• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.2 Cerita Situs Budaya Yang Terdapat Di Kecamatan Baktiraja

4.2.11 Sampuran Sigota-gota

Sampuran sigota-gota adalah salah satu situs bersejarah yang merupakan peninggalan Raja Sisingamangaraja.

4.3 Kearifan Lokal dan Pola Pelestarian terhadapSitus-situs Budaya Di Kecamatan Baktiraja

Sejarah situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Di Kecamatan Baktiraja, orang tua jaman dulu menceritakan sejarah situs-situs budaya kepada keturunannya masing-masing agar keturunannya kelak mengetahui apa saja yang pernah terjadi di daerah Baktiraja. Pada jaman dulu orang tua menyampaikan cerita situs-situs budaya tersebut dengan cara mendongeng

agar anak tersebut mudah menyimak masyarakat jaman dulu juga suka berkumpul-kumpul sambil bercerita tentang keturunan oppung mereka masing-masing. Ketika masyarakat bercerita-cerita, anak-anak mereka juga secara tidak sengaja mendengarkan apa yang sedang dibicarakan kemudian sampailah kepada generasi berikutnya yang diketahui dengan cara penyampaian dari mulut ke mulut artinya disampaikan yang satu dan disampikan lagi sampai seterusnya itulah sebabnya masyarakat Baktiraja jaman sekarang yang sudah tua masih mengetahui cerita dari situs-situs budaya tersebut akan tetapi masyarakat masa kini yang masih mengetahui sejarah dari situs-situs budaya tersebut menceritakan sejarah situs-situs kepada keturunannya hanya karena situs tersebut berkaitan dengan keluarga masing-masing. Misalnya, situs makam Sisingamangaraja diceritakan oleh yang masih keturunan Sisingamangaraja kepada keturunan yang memiliki hubungan kekeluargaan. Hal tersebut dilakukan agar keturunan keluarga tersebut mengetahui bahwa Raja Sisingamangaraja adalah Oppung keluarga tersebut. Demikian pula dengan situs-situs budaya yang lainnya. Situs-situs yang lain seperti Batu Siungkap-ungkapon, tombak sulu-sulu, aek sipangolu, binanga janji, hariara tungkot, aek sipultak hoda, aek sitio-tio semuanya berhubungan dengan kehidupan Raja Sisingamangaraja.

Orang tua masa kini (orang tua Modern) hanya sebagian saja yang memceritakan bagaimana asal mula situs-situs budaya kepada anak-anaknya karena sebagian orang tua menganggap bahwa itu tidak penting. Bagi orang tua masa kini pendidikan sekolah dan les khusus lebih baik dari pada mengetahui sejarah situs-situs budaya tersebut. Anak muda masa kini

terutama anak-anak sekolah dasar banyak yang tidak mengetahui lagi akan sejarah situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja jika pun mereka tahu, itu dari pemahaman sekilas saja atau yang didapat dari informasi sekitarnya atau dari teman-teman sekolah. Masyarakat setempat yang sudah lahir di Baktiraja dan yang sudah lama tinggal di Baktiraja sudah mengetahui apa saja yang harus dilakukan terhadap situs-situs budaya tersebut. Masyarakat setempatlah yang memberitahukan kepada pendatang agar besikap sebagaimana baiknya sesuai dengan kondisi situs-situs budaya tersebut. Jenis kearifan lokal yang terdapat pada situs-situs budaya di Kecamatan Baktiraja ini adalah Pelestarian dan kreatifitas budaya, dan kesopansantunan. Masyarakat Baktiraja juga menjaga dan melestarikan situs-situs budaya yang terdapat disana salah satu contoh dengan menjaga kebersihan di lokasi situs dan setuju akan perbaikan yang akan dilakukan pada situs-situs tersebut. Sekolah-sekolah di Kecamatan Baktiraja sangat peduli terhadap situs-situs yang terdapat di Kecamatan Baktiraja dimana pihak sekolah masih memberikan tugas kepada murid-muridnya mengenai situs-situs budaya yang terdapat di baktiraja hal itu dilakukan agar murid-murid mengetahui sejarah situs-situs disana dan agar mereka tidak melupakan akan adanya sejarah yang pernah terjadi di daerah Baktiraja. Hal tersebut juga dilakukan agar murid-murid disana dapat memberikan informasi kepada para pengunjung. Menurut penulis hal ini adalah salah satu dari pola pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat Baktiraja.

