikel kiri (LV) berguna untuk menentukan pilihan terapi untuk mengendalikan laju ventrikel pada fibrilasi atrium kronis. Ekokardiografi transtorakal sangat berguna untuk mengevaluasi dimensi, area, dan volum atrium kiri, dan menunjukkan

(38)

perubahan struktur jantung hingga membuat fibrilasi atrium menjadi menetap (Vaziri, 1994 ; Aronow, 1995 ; Sanfilippo, 1990).

Sebuah studi ekokardiografi menunjukkan bahwa fibrilasi atrium kronis berkaitan dengan pembesaran atrium kiri dan keberhasilan konversi menjadi ritme sinus berbanding terbalik dengan proses tersebut (Suarez, 1991). Manning dkk percaya bahwa kriteria pembesaran atrium kiri saja tidak cukup untuk menunjukkan keberhasilan kardioversi, namun kaitannya dengan ukuran atrium kiri lebih dari 6 cm, durasi lebih dari setahun, dan penyakit jantung reumatik, mempengaruhi keberhasilan kardioversi (Manning, 1989).

Ekokardiografi trasktorakal saat ini dianggap sebagai pemeriksaan rutin sebagai bagian dari pemeriksaan semua pasien dengan fibrilasi atrium.

Studi komprehensif dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit jatung struktural untuk memberikan informasi pada klinisi tentang etiologi yang dasar dan penatalaksanaan selanjutnya. Prinsip umum ditujukan bagi semua pasien bahkan jika fibrilasi atrium muncul sebagai presentasi akut dengan laju ventrikel yang cepat. Pada keadaan seperti itu, penilaian fungsi ventrikel kiri lebih menantang, namun terdapat banyak observasi klinis yang bisa dilakukan seperti, ukuran ventrikel kiri, ada tidaknya thrombus, fungsi katup, dll. Informasi ini berguna untuk pemilihan antiaritmia atau kardioversi cepat. TTE ulang diperlukan untuk menilai kembali fungsi ventrikel kiri jika kardioversi berhasil (Wheeler, 2011).

2.2.1 Menilai Etiologi

Ekokardiografi transtorakal mengidentifikasi kondisi dasar yang menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium, termasuk disfungsi sistolik ventrikel oleh sebuah iskemia atau kardiomiopati, hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi, penyakit jantung katup terutama katup mitral, atau penyakit perikardium. Keadaan jantung yang normal atau tidak memiliki abnormalitas terutama pada usia muda menandakan bahwa fibrilasi atrium

(39)

diakibatkan oleh masalah elektrofisiologis dan memerlukan ablasi (Troughton, 2003).

Gambar 2.8 Penyebab fibrilasi atrium (Wheeler, 2011)

2.2.2 Menilai Struktur dan Fungsi Jantung

Pemeriksaan TTE yang lengkap terdiri dari pemeriksaan kuantifikasi dimensi ruang, ketebalan dinding, fungsis sistolik dan diastolik ventrikel kiri, dan fungsi katup. Temuan mengenai keadaan ukuran atrium kiri, ketebalan dinding ventrikel kiri, dan disfungsi ventrikel kiri adalah prediktor independen untuk terbentuknya fibrilasi atrium (Troughton, 2003).

Untuk menilai fungsi diastolik, relaksasi abnormal miokardium dapat terdeteksi dengan dengan penurunan kecepatan awal diastolik annulus mitral (Ea) dari Tissue doppler imaging (TDI) atau dengan tertundanya kecepatan aliran propagasi ventrikel kiri (Vp) dari mode M berwarna (CMM). Rasio kecepatan transmitral awal puncak (E) dengan kecepatan annulus awal diastolik (rasio E/Ea) telah tampak untuk memperkirakan tekanan pengisian ventrikel kiri pada subjek dengan fibrilasi atrium (Nagueh, 1996).

