• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 79-109)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Penerapan aspek CPOB di PT. Merck Tbk. perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar kualitas mutu produk yang dihasilkan dapat secara konsisten terjamin.

2. Efisiensi dan efektivitas kerja harus selalu dipertahankan agar dapat mempertahankan mutu produk sesuai dengan standar yang ditetapkan dan menghasilkan produk-produk yang bermutu dan dapat dipercaya oleh masyarakat.

69 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan

Apoteker Indonesia. Hal. 2.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden

RI

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI

Presiden Republik Indonesia. (2012). Peraturan Presiden No. 72 Tentang Sistem

Kesehatan Nasional. Jakarta: Presiden RI.

Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Hal. 2.

PT. Merck Tbk. (2013). Laporan Tahunan PT. Merck Tbk. Jakarta. Hal : 12-17. Tim Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Cara Pembuatan

Obatyang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal.1-87.

Tim Revisi Padoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2006). Cara pembuatan

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. MERCK TBK INDONESIA

JL. TB SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR

PERIODE 3 FEBRUARI – 28 MARET 2014

TRIAL CAPPING MEASURING CUP PADA BOTOL SIRUP

MULTIVITAMIN EX ERWINA DAN FOLDING BOX

EX MJSG

(NEW VENDOR)

DEWI YUNIARSIH, S. Farm 1306343460

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

DEPOK JUNI 2014

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. MERCK TBK INDONESIA

JL. SIMATUPANG NO. 8, PASAR REBO, JAKARTA TIMUR

PERIODE 3 FEBRUARI – 28 MARET 2014

TRIAL CAPPING MEASURING CUP PADA BOTOL SIRUP

MULTIVITAMIN EX ERWINA DAN FOLDING BOX

EX MJSG

(NEW VENDOR)

DEWI YUNIARSIH, S. Farm 1306343460

ANGKATAN LXXVIII

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

DEPOK JUNI 2014

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN v BAB 1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 3

2.2. PT. Merck Tbk 5

2.3. Product Development Departement 6

2.4. Bahan Pengemas 8

2.5. Pengemasan (Packing) 8

2.6. Trial Manual Capping Measuring Cup dan Cartoning Folding box 11

BAB 3. PROSEDUR PELAKSANAAN 13

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 13

3.2. Alat dan bahan 13

3.3. Metode Pelaksanaan……… 14

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 22

5.1. Kesimpulan 22

5.2. Saran 22

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Area pemasangan measuring cup sebelum proses labeling / setelah

proses filling (Area 1) 16

Gambar 4.2 Area pengecekan/pemasangan measuring cup yang belum

terpasang atau tidak terpasang dengan baik. Area setelah proses

labeling (Area 2) 16

Gambar 4.3 Process awal filling dan capping dengan kecepatan 55 rpm. 17

Gambar 4.4 Manual capping awal sebelum masuk proses labeling 18

Gambar 4.5 Area pemeriksaan measuring cup yang belum terpasang ataupun

yang kurang sempurna 18

Gambar 4.6 Cartooning area sebelum pemasangan folding box 19

Gambar 4.7 Folding box tidak dapat di bentuk di area flap folding box. 19

Gambar 4.8 Folding box dapat di bentuk di area cartoning mesin 19

Gambar 4.9 Nilai Rejaction Rate pada Trial Pertama. 20

Gambar 4.10 Nilai Rejaction Rate pada Trial kedua 20

Gambar 4.11 Antrian di area transisi conveyor labeling dan conveyor cartonin 21 Gambar 4.12 Contoh measuring cup yang terpasang sempurna, tetapi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Diskripsi Material Measuring cup ex Arwina & Folding Box Ex

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peran industri farmasi sangat penting dalam hal memproduksi obat yang aman (safety), berkhasiat (efficacy) dan berkualitas (quality). Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Oleh karena itu, industri farmasi harus membuat obat sedemikain rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif (BPOM, 2012).

Wadah merupakan salah satu komponen yang penting dalam sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan. Penampilan obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu disadari juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan menimbulkan hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi harus pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada standar wadah sediaan farmasi secara khusus. Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan untuk menjaga keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin akan membentuk zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.

Peningkatan persaingan industri khususnya bidang manufaktur, membuat perusahaan dituntut untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap performa perusahaan. Saat ini PT Merck Tbk. mendapat permintaan untuk memproduksi Multivitamin Sirup dari beberapa Negara Timur Tengah, penggunaan measuring cup adalah salah satu persyaratan untuk produk jadi yang akan di ekspor ke beberapa Negara Timur Tengah tersebut.