4.3.1 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Situs Tombak atau harangan Sulu-sulu

Lokasi situs tombak sulu-sulu ini dipercayai memiliki kesakralan yang sangat kuat dan sebagai bentuk kebijakan masyarakat jaman dulu menjadikannya sebagai:

a. Tempat Martonggo : Berdoa kepada Tuhan (Debata Mulajadi Nabolon) b. Tempat menghormati leluhur Raja Sisingamangaraja, dan si Boru

Pasaribu

c. Tempat memohon petunjuk

d. Tempat untuk menyembuhkan penyakit

Larangan yang harus diperhatikan di situs tombak sulu-sulu:

a. Dilarang membawa daging babi b. Tidak boleh ada darah

c. Dilarang berpacaran

d. Dilarang tertawa berlebihan

Masyarakat juga mempercayai berbagai tanaman yang tumbuh di sekitar situs tombak sulu-sulu mampu mengobati berbagai penyakit, tanaman tersebut ialah: Pohon jabi-jabi, Tada-tada, Hau res, Hau Bintatar.

Pola pelestarian dari tombak sulu-sulu yaitu dengan dibangunnya tangga kecil agar pengunjung mudah menempuh ke atas. Jalan ke lokasi Goa partonuan masih jalan kecil berupa rawa-rawa.

4.3.2 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Gerbang Istana Sisingamangaraja

Bentuk kebijakan masyarakat jaman dulu terhadap situs Gerbang Istana Sisingamangaraja yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat ritual / berdoa sebelum masuk kedalam istana karena masyarakat jaman dulu sangat segan masuk kedalam istana tanpa izin dari para arwah leluhur. Tetapi masyarakat masa kini sudah tidak melakukan hal demikian karena masyarakat sudah menganut agama. Bentuk kebijakan masyarakat masa kini terhadap situs Gerbang Istana Sisingamangaraja adalah dengan cara menghormati, menjaga ucapan (berbicara dengan sopan).

Pola pelestarian gerbang Sisingamangaraja yaitu dengan cara menjaga kebersihan dan menata tanaman misalnya bunga, batu-batu kerikil. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap situs-situs budaya dan sekaligus menghormati leluhur mereka. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat setempat bersemangat untuk melihatnya dan agar pengunjung memberikan penilaian yang positif.

4.3.3 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Istana Sisingamangaraja

Masyarakat jaman dulu menjadikan Istana Sisingamangaraja sebagai tempat martonggo / berdoa guna untuk mendoakan para leluhur yang telah berjuang untuk tanah Baktiraja. Pada jaman dulu masyarakat belum mengenal adanya agama sehingga Masyarakat melakukan pemujaan di Istana karena mereka menganggap Sisingamangaraja adalah Tuhan itulah sebabnya muncul di daerah batak istilah “parmalim” yang artinya pemuja Sisingamangaraja.

Lama kelamaan masyarakat yang melakukan pemujaan terhadap

Sisingamangaraja semakin berkurang seiring dengan berkembang jaman,terutama ketika masuknya agama ke daerah tersebut masyarakat langsung membangun Gereja sebagai tempat berdoa. Hingga ke masa kini sebagian besar masyarakat Baktiraja sudah menganut agama akan tetapi masih ada masyarakat dengan jumlah yang sangat minim yang masih penyembah Sisingamangaraja. Meskipun demikian masyarakat masa kini tetap mengakui bahwa Sisingamangaraja adalah oppung mereka yang telah berjasa bukan hanya di Baktiraja saja melainkan di daerah Batak.