Dimensi atrium kiri anteroposterior yang diukur pada potongan aksis panjang parasternum dan aksis pendek dari mode M atau pencitraan 2D, sementara area atau volume atrium kiri dengan metode Simpson termodifikasi diukur pada potongan 2 dan 4 ruang apikal. Pada umumnya

(40)

terjadi pembesaran atrium pada FA dan akan terus mengalami dilatasi dengan FA menetap, tetapi dapat kembali ke ukuran awal jika terjadi konversi ke ritme sinus (Klein, 2001).

Gambar 2.9 Gambar pengukuran isi atrium kiri (LAV) pada TTE potongan 4 ruang apikal (Kim, 2011)

Gambar 2.10 Klasikasi perubahan geometri ventrikel berdasarkan LVMI dan RWT (Lang, 2015)

Peningkatan volume atrium dapat menjadi prediktor yang lebih kuat daripada ukuran atrium kiri dalam menilai insiden FA. Sementara dilatasi atrium kiri yang berat dikaitkan dengan probabilitas keberhasilan kardioversi yang rendah pada kronik FA. Fungsi mekanis atrium kiri sulit dievaluasi selama FA, namun jika irama kembali ke ritme sinus, dapat

(41)

dinilai dengan kecepatan gelombang atrium transmitral (A) dari PW Doppler dan kecepatan annulus mitral akhir diastole (Aa) dari TDI.

Bergantung pada durasi FA, puncak A dapat mengalami penurunan hingga 4 minggu setelah kardioversi akibat stunning pada atrium (Klein, 2001).

Ekokardiografi telah membuat pengenalan model geometri ventrikel kiri menjadi lebih mudah, dan membaginya menjadi empat pola berdasarkan dengan indeks massa ventrikel kiri (left ventricular mas index (LVMI)) dan ketebalan relatif dinding ventrikel kiri (relative wall thickness (RWT)) yaitu, geometri normal, hipertrofi konsentrik, hipertrofi eksentrik, dan remodelling konsentrik (Proietti, 2015).

2.2.3 Menilai Komplikasi

Fibrilasi atrium adalah prediktor mortalitas pada populasi pada umumnya. Diantara subjek dengan FA, beberapa gambaran ekokardiografi dapat memprediksi peningkatan mortalitas, termasuk diantaranya adalah adanya thrombus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Faktor klinis seperti usia, riwayat tromboemboli sebelumnya, hipertensi, diabetes, atau gagal jantung adalah prediktor kuat terhadap kejadian stroke pada FA (Troughton, 2003).

Beberapa indikator ekokardiografi yang juga memprediksi kejadian stroke adalah penyakit jantung reumatik, disfungsi sistolik ventrikel kiri, hipertrofi ventrikel kiri, dan stasis atau disfungsi dari apendiks atrium kiri (LAA) melalui ekokardiografi transesofageal (SPAF III Investigator, 1998).

Pada studi SPAF III kehadiran abnormalitas atrium kiri seperti thrombus pada LAA atau terdapatnya gambaran spontaneous echo contrast dikaitkan dengan resiko tromboemboli yang sangat tinggi hingga mencapai insidensi 21%.

(42)

Gambar 2.11 Gambaran thrombus dalam appendiks atrium kiri yang tampak pada ekokardiografi transesofageal (Kim, 2011)

2.3 Temuan Ekokardiografi yang Berkaitan dengan Fibrilasi Atrium

Prevalensi fibrilasi atrium meningkat seiring dengan usia. Sebuah studi dilakukan secara prospektif yang menginvestigasi prevalensi temuan ekokardiografi yang mungkin menyebabkan fibrilasi atrium yang didiagnosa dengan elektrokardiogram pada 1699 pasien usia lebih dari 60 tahun dalam jangka panjang pada sebuah institusi kesehatan. Dalam studi ini, gambaran elektrokardiogram pada 12 elektroda selama ritme 1 menit diambil untuk menentukan gambaran irama fibrilasi atrium. Kemudian dilakukan ekokardiografi rutin dengan teknik mode M, 2D, continuous wave (CW) Doppler, dan pulsed wave (PW) Doppler. Parameter yang diukur adalah fungsi dan struktur katup, dimensi atrium kiri, massa dan dimensi ventrikel kiri, dan fraksi ejeksi. Pada studi tersebut ditemukan bahwa prevalensi temuan ekokardiografi yang terlihat pada pasien fibrilasi atrium adalah adanya peningkatan dimensi atrium kiri, adanya hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (Aronow, 1995).

