• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1) Program pemberian obat cacing dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan sebagai upaya pencegahan kasus infeksi cacing saluran pencernaan.

2) Perlu diadakan program penyuluhan untuk memberikan pengarahan kepada peternak terhadap perbaikan manajemen pemeliharaan ternak, terkait perkandangan ternak, antara lain sanitasi kandang.

3) Pengambilan hijauan hendaknya tidak dilakukan terlalu pagi maupun sore, karena kemungkinan kontaminasi telur dan larva cacing pada pakan hijauan lebih tinggi.

4) Pembuatan kandang ternak sebaiknya permanen dan disediakan saluran pembuangan kotoran ternak yang baik.

5) Perlu diperhatikan ketinggian kandang ternak agar tidak tergenang air hujan maupun air luapan waduk.

6) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh hormonal, karena banyaknya hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh jenis kelamin sapi yang berbeda dari para peneliti.

RINGKASAN

Indah Kartika Sari. Penyakit yang menjadi masalah yang menahun di

negara tropis seperti Indonesia salah satunya adalah penyakit cacing saluran pencernaan. Iklim tropis yang lembab dan panas merupakan lingkungan yang ideal untuk perkembangbiakan cacing yang ditularkan melalui tanah. Manajemen pemeliharaan ternak terutama sanitasi kandang dan kebersihan kandang yang kurang layak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi penyakit cacingan, selain itu, sejumlah faktor intrinsik yang juga mempengaruhi infeksi cacingan diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan bangsa sapi.

Seleksi hewan ternak yang secara genetis lebih resisten terhadap infeksi penyakit dapat digunakan sebagai langkah strategis penanggulangan penyakit. Menurut Alencar et al. (2009) jenis crossbreed lebih resisten terhadap paparan

cacing dibandingkan jenis sapi purebreed yang berada di kondisi daerah tropis. Di

Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan jenis sapi crossbreed yang telah

banyak dipelihara penduduk adalah sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Tikung masih memelihara sapi dengan cara tradisional, kandang sapi potong berada di belakang rumah dengan bangunan semi permanen dan tidak terdapat saluran pembuangan feses dan urin ternak, sehingga sanitasi kandang tidak terjaga. Kecamatan Tikung secara geografis sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh waduk, yang merupakan dataran rendah dan sering terlanda banjir ketika musim hujan, yang mana air merupakan

media perkembangbiakan yang baik bagi cacing saluran pencernaan dan media transport telur cacing.

Penyakit cacing saluran pencernaan pada hewan merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan umumnya tidak menimbulkan kematian, tetapi bersifat menahun yang dapat mengakibatkan kekurusan, lemah dan turunnya daya produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan sebagai usaha pengendalian penyakit cacing saluran pencernaan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Mengamati kondisi tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin berdasarkan pengaruh jenis kelamin, umur, dan ras, serta jenis cacing saluran pencernaan apa saja yang terdapat pada feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 dengan pengambilan sebanyak 100 sampel feses sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan. Sampel feses diperiksa dengan menggunakan metode natif, metode sedimentasi dan metode apung. Pada sampel feses yang positif terinfeksi cacing saluran pencernaan, dilakukan identifikasi terhadap jenis telur cacing dan perhitungan Telur Cacing Per Gram Tinja (TCPGT) menggunakan metode

McMacter. Analisis data prevalensi dan derajat infeksi untuk mengetahui adanya

pengaruh jenis kelamin pada infeksi cacing saluran pencernaan menggunakan analisis statistik regresi pohon.

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan sebesar 59%. Ditemukan beberapa jenis telur cacing, antara lain: Oesophagustomum spp., Mecistocirrus spp., Bunostomum spp., Trichostrongylus spp., Trichuris spp., dan Moniezia benedini. Hasil perhitungan TCPGT diperoleh rata-rata banyaknya telur

cacing yang menginfeksi sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan berkisar antara 0-500 EPG yang tergolong infeksi ringan.

DAFTAR PUSTAKA

Alencar, M.M., A.C.S. Chagas, R. Giglioti, H.N Oliveira, M.C.S Oliveira. 2009. Gastrointestinal nematode infection in beef cattle of different genetic groups in Brazil. Veterinary Parasitology. 166. 249–254.