Pola pelestarian yang dilakukan untuk Istana Sisingamangaraja adalah dengan dilakukannya pemugaran.Pada masa dulu Istana Sisingamangaraja ini sepenuhnya dipegang oleh keturunan Sisingamangaraja marga Simambela akan tetapi pada masa kini Istana Sisingamangaraja berada dalam naungan pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.3.4 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Makam Sisingamangaraja Makam Sisingamangaraja ini sering sekali dijadikan sebagai tempat untuk berdoa terutama bagi yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, marga dan wisatawan namun sekarang Situs ini dijadikan sebagai objek wisata dan banyak dikunjungi oleh masyarakat setempat untuk berfoto.

Pola pelestarian Makam Sisingamangaraja sama hal nya dengan Istana Sisingamangaraja yangberada dalam naungan pemerintah dan masih dilestarikan hingga sekarang. Makam Sisingamangaraja ini telah diperbaiki agar lebih segar nampaknya. Dulu cat makam sisingamangarja ini dominan warna hijau namun ketika dilakukannya pemugaran makam ini diberikan cat sesuai dengan warna bendera batak yaitu, hitam, putih dan merah.

4.3.5 Nilai Kearifan dan Pola pelestarian Batu Siungkap-ungkapon Arti Siungkap-ungkapon adalah yang harus dibuka dan ditutup kembali.

Pada jaman dahulu batu siungkap-ungkapon merupakan batu petunjuk bagi rakyat kepada Debata Mulajadi Na bolon, sebagai jawaban dari tonggo atau doa saat akan melakukan penaman bibit padi. Apabila dibuka pada masa penanaman padi oleh masyarakat bakkara jika dari batu itu keluar semut putih maka itu petunjuk supaya masyarakat mananam benih padi yang berwarnah putih dan jika yang keluar semut merah maka masyarakat harus menanam benih padi yang merah. Masyarakat masa kini sudah tidak melakukan hal itu lagi karena pemikiran yang sudah maju dan masyarakat percaya bahwa Tuhanlah yang mengatur hasil tanaman nantinya.

Pola pelestarian yang dilakukan terhadap situs batu siungkap-ungkapon adalah dengan melestarikannya, membersihkan lingkungan sekitar dan karena Batu siungkap-ungkapon ini satu lokasi dengan Makam Sisingamangaraja, maka pelestarian yang dilakukanpun sangat bagus.

4.3.6 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Binanga Bibir Aek Si pangolu Aek si pangolu atau Air Kehidupan diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jaman dulu Aek sipangolu ini diberi nama Binanga Bibir dalam bahasa Indonesia Telaga Bibir, Aek Sipaulak Hosa atau Air Pelepas Dahaga, dan kemudian diubah saat ini namanya menjadi Aek sipangolu atau Air Kehidupan.Menurut Kepercayaan penduduk setempat dengan berdoa sebelum meminum, mencuci muka, mandi atau melakukan ritual kecil di Aek Sipangolu, penyakit dalam tubuh akan terangkat dan hilang. Masalah akan berkurang dan kehidupan akan semakin

membaik.Sampai saat ini ritual tersebut masih dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat setempat jika ada ingin sembuh dari penyakitnya. Bahkan para wisatawan pun dengan spontan akan berdoa atau melakukan ritual kecil jika sudah berada di aek Sipangolu.

Pola pelestarian yang dilakukan terhadap situs aek Sipangolu adalah dengan menjaga lingkungan sekitarnya. Situs ini telah menjadi salah satu objek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Pemerintah setempat sangat antusias terhadap pelestarian situs aek sipangolu ini terbukti dengan dibangunnya beberapa fasilitas tambahan seperti kolam kecil, kamar mandi dan beberapa tempat duduk.

4.3.7 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Hariara Tungkot

Hariara tungkot dipercayai sebagai pemberi tanda kepada seluruh masyarakat Baktiraja dimana jika daun dari pohon ini terbalik maka akan ada musibah yang akan terjadi.Hingga sekarang masyarakat Baktiraja masih mempercayai akan pernyataan tersebut.

Pola pelestarian Hariara tungkot ini, pemerintah telah membuat pagar guna untuk melindungi pohon tersebut dari binatang buas dan agar tetap terjaga.

