• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.6 Metode Analisis Data

4.1.11 Sampuran sigota-gota

gambar 4. 14

Sampuran artinya air terjun dan sigota-gota merupakan nama air terjun tersebut. Sampuran sigota-gota ini berupa air terjun dan mengalir langsung ke danau toba.Lokasi terletak di Desa Tipang dengan objek wisata berupa air terjun yang dapat dijadikan sebagai pemandian dengan kedalaman air sekitar 1 meter.

Jarak dari Kota Doloksanggul 24 Km.

4.2 Cerita Situs-situs Budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja 4.2.1 Tombak Situan Habonaran atau Harangan Sulu-sulu

Tombak sulu-sulusalah satu situs sejarah dari kerajaan sisingamangaraja I yang berada disekitar perkampungan Lumban Raja Bakkara. Tombak sulu-sulu ini diyakini menjadi tempat lahirnya Sisingamangaraja I dari ibunya boru Pasaribu sampai dia berusia kurang lebih 12 tahun. Menurut sejarah, tombak sulu-sulu ini dihuni oleh mahluk halus yang berupa jin, binatang buas yang sangat menyeramkan hal itu dikarenakan jarang dilalui oleh manusia. Tombak sulu-sulu adalah sebuah hutan yang dapat melindungi, memandang, karena dari tombak sulu-sulu ini tampak terlihat seluruh wilayah Baktiraja dan memiliki kesakralan yang sangat kuat.

Di tombak sulu-sulu terdapat beberapa tempat tertentu dimana pada jaman dulu Boru pasaribu (ibu) sisingamangarajalah yang tinggal di tombak sulu-sulu tersebut.

a. Aek paranggiran adalah tempat si boru pasaribu melakukan pembersihan diri (permandian) yang berada dipinggiran tombak sulu-sulu yang dilewati sungai aek silang.

b. Tano jormat adalah tempat si Boru pasaribu mencari kayu bakar daerah daratan pinggiran tombak sulu-sulu.

c. Tombak hatuaan adalah tempat pengambilan air dan tempat sisingamangaraja membersihkan diri ketika sisingamangaraja menemui si raja magamaga, lumban batu.

d. Goa partonunan adalah tempat tinggalnya sisingamangaraja dan ibunya si boru pasaribu, sekaligus tempat si boru pasaribu bertenun untuk pakaian

mereka sehari-hari. Bentuk goa ini seperti rumah adat batak dengan lubang (pintunya) yang kecil dan rendah tetapi dapat masuk kedalamnya.

Jika hujan datang, dalaman goa itu tidak akan basah.

e. Hau sangkapmadeha adalah pohon pertama yang dipanjat oleh sisingamangaraja dan disinilah ia menunjukkan sikap dan perilaku kesaktiannya.

f. Aek suruk-suruk adalah tempat si boru pasaribu mengambil air untuk diminum dan dipakai untuk kebuthan lainnya termasuk untuk pengorbatan.

g. Hau pongki adalah sejenis pohon pertanda perkampungan hatuaan.

4.2.2 Gerbang Sisingamangaraja

Menurut masyarakat Baktiraja Gerbang istana Sisingamangaraja adalah jalan masuknya ke lingkungan istana pada jaman dulu hingga sekarang.Fungsinya adalah untuk menjaga sekitar istana dan makam Sisingamangaraja. Situs ini berada di desa lumban raja keadaan dan bentuknya berupa tembok dan pagar.

4.2.3 Istana Sisingamangaraja

Menurut masyarakat Baktiraja istana Sisingamangaraja adalah tempat kediaman si raja batak yaitu sisingamangaraja.Istana Raja Sisingamangaraja ini adalah istana dari raja Sisingamangaraja I sampai dengan Raja Sisingamangaraja XII dan sekaligus merupakan salah satukebanggan masyarakat Batak Toba. Menurut kebiasaan masyarakat batak sejak dinasti kerajaan Sisingamangaraja telah mengenal pemilihan dan penebalan nama

Sisingmangaraja sebagai raja di wilayah Bakkara melalui rapat bius si onom ompu (Raja Oloan). Dinasti kerajaan ini hanya sampai kepada Sisingamangaraja XII, hal ini disebabkan oleh hilangnya piso gaja dompak, yang mana piso gaja dompaklah syarat utama pewarisan tahta kerajaan barang siapa yang bisa mencabut piso gaja dompak sevara resmi dialah yang mendapat gelar Sisingamangaraja sebagai raja Batak. Akibat hilangnya Piso gaja dompak pengangkatan gelar raja pun dihentikan. Menurut pendapat lain

Piso gaja dompak dibawa oleh belanda.