Andrade, C., T. Alava, I.A. De Palacio, P. Del Poggio, C. Jamoletti, M. Gulletta and A. Montresor. 2001. Prevalence and Intensity of Soil-transmitted Helminthiasis in the City of Portoviejo (Ecuador). Rio de Janeiro. 96(8): 1075-1079.

Arbi, P. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong [skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan. Bambang, M.A. 2002. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Brown, H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi ketiga.P.T. Gramedia Jakarta.

165-222.

Coles, E.H. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4th Ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia. 405-418.

Dargantes, A., D. Van Aken., J. Varcruysse., J. Lagapa., D.J. Shaw. 1998. Epidemiology of Mecistocirrus digitatus and other Gastrointestinal Nematode Infections in Mindanao, Philippines. Veterinary Parasitology. Vol. 74. 29-41.

Departemen Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. 2013. Data

Jumlah Populasi Ternak Bulan April 2013. Lamongan.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. William Heinemann Medical Books. London. 2nd. Ed. P. 25 – 30.

Farooq, Z. 2009. Prevalence of Gastro-Intestinal Helminths in Some Ruminant Species and Documentation of Ethnoveterinary Practices in Cholistan [Disertation Doktor]. University of Agriculture Faisalabad. Pakistan. 13- 183.

Galloway, J.H. 1974. Farm Animal Health and Disease Control. Lea and Febiger. Philadelphia. 131-135.

Gasbarre, L.C., E.A.Leighton, W.L. Stout. 2001. Gastrointestinal Nematodes of Cattle in Thenortheastern US: Result of a Producer Survey. Veterinary Parasitology. 101. 29-44.

Gulland, F.M.D and M. Fox. 1992. Epidemiology of Nematode Infections of Soay Sheep (Ovis aries L.) on St. Kilda. Parasitol. 105(3): 481-492.

Hall, H.T.B. 1977. Disease and Parasites of Livestock in the Tropic. Longman Group lTD. London. 192-203.

Hariyanto,A., A. Yazid, S. Sembiring. 1986. Kasus Fasciolosis pada Sapi dan Kerbau si Sumatera Utara Berdasarkan Uji Sieving Technique With The Glass Bears Layer. Balai Penyelidikan Penyakit Hewan Wilayah I Medan. 1-5.

Imbang, D. 2003. Ilmu Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Kecamatan Tikung. 2013. Kecamatan Tikung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Lamongan.

Khozin, F.A. 2012. Prevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman di Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Koesdarto, S., S. Subekti, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Komoin O.C., J. Zinsstag, V.S. Pandey, F. Fofana, and A.Depo. 1999. Epidemiology of Parasites of Sheep in Southern Forest Zone of Cote D'ivoire. Journal Revue d'Élevage et de Medecine Veterinaire des Pays Tropicaux. 52 (1): 39-46.

Kosasih, Z. 2001. Metode Uji Apung Sebagai Teknik Pemeriksaan Telur Cacing Nematoda dalam Tinja Hewan Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Veteriner. 2-3.

Kusumamiharja, S. 1993. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 137-9.

Levine, N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 124-288; 383-396.

Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan Untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mumpuni, S., S. Subekti, S. Koesdarto, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2007. Penuntun Praktikum Ilmu Penyakit Helminth Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Mustika, I. dan Z. A. Riza. 2004. Peluang Pemanfaatan Jamur Nematofagus untuk Mengendalikan Nematoda Parasit pada Tanaman dan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian, 23(4): 115.

Nazar, S.D. dan M. Suryoatmodjo. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Pertiwi, P.H. 2012. Prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi Peranakan Ongole (PO) di daerah aliran sungai (das) bengawan solo Kecamatan Kasiman Kabupaten Bojonegoro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Priyanto, D. 2011. Strategi Pengembangan Ternak Sapid an Kerbau dalam Mendukung PSDSTahun 2014. Jurnal Penelitihan dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitihan Ternak, Bogor. 30(3): 108-116.

Purwantan, P., Ismaya N.R., Burhan. 2006. Penyakit Cacing Hati (Fasciolasis) Pada Sapi Bali di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Makassar. Jurnal Agrisistem, 2(2).