Measuring cup adalah wadah takar untuk mengukur dosis yang di anjurkan

online (otomatis) capping measuring cup pada liquid filling line dan packing. Sehingga team manufacturing sepakat untuk melakukan trial manual capping di area mesin LFL dan Folding box Ex. MJSG yang merupakan pengemas sekunder dapat terbentuk dan terpasang otomatis ketika measuring cup sudah terpasang pada botol.

1.2 Tujuan

Kegiatan ini bertujuan untuk :

1. Mengamati proses trial Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG

2. Untuk memastikan bahwa Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG dapat digunakan untuk skala produksi, baik secara manual capping ataupun proses cartoning folding box di area produksi.

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (BPOM, 2012).

Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat wajib menerapkan pedoman CPOB, pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. CPOB merupakan suatu pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian yang menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut, maksudnya adalah bahwa mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2012).

2.1.1 Bahan Pengemas

Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Pengadaan Bahan Pengemas

Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal.

Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan

kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui.

2. Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas.

Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.

3. Pengawasan Selama Proses

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses.

Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:

a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan

b. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.

4. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan

5

Universitas Indonesia sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi.

Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina.

2.2 PT. Merck Tbk

2.2.1 Sejarah PT. Merck Tbk

PT. Merck merupakan perusahaan farmasi multinasional yang berpusat di Darmstadt, Jerman. Pada awalnya PT. Merck merupakan sebuah apotek di Darmstadt yang bernama ‘Engel Apotheke’ didirikan oleh Jacob Merck pada tahun 1668 yang menjual obat-obatan dan bahan kimia. Pada tahun 1827, Immanuel Merck memulai mendirikan pabrik yang memproduksi obat diantaranya alkaloid dan beberapa senyawa kimia. Hingga kini pabrik tersebut berkembang pesat menjadi Merck KGaA.

Pada tanggal 14 Oktober 1970, Merck KGaA mendirikan cabang di Indonesia dengan nama PT Merck Indonesia (PTMI). Kemudian memulai pembangunan fasilitas produksi farmasi dan Kantor Umum 2 tahun kemudian. PTMI memulai produksi farmasi pada April 1974 dan membuat perjanjian lisensi dengan Astra lima tahun sesudahnya yaitu pada tahun 1979. PTMI menjadi perusahaan publik pada tahun 1981 dengan menawarkan saham kepada publik dan merupakan salah satu perusahaan pertama yang terdaftar di Bursa Saham Indonesia. Sebagian besar saham dimiliki oleh Grup Merck yang berkantor pusat di Jerman.

Pada masa itu pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan farmasi asing untuk memproduksi sedikitnya satu bahan baku kuat, sehingga tahun 1983 PT Merck Indonesia membangun fasilitas produk kimia. Tiamin Disulfida merupakan salah satu produksi kimia yang pertama pada tahun 1985, lalu PTMI memulai bisnis Obat Bebas pada tahun 1993 dan mendapat 12 sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk semua fasilitas produksi. Dalam rangka penerapan identitas korporat Merck secara global, pada tahun 2002 nama perseroan berubah menjadi PT Merck Tbk.

2.3 Product Development Departement

Product Development Departement merupakan bagian dari Divisi Plant

dan memiliki tugas melakukan penelitian, mengevaluasi dan mengembangkan formula baru dan memperbaiki formula yang sudah beredar serta memperbaiki dan melakukan pengembangan packaging untuk produk baru dan produk yang sudah beredar.

Product Development terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Galenic Development

Galenic Development memiliki fungsi melakukan penelitian dan

pengembangan, mengevaluasi dan mendesain serta memperbaiki formula baru atau formula yang sudah beredar.

Tahap – tahap yang dilaksanakan dalam penyusunan dan pengembangan formula baru meliputi :

1. Tahap Praformulasi

Pada tahap ini Galenic Development meneliti sifat – sifat fisika dan kimia dari bahan baku, bahan tambahan, serta melakukan penelitian terhadap produk sejenis.

2. Tahap Formulasi dalam Skala Laboratorium

Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala laboratorium yaitu 1% dari bets komersial.

3. Tahap Formulasi dalam Skala Pilot

Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala pilot yaitu 10% bets komersial.

4. Tahap Pengujian Stabilitas

Formula yang telah disusun akan dicoba dan diteliti lebih lanjut melalui tes stabilitas fisik dan kimia missal : perubahan warna, waktu hancur, dan kadar obat selama penyimpanan.