Pada studi Framingham, pembesaran atrium kiri, peningkatan ketebalan dinding ventrikel, dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri merupakan prediktor terjadinya fibrilasi atrium non valvular. Namun fibrilasi atrium juga dapat menyebabkan pembesaran atrium kiri dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (Vaziri, 1994).

(43)

Tsang pada tahun 2001 melakukan sebuah studi dan menyatakan bahwa ketiga hal yaitu remodelling atrium kiri, pembesaran atrium kiri, dan remodelling ventrikel kiri memiliki keterkaitan dengan pembentukan fibrilasi atrium. Namun hingga saat ini belum diketahui pasti pola geometris ventrikel kiri yang terjadi dalam terbentuknya fibrilasi atrium (Tsang, 2001).

Hipertrofi ventrikel kiri dipertimbangkan sebagai suatu efek kompensasi terhadap gangguan sistem kardiovaskular yaitu untuk menurunkan wall stress. Namun, dengan berkembangnya hipertrofi tersebut, malah semakin tinggi resiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Diantaranya adalah kejadian fibrilasi atrium. Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan akhir diastolik, yang diikuti dengan pelebaran atrium kiri. Sehingga terdapat keterkaitan terhadap kejadian fibrilasi atrium (Seko, 2018).

Gambar 2.12 Skema keterkaitan antara ventrikel kiri, atrium kiri, dan kejadian FA (Seko, 2018)

(44)

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.13 Kerangka Teori Beban

hemodinamik + lama penyakit

Perubahan neuroanatomi

Perubahan struktural jantung

Konduksi atrium nonhomogen

Fibrilasi atrium Penyakit Jantung

Perubahan elektris jantung

(45)

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.14 Kerangka Konsep 1. LVMI

2. RWT

3. Diameter LA 4. Diameter arteri

pulmonalis Valvular

Pasien FA

Ekokardiografi

Menilai perbandingan pola struktur jantung kiri Non Valvular

Ekokardiografi

1. LVMI 2. RWT

3. Diameter LA 4. Diameter arteri

pulmonalis

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan studi potong lintang untuk membandingkan pola struktur jantung kiri pada pasien fibrilasi atrium akibat penyakit jantung valvular dan non valvular.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan terhadap penderita fibrilasi atrium yang berobat di Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan mulai dari Agustus 2018 hingga Desember 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua pasien yang datang ke RSUP HAM dengan diagnosis fibrilasi atrium. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien dengan diagnosis fibrilasi atrium stabil dengan etiologi panyakit jantung valvular dan non valvular yang dirawat inap di Pusat Jantung Terpadu RSUP Haji Adam Malik Medan dari bulan Agustus 2018. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil secara konsekutif sampai Desember 2018.

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel uji analitik komparatif tidak berpasangan, yaitu :

(47)

Dimana: n 1= jumlah subjek dengan nilai bikarbonat abnormal n 2= jumlah subjek dengan nilai bikarbonat normal Zα: Deviat baku alfa untuk α = 0,05  α = 1,96 Zβ: Deviat baku β untuk β = 0,20  β = 0,84 P1: proporsi pada kelompok 1 (0,6)

P2: proporsi pada kelompok 2 (0,3) P: (p1+p2)/2 = 0.45

Q: 1-p = 0,55 Q1: 1 – p1 Q2: 1 – p2

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka didapat jumlah sampel minimal untuk penelitian ini adalah 26 sampel pada masing – masing kelompok. Sehingga total jumlah sampel adalah sebanyak 52 sampel.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1) Pasien dengan fibrilasi atrium yang menjalani pemeriksaan ekokardiografi dengan etiologi penyakit jantung katup mitral dan aorta primer, penyakit jantung hipertensi, dan penyakit jantung koroner.