Rahajoe, L. 1993. Pengaruh Umur, Jenis Kelamin dan Sistem Pemeliharaan Terhadap Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Potong di Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Rahman, A.S., J. Bestari, R.H. Matondang, Y. Sani dan H. Panjaitan. 1999. Penentuan Sistem Breeding Sapi Potong Program IB di Propinsi Sumatera Barat. Balai Penelitian veteriner. Bogor. 114.

Raza, M.A., H.A. Bachaya, M.S. Akhtar, H.M. Arshad, S. Murtaza, M.M. Ayaz, M. Najeem and A. Basit. 2012. Point Prevalence of Gastrointestinal Helminthiasis in Buffaloes (Bubalus Bubalis) at The Vicinity of Jatoi, Punjab, Pakistan. Sci. Int. (Lahore), 24(4): 465-469.

Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil IB terhadap Pcmberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Santosa, U. 2008. Mengelola Sapi Secara Profesional. Cetakan 1. Penerbit

Sarwono, B. dan H.B. Arianto 2001. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. PT Penebar Swadaya. Cimanggis. Depok. 8-21.

Setiyono, H. 2007. Prevalensi Helmintiasis pada saluran pencernann Sapi Potong di Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Sostroamidjojo, M. Samad dan Soehadji. 1990. Peternakan Umum. Penerbit CV Yasaguna. Anggota IKAPI. Jakarta.

Soulsby, E.J.L. 1986. Helmint, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. 7th Ed. The English Languange Book Socienty and Baillire Tindall. London. 143-256.

Subagyo, L. 2009. Potret Komoditas Daging Sapi. Econ. Rev. 217: 32−43.

Subekti, S. , S. Koesdarto, S. Mumpuni, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2001. Diktat Kuliah Ilmu Penyakit Nematoda. Departemen Pendidikan Nasional. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Subekti, S., S. M. Mumpuni, dan Kusnoto. 2007. Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Subekti, S., S. Mumpuni., S. Koesdarto. H. Puspitawati dan Kusnoto. 2010. Buku Ajar Helmintologi Veteriner. Airlangga University Press. Surabaya.

Subekti, S., S. Mumpuni., S. Koesdarto. H. Puspitawati dan Kusnoto. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Helmints. Airlangga University Press. Surabaya. Subronto, 2007. Ilmu Penyakit Ternak II.Gajah Mada Univercity Press.

Yogyakarta.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2008. Edisi Revisi Sapi Potong. Penebar Swadaya. Semarang. 143-144.

Sugeng, B. 1991. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. 61-63.

Susanto, A. 2003. Prevalensi Infeksi Cacing Toxocara vitulorum Pada Anak Sapi Perah dan Sapi Potong di Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Tarmuji, D.D., Siswansyah dan G. Adiwinata. 1988. Parasit-Parasit Cacing Gastrointestinal pada Sapi-Sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong, Kalimantan Selatan dalam Penyakit Hewan. Balitvet, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 20 (35).

Tizard, I., 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press. Surabaya.

Urquhart, M.G., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn and F.W. Jenning. 1988. Veterinary Parasitology. English Language Book Society. Longman. Usri, N. 2001. Manajemen Peternakan Sapi Potong serta Kaitannya dengan

Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Ternak. Media Kedokteran Hewan. 17. 1-4.

Valcarcel, F. and C.G. Romero. 1999. Prevalence and Seasonal Pattern of Caprine Trichostrongyles in A Dry Area Central Spain. Zentralbl Veterinarmed B; 46 (10) (Abstr.): 673-81.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 32-40.

Yulianto, E. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit Cacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Yusuf. 2010. Kompetensi Peternak dalam Pengelolaan Sapi Potong di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 148: 20.

Lampiran 1. Data dan Hasil Pemeriksaan Sampel Cacing Saluran Pencernaan

pada Sapi PO dan Limousin di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.