Sistem pemerintahan Raja Sisingamangaraja: Raja Sisingamangaraja adalah raja ni uhum (pimpinan hukum) dan raja ni adat (pemimpin adat). Raja Sisingamangaraja memiliki wewenang untuk mengambil keputusan baik tentang adat maupun tentang hukum dari semua daerah yang dikuasainya (tanah Batak). Keadaan dan bentuknya, situs ini dikelilingi oleh gerbang Sisingamngaraja dan situs ini berupa ruma bolon yang memiliki (gorga) gerga batak.

Istana Sisingamangaraja ini sudah berdiri sebelum terjadinya perang paderi yang dipimpin oleh si Pongki Nangolngolan (Tuanku Rao). Pada masa perang paderi, istana ini dipimpin oleh adalah Raja Sisingamangaraja XII.

Sejak kedatangan Belanda tahun 1883 dalam tujuan memperluas wilayah kekuasaan Belanda di Tanah Batak. Belanda melakukan pengejaran Raja Sisingamangaraja XII yang mengakibatkan kehancuran markas Istana Sisingamangaraja ini. Terjadinya penjajahan Belanda terhadap Raja Sisingamangaraja XII membuat dirinya pergi ke Sionomhudon.

4.2.4 Makam Raja Sisingamangaraja X dan XI

Raja Sisingamangaraja ke X adalah raja yang dibunuh oleh keponakannya yang bernama Sipongki Nangolngolan, menurut sejarahnya dimakam ini hanya ada dua penggalan dari kepala Sisingamanga raja ke X.

Sipongki Nangolngolan atau tuanku Rao adalah keponakannya yang balas dendam yang mengajak pamannya bertemu di dolok imun Siborongborong dengan alasan rindu kepada pamannya sekaligus untuk meminang putrinya.

Raja Sisingamangaraja menyetujuinya dan mereka bertemu disana, Sipongki Nangolngolan langsung merangkul pamannya itu dan pada saat itulah datang panglima dari sipongki Nangolngolan menebas leher raja Sisingamangaraja ke X maksud pemenggalan kepala tersebut adalah sebuah bukti untuk kerajaan tuanku Rao bahwa Sisingamangaraja telah mati dengan membawa kepala raja Sisingamangaraja ke istana tuanku Rao. Tetapi saat itu juga penggalan kepala dari raja Sisingamangaraja ke X terbang sampai ke istana tepat dipangkuan istrinya yang sedang duduk diatas batu. Kemudian istrinya menyembunyika kepala suaminya tersebut dibalik batu itu yang sekarang menjadi makam dari Sisingamangaraja ke X. Hal ini dilakukan istrinya supanya masyarakat tidak tahu bahwa Sisingamangaraja ke X telah meninggal dan Sipongki Nangolngolan tidak mempunyi bukti ke tanah padang bahwa dia mengalahkan raja Sisingamangaraja keX.

Pada tahun 1975 Sisingamangaraja telah diangkat oleh bius Bakkara sehingga lahirlah dinasti Sisingamangaraja ke XI dan resmi menjadi raja batak. Setelah peresmian itu sisingamangaraja ke XI menggeser sebuah batu yang ada disekitar istana, ditemukanlah satu tengkorak yang dimana

tengkorak tersebut diyakini adalah tengkorak kepala dari sisingamangaraja ke X dan dijadikanlah itu sebagai makam Sisingamangaraja.

4.2.5 Batu Si ungkap-ungkapaon

Menurut ceritanya apabila dibuka pada masa penanaman padi oleh masyarakat bakkara jika dari batu itu keluar semut putih maka itu petunjuk supaya masyarakat mananam benih padi yang berwarnah putih dan jika yang keluar semut merah maka masyarakat harus menanam benih padi yang merah.Batu Siungkap-ungkapon hanya ada di Tipang dan di Bakti Raja tempat Sisingamangaraja. Akan tetapi batu Siungkap-ungkapon terlebih dahulu ada di Tipang sebelum ada di Bakti Raja. Batu Siungka-ungkapon yang ada di Tipang dan Bakti Raja (Istana Sisingamangaraja ) ada 2 bius karena merekalah yang memulai mengokohkan adat batak yang dasarnya atau awalnya mardingdinghon dolok, namaralamanhon tao, namartaruphon ombun (berdingding bukit, halaman danau, atap awan).