5. Tahap Transfer ke Produksi Komersial/ Skala Produksi

Pada tahap ini Galenic Development melakukan tahap transfer formulasi ke produksi komersial bekerja sama dengan departemen

7

Universitas Indonesia produksi dan QA yang dilakukan minimal 3 bets bersamaan dilakukannya validasi proses pembuatan produk

b. Analytical Development

Analytical Development memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Mengembangkan dan memvalidasi metode pengujian yang digunakan untuk memeriksa sampel hasil pengembangan produk

2. Memecahkan masalah kimia analitik yang kompleks

3. Mentransfer metode analisis baru ke Laboratorium Quality Control (QC) 4. Mengkoordinasikan pengujian stabilitas untuk produk yang sedang

dikembangkan

5. Pengujian mutu produk trial

6. Pengembangan metode untuk produk baru dan bahan baku baru. 7. Validasi/verifikasi metode analisis baru (produk dan bahan baku). c. Packaging Development

Packaging Development memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Mengkoordinasikan pengembangan packaging produk baru dan produk eksis untuk produk lokal, ekspor dan impor termasuk komunikasi dengan

designer marker

2. Mengkoordinasikan dengan depatemen terkait dalam melakukan trial

machine yang diperlukan untuk bahan pengemas yang sedang

dikembangkan, mempersiapkan dan melaporkan hasil trial dengan persetujuan departemen yang bersangkutan

3. Menangani persiapan peluncuran produk lokal atau ekspor yang berkaitan dengan tugas pengembangan bahan pengemas produk

4. Melakukan koordinasi untuk pembelian mesin packaging baru

5. Memberikan rekomendasi proses printing pada marketing ketika akan ada perencanaan peluncuran produk baru atau produk existing dengan kemasan baru

6. Bekerjasama dengan departemen terkait ketika ada problem shooting pada bahan pengemas.

Product Development dalam melakukan kegiatan didasarkan pada

ide/masukan dari departemen marketing yang telah melakukan berbagai survei pasar untuk mengetahui produk – produk mana yang perlu dibuat atau dievaluasi dan diperbaiki.

2.4 Bahan Pengemas

Bahan pengemas adalah bahan yang digunakan menutup/membungkus obat sampai ke konsumen. Bahan pengemas terdiri dari 2 jenis yaitu (PTMI. 2012):

a. Bahan pengemas primer : bahan yang kontak langsung dengan produk.

Contoh : Rigid, Alufoil, Tube, Botol

b. Bahan pengemas sekunder : bahan yang tidak kontak langsung dengan produk. Contoh : Insert, Folding Box, Carton, label.

2.5 Pengemasan (Packing)

Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat. Tujuan dari pemberian kemasan adalah untuk menjaga stabilitas produk dan melindungi produk dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembapan, suhu atau cahaya, dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai identitas produk. Alur kegiatan pengemasan adalah sebagai berikut, bagian SCM akan mengeluarkan PO (Packing order) ke bagian packing untuk melakukan proses pengemasan setelah dokumen MWS telah diisi dengan lengkap dan benar. Bagian

Packing akan membuat permintaan Material packing yang dibutuhkan dalam

proses pengemasan dengan PO (Packing order) yang dikirim kepada bagian

warehouse. Bagian warehouse akan memeriksa kelengkapan Material packing

yang diperlukan dan apabila Material packing tersebut telah siap dan lengkap maka PO akan diserahkan kepada SCM untuk dibuat PWS. Pembuatan PWS tidak akan dilakukan apabila Material packing yang diperlukan untuk pengemasan tidak lengkap dan statusnya belum diluluskan oleh QA. Kemudian PWS beserta PO

9

Universitas Indonesia akan diserahkan kembali kepada bagian Packing untuk dilakukan proses pengambilan Material packing dan dilakukan proses pengemasan.

Proses pengemasan dibagi dalam 2 tahap yaitu : a. Pengemasan Primer (Primary Packing)

Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada produk ruahan, dan kemasan langsung berhubungan dengan produk. Proses pengemasan primer yang dilakukan PT. Merck Tbk. meliputi kegiatan Blistering atau stripping atau botling. Sebelum dilakukan proses botling, botol-botol yang akan digunakan dibersihkan melalui proses Blowing untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel di dalam botol. Sedangkan kemasan primer untuk produk injeksi adalah ampul, yang dilakukan oleh bagian manufacture. Selama proses pengemasan primer dilakukan kontrol terhadap mutu produk meliputi:

1) Sorting Out hasil pengemasan yang berupa blister atau strip dan pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

a) Batch number dan Expired date sesuai dengan PWS dan jelas terbaca.

b) Potongan blister/strip rapi.

c) Kantong blister/strip tidak ada yang kosong atau penampilan ada tidaknya produk cacat atau seperti ada tablet pecah di

blistering.