No. Ras Umur Jenis Kelamin Hasil TCPGT Obat Cacing

Jantan Betina Pernah Tidak

1 PO 1-2 th * + 90 * 2 PO 1-2 th * + 90 * 3 PO 1-2 th * + 60 * 4 PO 1-2 th * - 0 * 5 PO 1-2 th * + 180 * 6 PO 1-2 th * + 150 * 7 PO >2 th * + 150 * 8 PO >2 th * - 0 * 9 PO >2 th * + 90 * 10 PO >2 th * + 60 * 11 PO >2 th * - 0 * 12 PO >2 th * + 90 * 13 PO >2 th * + 150 * 14 PO >2 th * - 0 * 15 PO >2 th * - 0 * 16 PO >2 th * - 0 * 17 PO >2 th * - 0 * 18 PO >2 th * + 150 * 19 PO >2 th * - 0 * 20 PO >2 th * - 0 * 21 PO >2 th * - 0 * 22 PO 0-1 th * + 150 * 23 PO 0-1 th * + 90 * 24 PO 1-2 th * + 150 * 25 PO 1-2 th * + 90 * 26 PO 1-2 th * - 0 * 27 PO 1-2 th * + 90 * 28 PO 1-2 th * + 90 * 29 PO 1-2 th * - 0 * 30 PO 1-2 th * + 150 * 31 PO 1-2 th * - 0 * 32 PO 1-2 th * - 0 * 33 PO 1-2 th * - 0 * 34 PO 0-1 th * + 900 * 35 PO 1-2 th * - 0 * 36 PO 0-1 th * + 300 * 37 PO 0-1 th * + 240 * 38 PO 1-2 th * - 0 * 39 PO 1-2 th * - 0 *

40 PO 0-1 th * + 150 * 41 PO 0-1 th * - 0 * 42 PO 0-1 th * + 210 * 43 PO 0-1 th * + 960 * 44 PO 0-1 th * + 600 * 45 PO 0-1 th * - 0 * 46 PO 0-1 th * + 240 * 47 PO 0-1 th * - 0 * 48 PO 0-1 th * + 300 * 49 PO 0-1 th * - 0 * 50 PO 1-2 th * - 0 * 51 Limousin 1-2 th * + 90 * 52 Limousin 1-2 th * + 60 * 53 Limousin >2 th * - 0 * 54 Limousin 0-1 th * + 240 * 55 Limousin 0-1 th * + 150 * 56 Limousin 0-1 th * + 60 * 57 Limousin 0-1 th * + 600 * 58 Limousin 0-1 th * + 300 * 59 Limousin 0-1 th * + 540 * 60 Limousin 1-2 th * - 0 * 61 Limousin 0-1 th * + 150 * 62 Limousin 0-1 th * + 90 * 63 Limousin 0-1 th * + 240 * 64 Limousin >2 th * + 60 * 65 Limousin >2 th * + 300 * 66 Limousin 1-2 th * - 0 * 67 Limousin >2 th * - 0 * 68 Limousin 0-1 th * + 240 * 69 Limousin 0-1 th * + 240 * 70 Limousin >2 th * - 0 * 71 Limousin >2 th * - 0 * 72 Limousin 1-2 th * + 90 * 73 Limousin 1-2 th * + 150 * 74 Limousin 1-2 th * + 210 * 75 Limousin 1-2 th * + 300 * 76 Limousin 1-2 th * - 0 * 77 Limousin 1-2 th * + 300 * 78 Limousin 1-2 th * - 0 * 79 Limousin >2 th * + 210 * 80 Limousin >2 th * - 0 * 81 Limousin >2th * - 0 * 82 Limousin >2 th * - 0 * 83 Limousin >2 th * + 90 *

84 Limousin >2 th * - 0 * 85 Limousin >2 th * - 0 * 86 Limousin >2 th * + 90 * 87 Limousin >2 th * - 0 * 88 Limousin 1-2 th * + 90 * 89 Limousin 1-2 th * - 0 * 90 Limousin 1-2 th * - 0 * 91 Limousin 1-2 th * + 150 * 92 Limousin 0-1 th * + 300 * 93 Limousin 0-1 th * + 210 * 94 Limousin 0-1 th * + 90 * 95 Limousin 1-2 th * - 0 * 96 Limousin 0-1 th * + 150 * 97 Limousin 1-2 th * - 0 * 98 Limousin 1-2 th * + 540 * 99 Limousin 1-2 th * + 300 * 100 Limousin 1-2 th * + 600 *

Lampiran 2. Keadaan Ternak di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan.

Sapi PO di salah satu kandang di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.

Sapi Limousin di salah satu kandang di Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.

Lampiran 3. Peta Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.

Lampiran 4. Alat yang Digunakan pada Penelitian.

G

Mikroskop

Sentrifus

Dokumen terkait