Raja bius tersebut terhitung : 5 di Bakkara

Itulah batas partano pinonggol (Tanah Pinonggol) yang bersatu mengerjakan pekerjaan di tempat masing-masing.Jika di katakan marhaboli hauma di tempat ini yang membuka adalah ke tujuh raja bius tersebut .Antara ke tujuh

raja Bius akan menyuruh assistennya untuk membuat berita antara ketujuh raja bius tersebut memiliki assisten masing-masing.Kedudukan di atas raja bius tak ada lagi selain pemerintah.

Pada zaman dahulu sebelum berdirinya peradatan hukum, si pitu marga berebut mengundang raja,untuk di beri makan.Walaupun rumahnya masih satu tetapi raja tetap di beri makansupaya kampungnya membawa nama menjadi raja.

4.2.6 Binanga Bibir Aek Si pangolu

Pada zaman dahulu Raja Sisingamangaraja yang sedang menunggangi gajah putih dan melintasi perbukitan Simangulampe, saat di tengah perjalanan tiba-tiba gajah yang ditunggangi Raja Sisingamangaraja lemas karena kehausan, melihat kondisi gajah yang kehausan dan melihat jauhnya jarak menuju ke sumber air ataupun Danau toba, Raja Sisingamangaraja merasa kasihan dan kemudian dia meminta kepada Debata Mula jadi Nabolon agar memberikan petunjuk agar Raja Sisingamangaraja dapat memperoleh sumber air kepada gajahnya. Permohonan Raja Sisingamangaraja dikabulkan sehingga Raja sisingamangaraja menancapkan tongkatnya keatas batu yang ada di dekatnya sesuai petunjuk yang dia peroleh, maka keluarlah air dari batu tersebut dan hingga pada saat ini bekas peninggalan tancapan tongkat Raja sisingamngaraja itu menjadi salah satu situs yang terkenal dan dibudidayakan oleh pemerintah Humbang hasundutan.

4.2.7 Hariara Tungkot

Munculnya aek sipangolu disebut-sebut karena kekuatan tongkat raja Sisingamangaraja. Ketika Raja Sisingamangaraja menancapkan tongkatnya ke sebuah batu untuk mendapatkan air minum. Pohon Hariara/bintatar rantingnya berbentuk pisau bermata dua, daunnya rimbun seperti pohon biasa, namun daun Hariara ini bisa terbalik keatas dan menyerupai mata pisau yang menandakan akan ada musibah yang akan terjadi. Tanda-tanda ini akan muncul dua minggu setelah daun terbalik dan tajam. Ini adalah pertanda buruk yang akan terjadi di seluruh wilayah Baktiraja kejadian yang akan terjadi adalah musim kemarau yang sangat panjang, penyakit tanaman, hewan mati dan lain sebagainya. Dahulu pertanda ini sudah pernah terjadi ketika Sisingamangaraja masih meminpin di Baktiraja dengan ilmu yang di milikinya. Sisingamangaraja dapat mengetahui peristiwa yang akan terjadi dari mata bathinnya. Dia melihat perubahan apa yang akan di tunjukkan oleh daun Hariara tungkot tersebut. dari tempat dia duduk di atas sebuah batu. Dan batu ini masih ada sampai sekarang dan dijaga oleh masyarakat di sekitarnya.

4.2.8 Batu Hundul-hundulan

Pada jaman dulu Batu hundul-hundulan adalah tempat duduk dan tempat istirahat Raja Sisingamangaraja di atas batu ini juga dia melihat perubahan yang akan terjadi pada Hariara tungkot. Dan batu ini masih ada sampai sekarang dan dijaga oleh masyarakat di sekitarnya.

4.2.9 Aek Binanga Janji

Binanga janji adalah air terjun tempat perjanjian raja sisingamangaraja.

Air terjun binanga janji adalah salah satu peninggalan Sisingamangaraja yang terletak di Desa Marbun.

4.2.10 Aek Sitio-tio

Aek Sitio-tio adalah salah satu tempat yang sudah ada sejak masa kejayaan Sisingamangaraja yang berupa mata air jernih yang tidak pernah keruh. Airnya berasal dari mata air langsung dari bumi dan mengalir ke danau toba. Masyarakat jaman dulu mempercayai aek sitio-tio sebagai pemberian oppu mulajadi nabolon kepada masyarakat bakkara agar masyarakat bakkara tidak kehausan dikarenakan juga karena airnya yang tidak habis-habis dan selalu menghasilkan air yang bersih.