2) Pasien dan keluarga bersedia menandatangani informed consent.

3) Pasien tanpa aritmia supraventrikular lainnya atau aritmia yang mengancam nyawa.

4) Pasien tanpa gangguan keseimbangan natrium, kalium, magnesium, atau kalsium.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1) Gambaran ekokardiografi tidak jelas atau sulit dinilai

(48)

3.6 Definisi Operasional

1. Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya (Yuniadi, 2014).

Gambar 3.1 Gambaran fibrilasi atrium pada elektrokardiografi

2. Penyakit jantung valvular adalah penyakit jantung akibat adanya defek atau kerusakan pada salah satu dari katup mitral atau katup aorta atau keduanya, akibat dari permasalahan struktural baik berupa regurgitasi maupun stenosis. Penyakit jantung valvular biasanya disebabkan oleh penyakit jantung reumatik.

3. Penyakit jantung nonvalvular pada penelitian ini didefinisikan sebagai penyakit jantung selain penyakit jantung katup primer dalam hal ini berupa penyakit jantung hipertensi dan penyakit jantung koroner. Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung akibat peningkatan tekanan darah sistolik kronis yang ditandai dengan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan oleh terdapat plak pada arteri koroner sehingga menyebabkan ketidak seimbangan aliran darah

(49)

koroner yang dipastikan melalui pemeriksaan elektrokardiografi, uji latih jantung, dan angiografi koroner.

4. Ekokardiografi adalah pemeriksaan jantung dengan menggunakan alat yang memancarkan dan mencitrakan gelombang ultrasonografi untuk menilai struktur dan fungsi jantung.

5. Aritmia supraventrikular sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan takikardia yang diakibatkan oleh gangguan jaringan diatas dari bundle of HIS. Termasuk di dalamnya adalah takikardia atrium, atrial flutter, junctional takikardia, AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT), dan bentuk aritmia jalur aksesoris lainnya.

Fibrilasi atrium tidak termasuk dalam istilah ini (Page, 2015).

6. Aritmia yang mengancam nyawa adalah aritmia ventrikular takikardia, ventrikular fibrilasi, pause sinus yang menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik yang dapat berujung kepada kematian.

7. Dimensi atrium kiri (LA) dapat diukur dengan menggunakan metode mode M atau 2D pada potongan aksis panjang parasternal (PLAX).

Diameter anteroposterior atrium kiri diukur dengan gambaran sejajar dengan akar aorta, dan diukur pada level sinus aorta (Lang, 2015).

Nilai normal adalah < 4.0 cm, 4.1-4.6 cm adalah dilatasi ringan, 4.7 – 5.2 dilatasi sedang, dan > 5.2 adalah dilatasi berat.

Gambar 3.2 Pengambilan dimensi atrium kiri melalui metode mode- M dari potongan aksis panjang parasternal (Lang, 2015)

(50)

8. Dimensi ventrikel kiri direkomendasikan untuk diukur secara linear melalui potongan aksis panjang parasternal. Nilai harus diambil secara hati – hati sejajar dengan aksis panjang ventrikel kiri dan diukur spade atau sedikit dibawah ujung daun katup mitral.

Kemudian caliper elektronik harus diletakkan diantara dinding dan pericardium. Dimensi internal dapat diambil dengan ekokardiografi dua dimensi (2D) dengan pendekatan mode M. Dimana IVS adalah nilai septum interventrikular, LVID adalah nilai internal diameter ventrikel kiri dan PWT adalah nilai ketebalan dinding posterior ventrikel kiri. Pengukuran akan dilakukan pada saat sistolik dan diastolik (Lang, 2015).

Gambar 3.3 Pengukuran ventrikel kiri dengan metode mode M pada potongan aksis panjang parasternal (Lang, 2015)

Tabel 3.1 Nilai normal kuantifikasi ruang ventrikel kiri (Lang, 2015)

Referensi

Dokumen terkait