4.3.8 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Batu Hundul-hundulan

Batu Hundul-hundulan ini sangat dijaga oleh masyarakat setempat karena disinilah dulu Raja Sisingamangaraja duduk. Biasanya Masyarakat yang masih keturunan Sisingamangaraja masih melakukan ritual kecil sebagai bentuk penghormatan.

Pola Pelestarian yang dilakukan terhadap situs Batu Hundul-hundulan yaitu dengan dibuatnya pagar supaya batu hundul-hundulan ini tetap terjaga dan supaya tampak perbedaanya dengan batu-batu lain.

4.3.9 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Air Terjun Binangan Janji Masyarakat jaman dulu menjadikan Air terjun binanga janji sebagai tempat permandian karena airnya segar. Sekarang air terjun Binanga janji ini dijadikan sebagai objek wisata dan dianggap sebagai peninggalan Sisingamangaraja yang terkenal saat ini karena tempatnya yang bagus dan indah.

Pola pelestarian yang dilakukan terhadap situs Air terjun binanga janji adalah pemerintah setempat telah memperbaiki situs ini menjadi lebih indah karena lokasinya yang mudah dijangkau serta dapat memandang danau toba dengan tenang. Karena kebagusannya, situs ini telah menjadi objek wisata yang terkenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan.

4.3.10 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Aek Si tio-tio

Aek Sitio-tio artinya Air yang jernih. Masyarakat jaman dulu mempercayai bahwa aek sitio-tio ini memiliki kesakralan karena air nya tidak pernah keruh apapun yang terjadi airnya selalu jernih. Masyarakat masa kini menjadikan tempat Aek sitio-tio ini sebagai tempat permandian umum siapapun dapat mandi disini baik masyarakat setempat maupun pengunjung.

Masyarakat setempat juga sangat menjaga kebersihan di sekitar lokasi Aek Sito-tio ini.

Pola Pelestarian yang dilakukan terhadap situs Aek si tio-tio adalah pemerintah telah memperbaiki situs ini dengan membangun tembok keliling sehingga menyerupai kolam. Tembok yang dibangun ada dua bagian, sebagian temboknya pendek, dan sebagiannya lagi tinggi hal ini dilakukan agar masyarakat dan pengunjung dapat melihat aek sitio-tio ini sambil duduk-duduk di tembok tersebut. Sedangkan tembok yang dibangun tinggi tersebut untuk permandian umum. Masyarakat setempat juga menjaga lokasi ini karena dengan spontan mereka berpikir bahwa situs tersebut adalah milik besama.

4.3.11 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Sampuran Sigota-gota

Sampuran Sigota-gota, masyarakat jaman dulu mempercayai sampuran sigota mampu menyembuhkan penyakit. Namun sekarang masyarakat tidak lagi mempercayainya karena situsnya jarang dikunjungi oleh masyarakat.

Pola pelestarian yang dilakukan masyarakat dan pemerintah setempat masih dalam tahap proses agar Sampuran Sigota-gota ini menjdi tempat wisata.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Ditemukan 11 (sebelas) situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja,Kabupaten Humbang Hasundutan yang terdiri dari: (1) Tombak Situan Habonaran atau Harangan Sulu-sulu, (2) Gerbang istana Sisingamangaraja, (3) istana Sisingamangaraja (4) Makam Raja Sisingamangaraja X dan XI, (5) Batu Siungkap-ungkapon, (6) Binanga Bibir Aek Sipangolu, (7) Hariara Tungkot, (8) Batu Hundul-hundulan, (9) Air Terjun Binanga Janji, (10) Aek Sitio-tio, (11) Sampuran sigota-gota atau air terjun sigota-gota.

2. Cerita dari setiap situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja berkaitan dengan Raja Sisingamangaraja dimana, situs-situs tersebut merupakan peninggalan dari Raja Sisingamangaraja yang dilestarikan oleh keturunannya.