4.2.11 Sampuran Sigota-gota

Sampuran sigota-gota adalah salah satu situs bersejarah yang merupakan peninggalan Raja Sisingamangaraja.

4.3 Kearifan Lokal dan Pola Pelestarian terhadapSitus-situs Budaya Di Kecamatan Baktiraja

Sejarah situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Di Kecamatan Baktiraja, orang tua jaman dulu menceritakan sejarah situs-situs budaya kepada keturunannya masing-masing agar keturunannya kelak mengetahui apa saja yang pernah terjadi di daerah Baktiraja. Pada jaman dulu orang tua menyampaikan cerita situs-situs budaya tersebut dengan cara mendongeng

agar anak tersebut mudah menyimak masyarakat jaman dulu juga suka berkumpul-kumpul sambil bercerita tentang keturunan oppung mereka masing-masing. Ketika masyarakat bercerita-cerita, anak-anak mereka juga secara tidak sengaja mendengarkan apa yang sedang dibicarakan kemudian sampailah kepada generasi berikutnya yang diketahui dengan cara penyampaian dari mulut ke mulut artinya disampaikan yang satu dan disampikan lagi sampai seterusnya itulah sebabnya masyarakat Baktiraja jaman sekarang yang sudah tua masih mengetahui cerita dari situs-situs budaya tersebut akan tetapi masyarakat masa kini yang masih mengetahui sejarah dari situs-situs budaya tersebut menceritakan sejarah situs-situs kepada keturunannya hanya karena situs tersebut berkaitan dengan keluarga masing-masing. Misalnya, situs makam Sisingamangaraja diceritakan oleh yang masih keturunan Sisingamangaraja kepada keturunan yang memiliki hubungan kekeluargaan. Hal tersebut dilakukan agar keturunan keluarga tersebut mengetahui bahwa Raja Sisingamangaraja adalah Oppung keluarga tersebut. Demikian pula dengan situs-situs budaya yang lainnya. Situs-situs yang lain seperti Batu Siungkap-ungkapon, tombak sulu-sulu, aek sipangolu, binanga janji, hariara tungkot, aek sipultak hoda, aek sitio-tio semuanya berhubungan dengan kehidupan Raja Sisingamangaraja.

Orang tua masa kini (orang tua Modern) hanya sebagian saja yang memceritakan bagaimana asal mula situs-situs budaya kepada anak-anaknya karena sebagian orang tua menganggap bahwa itu tidak penting. Bagi orang tua masa kini pendidikan sekolah dan les khusus lebih baik dari pada mengetahui sejarah situs-situs budaya tersebut. Anak muda masa kini

terutama anak-anak sekolah dasar banyak yang tidak mengetahui lagi akan sejarah situs-situs budaya yang terdapat di Kecamatan Baktiraja jika pun mereka tahu, itu dari pemahaman sekilas saja atau yang didapat dari informasi sekitarnya atau dari teman-teman sekolah. Masyarakat setempat yang sudah lahir di Baktiraja dan yang sudah lama tinggal di Baktiraja sudah mengetahui apa saja yang harus dilakukan terhadap situs-situs budaya tersebut. Masyarakat setempatlah yang memberitahukan kepada pendatang agar besikap sebagaimana baiknya sesuai dengan kondisi situs-situs budaya tersebut. Jenis kearifan lokal yang terdapat pada situs-situs budaya di Kecamatan Baktiraja ini adalah Pelestarian dan kreatifitas budaya, dan kesopansantunan. Masyarakat Baktiraja juga menjaga dan melestarikan situs-situs budaya yang terdapat disana salah satu contoh dengan menjaga kebersihan di lokasi situs dan setuju akan perbaikan yang akan dilakukan pada situs-situs tersebut. Sekolah-sekolah di Kecamatan Baktiraja sangat peduli terhadap situs-situs yang terdapat di Kecamatan Baktiraja dimana pihak sekolah masih memberikan tugas kepada murid-muridnya mengenai situs-situs budaya yang terdapat di baktiraja hal itu dilakukan agar murid-murid mengetahui sejarah situs-situs disana dan agar mereka tidak melupakan akan adanya sejarah yang pernah terjadi di daerah Baktiraja. Hal tersebut juga dilakukan agar murid-murid disana dapat memberikan informasi kepada para pengunjung. Menurut penulis hal ini adalah salah satu dari pola pelestarian yang dilakukan oleh masyarakat Baktiraja.

