• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. BERBAGAI ATURAN HUKUM DALAM PENGELOLAAN

5.2 Saran

Keramba jaring apung memang menjadi sebuah polemik bagi seluruh stakeholders Kabupaten Simalungun. Polemik ini terjadi karena tarik menarik kepentingan, dimana ada dua arena sosial yang berperan sebagaimana yang disebutkan oleh Sally Folk Moore. Ketika ada dua arena sosial yang saling tarik menarik akan ada satu arena yang menguat sementara arena lainnya yang terlibat akan dilemahkan.

Dalam konteks ini, arena sosial yang paling kuat adalah arena dan kepentingan masyarakat sebagai komunitas yang sudah lama dan mengetahui setiap permasalahan yang terjadi. Menjadikan keramba sebagai sumber mata pencaharian adalah titik kemenangan para petani. dimana menurut peneliti ada dua hal yang sangat vital untuk menjaga keharmonisan suatu hubungan di dalam lingkungan bermasyarakat. Yang pertama adalah stabilitas ekonomi dan yang kedua adalah keamanan.

Jika kedua aspek ini tidak terpenuhi masyarakat akan menghalalkan segala cara agar dapat menyambungkan kehidupan. Bahkan himbauan pemerintah sebagai Raja yang berkuasa yang memiliki kekuatan dan otoritas dihiraukan oleh masyarakat. klise memang jika menyebutkan masyarakat menghiraukan himbauan pemerintah, tapi nyatanya fakta lapangan menunjukan hal tersebut. Masyarakat menganggap pemerintah tidak memberikan solusi nyata bagi permasalahan ekonomi yang terjadi. Mengorbankan mata pencaharian keramba untuk

pariwisata? Mengapa tidak menjadikan pariwisata dan keramba jaring apung sebagai keunikan Haranggaol.

Menurut informan petani keramba jaring apung siap mendukung program pemerintah untuk menjadikan Haranggaol kembali sebagai daerah tujuan wisata. Bahkan idenya adalah membangun sebuah kapal induk dari ribuan keramba jaring apung. Di kapal induk tersebut para wisatawan dapat menikmati indahnya Haranggaol sambil menikmati kuliner atau sekedar memancing. Tidak benar sepenuhnya jika pariwisata Haranggaol mati, buktinya pada hari libur masih terdapat wisatawan yang menikmati indahnya Haranggaol bersama keluarga dan menikmati ikan bakar di pantai-pantai Situhulan, Sigunggung dan Sigumba Haranggaol.

Pembangkangan para petani ikan bermula dari desakan pembersihan Haranggaol dari keramba jaring apung. Sementara, tidak ada mata pencaharian yang mendukung perekonomian masyarakat. jika sudah terjadi pembangkang seperti ini pemerintah semestinya memanfaatkan kebudayaan penduduk sekitar dalam memberikan penyadaran. Bukan hanya sebatas janji tanpa keseriusan. Misalnya beberapa informan yang menyatakan:

Jika memang serius ingin membangun Haranggaol menjadi destinasi pariwisata mengapa tidak membangun infrastruktur lebih dahulu, benahi angkutan umum, sebab tidak seluruhnya wisatawan memiliki kendaraan pribadi mencapai lokasi ini. jalanan yang rusak parah akan menakutkan bagi wisatawan yang sama saja menghatarkan

nyawa. Terlalu jauh menikmati keindahan danau toba di Haranggaol, apa tidak lebih baik para wisatawan ke Parapat, dan Samosir?

Menjadikan Haranggaol menjadi daerah pariwisata bukan perkara mudah, banyak yang harus dibenahi. Jika tidak ada keunikan yang didapat para wisatawan akan surut niatnya mengunjungi Haranggaol. itulah sebabnya peneliti setuju jika petani membuat kapal induk. Kapal induk ini menjadikan Haranggaol berbeda dari beberapa wilayah kabupaten yang mengeliling Danau Toba.

Diperlukan upaya dan keseriusan dari seluruh stakeholder Kabupaten Simalungun untuk membangun Haranggaol menjadi daerah tujuan wisata. Dalam saran ini peneliti juga menyampaikan beberapa hal pesan dari masyarakat Haranggaol:

1. Jika pemerintah ingin membangun Haranggaol, terbitkan aturan dan tetapkan daya tampung yang seharusnya. Bukan menghapuskan keramba.

2. Mari membangun Haranggaol menjadi lebih baik dengan infrastruktur yang layak, sehingga kolaborasi pariwisata dan perikanan menjadi lebih nyata.

3. Pemerintah harus membantu para petani dengan penyuluhan- penyuluhan pengelolaan perikanan yang berbasis lingkungan.

Sementara menurut peneliti untuk membangun Haranggaol menjadi lebih baik tetapi tidak mengabaikan pendapatan yang diperoleh saat berkeramba adalah menghidupkan peran tokoh adat dan anggota komunitas marga. Ini menjadi penting dalam meningkatkan peran dalam pelestarian ekosistem Danau Toba. Masyarakat Batak mengenal nilai-nilai kearifan lokal yang perankan warganya sesuai kedudukan dalam struktur masyarakat, yaitu Dalihan Na Tolu dalam wadah marga. Mereka yang mardongan tubu (semarga) bisa saling mengingatkan saudaranya untuk ikut bersama dalam upaya melestarikan fungsi lingkungan hidup serta mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Demikian marga Silalahi bisa minta bantuan boru-nya (saudara perempuannya), serta meminta bimbingan dan hula-hulanya (keluarga istrinya). Dengan demikian tidak satu orangpun warga komunitas marga ini yang tidak terlibat dalam pelestarian Danau Toba. Hal ini tidak saja efektif menjaga kelestarian ekosistem Danau Toba, akan tetapi juga menciptakan keserasian lingkungan sosial.

DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur tertulis

Adhuri, D.S. 1998. Hak Ulayat Laut, Stratifikasi Sosial dan Politik Kepala Desa: Memahami Konteks Sosial Manajemen Tradisional Sumber Daya Laut di Kep. Kei, Maluku Tenggara. Makalah dalam lokakarya Kebijakan dan Masalah Kependudukan dalam Pengelolaan Sumber Daya Kawasan Pesisir Indonesia. Jakarta, Jurusan Antropologi, FISIP Universitas Indonesia, 20–21 April.

Amry Marzali, 2012. Antropologi dan Kebijakan Publik, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Azhari, Samlawi. tanpa tahun, Etika Lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Skripsi Lingkungan hidup USU tidak diterbitkan.

Buletin Danau Toba. 2011 Vol IV edisi ke II, Media Simalungun.

Dalton, George 1986. Tribal and Peasant economiec,University of texas. Austin and London.

Ginting, Kristina. 2009. Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat dari sektor pariwisata ke sektor perikanan, Skripsi Sosiologi USU, Medan, tidak diterbitkan. Hardjasoemantri, Koesnadi 2009. Hukum Tata Lingkungan edisi VIII, Cetakan kedua puluh, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Hidayat, Herman, Jhon Haba, & Robert Siburian. 2011. Politik Ekologi: pengelolaan Taman Nasional Era Otda. Jakarta:LIPI Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Ihromi. T.O.(ed) 1993. Antropologi Hukum; Sebuah Bunga Rampai. Jakarta penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Koenjtaraningrat. 1981. Pengantar Antropologi: Jakarta penerbit PT Rineka Cipta.

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2013. Think, Eat, Save: memperingati Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2013, Jakarta Timur, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Lubis, Zulkifli. 2001 Resistensi, Persistensi dan Model Transmisi Modal Sosial dalam Pengelolaan Sumberdaya Milik Bersama : Kajian Antropologis terhadap

Pengelolaan Lubuk Larangan di Sumatera Utara” riset yang difasilitasi melalui proyek Riset Unggulan Kemasyarakatan dan Kemanusiaan (RUKK-I), Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Masinambow, K. M. 2000 Hukum dan Kemajemukan budaya, Jakarta penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, Lexi J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Penelitian Ekonomi budidaya perairan di Asia, 1986 Gramedia

Saad, Sudirman. 2000. “Puralisme Hukum dan Masalah Lingkungan, kasus Penangkapan Ikan di Danau Tempe, Sulawesi Selatan” dalam hukum dan Kemajemukan Budaya K. M Masinambow Jakarta penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta: LKis.

Shiva, Vandhana. 2003. Water Wars; Privatisasi, profit dan polusi, Walhi

Siagian, P. “Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Kawasan Danau Toba”.Makalah disampaikan pada seminar nasional tentang Strategi Pembangunan Berkelnajutan dan Pengelolaan Kawasan Danau Toba yang diselenggarakan oelh Partungkoan Batak Toba (Partabo) Medan, Yayasan Del Jakarta dan Yayasan Perhimpunan Pencinta Danau Toba, Medan, 2002.

Sitorus, Hasan MS, “Pembangunan Perikanan Berwawasan Lingkungan di Perairan Danau Toba”. Makalah disampaikan pada seminar nasional tentang Strategi Pembangunan Berkelnajutan dan Pengelolaan Kawasan Danau Toba yang diselenggarakan oelh Partungkoan Batak Toba (Partabo) Medan, Yayasan Del Jakarta dan Yayasan Perhimpunan Pencinta Danau Toba, Medan, 2002.

Sunaryo, M Trie dkk. 2005. Pengelolaan sumber daya air, konsep dan penerapannya. Bayumedia

Sumber Lain

Fra, 2013 Perairan Danau Toba Semrawut Oleh Keramba Jaring Apung, Analisa 03 September 2013

http://www.penurunan danau toba sebagai tujuan pariwisata.html (diakses 10 july, 2013 4:43:52 PM)

Proyek AFN di Danau Toba Pro dan Kontra, http://www.harianorbit.com (diakses Thursday, July 11, 2013 6:17:55 AM)

Bona Pasogit: Perlu Undang-undang mengenai otorita Danau Toba: http://bona- pasogit.blogspot.com/2009/08/pendiri-ir_09.html (diakses Saturday, July 13, 2013 4:43:52 PM)

Keramba Apung Danau Toba, http://www.indosiar.com/ragam/keramba-apung- danau-toba_39189.html (diakses sabtu, 13 July 2013 9:41:51 PM)

Krisis moneter,http://aannurefendi.wordpress.com/2012/07/12/pengertian-krisis- moneter/ (diakses Sunday, July 14, 2013 11:46:28 AM)

Saatnya Melestarikan Danau Toba, http://www.saatnya-melestarikan-danau- toba.html (diakses Wednesday, July 17, 2013 9:02:15 PM)

Berita Simalungun, Http://www.situs resmi pemerintah-simalungun.html (diakses pada 4 november 2013)

http://www.Riskjuntiction.blogspot.com/2009/06/mitigasi.html (diakses pada 21 januari 2014)

Sumber: http://www.tanijogonegoro.com/2013/06/pakan-ikan.html (diakses pada 16 April 2014 pukul 14.00 WIB)

sumber: http://news.liputan6.com/read/89549/pemkab-simalungun memusnahkan- ikan-mas-di-danau-toba diakses 16 april 2014

Dokumen terkait