3. Kearifan Lokal yang terdapat pada situs-situs budaya Di Kecamatan Baktiraja (1) Tombak Situan Habonaran atau Harangan Sulu-sulu, Masyarakat Baktiraja menjadikan Tombak sulu-sulu sebagai sebuah hutan

kebijakan masyarakat jaman dulu menjadikannya sebagai tempat ritual / berdoa sebelum masuk kedalam istana (3) Istana Sisingamangaraja menjadi tempat martonggo / berdoa guna untuk mendoakan para leluhur (4) Makam Raja Sisingamangaraja X dan XI Makam Sisingamangaraja ini sering sekali dijadikan sebagai tempat untuk berdoa terutama bagi yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, marga dan wisatawan (5) Batu Si ungkap-ungkapon batu petunjuk bagi rakyat kepada Debata Mulajadi Na bolon, sebagai jawaban dari tonggo atau doa saat akan melakukan penaman bibit padi (6) Binanga Bibir Aek Sipangoluatau Air Kehidupan diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit (7) Hariara Tungkot dipercayai sebagai pemberi tanda kepada seluruh masyarakat Baktiraja dimana jika daun dari pohon ini terbalik maka akan ada musibah yang akan terjadi (8) Batu Hundul-hundulan Masyarakat yang masih keturunan Sisingamangaraja masih melakukan ritual kecil sebagai bentuk penghormatan. (9) Air Terjun Binanga Janji, Masyarakat jaman dulu menjadikan Air terjun binanga janji sebagai tempat permandian karena airnya segar. (10) Aek Sitio-tio, Masyarakat jaman dulu mempercayai bahwa aek sitio-tio ini memiliki kesakralan karena air nya tidak pernah keruh apapun yang terjadi airnya selalu jernih (11) sampuran sigota-gota, dipercayai mampu menyembuhkan penyakit.

Pola pelestarian yang terhadap situs-situs budaya di Kecamatan Baktiraja (1) Tombak Situan Habonaran atau Harangan Sulu-sulu dengan dibangunnya tangga kecil agar pengunjung mudah menempuh ke atas, (2) Gerbang istana Sisingamangaraja, dengan cara menjaga kebersihan dan

menata tanaman misalnya bunga, batu-batu kerikil. (3) Istana Sisingamangaraja,dengan dilakukannya pemugaran. (4) Makam Raja Sisingamangaraja X dan XI Makam Sisingamangaraja ini telah diperbaiki agar lebih segar nampaknya. (5) Batu Siungkap-ungkapondengan melestarikannya, membersihkan lingkungan sekitar dan karena Batu siungkap-ungkapon ini satu lokasi dengan Makam Sisingamangaraja, maka pelestarian yang dilakukanpun sangat bagus. (6) Binanga Bibir Aek Sipangoluatau Air Kehidupan dengan dibangunnya beberapa fasilitas tambahan seperti kolam kecil, kamar mandi dan beberapa tempat duduk.

(7) Hariara Tungkot,pemerintah telah membuat pagar guna untuk melindungi pohon tersebut dari binatang buas dan agar tetap terjaga. (8) Batu Hundul-hundulan dengan dibuatnya pagar supaya batu hundul-hundulan ini tetap terjaga dan supaya tampak perbedaanya dengan batu-batu lain. (9) Air Terjun Binanga Janji, pemerintah setempat telah memperbaiki situs ini menjadi lebih indah karena lokasinya yang mudah dijangkau serta dapat memandang danau toba dengan tenang. (10) Aek Sitio-tio, pemerintah telah memperbaiki situs ini dengan membangun tembok keliling sehingga menyerupai kolam.

(11) masyarakat dan pemerintah setempat tetap menjaga air terjun sigota-gota dan sekarang dalam tahap proses pembuatan salah satu lokasi wisata.

5.2 Saran

Situs-situs budaya yang terdapatdi Kecamatan Baktiraja,Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki nilai kearifan lokal yang harus dijaga dan

dilestarikan oleh semua kalangan baik tua muda dan anak-anak, terkhusus bagi masyarakat Baktiraja. Pelestarian situs yang dilakukan bersama-sama akan memupuk rasa persaudaraan serta rasa peduli kepada setiap situs budaya yang telah dijaga keberadaannya.