4.3.1 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Situs Tombak atau harangan Sulu-sulu

Lokasi situs tombak sulu-sulu ini dipercayai memiliki kesakralan yang sangat kuat dan sebagai bentuk kebijakan masyarakat jaman dulu menjadikannya sebagai:

a. Tempat Martonggo : Berdoa kepada Tuhan (Debata Mulajadi Nabolon) b. Tempat menghormati leluhur Raja Sisingamangaraja, dan si Boru

Pasaribu

c. Tempat memohon petunjuk

d. Tempat untuk menyembuhkan penyakit

Larangan yang harus diperhatikan di situs tombak sulu-sulu:

a. Dilarang membawa daging babi b. Tidak boleh ada darah

c. Dilarang berpacaran

d. Dilarang tertawa berlebihan

Masyarakat juga mempercayai berbagai tanaman yang tumbuh di sekitar situs tombak sulu-sulu mampu mengobati berbagai penyakit, tanaman tersebut ialah: Pohon jabi-jabi, Tada-tada, Hau res, Hau Bintatar.

Pola pelestarian dari tombak sulu-sulu yaitu dengan dibangunnya tangga kecil agar pengunjung mudah menempuh ke atas. Jalan ke lokasi Goa partonuan masih jalan kecil berupa rawa-rawa.

4.3.2 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Gerbang Istana Sisingamangaraja

Bentuk kebijakan masyarakat jaman dulu terhadap situs Gerbang Istana Sisingamangaraja yaitu dengan menjadikannya sebagai tempat ritual / berdoa sebelum masuk kedalam istana karena masyarakat jaman dulu sangat segan masuk kedalam istana tanpa izin dari para arwah leluhur. Tetapi masyarakat masa kini sudah tidak melakukan hal demikian karena masyarakat sudah menganut agama. Bentuk kebijakan masyarakat masa kini terhadap situs Gerbang Istana Sisingamangaraja adalah dengan cara menghormati, menjaga ucapan (berbicara dengan sopan).

Pola pelestarian gerbang Sisingamangaraja yaitu dengan cara menjaga kebersihan dan menata tanaman misalnya bunga, batu-batu kerikil. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat yang peduli terhadap situs-situs budaya dan sekaligus menghormati leluhur mereka. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat setempat bersemangat untuk melihatnya dan agar pengunjung memberikan penilaian yang positif.

4.3.3 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Istana Sisingamangaraja

Masyarakat jaman dulu menjadikan Istana Sisingamangaraja sebagai tempat martonggo / berdoa guna untuk mendoakan para leluhur yang telah berjuang untuk tanah Baktiraja. Pada jaman dulu masyarakat belum mengenal adanya agama sehingga Masyarakat melakukan pemujaan di Istana karena mereka menganggap Sisingamangaraja adalah Tuhan itulah sebabnya muncul di daerah batak istilah “parmalim” yang artinya pemuja Sisingamangaraja.

Lama kelamaan masyarakat yang melakukan pemujaan terhadap

Sisingamangaraja semakin berkurang seiring dengan berkembang jaman,terutama ketika masuknya agama ke daerah tersebut masyarakat langsung membangun Gereja sebagai tempat berdoa. Hingga ke masa kini sebagian besar masyarakat Baktiraja sudah menganut agama akan tetapi masih ada masyarakat dengan jumlah yang sangat minim yang masih penyembah Sisingamangaraja. Meskipun demikian masyarakat masa kini tetap mengakui bahwa Sisingamangaraja adalah oppung mereka yang telah berjasa bukan hanya di Baktiraja saja melainkan di daerah Batak.

Pola pelestarian yang dilakukan untuk Istana Sisingamangaraja adalah dengan dilakukannya pemugaran.Pada masa dulu Istana Sisingamangaraja ini sepenuhnya dipegang oleh keturunan Sisingamangaraja marga Simambela akan tetapi pada masa kini Istana Sisingamangaraja berada dalam naungan pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.3.4 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Makam Sisingamangaraja Makam Sisingamangaraja ini sering sekali dijadikan sebagai tempat untuk berdoa terutama bagi yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, marga dan wisatawan namun sekarang Situs ini dijadikan sebagai objek wisata dan banyak dikunjungi oleh masyarakat setempat untuk berfoto.

Pola pelestarian Makam Sisingamangaraja sama hal nya dengan Istana Sisingamangaraja yangberada dalam naungan pemerintah dan masih dilestarikan hingga sekarang. Makam Sisingamangaraja ini telah diperbaiki agar lebih segar nampaknya. Dulu cat makam sisingamangarja ini dominan warna hijau namun ketika dilakukannya pemugaran makam ini diberikan cat sesuai dengan warna bendera batak yaitu, hitam, putih dan merah.