2) Tes kebocoran (secara berkala selama proses) menggunakan wadah berisi cairan yang divacum. Caranya adalah dengan mengambil hasil pengemasan secara acak lalu dimasukkan dalam wadah yang kemudian divacum hingga tekanan tertentu lalu biarkan selama beberapa menit. Jika terdapat gelembung-gelembung udara dan produk di dalam kemasan basah, berarti kemasan tersebut bocor. Kemudian tekanan diturunkan dan wadah dibuka.

b. Pengemasan sekunder (Secondary packing)

Pengemasan sekunder merupakan kegiatan member kemasan pada produk yang telah dilakukan pengemasan primer. Pngemasan sekunder meliputi folding

box, labeling, cartoning. Sedangkan pemeriksaan selama proses yang dilakukan

1) Batch number dan Expired date pada box label sesuai dengan PWS dan jelas terbaca.

2) Bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (botol, ampul, blister, strip) sesuai standar.

3) Jumlah botol/ampul/ blister, strip tiap box lengkap. 4) Label / box rapi

5) Jumlah box lengkap

IPC untuk proses sorting out blister dan strip meliputi pemeriksaan : 1) Bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (blister/ strip) 2) Tidak ada Mix up

3) Batch number dan expired date sesuai MO dan jelas terbaca 4) Kantong (Blister atau strip) tidak ada yang kosong.

5) Potongan Blister atau strip rapi. Proses pengemasan secara umum :

1) Pencetakan (Printing) batch number dan expired date pada box 2) Pelipatan Leaflet (folding)

3) Sorting out untuk produk – produk yang dikemas dengan botol. 4) Cartoning

5) Pada proses ini produk dikemas ke dalam box dengan dilengkapi leaflet.

Box – box tersebut dimasukkan ke dalam karton box.

6) Penimbangan box dan karton box,

Sebelum melakukan pengemasan harus dilakuakn pengecekan atau pemeriksaan terlebih dahulu. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada sat line

clearance yaitu :

1) Tidak terdapat material (produk / bahan kemasa/ dokumen) yang tidak berhubungan dengan produk yang akan dikemas.

2) Wadah untuk menampung hasil pengemasan dalam keadaan bersih dan kosong.

3) Tidak terdapat sisa pengemasan dari produk sebelumnya 4) Tidak terdapat label identitas dari produk sebelumnya 5) Tidak terdapat dokumen produksi dari produk sebelumnya

11

Universitas Indonesia Untuk produk yang rejected atau tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan disimpan ke ruang reject lalu dikirim ke bagian EQ sebagai departemen yang mengkoordinir pengolahan limbah. Sedangkan untuk produk yang telah dikemas dan memenuhi spesifikasi kemudian diberi label karantina oleh bagian packing yang kemudian dikirim ke gudang disertai dengan dokumen TO (Transfer Order) dan PWS. Setelah semua dokumen ditandatangani maka PWS akan dikirim ke QA untuk menunggu label approved. Setelah itu,

warehouse akan mencetak BIN label dan menempelkannya pada palet produk

karantina. Kemudian barang tersebut akan disimpan dalam ruangan penyimpanan ber AC, sesuai dengan BIN yang tercatat pada sistem SAP. Apabila produk tersebut telah dinyatakan lulus oleh QA maka produk tersebut akan diberi label

aproved pada fisik barang dan di sistem SAP.

2.6 Trial Manual Capping Measuring Cup dan Cartoning Folding box

Trial yang dilakukan yaitu manual capping Measuring cup ex. Arwina dan cartoning Folding box Ex. MJSG di area LFL packaging produksi di PT. Merck

Tbk. Trial bertujuan untuk memastikan bahwa Measuring cup ex. Arwina dan

Folding box Ex. MJSG dapat digunakan untuk skala produksi, baik secara manual capping ataupun proses cartoning di area produksi karena untuk saat ini PT.

Merck Tbk belum memiliki mesin otomatis untuk capping Measuring Cup.

2.6.1. LFL (Liquid Filling Line)

Mesin Liquid Filling Line adalah Mesin semi otomatis yang digunakan untuk mengemas produk sirup dengan jalur mulai dari blowing botol sampai pengemasan ke dalam folding box (PTMI. 2013)

2.6.2 Measuring Cup

Measuring cup adalah wadah takar untuk mengukur dosis yang di anjurkan

2.6.3 Folding Box

Sebuah kotak lipat terbuat dari karton dan dipotong dilipat, dilaminasi dan dicetak.

Spesifikasi folding box secara umum yang digunakan (PTMI. 2013): a. Material

Bahan yang digunakan untuk folding box adalah Dupleks 310 - 400 gsm, dan Ivory 310 – 350 gsm dengan arah serat horizontal.

b. Bentuk

Bentuk kuncian Reverse Tuck

c. Varnish

Varnish yang dapat di pakai antara lain Spot UV (unvarnish di area coding), Water based dan OPV

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 79-109)

Dokumen terkait