Setiap situs yang terdapat di Baktiraja,Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki cerita serta keunikan yang berbeda, sebagai makhluk yang berbudaya dan berbudi pekerti, kita harus mempunyai peranan yang bisa mendukung keberlangsungan suatu tradisi agar tidak hilang dan pudar, karena setiap tradisi yang tercipta merupakan sebuah kearifan yang dibuat oleh kolektif tersebut untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dan keberlangsungan kehidupannya.

Sebagai makhluk beragama dan berTuhan kita harus memilah tradisi yang masih pantas untuk di teladani dan mana tradisiyang harus di ubah pemahamannya, sehingga tidak menyimpang dari pemahaman agama.Namun demikian nilai dan keeksistensiannya harus tetap dijaga karena tradisi setiap budaya merupakan salah satu kekayaan yang tak ternilai harganya.

Sebagai generasi muda yang akan menjadi generasi penerus diharapkan untuk mengetahui cerita dan tradisi yang dilakukan pada setiap situs karena setiap situs budaya yang ada di Baktiraja juga merupakan sebuah identitas kita sebagai orang Batak.

DAFTAR PUSTAKA

Banjarnahor, marulitua. 2014. Diambil dari:

(http://baktirajakayasitusbudayadanwisataalam, diakses tanggal 17 september 2016)

Hasan, Igbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah, Tim Peneliti. 2013. Laporan Penelitian, Pengabdian Budaya Batak. Medan

Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah, Tim Peneliti. 2013 . Laporan Penelitian, Pengabdian Budaya Batak Desa Tipang. Medan

Jojoe. Diambil dari:

www.objek – objek wisata

Kultur, edukasi. 2017. Objek wisata tombak Sulu-sulu di Kecamatan Baktiraja. Diakses tanggal 12 januari 2017

Nawawi, Hadari H dkk. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Setiadi, Elly dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (edisi kedua).

Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan

Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan

Subagyo, joko. 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

LAMPIRAN 1

2. Bagaimanakah tradisi cerita situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja?

a. Apakah setiap situs yang terdapat di Baktiraja mempunyai tradisi cerita?

b. Bagaimanakah penyampaian tradisi cerita situs tersebut?

c. Apakah tradisi cerita tentang setiap situs masih berjalan sampai sekarang?

3 Bagaimanakah kearifan lokal situs-situs di Kecamatan Baktiraja?

a. Apakah setiap situs merupakan wujud nyata dari kearifan lokal masyarakat Baktiraja?

b. Apa sajakah kearifan lokal yang terdapat dari situs tersebut?

c. Apakah kearifan lokal dari setiap situs yang dipercaya pada jaman dahulu masih diakui dan dilakukan pada saat ini?

4 Pola pelestarian situs- situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja?

a. Bagaimanakah pola pelestarian situs- situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja?

b. Apakah ada peran pemerintah dalam menjaga pelestarian situs yang terdapat di Kecamatan Baktiraja c. Apakah masyarakat

berperan dalam

pelestarian setiap situs tersebut?

d. Kapan biasanya dilakukan pelestarian dan kebersihan setiap situs?

e. Apakah ada yang bertanggung jawab dalam pelestarian situs tersebut?

LAMPIRAN 2

Data Informan

1) Nama : Markoni Sinambela

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : -

Pendidikan Terakhir : S1 Sospol

Pekerjaan : Petani

Tempat tinggal : Lumban raja

2) Nama : R. Oppusunggu

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 54

Pendidikan terakhir : Spg

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Tempat tinggal : Siunong-unong Julu

3) Nama : Marisi Sihombing

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 63

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Tempat tinggal : Desa Simangulampe

4) Nama : K. Simamora Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : -

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Tempat tinggal : Desa Siunong-unong julu

5) Nama : R. Banjarnahor

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 35

Pendidikan Terakhir : SMK

Pekerjaan : Petani

Tempat tinggal : Desa Marbun