4.3.5 Nilai Kearifan dan Pola pelestarian Batu Siungkap-ungkapon Arti Siungkap-ungkapon adalah yang harus dibuka dan ditutup kembali.

Pada jaman dahulu batu siungkap-ungkapon merupakan batu petunjuk bagi rakyat kepada Debata Mulajadi Na bolon, sebagai jawaban dari tonggo atau doa saat akan melakukan penaman bibit padi. Apabila dibuka pada masa penanaman padi oleh masyarakat bakkara jika dari batu itu keluar semut putih maka itu petunjuk supaya masyarakat mananam benih padi yang berwarnah putih dan jika yang keluar semut merah maka masyarakat harus menanam benih padi yang merah. Masyarakat masa kini sudah tidak melakukan hal itu lagi karena pemikiran yang sudah maju dan masyarakat percaya bahwa Tuhanlah yang mengatur hasil tanaman nantinya.

Pola pelestarian yang dilakukan terhadap situs batu siungkap-ungkapon adalah dengan melestarikannya, membersihkan lingkungan sekitar dan karena Batu siungkap-ungkapon ini satu lokasi dengan Makam Sisingamangaraja, maka pelestarian yang dilakukanpun sangat bagus.

4.3.6 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Binanga Bibir Aek Si pangolu Aek si pangolu atau Air Kehidupan diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jaman dulu Aek sipangolu ini diberi nama Binanga Bibir dalam bahasa Indonesia Telaga Bibir, Aek Sipaulak Hosa atau Air Pelepas Dahaga, dan kemudian diubah saat ini namanya menjadi Aek sipangolu atau Air Kehidupan.Menurut Kepercayaan penduduk setempat dengan berdoa sebelum meminum, mencuci muka, mandi atau melakukan ritual kecil di Aek Sipangolu, penyakit dalam tubuh akan terangkat dan hilang. Masalah akan berkurang dan kehidupan akan semakin

membaik.Sampai saat ini ritual tersebut masih dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat setempat jika ada ingin sembuh dari penyakitnya. Bahkan para wisatawan pun dengan spontan akan berdoa atau melakukan ritual kecil jika sudah berada di aek Sipangolu.

Pola pelestarian yang dilakukan terhadap situs aek Sipangolu adalah dengan menjaga lingkungan sekitarnya. Situs ini telah menjadi salah satu objek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Pemerintah setempat sangat antusias terhadap pelestarian situs aek sipangolu ini terbukti dengan dibangunnya beberapa fasilitas tambahan seperti kolam kecil, kamar mandi dan beberapa tempat duduk.

4.3.7 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Hariara Tungkot

Hariara tungkot dipercayai sebagai pemberi tanda kepada seluruh masyarakat Baktiraja dimana jika daun dari pohon ini terbalik maka akan ada musibah yang akan terjadi.Hingga sekarang masyarakat Baktiraja masih mempercayai akan pernyataan tersebut.

Pola pelestarian Hariara tungkot ini, pemerintah telah membuat pagar guna untuk melindungi pohon tersebut dari binatang buas dan agar tetap terjaga.

4.3.8 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Batu Hundul-hundulan

Batu Hundul-hundulan ini sangat dijaga oleh masyarakat setempat karena disinilah dulu Raja Sisingamangaraja duduk. Biasanya Masyarakat yang masih keturunan Sisingamangaraja masih melakukan ritual kecil sebagai bentuk penghormatan.

Pola Pelestarian yang dilakukan terhadap situs Batu Hundul-hundulan yaitu dengan dibuatnya pagar supaya batu hundul-hundulan ini tetap terjaga dan supaya tampak perbedaanya dengan batu-batu lain.

4.3.9 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Air Terjun Binangan Janji Masyarakat jaman dulu menjadikan Air terjun binanga janji sebagai tempat permandian karena airnya segar. Sekarang air terjun Binanga janji ini dijadikan sebagai objek wisata dan dianggap sebagai peninggalan Sisingamangaraja yang terkenal saat ini karena tempatnya yang bagus dan

4.3.9 Nilai Kearifan dan Pola Pelestarian Air Terjun Binangan Janji Masyarakat jaman dulu menjadikan Air terjun binanga janji sebagai tempat permandian karena airnya segar. Sekarang air terjun Binanga janji ini dijadikan sebagai objek wisata dan dianggap sebagai peninggalan Sisingamangaraja yang terkenal saat ini karena tempatnya yang bagus dan